Bau sedapnya makanan membangunkanku dari tidur nyenyakku. Saat kubuka kedua mataku, sosok Rayes sudah menghilang dari sisiku. Aku segera beranjak dan mencari sososknya yang sedang menata makanan yang cukup banyak di meja depan televisi. Ia tampak tersenyum saat melihatku menghampirinya. "Selamat pagi, Baby." Sapanya. "Mornin'. Ada apa ini?" Tanyaku. "Kamu harus sarapan sayang." Balasnya tersenyum lalu mendorongku untuk duduk di sofa. Sayang? "Daddy akan pulang hari ini. Maaf Daddy belum bisa tinggal lebih lama denganmu." Ucapnya mendudukkanku di sofa. "Tidak apa Daddy. Aku mengerti. Lagi pula aku juga akan sibuk hari ini." Balasku. Rayes tersenyum dan duduk di sebelahku. Ia lalu mengambil piring dan menyendokkanku nasi serta lauk pauk yang terlihat sangat menggiurkan. "Here you go. Selamat makan." Ucapnya. Kenapa dia bersikap lebih manis? Apa moodnya sedang sangat bagus hari ini? Tanpa bertanya lebih lanjut aku segera menghabiskan sarapanku ditemani Rayes yang juga ikut meng
Kegiatan pelatihanku berjalan seperti biasa. Tidak ada yang spesial. Meski terkadang aku sangat risih dengan tatapan Mike yang secara tidak langsung bersinggungan dengan tatapanku berkali-kali. Jangan besar kepala Anna. Dia tidak sedang melihatmu. Mungkin dia sedang kesal saja mengingat kau hampir mempermalukannya di depan umum sebanyak 2 kali. Aku hanya perlu menghindari sosoknya semampuku. Aku kembali ke kamar setelah menyelesaikan segala urusan pelatihanku, sampai saat ponselku berdering karena Rayes mengirim sebuah pesan singkat yang menyuruhku untuk bersiap karena ingin membawaku makan malam sebagai permintaan maaf karena tidak bisa menemaniku lebih lama. Sebenarnya tidak masalah karena aku juga tidak menuntutnya harus selalu bersamaku. Tanpa menyia-nyiakan waktu aku segera mempersiapkan diri dengan berpenampilan sebaik dan sesopan mungkin. Tidak pernah tau kemana Sugar Daddy-ku yang satu itu akan membawaku. Aku berharap tidak penampilanku sesuai dengan lokasi yang di tuju oleh
Suasana angin laut yang berhembus semakin kencang membuat Rayes membawaku untuk masuk lebih dalam ke arah ruangan istirahat setelah menikmati hidangan makan malam tadi. Tampaknya ia sudah berusaha untuk mengatur suasana sampai sedemikian rupa hingga tidak ada suara orang lain sedikitpun di sekitar kami berdua. Instingku berkata kalau dia berniat untuk melakukan sesuatu padaku malam ini. "Hm? Daddy?" Tanyaku yang mencoba meyakinkan firsasatku. "Yes Baby?" Ia berpaling saat tengah sibuk menuangkan segelas wine untukku. "Kemana semua orang? Apa cuma kita berdua di dalam kapal ini?" Tanyaku. "Tentu saja tidak sayang, mereka berada di ruang kemudi. Kita akan berlayar sebentar sebelum kita pulang." Jawabnya. Aku menerima segelas wine yang Rayes berikan padaku. "Apa tidak masalah?" Tanyaku menatap gelas wine itu. "Daddy rasa segelas saja tidak masalah." Jawabnya mendentingkan gelasnya pada gelasku. Aku tersenyum menatapnya yang menyesapi gelas wine-nya secara perlahan. Aku ikut melaku
Malampun semakin pekat. Rayes bersama dengan orang kepercayaannya yang menyelamatkanku waktu itu mengantarkanku kembali ke hotel. Awalnya Rayes tidak berniat untuk mengantarkanku pulang seperti ini. Namun setelah kejadian kecil yang terjadi setelah peraduan kami itu, Rayes tampak merasa sangat bersalah padaku. Ia terus melontarkan pertanyaan yang sama, yang aku sendiri tidak tau apa jawabannya. Tangan Rayes tidak pernah lepas memelukku. Ia terus menatapku khawatir karena ulahku yang memilih untuk meneguk beberapa gelas wine untuk menghilangkan rasa penyesalan yang terus mengganggu perasaanku. Apa aku sudah melakukan kesalahan yang kedua? Sama seperti yang kulakukan pada Jerry waktu itu? Kuharap tidak. Karena Rayes terus mengucapkan kata-kata bahwa dia tidak akan meninggalkanku. Sesampainya di hotel, Rayes masih sempat membuatku menatap netranya. "Daddy minta maaf belum bisa menemanimu malam ini, sayang. Tapi janji pada Daddy kalau kamu akan baik-baik saja. Langsung masuk ke kamar da
Roger menemaniku membersihkan diri sebelum membawaku naik ke atas kasur untuk tidur dalam pelukannya. Tidak sedikitpun dia mau membahas apa yang sudah kulalui malam ini. Dia terus memperlakukanku semakin manis dengan segala macam sentuhan dan ucapannya yang membekas dengan sangat baik di hatiku. Tangan Roger terus menepuk-nepuk tubuhku untuk menenangkan pikiranku dan mengantarkanku masuk ke dalam mimpi indahku. Hingga pagi menyapa, Roger membangunkanku dengan segelas teh hangat andalannya di hadapanku. Matahari belum muncul terlalu tinggi dan Roger sudah menyiapkan segala macam menu sarapan hari ini. "Good morning, Sunshine. Bagaimana tidurmu?" Tanya Roger saat tanganku meraih gelas teh yang disodorkannya. "Thank you, Daddy. Maaf sudah banyak merepotkanmu." Ucapku meneguk minumannya. Roger duduk di sampingku dan terus mengelus kepalaku. "Tidak Baby. Sudah menjadi tugas Daddy untuk menjagamu. Jujur Daddy memang kecewa karena tidak bisa terus menjagamu dari nafsu pria lain. Dan Dadd
Pada akhirnya aku kembali menjadi pusat perhatian sebab Alexandre memilih untuk menghabiskan waktu break-nya untuk bersamaku dibandingkan bersama dengan pejabat lainnya. Tidak masalah bagiku, karena bersama dengannya juga bisa menjadi cukup menyenangkan. Tapi tidak bagi karyawan lain yang kini melihatku dengan tatapan risih yang entah apa penyebabnya. Terlebih bagi beberapa karyawan yang sering kutemani untuk bercanda kini mereka lebih memilih untuk menghindariku. Tapi aku tidak peduli. Aku memang lebih suka sendiri dan memilih untuk tampil profesional tanpa memikirkan pandangan orang lain. Sampai waktu jam istirahat tiba, aku segera berjalan keluar ruangan hanya untuk melihat bayangan Roger yang tengah berjalan beriringan bersama dengan rekan kerjanya yang lain menuju ke mobil yang menjemput mereka. Roger melihatku dan memberiku kode untuk mendekatinya. Kulakukan apa yang ia inginkan. Kakiku melangkah dengan semangat mendekatinya. Rekan kerja Roger menyapaku saat aku melihat mereka
Aku berjalan mendekati meja yang sudah ditempati oleh Alexandre yang terlihat sedang menungguku. Aku menyapa lambaian tangannya dan memecah keramaian pria dewasa yang terlihat sesekali melirik ke arahku. "Hai." Alexandre segera berdiri dan memberiku salam cipika-cipiki di kedua pipiku. Aku sempat terperanjak kaget akibat ulahnya yang tidak sopan seperti ini. Tapi pikiranku segera berubah saat kulihat kerumunan pria yang sempat menyimpan ketertarikannya padaku itu segera mengalihkan pandangan mereka ketika Alexandre mengajakku untuk duduk tepat di sampingnya. "Terima kasih." Ucapku yang paham akan tindakannya barusan. "Tentu, tidak masalah. Kulihat kau tidak nyaman dengan tatapan mereka." "Bagaimana kau bisa tau?" Alexandre terkekeh. "Aku terbiasa menghabiskan waktuku dengan saudari dan Ibuku sejak kecil. Jadi aku tau persis dengan apa yang seorang wanita rasakan." Lanjutnya. "Oh.. Kau pasti begitu menyayangi mereka. Adik dan Ibumu sangat beruntung mempunyai saudara dan anak sep
Aku mendapati Roger sedang membuka pintu kamarnya dengan sangat hati-hati, seakan tidak ingin mengagetkan apalagi membangunkanku yang tidak sedang tertidur sama sekali. Aku bahkan hanya sedang duduk bersandar di sofa sambil menonton televisi sesaat sebelum berjalan menyambut kedatangannya. "Welcome back, Daddy." Sapaku memeluknya. Roger tersenyum lembut dan menyapa pelukanku. "Did something good happend? Wajahmu sangat cerah malam ini. Daddy menyukainya." Ucap Roger yang mengelus lembut rambutku. Aku mengangguk. "I found a new friend." "Baguslah. Kuharap dia bisa menjadi teman yang baik untukmu." Roger menjauhkan badanku yang masih menempel di tubuhnya. "Kenapa belum tidur? Bukannya ini sudah agak larut? Tadi pesawat Daddy delay beberapa kali. Daddy pikir kamu sudah tidur." Roger menata anakan rambutku. "I'm waiting for you. Wanna sleep with you. Let's go." "Would you please wait for me? Daddy harus mandi dulu. Tunggu Daddy di kamar, okay?" Pintanya yang melepaskan tanganku yan
Tri semester terakhir menjadi tantangan terbesar bagiku yang semakin kesulitan untuk bernafas karena rasa sesak memenuhi perutku yang sudah terlalu besar. Layaknya ibu hamil pada umumnya, semua ukuran baju dan sepatuku mendadak berubah. Dan untuk alasan tertentu, dokter menyarankan agar aku terus melakukan olahraga ringan di pagi dan sore hari demi mempertahankan posisi bayi kami yang sudah berada pada tempatnya."Baby? Are you ready?" Tanya Roger yang sudah siap dengan pakaian olahraganya.Sepulang dinas dan sebelum berangkat kerja, sudah menjadi tugas tambahan untuk Roger menemaniku jalan-jalan di sekitar taman. Dengan senang hati Roger menemaniku karena selain meniduri wanita, olahraga merupakan salah satu kegiatan favoritnya."Let's go." Ajakku bersemangat.Roger tersenyum sebelum berjalan beriringan bersamaku menuju ke lift apartemen. Namun untuk kali ini sepertinya sesuatu yang tidak beres sedang melandaku ketika lift yang kami tumpangi sedang bergerak turun ke lantai dasar."Mh
Kondisi perutku mulai terlihat lebih menonjol di usia kandunganku yang sudah memasuki tri semester kedua. Setelah puas bergulat dengan rasa mual dan ngidam yang aneh-aneh, kini aku harus memasuki fase dimana gairah seksualku mendadak berubah.Beberapa kali aku harus memancing nafsu para serigala yang sedang tampak tenang itu, namun mereka tolak mentah-mentah mengingat dokter melarangku untuk berhubungan intim di awal kehamilan demi menjaga keselamatan kandunganku yang masih sangat rentan.Tapi untuk malam ini, rasanya aku sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Karena terus dianggurkan selama beberapa bulan belakangan ini, sekarang aku ingin menjamah tubuh mereka seperti yang biasanya kulakukan setiap malam sebelum aku menyadari kalau aku sedang hamil."Papa Dan~" R
Hampir tiga bulan lamanya aku menjalani kehidupan baruku sebagai wanita yang sedang berbadan dua. Meski pada awalnya berat menerima kehadiran makhluk hidup baru yang tumbuh dan berkembang di dalam perutku. Suami dan kedua sugar daddyku terus memberikanku support yang tidak pernah berhenti. Bahkan mereka tidak ingin mempertanyakan anak siapa yang sedang kukandung, karena bagi mereka ini adalah anak dari buah cinta mereka.Jadi kunikmati seluruh kasih sayang yang mereka limpahkan padaku tanpa henti sampai makhluk kecil ini hadir diantara kami berempat dan merebut semua perhatian kami. Seperti saat jadwal check up rutin datang, aku bahkan sampai harus mengacuhkan pandangan orang-orang Rumah Sakit yang kebingungan melihatku dikawal oleh suami serta dua sugar daddyku yang sampai harus izin tidak masuk kerja hanya untuk melihat tumbuh kembang anak mereka dalam perutku. Kini tantangan terbesar yang harus kulewati adalah fase mual dan ngidam yang berlebihan. Ah- Membayangkan kombo mematikan
Beberapa bulan setelah kunjungan Mama dan Papaku, kujalani hari-hari sibukku sebagai istri rumah tangga yang baik untuk suami dan kedua sugar daddyku. Mengurusi segala kebutuhan mereka lahir maupun batin. Dan sesuai keinginanku yang disepakati bersama, kegiatan panas kami akhirnya berjalan teratur sesuai jadwal. Malam tertentu aku hanya milik mereka seorang dan malam khusus dimana aku akan menjadi milik mereka bertiga. Khusus untuk Daniel, malam kami hanya diisi dengan kegitan manis di ranjang bersama. Tanpa sedikitpun aktivitas panas yang akan memicuku untuk menggodanya, Daniel akan terus mencurahkan perasaannya melalui perlakuan manisnya yang membuatku semakin mencintainya sebagai pasangan hidupku yang sah. Namun untuk pertama kalinya semenjak kami memutuskan untuk tidur di ranjang yang sama, perutku merasakan sesuatu yang membuat tubuhku tidak karuan. Rasanya aku ingin memuntahkan makan malam yang barusan kami santap berempat sebelum berpisah untuk tidur di kamar masing-masing kar
"Halo? Ya Ma?" Sapaku ketika mengangkat telepon dari Mama yang jarang sekali menghubungiku di pagi hari seperti ini."Dek, Mama dan Papa sudah boarding pesawat ya. Jemput kami nanti di bandara ya." Pinta Mama yang berhasil membuat jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat kemudian."Hah?! Mama mau ke sini? Kok nggak bilang dari kemarin?" Keluhku yang membuat Roger kebingungan karena aku segera terbangun dari pahanya."Ya namanya juga kejutan. Ini saja Mama ngabarin kamu dulu, takutnya kamu lagi nggak di rumah. Gimana kalau Mama dan Papa langsung gedor pintu rumahmu, hayo." Mama membela dirinya."Iya iya iya.. Ya sudah, Mama Papa safe flight ya. Aku bersih-bersih rumah dulu." Ucapku yang segera beranjak dari tempatku bersantai dengan Roger."Baby? Kenapa? Apa orang tuamu mau ke sini?" Tanya Roger melihatku berlari panik."IYA!" Teriakku menuju ke kamar utama tempat dimana barang pribadiku berada.Segera kuraih tas hitamku yang setahun lalu pernah kugunakan untuk kabur bersama den
Beberapa haripun berlalu, berkat segala bantuan Rayes dan Roger akhirnya secara hukum aku sudah sah menjadi Nyonya Henery. Tidak ada acara mewah setelah kami menandatangani akta pernikahan kami. Yang ada kedua Daddyku hanya mempersiapkan acara makan siang sederhana di yacht pribadinya. Mereka berpesan agar aku tetap menjaga stamina sebelum pulang kembali ke kotaku untuk melaksanakan resepsi yang sebenarnya. Tidak masalah untukku. Aku juga merasa tidak terlalu merasa nyaman dengan keramaian Ibu Kota. Lebih menyenangkan berkumpul bersama mereka bertiga. Menikmati indahnya sinar matahari dengan hembusan angin laut yang menyegarkan. "Baby, jangan berjemur disana. Kulitmu bisa terbakar. Ingat kamu masih punya resepsi minggu ini." Pesan Roger yang sedang duduk dengan Rayes serta Daniel dengan segelas champagne di tangan mereka masing-masing. "Sayang sekali rasanya kalau tidak berjemur di laut." Keluhku. "Seharusnya kamu pakai bikinimu. Kalau tidak, kulitmu akan belang." Rayes menambahka
"Honey?" "Honey??" "Sayang???" Sayup-sayup suara Daniel yang sedang memanggilku berulang kali berhasil menyadarkan dari tidur pulasku semalam. Sampai-sampai aku tidak menyadari sentuhan tangan hangat Daniel yang terus membelai rambutku seolah sedang berusaha menyadarkanku. "Sayang, bangun." Daniel mengusap keningku berkali-kali. "Mhh~" Lenguhku manja karena rasanya aku masih mau melanjutkan tidurku. "Bangun sayang. Aku dan Tuan Rayes akan segera berangkat kerja. Roger belum pulang karena terjebak delay. Apa kamu tidak masalah ditinggal sendirian?" Tanya Daniel mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Aku mengernyitkan dahi sambil berusaha membuka mataku. "Iya." "Minumlah dulu. Aku sudah menyiapkan sarapan di atas meja untuk kalian berdua nanti. Sekarang bangunlah dulu. Aku sedikit trauma meninggalkanmu dalam kondisi tidur seperti ini." Pinta Daniel. Tanpa bantahan meski dengan kondisi mata yang masih terasa sangat berat, Daniel melihatku terbangun dari tempat tidur dan berjalan l
Mataku yang terbuka secara tiba-tiba membuat tubuhku tersentak pelan seakan aku baru saja mengalami kejadian yang sangat menegangkan. Kesadaranku yang perlahan pulih sejalan dengan nafasku yang berburu seperti mencoba menenangkan detak jantungku yang tidak beraturan untuk kembali pada ritmenya. "Baby?" Kaget Rayes yang ikut terbangun masih dengan lengan kokohnya yang kujadikan sebagai bantal tidur. Aku menatap Rayes yang tertidur di sebelah kiriku dan Daniel tertidur disebelah kananku dengan tangannya yang berada di atas perutku. Masih dengan detak jantung yang belum tertata, aku tersenyum menanggapi pertanyaan Rayes. "Daddy Roger sudah berangkat ya?" Tanyaku kemudian. Rayes mengangguk. "Sekarang masih jam setengah dua belas malam. Do you need something, Baby?" Tanya Rayes dengan suaranya yang serak-serak basah. Aku mengangguk. "I need to clean that part. Sepertinya aku tidur terlalu lama. Rasanya badanku segar sekali." "Baiklah, sayang. Bersihkan tubuhmu dulu. Kamu terlalu
Dengan sorot matanya yang semakin dibutakan oleh kabut gairahnya sendiri, Daniel terus memijat batang kejantanannya yang sudah menegang di ujung sana. Tidak sedikitpun ia berniat mendekatiku yang sedang sibuk bersetubuh dengan Rayes sembari memeluk Roger yang tak henti-hentinya memberikanku rangsangan kecilnya dengan memijat kedua gunung kembarku. Desahan dan lenguhan terus kulanturkan karena kenikmatan tanpa ujung yang diberikan oleh kedua sugar daddyku. "Damn, you're hot as hell." Desis Rayes yang kembali menghentakku agar kembali fokus pada genjotannya. "Daddy~" Rengekku pada Roger yang kini meraih bibirku untuk menciumku dengan rakus. "Ah- Kau sangat spesial sayang." Rayes kembali mendesis dan memukul-mukul buritan sintalku secara bergantian. "Nggh, capek." Keluhku saat kulepas bibirku dari pagutan bibir Roger. Tak ambil pusing, tanpa melepas miliknya dari kewanitaanku. Rayes lalu menarik tubuhku dari pelukan Roger dan segera menjatuhkanku di atas pangkuannya yang sedang terdu