Pukul empat sore Grazian baru keluar dari kelasnya sambil menguap lebar. Langkah-langkah kakinya terlihat berat diseret. Kelasnya hari ini nyaris membuat kepalanya pecah karena tiga dosen yang mengajar hari ini adalah dosen-dosen yang menyandang sebagai musuh besar Grazian. Grazian melihat jam tangannya, kelas Merona sudah selesai sejak lima belas menit yang lalu. Grazian segera mengirim pesan pada Merona untuk bertemu di gerbang belakang yang biasa sepi.Baik Grazian mau pun Merona memang sengaja merahasiakan kedekatan mereka sejak lama dari teman-temannya. Keduanya perihal privasi paling tidak suka diusik."Zian!" Rachel memanggilnya ketika Grazian berjalan menuju tempat parkir."Iya?""Kayaknya kita berhenti deh buat mengusut kasus bokap tiri gue." "Kenapa? Bukannya lo mau ini cepat selesai, lagi pula Teja juga mendukung penuh?" tanya Grazian penuh selidik."Lo tahu bokap tiri gue enggak mungkin menyebarkan video gue yang tidur dengan temannya dan dia...""Dia siapa?""Lucas Baska
Sepulang makan malam Merona dan Grazian mendapati Haris di depan pintu apartemen menunggu kedatangan mereka. Grazian sebenarnya sudah sangat lelah untuk menerima tamu tapi, dia masih menghargai Haris yang lebih tua darinya. Terlebih lagi ada Merona sebagai anak dari Haris."Ada perlu apalagi anda datang kemari?" Tanya Grazian sinis. Jelas sekali bahwa raut wajah rupawannya itu menunjukkan ketidaksukaan Grazian pada Haris.Sebelum menjawab pertanyaan Grazian, lebih dahulu Haris melirik Merona yang sendu menatapnya. "Saya ingin bicara empat mata dengan putri saya."Mata Grazian menatap Merona. "Kamu mau?" Grazian tetap sopan dengan menanyakan lebih dulu pendapat Merona.Tatapan mata Merona masih pada ayahnya. "Baiklah, kita bicara," lalu beralih menatap Grazian dengan senyum. "Kamu masuk dulu ya, aku enggak lama kok.""Oke," balas Grazian dengan mengusap puncak kepala Merona. Grazian memberikan izin pada Haris begitu Merona setuju. Merona membawa ayah ke taman apartemen yang berada di
Kabar Grazian yang memutuskan para kekasihnya itu menjadi obrolan ramai di kampus, bahkan sampai pada media sosial. Diketahui bahwa beberapa mantan Grazian membuat komunitas untuk membicarakan Grazian. Ada juga yang curhat di group bagaimana cara Grazian memutuskan mereka. Hal yang paling hangat adalah Grazian yang kedapatan menjemput Merona di pintu gerbang belakang kampus. Hanya saja Merona dalam posisi memunggungi kamera dan juga sedikit terhalang tubuh Grazian. Kabar tersebut tidak hanya beredar di dalam group tapi, juga bocor keluar sampai-sampai banyak sekali yang membicarakan siapa gadis yang dijemput Grazian. Mereka juga menduga bahwa gadis baru Grazian itu akan bernasib sama seperti mereka, namun ada juga yang mengatakan bahwa Grazian akan serius dengan gadis yang belum mereka ketahui identitasnya itu, mengingat Grazian yang rela memutuskan seluruh pacarnya demi satu orang gadis. Jika kabar tersebut tengah santer dibicaran oleh kalangan mahasisiwi lain lai dengan Merona yang
Sejak resmi berpacaran dengan Merona, si playboy Grazian sepertinya sudah tobat. Beberapa hari ini Grazian jarang keluar malam hanya untuk mencari gadis-gadis. Lebih lagi Grazian kalau mau keluyuran malam pasti minta izin dulu seperti bocah pada emaknya. Kalau Merona setuju dia akan keluar, tapi kalau tidak akan merengek sampai Merona setuju. Mereka sepakat hubungan mereka akan tetap dirahasiakan, kecuali Hanna—sahabat Merona yang tidak bisa dibohongi. Bahkan hari pertama saja sudah tahu. Untungnya Hanna mulutnya tidak bocor, jadi rahasia Merona aman. Hanya saja ada hal yang meresahkan Merona, yaitu Grazian sendiri yang lebih sering mencium dirinya. Beberapa kali Grazian lebih dari sekedar mencium, tapi pemuda itu masih menahan diri terhadap Merona. “Zian! Mau makan malam enggak?” tanya Merona mengetuk pintu kamar Grazian. Ini tidak seperti biasanya Grazian mengunci pintu kamarnya. “Zian kamu sakit!”Merona jadi resah karena tak ada balasan dari dalam, namun terdengar kemudian suara
Merona duduk di bangku taman bersama Hanna. Ada setumpuk camilan dan minuman segar di tengah-tengah mereka. Bukan sedang mengerjakan tugas, tapi sedang bergosip. Hanna menjadi sumber paling terpercaya bagi Merona. Sahabatnya itu bercerita dengan sangat menggebu-gebu. “Gue bahkan menyusup ke WAG deretan para mantan Grazian,” jelas Hanna ketika berhasil mendapatkan link group khusus yang dibuat mantan Grazian. “Serius mereka sampai punya group? Buat apaan coba?”“Isinya tuh mencari tahu pacar Grazian yang baru. Lo kayaknya beneran kudu waspada. Di antara mereka ada satu yang terobsesi banget sama Grazian. Nih, lo lihat sendiri aja obrolan mereka.”Hanna memberikan ponselnya pada Merona agar sahabatnya itu membaca sendiri obrolan mereka. “Terus kalau misalnya mereka tahu siapa pacarnya Grazian sekarang, mau diapain gitu?”“Disuruh putus kali.”Merona mengembalikan ponsel itu pada Hanna. “Grazian emang sudah keterlaluan sebagai cowok. Mungkin enggak sedikit dari mereka yang hatinya saki
Merona menghela nafas lega tatkala yang berdiri di hadapannya adalah Hanna. Cewek itu sudah tahu perihal hubungannya dengan Grazian, tapi Hanna tetap merasa tidak nyaman ketika melihat Merona bersama Grazian. Pandangan mata Hanna pada Grazian sangat tajam. “Lo kalau berani nyakitin Merona, gue potong burung lo dua kali. Sampai ke akarnya!” ucapnya memperingati Grazian. Apa yang baru saja Hanna katakan membuat Grazian ngeri sekaligus tersenyum kikuk. “Hehehe... Iya.”Hanna lalu memijat keningnya. “Aduh, pusing gue menghadapi kenyataan ini,” katanya lalu pergi begitu saja. Merona dan Grazian saling berpandangan dan terkekeh kemudian. “Itu enggak apa-apa dia tahu?”“Dia justru tahu duluan tanpa aku kasih tahu,” jawab Merona. “Dia hapal sama tas yang aku pakai.”Mereka keluar dari perpustakaan setelah mendapatkan beberapa buku yang Merona butuhkan. Saat keduanya keluar mereka melihat Hanna yang sedang membeli cilok. Merona tersenyum tipis melihat hal itu. Saat Merona dan Grazian mendek
Bagi hampir sebagain orang berpasangan dengan seseorang yang sesuai level mereka adalah keharusan. Entah itu secara kecerdasan, gelar atau pun kekayaan. Pentingnya bukan hanya untuk memperkuat status sosial mereka, tapi juga untuk mencegah rasa minder dari pasangan tersebut. Seperti yang dilakukan oleh Danisha—wanita yang sudah melahirkan Darren. Benar memang bahwa Darren sudah bertunangan, namun bagi Danisha untuk merestui sampai ke jenjang pernikahan jelas tidak akan terjadi.Sepulang dari gala dinner, Darren duduk di teras rumah sederhana Alesha. Ayahnya gadis itu adalah seorang kepala sekolah SMP dan ibunya seorang penjahit. Meski kehidupan Alesha tidak kekurangan, namun di mata Danisha tidak kekurangan saja belum cukup. Darren dibuat galau malam ini setelah dipertemukan dengan Angela. Terlebih lagi kakek Alesha adalah orang yang tak pernah disukai Danisha. “Kopinya,” ujar Alesha menyuguhkan secangkir kopi hitam buatan tangannya sendiri.Darren tersenyum menatap tunangannya itu. “
Merona senang dan merasa sangat bahagia bisa terus bersama Grazian. Setidaknya selagi dirinya bisa. Kabar perihal rencana kepergian Grazian ke Macau adalah ketakutan Merona. Seyakin dirinya pada tindakan kakek. Pria tua memang sudah terlalu lama baik pada dirinya dengan tetap membiarkan Merona tinggal bersama Grazian. Setelah semua kebaikan itu, mesti ada sesuatu yang harus Merona bayar.Seperti siang ini Merona tak menyangka kakek memintanya bertemu di sebuah restoran dengan ruangan privat. Saat Merona masuk dengan diantar pramusaji, dia sudah melihat kakek duduk santai menikmati hidangan yang disajikan. Kakek melihat kedatangannya, lalu memintanya segera duduk.“Duduklah,” pintanya dengan suara tua yang khas.Merona menarik kursi untuknya duduk di hadapan kakek. Sajian makanan yang sudah tersedia tak cukup mampu menggugah seleranya. Merona tak pernah berani membuka pembicaraan dengan kakek. Sejak dulu dia takut pada kakek yang sering kali menatapnya sinis.“Grazian sudah memberitahu
Masih ada dua jam lagi sebelum keberangkatannya. Grazian yang berada di kantor kakeknya untuk sebuah urusan itu, diam-diam menyusup pergi ke kediaman lama Merona. Pria itu yakin gadisnya ada di sana. Lolos dari beberapa pengawal yang menjaganya bukanlah hal yang mudah. Grazian bahkan harus menukar pakaiannya dengan office boy, lalu menutupi wajahnya dengan topi. Keluar dari pintu belakang, Grazian menyetop taksi di depan kantor kemudian.Jika sekarang Grazian tidak memaksakan dirinya bertemu Merona, maka Grazian khawatir tidak akan pernah ada lagi kesempatan bertemu Merona. Tahu benar bahwa kakeknya itu tidak main-main dengan segala rencananya. Pikiran Grazian tidak tenang selama dalam perjalanan, bagaimana dirinya ditinggalkan begitu saja oleh Merona ketika mereka telah membagi segala rasa. Kenyataan bahwa Grazian terlampau mencintai Merona tak terelakan begitu saja.Maka saat taxi berhenti di depan rumah Merona, pemuda itu langsung turun membuka gerbang rumah yang rupanya tidak diku
Melihat bagaimana bahagianya Merona membuat Grazian tidak mempermasalahkan dirinya yang sudah mual menaiki macam-macam wahana. Malam yang semakin larut membuat keduanya semakin dekat merapat. Kembang api diluncurkan ke langit. Letupan-letupan indah itu menjadi penutup malah hangat mereka. Kini keduanya sudah kembali ke apartemen membawa serta sisa-sisa tawa.“Aku enggak nyangka kalau kamu ketakutan naik wahan ekstrim,” ucap Merona mengingat beberapa kejadian yang membuat Grazian nyaris muntah.“Bukan takut Sayang, tapi pusing.”“Udah tua ya?”“Bisa aja kamu,” lalu Grazian membawa Merona duduk di atas pangkuannya. Merapatkan tubuh ideal itu padanya. “Besok aku pergi, Roo.”Mata Merona mengerjap, kaget mendengar pengakuan Grazian. Memang sebelum Merona tahu bahwa Grazian akan pergi selama liburan, tapi dia hanya tidak menyangkan akan secepat itu. “Aku kira lusa atau beberapa hari lagi.”“Aku pikir begitu, tapi tadi sore kakek minta aku pergi besok.”Merona tidak tahu harus menjawab apa.
Keseharian hidup Grazian dan Merona sangatlah jauh berbeda. Jika Grazian lebih suka keluyuran mencari tempat-tempat baru yang seru untuk nongkrong, Merona justru lebih senang menghabiskan waktunya belajar di kamar. Saat teman-temannya sibuk mengunggah segala kemewahan tempat dan makanan yang mereka nikmati ke sosial media, maka Merona hanya cukup dengan melihatnya. Bukan lantaran tidak ingin atau tidak tertarik, tapi ada hal yang lebih Merona prioritaskan yaitu belajar dengan baik lalu lulus kuliah segera.Merona ingin membuat Grazian bangga padanya sekaligus membuktikan pada kakek dan orang tuanya bahwa dia layak untuk Grazian. Kehidupan muda Merona hampir tidak seseru kawan-kawannya. Tidak banyak warna dalam dunianya, tapi kehadiran sosok Grazian sudah cukup memberinya pelangi. Perjuangan yang dilakukan Merona adalah semata-mata untuk bisa bertahan dengan Grazian, dan juga untuk hatinya sendiri.Maka saat duduk berdua seperti sekarang bersama Grazian adalah hal yang tak akan Merona
Merona takjub dengan perubahan yang terjadi pada Grazian. Hari ke hari cowok yang terkenal brengsek itu semakin menunjukkan kebaikannya. Tidak lagi bergelut panas dari ranjang ke ranjang lainnya. Tidak juga mengadu motor di jalanan. Grazian fokus dengan kuliahnya. Belajar, lalu mengurus kedai kopi miliknya dan sesekali datang menemui kakeknya untuk mengurus bisnis yang akan wariskan padanya. Jelas saja apa yang dilakukan Grazian membuat Merona senang tanpa ragu mengembangkan senyum bangganya. Hari-harinya saat menjalani ujian Grazian lebih rajin datang ke perpustakaan untuk belajar dan meminjam beberapa buku. Tak jarang Grazian juga ikut belajar kelompok bersama teman-temannya. Hal yang hampir tidak pernah dilakukan sebelumnya. Saat selesai ujian cowok itu akan bercerita pada Merona bahwa dia bisa mengerjakan soalnya dengan lancar bahkan mempunyai keyakinan kalau nilainya akann sangat bagus. Merona percaya itu karena sejatinya Grazian sangat cerdas, hanya saja tertutup oleh malasnya
Sepulang kuliah Merona dikagetkan dengan kedatangan ayahnya yang menunggu di lobi apartemen. Entah itu bagian dari rencana kakek atau tidak, yang jelas Merona selalu was-was bertemu ayahnya. Perasaannya berkecamuk antara benci dan juga sayang sebagai anak. Sisa-sisa rasa sakit hati itu masih subur tumbuh di hatinya. Sekuat apapun Merona membuangnya namun saat berhadapan langsung seperti sekarang hatinya kembali perih.Meski perih Merona tetap mendekat. “A-ayah ada apa kemari?” “Apa tidak boleh seorang Ayah datang untuk melihat kondisi putrinya?”Boleh-boleh saja. Tak ada yang salah dengan kunjungan Haris hari ini, tapi seandainya hal itu dilukakan lebih cepat mungkin Merona akan senang hati menerima kehadiran pria itu. Hanya saja yang tersisa sekarang adalah luka. “Kalau saja Ayah datang lebih cepat, mungkin aku akan senang.”“Roo, apa sesulit itu memaafkan orang tuamu sendiri?”Genangan air mata sudah siap tumpah dari pelupuk. Merona menatap ayahnya dengan pandangan kabur. “Apa ses
Merona senang dan merasa sangat bahagia bisa terus bersama Grazian. Setidaknya selagi dirinya bisa. Kabar perihal rencana kepergian Grazian ke Macau adalah ketakutan Merona. Seyakin dirinya pada tindakan kakek. Pria tua memang sudah terlalu lama baik pada dirinya dengan tetap membiarkan Merona tinggal bersama Grazian. Setelah semua kebaikan itu, mesti ada sesuatu yang harus Merona bayar.Seperti siang ini Merona tak menyangka kakek memintanya bertemu di sebuah restoran dengan ruangan privat. Saat Merona masuk dengan diantar pramusaji, dia sudah melihat kakek duduk santai menikmati hidangan yang disajikan. Kakek melihat kedatangannya, lalu memintanya segera duduk.“Duduklah,” pintanya dengan suara tua yang khas.Merona menarik kursi untuknya duduk di hadapan kakek. Sajian makanan yang sudah tersedia tak cukup mampu menggugah seleranya. Merona tak pernah berani membuka pembicaraan dengan kakek. Sejak dulu dia takut pada kakek yang sering kali menatapnya sinis.“Grazian sudah memberitahu
Bagi hampir sebagain orang berpasangan dengan seseorang yang sesuai level mereka adalah keharusan. Entah itu secara kecerdasan, gelar atau pun kekayaan. Pentingnya bukan hanya untuk memperkuat status sosial mereka, tapi juga untuk mencegah rasa minder dari pasangan tersebut. Seperti yang dilakukan oleh Danisha—wanita yang sudah melahirkan Darren. Benar memang bahwa Darren sudah bertunangan, namun bagi Danisha untuk merestui sampai ke jenjang pernikahan jelas tidak akan terjadi.Sepulang dari gala dinner, Darren duduk di teras rumah sederhana Alesha. Ayahnya gadis itu adalah seorang kepala sekolah SMP dan ibunya seorang penjahit. Meski kehidupan Alesha tidak kekurangan, namun di mata Danisha tidak kekurangan saja belum cukup. Darren dibuat galau malam ini setelah dipertemukan dengan Angela. Terlebih lagi kakek Alesha adalah orang yang tak pernah disukai Danisha. “Kopinya,” ujar Alesha menyuguhkan secangkir kopi hitam buatan tangannya sendiri.Darren tersenyum menatap tunangannya itu. “
Merona menghela nafas lega tatkala yang berdiri di hadapannya adalah Hanna. Cewek itu sudah tahu perihal hubungannya dengan Grazian, tapi Hanna tetap merasa tidak nyaman ketika melihat Merona bersama Grazian. Pandangan mata Hanna pada Grazian sangat tajam. “Lo kalau berani nyakitin Merona, gue potong burung lo dua kali. Sampai ke akarnya!” ucapnya memperingati Grazian. Apa yang baru saja Hanna katakan membuat Grazian ngeri sekaligus tersenyum kikuk. “Hehehe... Iya.”Hanna lalu memijat keningnya. “Aduh, pusing gue menghadapi kenyataan ini,” katanya lalu pergi begitu saja. Merona dan Grazian saling berpandangan dan terkekeh kemudian. “Itu enggak apa-apa dia tahu?”“Dia justru tahu duluan tanpa aku kasih tahu,” jawab Merona. “Dia hapal sama tas yang aku pakai.”Mereka keluar dari perpustakaan setelah mendapatkan beberapa buku yang Merona butuhkan. Saat keduanya keluar mereka melihat Hanna yang sedang membeli cilok. Merona tersenyum tipis melihat hal itu. Saat Merona dan Grazian mendek
Merona duduk di bangku taman bersama Hanna. Ada setumpuk camilan dan minuman segar di tengah-tengah mereka. Bukan sedang mengerjakan tugas, tapi sedang bergosip. Hanna menjadi sumber paling terpercaya bagi Merona. Sahabatnya itu bercerita dengan sangat menggebu-gebu. “Gue bahkan menyusup ke WAG deretan para mantan Grazian,” jelas Hanna ketika berhasil mendapatkan link group khusus yang dibuat mantan Grazian. “Serius mereka sampai punya group? Buat apaan coba?”“Isinya tuh mencari tahu pacar Grazian yang baru. Lo kayaknya beneran kudu waspada. Di antara mereka ada satu yang terobsesi banget sama Grazian. Nih, lo lihat sendiri aja obrolan mereka.”Hanna memberikan ponselnya pada Merona agar sahabatnya itu membaca sendiri obrolan mereka. “Terus kalau misalnya mereka tahu siapa pacarnya Grazian sekarang, mau diapain gitu?”“Disuruh putus kali.”Merona mengembalikan ponsel itu pada Hanna. “Grazian emang sudah keterlaluan sebagai cowok. Mungkin enggak sedikit dari mereka yang hatinya saki