“Ken, bawa kami kembali bersamamu!” pinta Sofia, melalui sebuah panggilan bersama pria berkulit putih itu.
“Kau yakin?” tanya Ken di seberang sana. Suaranya terdengar sedikit terkejut.
“Semua yang dikatakan Nic, adalah kebenaran. Aku tidak akan lagi bersembunyi lagi dari dunia.”
“Baik. Kita berangkat besok. Akan kupesankan tiket untuk kalian berdua.”
Segala dokumen penting, sudah disiapkan oleh Nicholas jauh-jauh hari. Pria itu memiliki pemikiran yang panjang. Dia sengaja menyiapkan semua itu, agar jika suatu saat mereka membutuhkannya, maka mereka tidak perlu bersusah payah lagi.
Seperti saat ini. Ketika Sofia memutuskan untuk pergi bersama Ken tiba-tiba, maka pria itu tidak perlu bersusah payah lagi untuk mengurus segelas keperluan Sofia dan juga El.
***
Pagi ini adalah hari yang membuat Sofia dilanda rasa tak menentu. Ada debaran ane
“Ken, bisa aku titip El sebentar? Aku ingin mencari toilet,” tanya Sofia. Kenzo mendongak, lalu mengangguk perlahan. “Kau bisa sendiri, atau perlu aku antar?” tanya Kenzo. Sofia menggeleng, lantas segera melangkahkan kakinya untuk keluar dari restoran yang ada di bandara. Setelah mendarat dan menunggu kehadiran Nicholas, mereka memutuskan untuk mencari makan terlebih dulu di dalam bandara. Wanita itu melangkahkan kakinya, mengikuti segala petunjuk yang ada. Wajahnya benar-benar kusut, dan dia butuh sedikit penyegaran. Langkah mungil itu terus saja melangkah, menyusuri setiap tempat ada yang di bandara. Sementara di sisi lain, terlihat seorang pria tampan dengan warna kulit sedikit gelap sedang berjalan tidak jauh dari keberadaan Sofia. Langkah panjang itu terlihat sedikit tergesa-gesa. Kacamata hitam, terlihat bertengger di hidung mancungnya. Brakk Sofia menabrak pria yang ada di hadapannya secara tidak sengaja. “I’m Sorry Sir,” ucap S
Jakarta 27 Maret 2013Gadis bernetra cokelat itu perlahan membuka kedua mata, ketika sinar sang surya mulai terasa begitu sangat menyilaukan.Tubuhnya terasa remuk redam. Disertai bagian intinya yang terasa begitu perih dan juga sangat sakit.“Ah kenapa kepalaku sakit sekali.” Sofia bangun dari posisinya, jemari lentik itu terlihat memijit kepala yang terasa begitu nyeri.Kesadaran yang belum sepenuhnya kembali, membuat gadis itu terlihat begitu sulit untuk membuka kedua mata.“Apa yang sebenarnya terjadi dengan diriku?” tanyanya pelan.Netra cokelat miliknya sukses membulat sempurna, ketika mendapati tubuh dalam keadaan polos, tanpa sehelai benang pun.“Apa yang sudah terjadi dengan diriku?” Sofia menarik selimut yang dipakainya hingga menutupi bagian dada.Gadis itu berusaha mengingat kembali apa yang sebenarnya terjadi. Satu persatu ingatan itu berhasil dia dapatkan kembali.
Jakarta 02 April 2013Sudah hampir satu pekan, sejak kejadian naas itu, Sofia sama sekali tidak pergi ke kampus, atau bertemu dengan teman-temannya. Dia hanya mengurung diri di dalam kamar. Rasanya begitu malu ketika harus menghadap kedua orang tuanya.“Di mana Sofia?” tanya Bagas di meja makan, ketika mereka akan sarapan.“Dia masih belum mau keluar,” sahut sang istri.“Ettan sebenarnya apa yang terjadi dengan adikmu itu?” Bagas menatap putra sulungnya dengan tatapan penuh intimidasi.“Akan aku tanyakan kepadanya. Beberapa hari ini dia belum mau bercerita mengenai hal apa pun.” Pria itu segera bangkit dari duduknya.“Ettan, biar Mama saja yang menemuinya,” sergah Soraya. Dia ingin mengetahui juga apa yang sedang dialami oleh putrinya.“Biarkan aku saja Ma.” Ettan segera berjalan meninggalkan kedua pasangan paru baya itu di ruang makan.Derap
Ettan tersenyum sinis ketika kembali mendengar suara wanita dari dalam kamar. Sementara Devan, dia tampak menatap sahabatnya dengan penuh permohonan. Pria itu tidak ingin jika Sofia sampai mengetahui semua ini.Biar bagaimanapun Devan sangat mencintai Sofia. Tidak ada wanita lain, selain Sofia di hatinya.Tidak peduli dengan tubuhnya yang kini tidak berdaya sama sekali. Pria itu tetap memohon kepada Ettan, agar merahasiakan semua ini dari Sofia.“Ah Dev, ternyata kau di sini,” ujar wanita seusia mereka yang muncul dari dalam kamar pria itu.Wanita yang terlihat tidak asing bagi Ettan. Tubuhnya terlihat seksi dalam balutan kaus longgar milik Devan.“Maaf aku pikir tidak ada orang.” Rania menutup mulutnya, ketika melihat ada pria lain di sana.Devan terlihat membuang wajahnya ke arah lain. Kali ini dapat dipastikan dia akan benar-benar kehilangan Sofia.“Ettan! Bukankah kau Ettan?” tanya Rania. Wanita
Jakarta, 20 April 2013Sofia menyeruput jus jeruk yang berada di hadapannya. Di depannya sudah ada seorang gadis berkulit putih, yang sedang duduk sembari memperhatikan wajah gadis itu.“Apa?” tanya Sofia kepada gadis itu.Alicia menggeleng. “Wajahmu sedikit pucat. Kau baik-baik sajakan?” tanyanya dengan suara yang terdengar khawatir.Sofia mengangguk perlahan. Meski pada kenyataannya, dia merasa sedikit tidak enak badan beberapa hari terakhir. Namun, Sofia tidak terlalu memikirkan hal itu, hanya lelah, itulah yang ada dalam pikirannya.Alicia bernapas lega mendengarnya. Sejak hari itu, dia dan Sofia kerap menghabiskan waktu bersama di luar. Sesekali mereka juga datang ke kampus, walau hanya untuk sekadar melihat saja.“Habis ini kita ke mana?” tanya Alicia dengan menyeruput minuman miliknya.“Bisa antar aku ke butik? Aku ingin mengambil pesanan kebaya untuk wisuda nanti,”
Jakarta 26 April 2013Sofia menatap bayangan dirinya sendiri, dari depan cermin. Tubuh rampingnya terlihat begitu serasi dalam balutan kebaya berwarna cokelat muda, yang dikenakannya.“Aku cantik juga,” kekeh gadis itu.Wajahnya terlihat begitu segar dalam polesan make up tipis. Rambut panjangnya telah ditata sedemikian rupa.Hari ini adalah hari terpenting dalam hidupnya. Hari di mana dia akan melaksanakan wisuda, bersama dengan teman-teman yang lain.“Fia!” panggil ibunya dari balik pintu.Hari ini seluruh keluarga Askara akan menghadiri acara wisuda Sofia. Selain karena ingin melihat putri mereka, Askara Group juga merupakan salah satu donatur tetap di sana, sehingga membuat mereka datang sebagai tamu undangan juga.Sofia membuka pintu kamarnya dengan tersenyum cerah.“Sudah siap?” tanya wanita paru baya itu.Gadis itu mengangguk semringah. “Sudah M
Seorang gadis mungil tampak sedang berjalan, di sebuah tempat yang begitu gelap. Tidak ada cahaya penerangan sama sekali di tempat itu.“Ma! Mama!” panggil gadis itu“Pa! Papa!” panggilnya lagi.Tubuhnya gemetar ketakutan. Dia benar-benar tidak bisa melihat apa pun di sana. Napasnya teras sesak, karena merasa ruang geraknya terbatas.“Kak! Kak Ettan!” panggilnya dengan sedikit berteriak.Dia benar-benar merasa sangat takut.Di mana ini? Tempat apa ini?“Ma!”Langkah kecilnya terus saja melangkah, mengikuti apa yang dikatakan nalurinya.Tidak tahu tempat apa ini. Tidak tahu tempat seperti apa ini? Mengapa tidak satu orang pun di sini?Langkah kecil itu terus melangkah. Tidak peduli dengan tubuhnya yang menabrak sesuatu di sana-sini. Langkahnya terhuyung-huyung, karena kepalanya mulai pusing. Gelap, tempat yang begitu gelap dan sangat lembap.Sampai indra penden
PlakkSuara nyaring terdengar menggema, di seluruh ruang tamu milik keluarga Askara.Sofia jatuh tersungkur, menandakan betapa kerasnya tamparan yang diberikan oleh sang ayah.Gadis itu mendongak, dengan mata berkaca-kaca. Apa salahnya? Sampai membuat ayahnya murka seperti ini. Bibirnya bergetar menahan rasa sakit, dan takut yang datang secara bersamaan.“Papa!” teriak Soraya. Wanita menatap nyalang sang suami, lalu berjalan menghampiri putrinya, dan membantu untuk segera berdiri.“Jangan membelanya!” teriak Bagas.Ini pertama kalinya pria paru baya itu berteriak, sedemikian.“Pa...,” panggil Sofia dengan suara bergetar.“Jangan pernah memanggilku dengan sebutan itu lagi!” hardik Bagas sekali lagi. Napas pria itu naik turun, menandakan emosi yang sedang memuncak.Ettan bergeming di tempatnya. Ada rasa ingin membela sang adik, tetapi kesalahan Sofia kali ini sangat fatal. Me