Arnold melihat ke arah lantai atas. Lantai itu pasti tempat pemilik kafe ini, atau tempat seseorang yang mengelola kafe ini. Ya, itu mungkin saja!
“Orang tuamu pemilik kafe ini?”
Iris berwarna abu-abu milik Arnold menatap lekat ke arah anak laki-laki, yang memiliki warna bola mata serupa. Arnold tertegun, pria itu baru menyadari jika mereka memiliki warna mata yang sama.
El terdiam untuk beberapa saat. Anak itu terlihat memikirkan jawaban atas pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh Arnold. Dia sendiri juga merasa bingung. Apakah ibunya pemilik tempat ini?
“Sepertinya memang begitu. Mommy-ku bekerja di sini,” jawab El pada akhirnya. Memang benar bukan ibunya bekerja di tempat ini?
1. Arnold terdiam. Pria itu tampak memikirkan kemungkinan yang ada. Dia memang belum tahu pasti tentang pemilik kafe ini, tetapi dia yakin bahwa dia pernah melihat Sofia di sini.
Mungkinkah Sofia pemilik dari kafe ini? Tiba-tiba saja pert
Alicia terus saja menggerutu seraya mengikuti ke mana langkah kaki ibunya berjalan. Wajah gadis berdarah Italia itu terlihat jelas menampakkan kekesalan yang memuncak.Bagaimana tidak! Di akhir pekan seperti ini, di hari yang seharusnya dia habiskan untuk bersantai serta memanjakan diri di rumah, tetapi ibunya memaksa untuk ditemani keluar.“Mom, sebenarnya apa yang Mommy cari?” Alicia menghentikan langkah kakinya di tengah keramaian. Persis seperti anak kecil.Nyonya Elina sontak saja ikut menghentikan langkah kakinya. Wanita paru baya itu berbalik kemudian menatap sang putri dengan tatapan datar. Dia hanya ingin kemari, untuk menghilangkan sejenak kekesalannya terhadap Nicholas.“Tidak kakakmu, tidak dirimu, sama saja!” Nyonya Elina berjalan menghampiri Alicia yang berjarak beberapa meter saja darinya. “Setidaknya jangan membantah perkataan Mommy seperti apa yang dilakukan oleh kakakmu!”Alicia menghela napas p
Beberapa saat sebelumnya.Alicia berusaha menyamakan langkah kakinya dengan sang ibu, yang berjalan lebih cepat dari sebelumnya.“Mom, maafkan aku. Maksudku tadi, bukan berarti aku membela kekasih kakak. Hanya saja, aku rasa Mommy terlalu berlebihan dalam menyikapi hal ini.”Nyonya Elina menghentikan langkah kakinya, sontak hal itu membuat Alicia merasa sedikit terkejut. Wanita itu juga ikut berhenti secara mendadak.“Apa katamu? Berlebihan?” geram Nyonya Elina. Matanya menatap tajam ke arah putrinya sendiri. Dia masih tidak percaya bahwa hal seperti itu akan dikatakan oleh Alicia—putri kandungnya.Bagaimana mungkin, seseorang yang memiliki anak di luar hubungan pernikahan menjadi hal yang dibenarkan?“Mom, sekarang sudah tahun berapa? Menjadi orang tua tunggal bukanlah sesuatu yang hina. Bukan suatu aib yang harus disembunyikan.” Alicia masih terus mencoba membuka pikiran ibunya.Menurut Alic
Sofia turun dari mobil Nicholas dengan bibir yang masih terus bungkam. Permintaan serta perkataan ibu Nicholas tadi, masih terus saja terngiang dalam benak wanita itu.Bahkan ketika Nicholas bertanya pun, wanita itu hanya mampu menggeleng saja. Lidahnya benar-benar terasa kelu untuk menceritakan segalanya.“El, cepat mandi setelah itu langsung tidur, oke!”El mengangguk patuh mendengar perkataan Nicholas. Anak laki-laki itu segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar.Sebelum itu, El beberapa kali melirik ke arah ibunya. Memastikan bahwa Sofia benar-benar masih marah atau tidak.Sampai di mana El masih mendapati Sofia yang terdiam tanpa kata.‘Apa aku berbuat nakal lagi?’ tanya El dengan wajah sendu. Dia merasa bersalah karena tidak segera menuruti perintah ibunya tadi.Melihat hal itu El segera masuk ke dalam kamarnya dengan langkah lunglai. Anak laki-laki itu sama sekali tidak berani bertanya lebih jauh
Sudah beberapa hari semenjak kejadian itu, Sofia dan Nicholas tidak pernah lagi bertemu. Hanya terjadi komunikasi singkat di antara keduanya.Pikiran mereka berdua terlalu sibuk memikirkan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Tak hanya itu, pekerjaan Nicholas juga bertambah dua kali lipat akhir-akhir ini sehingga dia sama sekali tidak memiliki waktu untuk sekadar bersantai.Sementara Sofia, wanita itu sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan yang selalu membayangi benaknya.Apakah semua ini salah?Sofia duduk terdiam di ruang kerjanya. Beberapa hari ini dia lebih banyak menghabiskan banyak waktu di kafe. Bahkan El juga ikut begitu. Mereka berdua pulang larut malam.Sebenarnya Sofia sama sekali tidak berniat membuat anaknya sendiri ke lelah. Namun, apa yang dapat dia lakukan lagi selain bekerja dan terus bekerja?Duduk berdiam diri di rumah, membuat kepalanya terus saja mengingat perkataan orang-orang yang terasa begitu menyakitkan.“Ap
Nicholas tercengang, tidak percaya dengan kata-kata yang baru saja keluar dari bibir Sofia. Untuk menutupi rasa tidak percaya itu Nicholas sampai tertawa cukup keras.“Sayang, hentikan omong kosongmu. Aku rasa kau belum sepenuhnya sadar dari mimpimu.”Bukan tanpa sebab Nicholas mengatakan semua itu. Menurutnya, apa yang dikatakan Sofia tidak lebih hanya sekadar racauan wanita itu.“Nic!” panggil Sofia lagi. “Aku tidak sedang bercanda. Apa yang aku katakan tadi itu sungguh-sungguh.”Tawa Nicholas mendadak berhenti. Pria itu menatap Sofia dengan penuh tanda tanya. Tiba-tiba saja jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya.“Ayo kita pulang!” ajak Nicholas. Pria itu masih mampu tersenyum kecil. “Aku rasa kau sedikit mabuk.”“Aku tidak mabuk, Nic. Aku memang ingin mengakhiri semua ini!” tegas Sofia, mengulangi perkataan yang dia ucapkan beberapa menit yang lalu.D
Embusan angin malam yang terasa dingin tak membuat Arnold menyurutkan niatnya. Seorang pria putus asa, yang menghabiskan malam dengan berkeliling menggunakan mobil, dan selalu berakhir di taman kota seperti saat ini.Arnold melirik ke arah jam tangan di pergelangan tangan kirinya. Belum terlalu malam, tetapi suasana di taman sudah terlihat begitu sepi. Jauh dari suasana biasanya.Pria berdarah Belanda itu berjalan pelan, menyusuri taman dengan jaket tebal. Akhir-akhir ini, waktu memang sudah memasuki musim hujan, dan angin juga berembus cukup kencang.Pria itu menghela napas berat. Usahanya masih tetap sama saja. Sia-sia! Tidak ada petunjuk apa pun tentang keberadaan Sofia.Sudah beberapa kali dia datang ke kafe, tempat di mana pernah melihat Sofia, tetapi Arnold sama sekali tidak mendapatkan informasi apa pun. Nihil!“Apa semuanya sudah benar-benar berakhir, Fia?” Arnold menghentikan langkah kakinya. Kemudian pria itu duduk di kursi ta
“Sofia!”Sofia menengadahkan kepalanya. Wanita itu terlihat begitu bingung, ketika melihat seorang pria berdiri tegap di hadapannya.“So-sofia!” panggil pria itu lagi dengan mata terbelalak. Wajahnya terlihat sangat terkejut, seperti seseorang yang mendapati sesuatu yang selama ini dia cari.Sofia cepat-cepat menghapus jejak-jejak air mata di pipinya. Wanita itu terlihat bingung, ketika pria itu memanggil namanya. Terlebih lagi, pria itu terlihat seperti mengenali dirinya.“Maaf, mungkin Anda salah orang. Saya tidak mengenal Anda.” Sofia berdiri kemudian meraih tas yang dia letakkan di atas kursi, dan berniat pergi dari tempat ini.Dia hanya merasa bahwa mereka sama-sama tidak saling mengenal, atau mungkin saja pria itu salah mengenali orang.Di dunia ini bukan hanya dia saja yang memiliki nama, Sofia.“Tunggu dulu!” Pria itu menyentuh tangan Sofia, berusaha mencegah Sofia agar tidak per
Tidak ada yang tahu bagaimana takdir kehidupan manusia ke depannya. Meskipun sekeras apa usaha yang sudah mereka lakukan, tetapi jika sang pemilik takdir belum berkehendak, maka semua usaha itu akan tetap terasa sia-sia.Sama seperti hal yang dialami oleh Arnold. Ketika hatinya mulai putus asa, ketika logikanya mulai meminta dirinya untuk berhenti mencari keberadaan Sofia, tetapi hal terduga justru terjadi begitu saja.Pertemuan yang sama sekali tidak pernah Arnold bayangkan. Tempat, dan bahkan momen yang sama sekali tidak pernah terlintas dalam benak pikiran pria Belanda itu. Dia sama sekali tidak pernah menduga, akan bertemu Sofia dalam kondisi seperti ini.“Lepaskan aku! Kita tidak saling mengenal, jadi jangan memaksaku seperti ini, atau aku akan melaporkanmu kepada polisi!” teriak Sofia yang langsung membuat langkah kaki Arnold terhenti. Tidak hanya itu, Sofia juga menghempaskan tangan besar Arnold yang mencengkeramnya sejak tadi. Tangan besar ya