“Lo tuli? Gue udah usir lo, kenapa masih di sini?” tanya Sev pada Trisha. Lelaki itu melirik sekilas dengan lirikan mata tajamnya.
Trisha masih bungkam dan takut salah dengan jawabannya, karena di situasi seperti ini, jawaban apa pun yang dia berikan akan tetap salah di mata Sev. Sedangkan, lelaki itu berdiri dari duduknya dengan tersenyum miring dan tertawa meremehkan. Zhui masih diam memperhatikan Sev.
“Selain tuli, lo bisu?” tanya Sev yang membuat Trisha membuka matanya lebar.
Kesabaran Trisha sudah menipis, dia tidak sanggup menghadapi lelaki menyebalkan itu. Trisha pun melangkahkan satu langkah untuk berdiri di samping Zhui, menatap Sev dengan tatapan malas.
Trisha menghela napas panjang dengan menarik bibirnya membentuk senyuman paksa. “Gue tuli atau bisu, apa urusannya sama lo? Gue di sini mau kerja jadi asisten lo, bukan teman berantem!”
“Lo … jadi gini sikap asisten sama majikannya, ha?!” bentak Sev dengan raut wajah yang marah.
Zhui menghela napas panjang, dia tidak menyalahkan Trisha yang berbicara seperti itu. Karena kalau tidak diperlakukan seperti itu, Sev akan terus merendahkan dan semena-mena pada wanita gemuk itu.
“Sev! Jangan seperti itu! Cari asisten buat lo itu susah! Lo harusnya berterima kasih sama Trisha karena mau jadi asisten aktor macam lo!” ujar Zhui dengan menatap tajam Sev.
Sev beralih melihat Zhui dengan tersenyum. “Susah? Apa susahnya? Emang nggak ada yang daftar selain dia? Kenapa harus wanita gemuk ini? Enggak ada yang lebih ramping? Kan lo juga bisa jadi asisten gue, Kak!”
“Gue enggak peduli sama keluhan lo. Trisha udah resmi jadi asisten lo mulai hari ini! Lo enggak ada hak buat pecat dia, karena yang berhak pecat dia itu gue, bukan lo! Paham?!” ucap Zhui sedikit meninggikan nada bicaranya.
Sev tidak melawan lagi, dia menghela napas panjang dan kembali duduk di sofa melanjutkan bermain game di ponsel. Trisha yang melihat Sev mendadak diam pun hanya bisa tersenyum tipis. Dia berterima kasih pada Zhui karena sudah menolongnya kali ini. Mungkin kalau Zhui tidak datang, hari ini juga Trisha kehilangan dua pekerjaannya.
Tidak bekerja menjadi asisten, otomatis komiknya itu tidak mendapatkan bahan.
“Sev ada pemotretan jam dua nanti. Trisha, tolong siapkan baju untuknya,” perintah Zhui memberikan arahan untuk Trisha.
Trisha tersenyum mengangguk. Namun, saat dia hendak melangkahkan kakinya, suara Sev membuatnya terhenti.
“Tunggu.”
Trisha menoleh ke Sev dengan senyuman. “Ada apa?”
“Lo nggak perlu repot-repot buat menyiapkan baju, gue bisa sendiri. Lagian lo tau apa tentang fashion gue,” ujar Sev seraya bangkit dari duduknya.
Sev adalah tipikal orang yang sangat mementingkan fashion, karena penampilan yang menarik menjadi keuntungan baginya. Selama ini, Sev juga menyiapkan bajunya sendiri karena Zhui selalu memberikan baju yang tidak sesuai dengan Sev.
Namun, berbeda dengan Trisha, dia menautkan kedua alisnya sambil menjawab, “Gue tau.”
Zhui yang mendengar jawaban Trisha langsung menoleh ke wanita itu sambil menggelengkan kepalanya, seakan memberikan kode agar membiarkan Sev memilih bajunya sendiri. Trisha hanya tersenyum sambil menggeleng, lalu berjalan mendekati Sev dan mengamatinya dari bawah sampai atas.
“Lo tau apa tentang fashion gue? Zhui yang kerja sama gue lebih lama dari lo aja enggak ngerti, apalagi lo yang baru kerja sepuluh menit?” ujar Sev menatap Trisha dengan tatapan sangat tajam.
Trisha tidak menjawab, dia hanya sekilas melihat wajah Sev yang tampak kesal itu. Lalu membuka lemari pakaian milik Sev dan memilahnya untuk Sev. Hanya membutuhkan waktu lima menit, Trisha memberikan pakaian ke Sev.
Sev menatap baju yang dipilih Trisha dengan tatapan ragu akan pilihan wanita itu. “Kalau nggak sesuai, gue bakal pecat lo!” kata Sev seraya mengambil pakaian itu dengan kasar. Trisha hanya tersenyum mengangguk.
“Silakan. Kalau sesuai, lo harus menerima gue sebagai asisten!”
“Oke!”
Sev berjalan ke ruang pass untuk mengganti pakaiannya. Trisha menghela napas lega sambil mengelus dadanya yang berdegup karena takut. Sedangkan Zhui, dia berjalan mendekati Trisha dengan senyuman lebar dan bangga.
“Enggak nyangka kalau Sev sekarang punya asisten yang galak, gue pikir lo orangnya penakut,” ujar Zhui.
“Aku me-memang penakut, Kak. Coba pegang,” sahut Trisha memberikan telapak tangannya ke Zhui.
Zhui memegang telapak tangan Trisha dengan raut wajah yang kaget. Telapak tangannya sangat terasa dingin dan sedikit berkeringat. Dia terkekeh pelan dengan mengucapkan, “Ternyata lo takut? Gue pikir ini sifat asli lo. Oh iya, mulai sekarang jangan pakai aku-kamu, tapi lo-gue aja. Oke?”
Trisha tersenyum dan mengangguk paham.
“Lo siapkan minuman hangat dan jus jeruk, bawa juga roti yang ada di meja. Karena biasanya setelah rapat, dia akan meminta ketiganya,” ujar Zhui menunjuk meja. “Kalau Sev udah selesai, langsung ke mobil. Gue tunggu lo di bawah,” lanjutnya seraya mengambil tas miliknya dan berjalan keluar dari ruangan.
Trisha hanya menjawab dengan satu anggukan dan senyuman manisnya. Dia langsung mengambil paper bag yang ada di dekat meja. Tangannya bergerak memasukan botol termos, botol kecil yang berisi jus jeruk, dan roti isi. Lalu, memasukan ke tas yang dia bawa.
Tak lama, Sev keluar dari ruang pass. Mata Trisha terbuka lebar dengan perlahan saat melihat Sev yang terlihat semakin tampan dengan pakaian yang dia pilih, benar-benar berbeda dari sebelumnya. Dalam hitungan lima detik, Trisha menggelengkan kepalanya dan tersadar dari lamunannya.
“Jangan puji dia lagi, Sha! Dia adalah lelaki yang hampir membuat lo jadi gelandangan,” ucap Trisha dari dalam hatinya.
“Selera lo bagus juga, wanita gemuk!” ujar Sev yang berdiri di depan cermin besar dengan merapikan pakaiannya.
Trisha tersenyum bangga. “Iya lah! Gue emang tau sedikit fashion!”
Sev menoleh ke Trisha dengan mengangkat satu alisnya. “Sedikit?” tanya Sev yang tampak ragu dengan jawaban wanita gemuk itu. “Jangan-jangan lo itu …” Ucapannya terhenti dengan kaki yang terus melangkah maju ke arah Trisha.
“Jangan-jangan apa? Lo mau ngapain?!” tanya Trisha yang melangkahkan kakinya ke belakang saat Sev terus berjalan maju dengan bibir membentuk senyuman miring.
Langkah Sev terhenti, namun wajahnya bergerak lebih dekat dengan Trisha. “Jangan-jangan lo fans berat gue?!” tanya Sev dengan raut wajah penuh curiga. Trisha menghela napas panjang dan mendorong pelan tubuh Sev.
“Kak Zhui udah nunggu di bawah, buruan turun,” ucap Trisha seraya berjalan terlebih dulu keluar dari ruangan itu.
Sev yang masih berdiri itu hanya tersenyum menyeringai. “Meski fashion lo bagus, gue belum menerima lo jadi asisten gue!” gumamnya pelan.
Berbeda dengan Trisha, dia justru senang mendapat perlakuan Sev yang mengejutkan seperti itu, karena semua ini bisa dijadikan bahan komiknya nanti.
Berbeda dengan Trisha, dia justru senang mendapat perlakuan Sev yang mengejutkan seperti itu, karena semua ini bisa dijadikan bahan komiknya nanti. Trisha tersenyum lebar dan mengeluarkan ponselnya untuk menulis outline.Saat sedang asyik menggambar sketsa kasarnya di ponsel, dia terlonjak kaget saat Sev yang tiba-tiba keluar dari ruangannya. Dengan cepat dia menyembunyikan ponselnya ke belakang.“Lo ngapain masih di sini?”“Nunggu lo, apa lagi? Gue asisten lo, jadi gue harus jalan di—“ Belum Trisha menyelesaikan perkataannya, Sev langsung berjalan lebih dulu meninggalkan Trisha.Wanita itu menghela napas panjang saat lelaki itu berlalu begitu saja tanpa menunggunya selesai menjawab, untung saja Trisha sudah mencari cara agar dia tetap bisa menjaga emosinya. Trisha mengambil permen dari kantungnya, lalu membuka bungkus dan memasukkan ke dalam mulut. Dengan adanya permen, dia bisa mengontrol rasa marahnya.***Sesampainya di tempat pemotretan, mobi
“Lo kenapa diem aja? Cepat beli kopi buat atasan lo! Beliin gue juga!” ucap wanita itu beralih pada Trisha.Trisha hanya bisa mengangguk dengan senyuman paksa, dia sudah menggerutu dari dalam hatinya. Rasanya ingin cepat-cepat mengakhiri semua ini, namun semua itu sangat mustahil. Ini baru hari pertamanya, tapi kenapa terasa sangat melelahkan?Bukan lelah fisik, melainkan batin. Dia benar-benar lelah menahan diri untuk tetap tersenyum saat ingin marah.Tak lama Trisha pergi, Sev yang masih dirangkul itu sudah tidak tahan pada wanita ini. Lelaki itu tidak bisa marah pada wanita yang satu ini karena dia termasuk seniornya.“Lepas, Zihan,” ucap Sev pada wanita yang merangkulnya.“Lo enggak kangen sama gue, Sev? Padahal gue baru aja pulang dari Singapura dan ikut pemotretan ini demi ketemu lo,” ujar wanita itu melepas rangkulannya dengan memasang wajah sedihnya melihat ke arah Sev.Zihan Rauhel, aktris senior
“Ji, tanya atasan lo, dia mau yang dingin atau panas, pahit atau manis. Kalau perlu kasih dia air comberan!” ucap Sev pada asisten Zihan dengan meletakan gelas kopi itu di meja dengan kasar, bahkan kopi itu sedikit tumpah.Sev langsung membalikkan tubuhnya dan hendak pergi, namun tangan Zihan menahan lengan lelaki itu.“Sev,” panggilnya dari belakang. Sev diam, dia tidak menjawab panggilan Zihan.“Lo kenapa bela dia? Bukannya tadi lo bentak-bentak dia?” tanya Zihan menunjuk ke arah Trisha.Sev menghela napas, dia menyingkirkan tangan Zihan dari lengannya, lalu membalikkan tubuhnya dengan senyuman paksa. “Trisha itu asisten gue, dia enggak ada kewajiban buat membeli dan mengganti kopi lo. Yang berhak menyuruh dan membentak dia itu gue, bukan lo! Ngerti?”Zihan yang mendengar itu langsung mendengus dan kembali duduk di kursinya, sedangkan Trisha yang dibela oleh Sev pun merasa sedikit senang. Dia tersen
Lima menit berlalu, bus yang ditunggu Trisha pun datang. Dia beranjak dari duduknya dan berjalan dua langkah untuk menunggu orang yang keluar dari bus itu. Setelah tidak ada yang keluar dari bus itu lagi, Trisha langsung masuk ke dalam dan duduk di kursi yang kosong. Kepalanya menyandar dengan mata menatap keluar jendela.Entah kenapa dia sangat menyukai langit senja.Tak membutuhkan waktu lama, bus yang dinaiki Trisha sampai di halte depan studio. Saat dia keluar dari bus, wanita itu tersenyum ketika melihat Vanda yang sudah menunggu kedatangannya.Vanda beranjak dari duduknya dan tersenyum pada Trisha. “Gimana? Lancar? Apa hari lo menjadi menyenangkan? Lebih berwarna? Kepala lo udah enggak mikir adegan membunuh atau berantem, kan?” tanya Vanda dengan rentetan pertanyaannya.Bukannya mendapatkan jawaban, wanita itu justru mendapat pukulan pelan di lengannya. Trisha langsung berjalan keluar dari halte dan masuk ke studio meninggalkan Vanda yang terus memanggi
Sedangkan gadis yang dilihat oleh Sev tidak menyadari tatapan Sev, dia masih asyik mengelus kepala kucing itu. Dia mulai menggambar dengan iPad, dan memakan satu suapan mi instannya. Dengan mata yang sesekali menatap langit malam. dia mulai masuk ke imajinasinya. Tangannya bergerak dengan lihai menggambar di layar iPad dengan bantuan pen yang dia pegang.Pergerakan tangannya terhenti ketika mendengar ponselnya yang berdering, dengan cepat dia mengambil ponselnya. Matanya sedikit terbelalak saat melihat nama sang mama terpampang di layar ponsel. Trisha berdeham dengan menghela napas panjang. Lalu, mengusap tombol hijau ke atas.“Halo, Ma. Kenapa?” tanya Trisha saat menempelkan ponsel ke telinga.“Halo, kamu lagi di mana? Udah sampai rumah? Udah makan? Makan apa kamu hari ini,” tanya sang mama dari seberang telpon.Trisha tersenyum tipis saat mendengar pertanyaan sang mama, dia sudah tau kalau mamanya akan bertanya seperti ini. &ldqu
Pesan terakhir yang Zhui kirim membuat Trisha langsung bergegas keluar rumah, dan berlari. Dia celingukan mencari taksi, karena sudah larut, tidak mungkin ada bus yang datang. Satu-satunya harapan adalah taksi.Jarak yang dikirim Zhui pun lumayan jauh, jadi tidak mungkin dia berlari ke sana. Dia sangat cemas, karena Zhui juga tidak bisa menolong Sev. Sedari tadi dia terus berdoa dalam hati agar menemukan taksi.Trisha tersenyum saat melihat taksi dari kejauhan yang melaju ke arahnya. Dia melambaikan tangannya guna memanggil taksi itu. Dua lampu jauh pada taksi itu berkedip, menandakan kalau dia akan segera datang.Setelah taksi berhenti di hadapan Trisha, dengan cepat wanita itu masuk ke dalam. Dia memberikan ponsel itu pada sang sopir untuk menunjukan alamat yang di kirim oleh Zhui.“Malam-malam ke bar, Mbak? Enggak takut? Mbaknya bukan—““Bukan, Pak. Saya mau jemput …”“Pacar ya, Mbak? Anak muda jaman sekarang, tuh, pasti
Lin memasukkan Sev ke dalam mobil dengan perlahan dibantu oleh Trisha, lalu pria itu menatap Trisha dengan tatapan tak enak. Karena ini sudah malam, dia takut kalau terjadi apa-apa dengannya.“Ada apa?” tanya Trisha.Lin menggeleng. “Kau yakin tidak mau saya antar ke rumah?” tanyanya memastikan lagi.“Iy—maaf, saya angkat telpon dulu,” ujar Trisha seraya mengambil ponselnya yang ada di saku.Satu panggilan masuk dari Vanda membuat dia langsung mengangkat telepon itu. “Halo, Van. Lo di mana?”“Gue ada di dekat bar, lo di mana? Gue susul.”Bibir Trisha perlahan membentuk senyuman mendengar ucapan Vanda, dia merasa beruntung mempunyai teman yang selalu ada di saat seperti ini.“Halo! Lo di mana, Sha! Jangan bikin gue panik dong!”“Gue di … depan bar, dekat tiang.”“Oke, gue tutup, ya!” ujar Vanda yang langsung memati
"Gue mau izin Zhui dulu, lo istirahat--" Ucapannya terhenti saat Trisha menggelengkan kepalanya cepat. "Kenapa?" tanya Vanda yang tidak mengerti maksudnya."Lo tau Sev, kan? Bisa dipecat gue kalau hari ini izin. Sekarang jam berapa?" tanya Trisha celingukan mencari jam dinding. Matanya terbelalak ketika melihat jam yang menunjukan pukul tujuh pagi. Dia teringat pada ucapan Sev yang akan memecatnya kalau ia terlambat."Lo kenapa, sih?""Van, panggil perawat. Kita harus pulang!" ujar Trisha dengan nada cemas.Vanda mengangguk dan langsung pergi memanggil perawat. Sedangkan Trisha, dia meraih ponselnya untuk mengecek apakah lelaki itu mengirimkan pesan. Namun, seketika dia teringat kalau lelaki itu tak mungkin menyimpan nomornya. Secara dia aktor, mana mungkin menyimpan nomor telepon sembarangan.Saat hendak meletakan kembali ke atas nakas, satu pesan masuk membuatnya mengurungkan niatnya, lalu kembali melihat ke layar ponselnya. Trisha menautkan kedu
Trisha berjalan di tepi pantai yang sudah tidak ada pengunjung sama sekali. Tiga tahun ini dia selalu datang ke pantai, tempat pertama kali dia bertemu dengan Sev. Dengan harapan lelaki itu datang menghampirinya.Wanita itu kembali menangis ketika teringat pada masa lalunya. Dia benar-benar merindukan lelaki itu. Dia adalah orang yang membuatnya berdiri sampai sekarang, tanpa dia mungkin Trisha tidak akan menjadi mangaka.Tiba-tiba saja ada seseorang yang berdiri di hadapannya. “Jangan nangis, nanti make-up lo luntur.”Trisha yang mendengar perkataan itu merasa tidak asing dan langsung mengangkat kepalanya, matanya menatap lelaki itu dengan tatapan tidak percaya.Severino berdiri di hadapannya dengan tersenyum lebar dan membentangkan tangannya. Trisha pun langsung berdiri dengan memeluknya erat.“Kenapa lo nggak kasih tau gue kalo udah balik?!” tanya Trisha dengan menangis sesenggukan.Sev mengelus punggung Trisha den
Tanpa dirasa tiga tahun berlalu dengan sangat cepat. Trisha melewati banyak rintangan dan sukses menjadi mangaka yang memiliki banyak penggemar. Tidak hanya dari Indonesia, tapi dari berbagai negara menyukai komik yang dibuat oleh wanita gemuk itu. Ralat, wanita yang sangat cantik dengan tubuh ideal.Trisha berhasil diet dengan cara memperbaiki pola hidupnya. Tidak ada panggilan wanita gemuk lagi untuknya.Trisha sudah sangat sukses di dunia komik, dia mendapatkan banyak penghargaan dan tawaran dari penerbit. Tidak hanya itu, satu komik yang sudah terjual jutaan eksemplar akan dijadikan film oleh salah satu sutradara terkenal. Benar-benar perkembangan yang pesat.Hanya saja, Trisha masih merasakan ada yang kurang dari semua pencapaian ini. Ya, kehadiran seseorang yang sudah dia tunggu selama tiga tahun.Tanpa di rasa wanita itu menunggu Sev selama tiga tahun. Dia sangat merindukan sosok lelaki itu yang menghilang tanpa kabar.Dua hari yang lalu, Tr
Tiga hari berlalu dengan sangat cepat, tidak bagi Trisha yang merasa kalau hari sangatlah lambat. Selama tiga hari dia tidak keluar dari apartemen, tidak membuka ponsel dan tidak melihat televisi. Semua itu dia lakukan hanya untuk tidak melihat wajah Sev.Trisha berhasil melakukan itu, tapi tidak berhasil melupakan lelaki itu dalam ingatannya. Entah kenapa setiap ingin melupakan, justru dia semakin ingat akan perhatian Sev yang dilakukan diam-diam. Apa kabar dengan lelaki itu? Apa dia semakin menerima banyak tawaran film?Tidak hanya Sev yang dia pikirkan, melainkan memikirkan cara agar komiknya kembali lagi dari platform dan membersihkan namanya itu. Vanda selalu menyuruhnya untuk menenangkan pikiran dan istirahat satu minggu.Namun, baru lima hari dia sudah merasa bosan dan ingin kembali bekerja seperti biasanya. Dia ingin melihat Sev meski dari kejauhan. Ia juga sudah menghitung total tabungan yang dimiliki. Uangnya hanya bisa membayar setengah dari jumlah to
Langkah Sev terhenti di tepi pantai, dia menatap tempat pertama kali bertemu dengan Trisha. Pertemuan yang pada saat itu Trisha tidak tahu kalau Sev adalah aktor. Lelaki itu duduk tanpa menggunakan alas apapun, pandangannya lurus ke depan.Entah kenapa, wanita itu membuat perubahan terbesar dalam hidupnya. Sev belum bisa melupakan Trisha, tapi dia ingin melupakan dia agar bisa pergi meninggalkan Indonesia dengan mudah. Yang ada di pikirannya adalah ‘apa dia mau menunggunya?’Sev merasa kalau Trisha sudah membenci dan tidak ingin bertemu lagi. Lelaki itu melirik ke kanan, dia mendapati wanita gemuk yang duduk seorang diri di tepi pantai dengan memakan burger. Bukankah itu sama seperti Trisha dulu? Bibir Sev perlahan tersenyum.Lelaki tampan itu mulai menyadari perasaannya. Dia tidak menyukai Tiana, yang dia sukai adalah Trisha. Hanya wanita itu yang membuatnya nyaman. Namun, sekarang sudah terlambat. Sev ingin mengulang semuanya, dia ingin lebih dekat
Tok … tok … tok …“Kak, ada yang cari lo,” ucap Beni dari luar ruangan yang sedikit berteriak.Zhui yang mendengar ucapan Beni kembali membuka matanya perlahan dengan menarik napas panjang dan mengembuskan dengan perlahan. “Ya, tunggu!” teriaknya seraya membenarkan posisi duduknya, lalu menoleh ke arah Sev yang masih memejamkan mata.“Gue harap, lo nggak melakukan hal buat gue marah! Jangan klarifikasi kalo lo nggak mau kehilangan pekerjaan lo!” perintah Zhui berdiri dari duduknya.“Gue nggak janji,” jawab Sev yang membuat Zhui mendengus dan melangkahkan kakinya keluar dari ruangan meninggalkan Sev.Saat mendengar suara pintu tertutup, Sev membuka matanya perlahan seraya mengeluarkan ponselnya dari saku. Dia menatap seisi ruangan dengan senyuman samar. “Maaf, Zhui. Gue harus melakukan sesuatu. Gue nggak mau jadi pengecut yang selalu bersembunyi setiap ada masalah,” gum
“Ada apa?” tanya Sev seraya masuk ke ruangannya dan duduk di hadapan Zhui dengan raut wajah bingung.Zhui memijat pelipis untuk sedikit menghilangkan rasa pening, banyak direktur yang menelponnya setelah melihat berita di artikel. Sang manager menyuruh temannya untuk mencari tau siapa yang membuat berita tidak jelas itu. Dia juga menyuruh security untuk memperketat orang yang masuk ke perusahaan untuk mengantisipasi agar tidak ada wartawan yang masuk.Wanita itu memutar laptopnya untuk memperlihatkan kabar yang menjadi trending. Banyak yang bertanya tentang kebenaran hubungannya dengan Tiana, ada juga yang tidak percaya kalau perusak hubungan Tiana adalah Sev.Sev yang membaca isi artikel itu mengepalkan tangannya, dia sangat marah pada orang yang membuat berita tidak benar itu.“Kita harus—““Direktur dan sutradara membatalkan kontrak setelah membaca skandal ini. Masalah lo kali ini sulit untuk diselesaikan, Sev
Sev yang tengah menunggu pesanannya di restoran hanya diam dengan menatap luar jendela. Dia memikirkan ucapan Zhui. Apa dia sudah keterlaluan pada Trisha?Dia mengamati beberapa pengunjung yang bermesraan dan saling mengobrol, tiba-tiba saja dia teringat pada Trisha saat makan berdua di restoran, dia juga ingat saat dia sering mengajaknya berbicara dan bermain game.Sev mengeluarkan ponselnya dan mengabaikan panggilan telepon dari Zhui. Dia membuka platform dan mencari komik milik wanita gemuk itu. Melihat banyak chapter yang sudah diterbitkan membuat perkataan Zhui terngiang di dalam pikirannya.“Dia udah banyak berkorban sama pekerjaan ini. Pagi dia jadi asisten lo, malam dia buat komik.”Apa benar yang diucapkan oleh Zhui? Itu artinya dia hanya tidur satu jam setiap harinya? Pikir Sev yang melihat waktu penerbitan komik itu. Banyak chapter yang diterbitkan antara pukul tiga atau empat subuh. Sev tau kalau wanita gemuk itu selalu ba
Trisha sementara waktu tinggal di apartemen Vanda karena rumah dan studio sudah dikerubungi oleh wartawan untuk meminta kejelasan. Wanita gemuk itu juga terus menghubungi Sev meski pesan tidak ada yang dijawab satu pun. Jangankan dibalas, dibaca pun tidak.Wanita itu hanya bisa melihat Sev dari televisi. Dia tidak diperbolehkan keluar rumah sampai wartawan pergi dengan sendirinya. Sev pun tidak memberikan tanggapan lagi, dia hanya bilang kalau akan menuntutnya. Benar ucapan Lio. Sev tidak akan tinggal diam.Yang wanita gemuk itu pikirkan sekarang adalah cara membayar uang kompensasi untuk penerbit dan tuntutan Sev. Uang tabungan Trisha tidak cukup, dia juga tidak mau merepotkan orang di sekitarnya. Trisha merasa kalau ini adalah masalahnya sendiri.Seharusnya Trisha tidak menjadi asisten Sev dan memilih untuk mencari referensi lain. Namun, sudah terlambat untuk menyesali.Trisha merebahkan tubuhnya di kasur dengan menatap langit dari jendela, entah kenapa
Trisha sedari tadi melihat ke layar ponsel dengan harapan kalau Sev membalas pesannya. Namun, nihil. Sudah dua jam tidak ada balasan darinya. Hati wanita gemuk itu gusar dan bingung harus berbuat apa. Hanya satu yang diinginkan olehnya, Sev memaafkannya.Vanda yang melihat Trisha tampak gelisah pun hanya bisa menghela napas panjang sambil memakan cheese cake strawberry yang baru saja datang. Dia juga bingung harus membantu sahabatnya itu bagaimana.“Sha, udah dua jam lo lihat ke ponsel, tapi tetep aja nggak ada balesan. Sev butuh waktu buat maafin lo,” ucap Vanda dengan wajah datarnya.Trisha meletakan ponsel di meja dengan melihat ke arah Vanda. “Menurut lo … Sev bakal maafin gue nggak?” tanya Trisha.Vanda mengangkat kedua bahunya pertanda tidak tau. Namun, melihat tingkah Trisha yang berbeda sebelumnya membuat ia curiga. “Kenapa lo khawatir banget soal Sev maafin lo apa nggak? Jangan bilang lo … suka