Ketika hati mulai menemukan sandaran untuk berlabuh kepada tempat yang seharusnya, bagaimana bisa dia menolak? Sekuat apa usaha yang dilakukan, cinta akan lebih kuat dari segalanya.
Di sini Sofia berdiri. Di depan jendela kamarnya. Menatap bintang-bintang yang bertaburan di langit malam. Berusaha memahami apa yang sebenarnya dia rasakan.
Apakah ini yang dinamakan dengan cinta?
Apakah ini yang dinamakan dengan cemburu?
Hatinya tetap tidak bisa tenang meski dia sudah mandi berkali-kali. Harapan air yang mengalir akan membawa pergi perasaan gundah yang dirasakan, ternyata hanya sebuah harapan semata.
Perasaan itu semakin membelenggu hati kecilnya. Bayangan wanita yang menyentuh dan mencium pipi Nicholas, seakan kembali membakar jiwa.
Sofia seperti merasa dejavu. Dia kembali merasakan perasaan lima tahun silam, saat melihat Dev bersama dengan wanita lain. Namun, ada sesuatu yang berbeda. Kali ini rasanya jauh lebih besar.
“Aku harus
Sofia memeluk erat Nicholas dari belakang. Dia sudah tidak tahan diperlakukan seperti ini lagi. Dia tidak tahan dengan sikap dingin Nicholas.Nicholas terpaku. Pikiran pria itu mendadak melayang entah ke mana.“Jangan tinggalkan aku,” lirih Sofia. Suaranya terdengar parau.“A-aku ....”“Maafkan aku, Nic.” Kini air mata yang sedari tadi ditahan Sofia, keluar turun membasahi punggung Nicholas.Perasaan yang sulit diartikan. Rasa rindu yang menyeruak, membuat Sofia menepis semua tentang harga diri.Dia sadar, bahwa selama ini tidak bisa jauh dari Nicholas. Entah kapan waktu itu tiba, sehingga dia tidak sadar jika sudah mencintai pria itu. Sofia sudah jatuh dalam lautan cinta milik Nicholas.Nicholas, pria itu masih belum mengerti dengan perkataan Sofia. Tubuhnya masih membatu, membiarkan Sofia memeluknya dari belakang. Sebenarnya ada perasaan bahagia, ketika Sofia mencegahnya pulang.Namun, rasa
Cahaya matahari terasa begitu menyilaukan, bagi mata yang masih terlelap di atas tempat tidur. Wanita bertubuh mungil itu tampak mengerjapkan matanya berkali-kali.Sofia melenguh. Wanita itu bergerak dengan mata yang masih enggan terbuka. Meregangkan otot-otot tubuh yang terasa sedikit kaku.Namun, seketika matanya terbuka sempurna, ketika dia menyadari bahwa dia tertidur di sebuah tempat yang nyaman.“Aku di mana?” Sofia terlonjak kaget. Tangannya dengan cepat membuka selimut yang menutupi tubuhnya. Wanita itu bernapas lega, melihat pakaiannya masih utuh menempel di badan.“Pagi, Sayang. Kau sudah bangun?” Nicholas datang tiba-tiba dari balik pintu. Lalu menghampiri Sofia.Sofia masih terdiam. Dia masih belum sadar kenapa bisa berada bersama Nicholas, di pagi hari.Nicholas tersenyum hangat kepada wanita yang terlihat begitu lucu, dengan wajah bingungnya.“Morning kiss.” Pria itu mencium singkat da
Detik terus berlalu berganti jam. Hari terus berlalu berganti minggu. Pria yang hidupnya hampir dihabiskan untuk mencari Sofia, masih belum mendapatkan informasi apa pun, sama sekali.Arnold mengetuk-ngetuk meja kerjanya. Pekerjaan yang menumpuk beberapa hari ini, membuat tubuhnya terasa begitu penat. Tak hanya itu, pikirannya jauh lebih lelah.Angan pria itu menerawang entah ke mana. Wajah anak laki-laki yang beberapa minggu lalu ditemui, masih melekat kuat dalam benaknya.Kadang kala, Arnold tersenyum sendiri jika mengingat tentang anak laki-laki itu. Wajahnya yang terlihat begitu tampan, dan sangat menggemaskan, mengingatkan pria itu akan masa kecilnya, yang selalu dipuji karena ketampanannya. Arnold sampai lupa jika dia tidak pernah menyukai anak kecil.Suara ketukan pintu membuat pria itu tersadar. Arnold sedikit membenarkan posisi duduknya. Memperbaiki lengan kemeja yang tadi dia gulung.“Masuk!”Arzan membuka pintu. Pria i
Gemerlap lampu yang menyilaukan mata, suara musik yang berdentum dengan sangat kencang, tidak menyurutkan keinginan seorang pria yang sedang duduk di meja bar. Meneguk setiap gelas kecil berisi wine yang ada di hadapannya.Arnold, kembali mendatangi tempat yang sudah lama tidak dia kunjungi. Tempat di mana dia bertemu dengan Sofia pertama kali.Merasa frustrasi dengan nasihat yang diberikan Arzan, pria berdarah Belanda itu ingin kembali mencoba hal yang selama ini dia tinggalkan.Banyak wanita yang berkali-kali mendatanginya. Siapa yang tidak mengenal Arnold Danique? Sang petualang wanita yang pernah begitu terkenal di masanya. Sang petualang wanita yang hilang semenjak lima tahun terakhir.Namun, Arnold sama sekali tidak memedulikan para wanita yang datang. Dia hanya ingin minum, dan melupakan Sofia seperti saran Arzan.“Shit! Ternyata para jalang ini masih mengenalku,” umpat Arnold setengah berbisik.Pria itu merasa sedikit ris
Nicholas kembali menginjakkan kaki di kediaman keluarga Luciano. Sudah cukup lama, dia tidak pulang ke rumah itu. Terhitung sejak kembalinya Sofia ke Indonesia.Nicholas memang sedikit malas untuk terlalu sering pulang ke rumah, hanya bertukar kabar melalui ponsel sudah cukup baginya. Mungkin karena Nicholas sudah terbiasa hidup tanpa kedua orang tua sejak remaja.Banyak pelayan yang masih saja menatap kagum tuan muda mereka. Meski mereka sudah beberapa kali melihat langsung rupa Nicholas. Wajah Nicholas yang begitu tampan, membuat siapa pun yang melihatnya langsung terpesona. Ya, dan itu memang benar adanya.Nicholas berjalan menuju ruang keluarga. Di jam seperti ini, biasanya keluarga Luciano sedang berkumpul di sana.Pria itu menyunggingkan bibir, ketika melihat seluruh keluarganya sedang duduk di dalam sana. Dia selalu benar, bukan? Meskipun tidak tinggal serumah, tetapi dia hafal bagaimana kebiasaan keluarga besarnya.“Mom, Dad!” s
Di sisi lain, Grace membantu Arnold turun dari dalam mobil. Membantu pria itu berjalan dengan susah payah karena tubuhnya yang terlalu besar bagi Grace.“Kau sangat berat, Ar,” keluh Grace. Dia terpaksa meminta bantuan petugas keamanan apartemen tempat Arnold tinggal.Wanita itu tidak sanggup jika harus memapah Arnold sampai ke atas......“Terima kasih, Pak.” Grace memberikan sejumlah uang sebagai tanda terima kasih. Wanita itu memang senang membantu siap pun, terlepas dari gaya hidup yang terkesan suka berfoya-foya.“Terima kasih juga, Nona” Petugad keamanan itu menerima sejumlah uang yang diberikan Grace, dengan hati yang begitu senang. Ternyata, ini adalah jalan rezeki yang dia pinta sejak tadi.Setelah kepergian petugas keamanan itu, Grace membantu membaringkan Arnold di atas sofa. Matanya menatap sekeliling apartemen yang sudah lama tidak dia kunjungi. Keadaannya masih
Sofia melambaikan tangan kepada El, tepat di depan gerbang sekolah anak itu. Sofia bersyukur karena anaknya dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan baru.“Hati-hati, El. Jangan nakal dengan teman-teman barumu,” pesan Sofia sebelum El benar-benar berlalu.Dari jarak beberapa meter El dapat mendengar perkataan ibunya. Anak itu mengangguk mengerti, lantas segera berlari masuk ke dalam.“Huh, aku harus segera pergi.” Sofia segera berlalu dari sana. Masih ada sedikit lagi pekerjaan yang harus dia selesaikan......Pekerjaan di kafe Sofia hampir rampung. Tempat itu kembali disulap oleh tangan Sofia menjadi tempat yang begitu nyaman. Sebuah kafe dengan gaya anak muda, yang memang sedang banyak diminati saat ini.Kondisi bangunan yang masih bagus, membuat Sofia tidak perlu terlalu banyak menghabiskan biaya untuk merenovasi. Waktu yang dibutuhkan juga tidak terlalu banyak, dan dia merasa sen
“Ini kantor Nicholas, bukan?” tanya Sofia setelah melihat nama The Luciano's pada gedung mewah di hadapannya. Dia heran kenapa Kenzo membawanya ke kantor pria berdarah Italia itu.“Ya, kau benar.” Kenzo melepas sabuk pengaman yang dia kenakan.“Kenapa dia memintaku datang ke sini? Kita bisa makan siang di luar saja.” Sofia merasa enggan untuk turun. Wanita itu belum pernah sama sekali menginjakkan kaki di kantor Nicholas, dan itu membuatnya sedikit canggung.“Dia sedang merasa tidak enak badan. Bukankah, Nicholas sudah memberitahumu di telepon tadi?” Kenzo memang diminta langsung oleh Nicholas untuk membawa Sofia ke kantornya.“Aku pikir dia tidak serius.” Sofia ikut melepaskan sabuk pengaman yang dia kenakan. Ternyata Nicholas tidak sedang membohonginya.“Ayo! Aku akan mengantarkanmu.”Sofia mengangguk.Wanita yang memakai dress berwarna putih gading itu melangka