Sofia membuka mata yang masih terasa berat. Manik cokelat tua itu menatap sekeliling. Kepalanya masih terasa sedikit sakit, mungkin karena terkena air hujan malam tadi.
“Sudah bangun?”
Suara berat Nicholas tiba-tiba saja membuat wanita itu tersentak. Sofia langsung terduduk. Tangannya terulur memegang kepala yang semakin berdenyut karena kaget.
Oh, Tuhan. Manik cokelat tua itu sukses membulat sempurna.
“EL!”
Nicholas berjalan mendekati Sofia yang masih terlihat acak-acakan.
“Dia bersama dengan Kenzo semalam. Pagi ini aku juga meminta tolong Kenzo untuk mengantarnya sekolah.”
Sofia menoleh ke arah Nicholas. Menatap pria yang sedang berdiri itu dengan sedikit tajam. Kemudian tatapannya turun, menatap kemeja Nicholas yang melekat pada tubuhnya.
Nicholas tertawa kecil. “Aku sudah melihat semuanya.”
“Nicholas!” teriak Sofia. Wanita itu segera melemparkan bantal ke ar
Arnold menatap adik laki-lakinya yang saat ini terlihat sedikit gugup. Tidak biasanya Dareen bertingkah seperti sekarang. Tentu saja hal ini semakin membuat Arnold curiga.“Kak, sebentar lagi rapat akan dimulai.” Dareen berusaha mengingatkan kakaknya. Dia merasa bahwa sang kakak sedang menatap ke arahnya dengan kecurigaan penuh.“Aku tahu,” jawab Arnold singkat. Pria itu kembali diam. Dia kembali mengingat foto yang dilihat di ponsel Arzan tadi.Arnold ingat dia pernah melihat punggung itu. Punggung wanita yang terlihat begitu sama. Punggung seorang wanita yang diyakini Sofia, yang dia lihat di kafe beberapa waktu lalu.“Aku pergi jika tidak ada yang ingin dibicarakan lagi.” Dareen bangun dari posisi duduknya.“Duduklah! Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan.”Dareen menghela napas panjang. Namun, tak urung pria itu juga mengikuti kemauan kakaknya.“Kau bertemu dengan siapa kemarin?&
Arnold menatap wanita yang sedang duduk di hadapannya saat ini. Wanita yang hanya terdiam seraya menunduk.“Ini kesempatan terakhirmu!” desis Arnold. Pria itu benar-benar merasa jengah berhadapan dengan wanita seperti Grace.Grace mengangkat kepalanya. “Ar, maafkan aku,” ujarnya dengan begitu tulus.Raut wajah Grace terlihat begitu menyesal. Wanita itu sudah menyesali semua hal yang telah terjadi. Grace sadar jika selama ini hanya Arnold yang mau membantunya.Arnold mendengkus kasar. “Kau memintaku datang ke sini hanya untuk ini, Grace?” Bosan! Rasanya Arnold sudah bosan mendengar semua permintaan maaf yang diucapkan oleh Grace.Pagi-pagi sekali wanita itu menghubunginya, dan meminta untuk bertemu. Dan hanya ini yang Arnold dengar?“Ar!” Grace menyentuh tangan Arnold yang berada di atas meja, lalu menggenggamnya.Manik mata wanita itu memancarkan sebuah ketulusan. Grace sadar jika selama
“Dad, boleh aku tunggu di sini saja?”Tiba-tiba saja El menghentikan langkah kakinya, membuat Nicholas menoleh, menatap anak laki-laki itu dengan tatapan heran.“Di bawah ramai sekali, El. Mommymu pasti akan sangat khawatir jika kau menunggu di bawah.”“Aku akan duduk bersama dengan kakak itu.” El menunjuk salah satu karyawan kafe. Seorang gadis muda yang memang cukup dekat dengannya.“No!” tegas Nicholas. Dia tidak mungkin membiarkan El di bawah tanpa pengawasan.Wajah El tampak murung ketika mendengar penolakan dari Nicholas. Dia ingin turun ke bawah dan menemui pria yang sedang duduk di pojok ruangan.“Ayo kita naik! Mommy pasti sudah menunggu.”Dengan langkah gontai El terpaksa mengikuti Nicholas. Anak laki-laki itu terlihat sangat ingin menemui seseorang di bawah sana. Namun, penolakan Nicholas membuat dia tidak lagi berani membantah.Sampai seketika bibir mungiln
Arnold melihat ke arah lantai atas. Lantai itu pasti tempat pemilik kafe ini, atau tempat seseorang yang mengelola kafe ini. Ya, itu mungkin saja!“Orang tuamu pemilik kafe ini?”Iris berwarna abu-abu milik Arnold menatap lekat ke arah anak laki-laki, yang memiliki warna bola mata serupa. Arnold tertegun, pria itu baru menyadari jika mereka memiliki warna mata yang sama.El terdiam untuk beberapa saat. Anak itu terlihat memikirkan jawaban atas pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh Arnold. Dia sendiri juga merasa bingung. Apakah ibunya pemilik tempat ini?“Sepertinya memang begitu. Mommy-ku bekerja di sini,” jawab El pada akhirnya. Memang benar bukan ibunya bekerja di tempat ini?1. Arnold terdiam. Pria itu tampak memikirkan kemungkinan yang ada. Dia memang belum tahu pasti tentang pemilik kafe ini, tetapi dia yakin bahwa dia pernah melihat Sofia di sini.Mungkinkah Sofia pemilik dari kafe ini? Tiba-tiba saja pert
Alicia terus saja menggerutu seraya mengikuti ke mana langkah kaki ibunya berjalan. Wajah gadis berdarah Italia itu terlihat jelas menampakkan kekesalan yang memuncak.Bagaimana tidak! Di akhir pekan seperti ini, di hari yang seharusnya dia habiskan untuk bersantai serta memanjakan diri di rumah, tetapi ibunya memaksa untuk ditemani keluar.“Mom, sebenarnya apa yang Mommy cari?” Alicia menghentikan langkah kakinya di tengah keramaian. Persis seperti anak kecil.Nyonya Elina sontak saja ikut menghentikan langkah kakinya. Wanita paru baya itu berbalik kemudian menatap sang putri dengan tatapan datar. Dia hanya ingin kemari, untuk menghilangkan sejenak kekesalannya terhadap Nicholas.“Tidak kakakmu, tidak dirimu, sama saja!” Nyonya Elina berjalan menghampiri Alicia yang berjarak beberapa meter saja darinya. “Setidaknya jangan membantah perkataan Mommy seperti apa yang dilakukan oleh kakakmu!”Alicia menghela napas p
Beberapa saat sebelumnya.Alicia berusaha menyamakan langkah kakinya dengan sang ibu, yang berjalan lebih cepat dari sebelumnya.“Mom, maafkan aku. Maksudku tadi, bukan berarti aku membela kekasih kakak. Hanya saja, aku rasa Mommy terlalu berlebihan dalam menyikapi hal ini.”Nyonya Elina menghentikan langkah kakinya, sontak hal itu membuat Alicia merasa sedikit terkejut. Wanita itu juga ikut berhenti secara mendadak.“Apa katamu? Berlebihan?” geram Nyonya Elina. Matanya menatap tajam ke arah putrinya sendiri. Dia masih tidak percaya bahwa hal seperti itu akan dikatakan oleh Alicia—putri kandungnya.Bagaimana mungkin, seseorang yang memiliki anak di luar hubungan pernikahan menjadi hal yang dibenarkan?“Mom, sekarang sudah tahun berapa? Menjadi orang tua tunggal bukanlah sesuatu yang hina. Bukan suatu aib yang harus disembunyikan.” Alicia masih terus mencoba membuka pikiran ibunya.Menurut Alic
Sofia turun dari mobil Nicholas dengan bibir yang masih terus bungkam. Permintaan serta perkataan ibu Nicholas tadi, masih terus saja terngiang dalam benak wanita itu.Bahkan ketika Nicholas bertanya pun, wanita itu hanya mampu menggeleng saja. Lidahnya benar-benar terasa kelu untuk menceritakan segalanya.“El, cepat mandi setelah itu langsung tidur, oke!”El mengangguk patuh mendengar perkataan Nicholas. Anak laki-laki itu segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar.Sebelum itu, El beberapa kali melirik ke arah ibunya. Memastikan bahwa Sofia benar-benar masih marah atau tidak.Sampai di mana El masih mendapati Sofia yang terdiam tanpa kata.‘Apa aku berbuat nakal lagi?’ tanya El dengan wajah sendu. Dia merasa bersalah karena tidak segera menuruti perintah ibunya tadi.Melihat hal itu El segera masuk ke dalam kamarnya dengan langkah lunglai. Anak laki-laki itu sama sekali tidak berani bertanya lebih jauh
Sudah beberapa hari semenjak kejadian itu, Sofia dan Nicholas tidak pernah lagi bertemu. Hanya terjadi komunikasi singkat di antara keduanya.Pikiran mereka berdua terlalu sibuk memikirkan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Tak hanya itu, pekerjaan Nicholas juga bertambah dua kali lipat akhir-akhir ini sehingga dia sama sekali tidak memiliki waktu untuk sekadar bersantai.Sementara Sofia, wanita itu sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan yang selalu membayangi benaknya.Apakah semua ini salah?Sofia duduk terdiam di ruang kerjanya. Beberapa hari ini dia lebih banyak menghabiskan banyak waktu di kafe. Bahkan El juga ikut begitu. Mereka berdua pulang larut malam.Sebenarnya Sofia sama sekali tidak berniat membuat anaknya sendiri ke lelah. Namun, apa yang dapat dia lakukan lagi selain bekerja dan terus bekerja?Duduk berdiam diri di rumah, membuat kepalanya terus saja mengingat perkataan orang-orang yang terasa begitu menyakitkan.“Ap