"Good evening, Baby Girl." Sapa Rayes diujung telepon saat aku tengah asik bercengkrama dengan Violla."Hai, Daddy." Sapaku.Violla tersenyum menggodaku lagi."Kamu dimana? Bagaimana hari pertamamu? Apa Adel melayanimu dengan baik?""Aku ada di Prime Care Hospital, Daddy. Dan Adeline sangat baik padaku. Jujur aku sangat mengagumi etos kerjanya. Hari pertamaku menjadi sangat menyenangkan." Aku menjelaskan situasinya dengan semangat."Tunggu. Apa yang kamu lakukan di sana? Kamu sakit?" Suara Rayes berubah khawatir."Oh, tidak Daddy. Temanku sedang sakit dan dirawat di sini. Aku kemari untuk menjenguknya." Balasku.Kulihat Violla mulai mengernyitkan dahinya."Oh, astaga. Jantung Daddy rasanya hampir berhenti. Jangan pernah membuat Daddy panik seperti itu.""Hehe, sorry Daddy. I'm totally fine. I'll see you tomorrow."Aku mulai melihat ekspresi Violla seperti sedang menungguku untuk menjelaskan sesuatu."Baiklah kalau begitu. Besok gunakan pakaian yang lebih mudah. Bantu Daddy mewujudkan
Tidak terasa sudah seminggu aku menjalani masa orientasiku dengan sangat baik. Adeline puas akan kinerjaku terlebih Rayes yang puas akan pelayananku. Aku sudah membantunya mewujudkan setiap fantasi liarnya di kantor, lebih tepatnya di ruang kerjanya tanpa dicurigai oleh Adeline sama sekali.Kini aku kembali dipertemukan dengan Alexandre selama hampir 2 minggu aku tidak bertemu dengannya. Dan pimpinan langsungku itu, Alex, sedang duduk menikmati kopi yang kusajikan di meja tamu kantor Gerald, Ayahnya."Baiklah, Alex. Papa rasa Anna sudah siap menemanimu bekerja mulai hari ini. Mulai sekarang, Papa harap kamu bisa lebih meningkatkan kinerjamu dengan bantuan Anna." Ucap Rayes setelah menikmati segelas teh peppermint yang juga hasil buatan tanganku.Aku kembali berdiri tegak di belakang Alex berada."Sure, Pa. Thank you. Aku akan berusaha lebih keras lagi supaya Papa punya waktu lebih banyak bersama Mama di rumah. Papa tidak udah khawatir." Senyum Alex.Mataku segera bergerak cepat meliri
Siang bergati malam. Kini aku sedang menunggu kehadiran Roger di saat Alex sedang sibuk memesan makan malam. Aku tidak bisa membantah permintaan pertama Alex yang kini menjadi atasanku langsung. Aku hanya bisa meminta Roger memenuhi permintaan egoisku yang satu ini. Dan untungnya Roger memahami kondisiku."Halo. Good evening, Anna." Sapa Rayes dari arah belakangku.Aku terperanjak kaget dan segera berbalik menatapnya yang tersenyum melihat ekspresiku."Halo, tidak salah lagi. Kamu pasti teman Anna. Alexandre Rayes." Sapa Alex yang segera berdiri dan menyalami Roger."Roger Cliff. Oh? Teman?" Tanya Roger yang langsung melirikku."Tunggu. Roger Cliff? Apa Gwen Cliff adalah anakmu?""Hm? Dari mana kamu mengetahui Gwen?" Roger langsung mengalihkan pandangannya pada Alex dengan ekspresi bingungnya.Alex segera tertawa kecil. "Aku pacar anakmu, Tuan Cliff. Astaga dunia ini begitu sempit.""Oh, astaga. Halo, senang bertemu denganmu. Tolong jaga anakku dengan baik." Balas Roger segera menepuk
"Baby! Kemana saja. Daddy sudah menunggumu dari tadi." Ucap Rayes yang melihatku masuk ke dalam apartemen."Sebentar Daddy. Aku akan membersihkan diri. Be joining soon!" Balasku seraya berlari meninggalkan Rayes yang tengah duduk di ruang keluarga sembari menonton televisi dengan tablet kerja di pahanya."Hati-hati sayang. Ini lantai marmer."Kuacuhkan teriakannya dan lebih memilih segera membuka pakaian dan membasuh tubuhku yang dipenuhi aroma maskulin Roger. Tidak lupa aku membersihkan bagian bawahku yang sudah basah kuyup akibat permainan tangan Roger yang sangat terampil. Setelah kuyakini sudah bersih dan terbebas dari aroma Roger, aku segera memakai baju seadanya dan bergabung dan menonton siaran berita internasional disamping Rayes."Bagaimana hari ini? Apa Alex menyulitkanmu?" Tanya Rayes yang mengasingkan tabletnya kemudian merangkulku."Tidak Daddy. Alex tipikal orang yang harus melihat langsung. Akan lebih mudah baginya untuk mengerti situasi dan kondisi di lapangan dari pad
Kutepis segala macam pikiranku mengenai apa yang Roger ucapkan padaku tadi pagi. Aku harus fokus! Pagi ini aku harus kembali mengajari Alex banyak hal. "Selamat pagi, Anna." Sapa Alex saat aku membuka pintu kantornya. "Eh? Selamat pagi, Tuan Alex. Maaf aku terlambat." Ucapku yang segera beranjak ke mini bar dan membuatkannya segelas kopi. "Tidak, Anna. Aku yang kepagian. Tidak sabar untuk segera melanjutkan pelajaran darimu. Setelah makan malam, aku semakin bersemangat." "Hm? Memangnya ada apa, Tuan?" "Bertemu dengan orang tua kekasihku membuatku ingin segera bekerja dan memantaskan diri. Setidaknya aku harus tampil lebih mengagumkan lagi. Aku ingin membuat orang tua Gwen menyukaiku." Cengirnya dengan semangat membolak-balikkan sebuah dokumen. "Dengan senang hati aku akan membantumu." Kekehku yang kemudian memberikannya segelas kopi hangat untuk menemani semangatnya. "Terima kasih, Anna. Oh iya, tolong berikan laporan ini untuk Papaku dan olong catat apa saja yang masih kurang."
Rayes sudah terlanjur memasukkan miliknyanya tanpa membungkusnya terlebih dahulu. Aku menyesali atas ucapca yang keluar dari mulutku barusan. Tidak seharusnya aku mendundangnya tanpa meyakinkannya aman terlebih dahulu. Bayangan Violla seketika menghujamiku. Aku takut akan bernasib sama dengannya jika tidak hati-hati.Tapi segala macam kekahwatiranku sirna sejalan dengan suhu panas yang Rayes salurkan padaku dari bawah sana. Hujaman dan hentakan lembut yang perlahan mengeras membuatku mengesampingkan akal sehatku demi mempertahankan suara kenikmatan yang berkali-kali hampir lolos dari mulutku."Baby?! Damn, your lava!" Bisik Rayes saat aku mencapai klimaksku.Semburan lahar panasku semakin membuat Rayes mempercepat hentakannya."Jangan di dalam, Daddy!" Aku mencengkram tubuh Rayes untuk menyadarkan pria yang sedang di mabuk kenikmatan itu."ARGHHH!!!!" Pekik Rayes saat ia menarik keluar batang kejantanannya dan memuncratkan cairan putihnya tepat di wajahku.Aku hanya bisa menutup mata
Roger membuka pintu kamar apartemenku dengan sangat hati-hati. Tantu saja ia sedikit kesulitan itu karena dia bersikeras tidak ingin melepaskan pelukannya padaku. Hingga akhirnya pintu terbuka dan membuat hatiku semakin berdebar karena takut kalau saja Rayes sudah menungguku di dalam."What a luxirous appartement." Komentar Roger saat pertama kali melihat interior apartemenku yang memang memanjakan mata."Can't refuse. Dia memanjakanku dengan kemewahannya. Begitulah cara dia menyampaikan perasaannya." Timpalku datar.Roger hanya diam dan terus berjalan mendekati kamar yang ia yakini sebagai kamar utama. Begitu pintu terbuka Roger semakin mengeratkan pelukannya. Entah apa yang dia pikirkan tapi aku bisa merasakan dia sedang mengontrol emosinya."Istirahatlah. Biar Daddy yang merawatmu. Badanmu hangat. Mungkin karena kelelahan." Roger merebahkan tubuhku dengan sangat hati-hati.Ia lalu berlutut dan melepaskan high heels yang masih menghiasi kakiku. Lalu melucuti segala aksesoris yang me
Aku memeluk tubuh Roger yang ikut tidur di atas kasur tempatku memadu kasih dengan Rayes jika pria itu menginap di apartemenku. Setelah pertengkaran yang cukup hebat itu, aku merasa lebih bisa mempercayakan hatiku pada Roger. Pria ini benar-benar memikirkanku diatas segalanya. Meski begitu aku tidak mau besar kepala. Aku tetap sadar posisiku hanya sebagai pemanis hidupnya."Jadi bagaimana progres kedepannya untuk status kita Daddy?""Apa maksudmu, sayang?""Maksudku mau sampai kapan Daddy menjadi Sugar Daddyku. Daddy tau aku tidak akan selamanya begini kan?""Jadi kamu sudah mau menikah?" Kekehnya."Punya calonnya saja belum.""Lalu kamu mau sampai kapan menjadi Sugar Baby Daddy?""Loh? Kok balik nanya? Ya sampai Daddy bosanlah.""Kalau Daddy bilang Daddy tidak akan bosan, bagaimana?""Kalau soal hati mana ada yang tau Daddy. Buktinya Daddy bisa melupakan istri yang sudah memberikan Daddy anak. Aku yang tidak memberikan Daddy apapu,n mungkin Daddy bisa lupakan sekejap mata.""Kalau ka
Tri semester terakhir menjadi tantangan terbesar bagiku yang semakin kesulitan untuk bernafas karena rasa sesak memenuhi perutku yang sudah terlalu besar. Layaknya ibu hamil pada umumnya, semua ukuran baju dan sepatuku mendadak berubah. Dan untuk alasan tertentu, dokter menyarankan agar aku terus melakukan olahraga ringan di pagi dan sore hari demi mempertahankan posisi bayi kami yang sudah berada pada tempatnya."Baby? Are you ready?" Tanya Roger yang sudah siap dengan pakaian olahraganya.Sepulang dinas dan sebelum berangkat kerja, sudah menjadi tugas tambahan untuk Roger menemaniku jalan-jalan di sekitar taman. Dengan senang hati Roger menemaniku karena selain meniduri wanita, olahraga merupakan salah satu kegiatan favoritnya."Let's go." Ajakku bersemangat.Roger tersenyum sebelum berjalan beriringan bersamaku menuju ke lift apartemen. Namun untuk kali ini sepertinya sesuatu yang tidak beres sedang melandaku ketika lift yang kami tumpangi sedang bergerak turun ke lantai dasar."Mh
Kondisi perutku mulai terlihat lebih menonjol di usia kandunganku yang sudah memasuki tri semester kedua. Setelah puas bergulat dengan rasa mual dan ngidam yang aneh-aneh, kini aku harus memasuki fase dimana gairah seksualku mendadak berubah.Beberapa kali aku harus memancing nafsu para serigala yang sedang tampak tenang itu, namun mereka tolak mentah-mentah mengingat dokter melarangku untuk berhubungan intim di awal kehamilan demi menjaga keselamatan kandunganku yang masih sangat rentan.Tapi untuk malam ini, rasanya aku sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Karena terus dianggurkan selama beberapa bulan belakangan ini, sekarang aku ingin menjamah tubuh mereka seperti yang biasanya kulakukan setiap malam sebelum aku menyadari kalau aku sedang hamil."Papa Dan~" R
Hampir tiga bulan lamanya aku menjalani kehidupan baruku sebagai wanita yang sedang berbadan dua. Meski pada awalnya berat menerima kehadiran makhluk hidup baru yang tumbuh dan berkembang di dalam perutku. Suami dan kedua sugar daddyku terus memberikanku support yang tidak pernah berhenti. Bahkan mereka tidak ingin mempertanyakan anak siapa yang sedang kukandung, karena bagi mereka ini adalah anak dari buah cinta mereka.Jadi kunikmati seluruh kasih sayang yang mereka limpahkan padaku tanpa henti sampai makhluk kecil ini hadir diantara kami berempat dan merebut semua perhatian kami. Seperti saat jadwal check up rutin datang, aku bahkan sampai harus mengacuhkan pandangan orang-orang Rumah Sakit yang kebingungan melihatku dikawal oleh suami serta dua sugar daddyku yang sampai harus izin tidak masuk kerja hanya untuk melihat tumbuh kembang anak mereka dalam perutku. Kini tantangan terbesar yang harus kulewati adalah fase mual dan ngidam yang berlebihan. Ah- Membayangkan kombo mematikan
Beberapa bulan setelah kunjungan Mama dan Papaku, kujalani hari-hari sibukku sebagai istri rumah tangga yang baik untuk suami dan kedua sugar daddyku. Mengurusi segala kebutuhan mereka lahir maupun batin. Dan sesuai keinginanku yang disepakati bersama, kegiatan panas kami akhirnya berjalan teratur sesuai jadwal. Malam tertentu aku hanya milik mereka seorang dan malam khusus dimana aku akan menjadi milik mereka bertiga. Khusus untuk Daniel, malam kami hanya diisi dengan kegitan manis di ranjang bersama. Tanpa sedikitpun aktivitas panas yang akan memicuku untuk menggodanya, Daniel akan terus mencurahkan perasaannya melalui perlakuan manisnya yang membuatku semakin mencintainya sebagai pasangan hidupku yang sah. Namun untuk pertama kalinya semenjak kami memutuskan untuk tidur di ranjang yang sama, perutku merasakan sesuatu yang membuat tubuhku tidak karuan. Rasanya aku ingin memuntahkan makan malam yang barusan kami santap berempat sebelum berpisah untuk tidur di kamar masing-masing kar
"Halo? Ya Ma?" Sapaku ketika mengangkat telepon dari Mama yang jarang sekali menghubungiku di pagi hari seperti ini."Dek, Mama dan Papa sudah boarding pesawat ya. Jemput kami nanti di bandara ya." Pinta Mama yang berhasil membuat jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat kemudian."Hah?! Mama mau ke sini? Kok nggak bilang dari kemarin?" Keluhku yang membuat Roger kebingungan karena aku segera terbangun dari pahanya."Ya namanya juga kejutan. Ini saja Mama ngabarin kamu dulu, takutnya kamu lagi nggak di rumah. Gimana kalau Mama dan Papa langsung gedor pintu rumahmu, hayo." Mama membela dirinya."Iya iya iya.. Ya sudah, Mama Papa safe flight ya. Aku bersih-bersih rumah dulu." Ucapku yang segera beranjak dari tempatku bersantai dengan Roger."Baby? Kenapa? Apa orang tuamu mau ke sini?" Tanya Roger melihatku berlari panik."IYA!" Teriakku menuju ke kamar utama tempat dimana barang pribadiku berada.Segera kuraih tas hitamku yang setahun lalu pernah kugunakan untuk kabur bersama den
Beberapa haripun berlalu, berkat segala bantuan Rayes dan Roger akhirnya secara hukum aku sudah sah menjadi Nyonya Henery. Tidak ada acara mewah setelah kami menandatangani akta pernikahan kami. Yang ada kedua Daddyku hanya mempersiapkan acara makan siang sederhana di yacht pribadinya. Mereka berpesan agar aku tetap menjaga stamina sebelum pulang kembali ke kotaku untuk melaksanakan resepsi yang sebenarnya. Tidak masalah untukku. Aku juga merasa tidak terlalu merasa nyaman dengan keramaian Ibu Kota. Lebih menyenangkan berkumpul bersama mereka bertiga. Menikmati indahnya sinar matahari dengan hembusan angin laut yang menyegarkan. "Baby, jangan berjemur disana. Kulitmu bisa terbakar. Ingat kamu masih punya resepsi minggu ini." Pesan Roger yang sedang duduk dengan Rayes serta Daniel dengan segelas champagne di tangan mereka masing-masing. "Sayang sekali rasanya kalau tidak berjemur di laut." Keluhku. "Seharusnya kamu pakai bikinimu. Kalau tidak, kulitmu akan belang." Rayes menambahka
"Honey?" "Honey??" "Sayang???" Sayup-sayup suara Daniel yang sedang memanggilku berulang kali berhasil menyadarkan dari tidur pulasku semalam. Sampai-sampai aku tidak menyadari sentuhan tangan hangat Daniel yang terus membelai rambutku seolah sedang berusaha menyadarkanku. "Sayang, bangun." Daniel mengusap keningku berkali-kali. "Mhh~" Lenguhku manja karena rasanya aku masih mau melanjutkan tidurku. "Bangun sayang. Aku dan Tuan Rayes akan segera berangkat kerja. Roger belum pulang karena terjebak delay. Apa kamu tidak masalah ditinggal sendirian?" Tanya Daniel mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Aku mengernyitkan dahi sambil berusaha membuka mataku. "Iya." "Minumlah dulu. Aku sudah menyiapkan sarapan di atas meja untuk kalian berdua nanti. Sekarang bangunlah dulu. Aku sedikit trauma meninggalkanmu dalam kondisi tidur seperti ini." Pinta Daniel. Tanpa bantahan meski dengan kondisi mata yang masih terasa sangat berat, Daniel melihatku terbangun dari tempat tidur dan berjalan l
Mataku yang terbuka secara tiba-tiba membuat tubuhku tersentak pelan seakan aku baru saja mengalami kejadian yang sangat menegangkan. Kesadaranku yang perlahan pulih sejalan dengan nafasku yang berburu seperti mencoba menenangkan detak jantungku yang tidak beraturan untuk kembali pada ritmenya. "Baby?" Kaget Rayes yang ikut terbangun masih dengan lengan kokohnya yang kujadikan sebagai bantal tidur. Aku menatap Rayes yang tertidur di sebelah kiriku dan Daniel tertidur disebelah kananku dengan tangannya yang berada di atas perutku. Masih dengan detak jantung yang belum tertata, aku tersenyum menanggapi pertanyaan Rayes. "Daddy Roger sudah berangkat ya?" Tanyaku kemudian. Rayes mengangguk. "Sekarang masih jam setengah dua belas malam. Do you need something, Baby?" Tanya Rayes dengan suaranya yang serak-serak basah. Aku mengangguk. "I need to clean that part. Sepertinya aku tidur terlalu lama. Rasanya badanku segar sekali." "Baiklah, sayang. Bersihkan tubuhmu dulu. Kamu terlalu
Dengan sorot matanya yang semakin dibutakan oleh kabut gairahnya sendiri, Daniel terus memijat batang kejantanannya yang sudah menegang di ujung sana. Tidak sedikitpun ia berniat mendekatiku yang sedang sibuk bersetubuh dengan Rayes sembari memeluk Roger yang tak henti-hentinya memberikanku rangsangan kecilnya dengan memijat kedua gunung kembarku. Desahan dan lenguhan terus kulanturkan karena kenikmatan tanpa ujung yang diberikan oleh kedua sugar daddyku. "Damn, you're hot as hell." Desis Rayes yang kembali menghentakku agar kembali fokus pada genjotannya. "Daddy~" Rengekku pada Roger yang kini meraih bibirku untuk menciumku dengan rakus. "Ah- Kau sangat spesial sayang." Rayes kembali mendesis dan memukul-mukul buritan sintalku secara bergantian. "Nggh, capek." Keluhku saat kulepas bibirku dari pagutan bibir Roger. Tak ambil pusing, tanpa melepas miliknya dari kewanitaanku. Rayes lalu menarik tubuhku dari pelukan Roger dan segera menjatuhkanku di atas pangkuannya yang sedang terdu