Ting! Pesan masuk dari aplikasi wh*ts*ap muncul. Aku pun segera membukanya, dari mas Fadil. [Kok nggak sampai-sampai, aku dah lama nunggu nih, pesanan juga udah datang] [Ban mobilku bocor, aku harus ke bengkel dulu. Aku sudah menyuruh asistenku untuk menemuimu, sebentar lagi dia datang] Baru tiga puluh menit berlalu dari jam perjanjian mas Fadil rasanya sudah tak betah menunggu. Lagipula mana ada ban mobil bocor apalagi asisten yang datang, karena aku sudah di pos parkiran sejak tadi pagi. Tentu saja ini adalah bagian dari rencanaku. Ku buat mas Fadil lama menunggu, di tambah dengan pesanan paket yang terlanjur ia pesan, itu akan membuatnya mengeluarkan uang begitu banyak. Waktu hampir jam delapan pagi. Karena jam delapan adalah batas waktu ia masuk kerja. Dan aku tahu mas Fadil pasti semakin kesal karena semakin lama ia menunggu. Derrt ... Derrt ... Mas Fadil menelponku. "Asistennya mana? kok nggak sampai-sampai juga? kamu ngerjain aku ya? "'Emang iya, ' batinku.Aku menahan
Sesampainya aku di rumah (kontrakan) ku rebahkan badanku diatas kasur, mengambil istirahat sejenak setelah hampir setengah hari aku 'bermain'. Rencana hari ini berhasil semuanya. Lega hatiku. Dan dengan uang ini aku bisa mengganti kerugian atas pesanan mas Fadil di cafe tadi. Hanya berpura-pura mengganti, karena pada dasarnya ini bukan uangku. [M-Bangkingku sedang error, tadi aku nggak sempet juga ke atm, bisa kita atur lagi pertemuan kita?] - SendKu kirim pesan pada mas Fadil. Hanya sebagai alasan m-banking error, karena pada nyatanya aku tak mungkin mentransfer uang lewat rekeningku, selain tak cukup uang juga karena rekeningku atas namaku. Kebayang kan kalau aku sampai transfernya pakai rekeningku?[Baik, tapi aku yang akan tentukan waktu dan juga tempatnya] Balas mas Fadil. [Baik] Ku turuti kemauannya untuk menentukan waktu dan tempat pertemuan kita selanjutnya, dengan harapan semoga saja di warung tempatku bekerja. Jadi aku tak perlu repot-repot meminta izin libur. [Kantor
Pov Fadil Karangan BungaTok! Tok! Tok! "Permisi Pak. " Terdengar dari balik pintu ruang kerjaku. Meskipun baru beberapa hari pindah kerja di sini, aku cukup mengenal suara bawahanku, termasuk dia, Damar. "Masuk! "Pintu di buka, Damar berjalan dan berhenti tepat di depan meja kerjaku. Damar meletakkan sebuah amplop berwarna coklat di atas mejaku. "Pagi Pak Fadil, maaf ini ada titipan dari bu Sinta. ""Sinta? Kamu kenal? ""Cukup kenal Pak, dulu saya pernah bekerjasama dengan beliau. ""Oh, begitu, terimakasih. ""Sama-sama Pak, saya permisi. "Damar meninggalkan ruanganku. Ya, dulu sebelum aku menjabat sebagai kepala cabang, aku dan Damar sama-sama hanya karyawan biasa. Namun di tempatkan di kantor yang berbeda. Damar di sini, dan aku di tempatku sebelumnya. Setelah pensiunnya kepala cabang di kantor ini, aku dan Damar menjadi kandidat calonnya.Ku akui, Damar memiliki potensi lebih dari aku, selain itu attitudenya juga lebih baik dari aku. Tapi karena aku lebih lama menjadi kary
#HDMSPart 14 Pemuda itu ... [Maksud kamu apa ngirim karangan bunga seperti itu, heh!]Aku terkenjut membaca pesan dari mas Fadil. Karena aku merasa tak mengirimkan karangan bunga. Jangankan mengirim, beli saja aku tidak ada uangnya. Kalaupun ada lebih baik buat bayar kontrakan. "Da, lihat ini," ku berikan ponselku ke Ida.Ida membaca pesan dari mas Fadil. "Oh, ini pasti kelakuan Damar deh, balas aja salah cetak.""Damar siapa?""Sepupuku. Dia satu kantor dengan mantan suamimu itu."Aku mengerti. Ini adalah bagian dari rencana yang dibuat Ida. Ida mengembalikan ponselku, dan aku segera mengirim balasan pesannya mas Fadil.[Kenapa? Ada yang salah?] send.Aku berpura-pura tak tahu dengan pesan mas Fadil yang sepertinya penuh emosi.Derrt ...Mas Fadil membalas pesanku. Mengirimkan sebuah gambar karangan bunga dengan tulisan turut berduka cita disertai nama lengkapnya.Seketika aku melongo melihat gambar tersebut. Pantas saja mas Fadil marah. Orang mana yang nggak marah kalau dapat kir
#HDMSPart 15 Mengikuti Kemauannya Fadil (Menyusun Rencana)Sesampainya kami di cafe, pemuda tersebut pun ikut membersamai kami. Rasanya dugaanku semakin kuat, bisa saja ia adalah kekasih Ida. Ida memesankan kami makanan. Sembari menunggu pesanan datang kami mengobrol ringan sekaligus Ida memperkenalkan pemuda yang duduk di sebelahku ini. Bikin deg-degan rasanya."Dia ini Damar, sepupu aku," ujar Ida memperkenalkannya pada kami. Ternyata aku salah menduga, itu berarti kemungkinan masih ada kesempatan buat aku. Hihihi.Damar ternyata bekerja di kantor yang sama dengan mas Fadil. Ia adalah kompetitor mas Fadil, saat menjadi kandidat kepala cabang.Namun, di hari dimana pengumunan siapa yang akan menjadi kepala cabang, ia tak terpilih. Sehari sebelumnya, mas Fadil mendatangi rumahnya, memintanya untuk mundur sebagai kandidat, namun Damar menolaknya. Karena itulah, mas Fadil menyogok dan mengimingi-imingi beberapa karyawan di kantornya sekarang untuk membantunya. Memberi keterangan yan
Aku sudah siap. Memakai barang-barang pemberian Ida. Sekarang saatnya berangkat. Aku langsung menuju kantor mas Fadil tanpa ke tempat kerja dahulu. Karena sebelumnya aku sudah meminta izin pada bu Ajeng untuk masuk telat karena suatu urusan. Dan syukurlah, bu Ajeng memberikan izinnya. Jam 9 pagi, aku sudah berada di depan kantor mas Fadil. Sebelum berangkat tadi pun aku sudah mengabari Ida dan Dina tentang perubahan rencana yang kita susun tadi malam. Aku hanya ingin mengakhiri ini semua. Tak ingin memperpanjang dan mempersulit hidupku sendiri. "Pagi Mbak, saya mau ketemu pak Fadil," ucapku pada resepsionis yang ada."Sudah ada janji Mbak? ""Katakan saja namaku, Sinta. "Resepsionis tersebut lalu menelepon mas Fadil. Setelah selesai, ia pun memberitahukan kepadaku, bahwa telah diizinkan masuk. Akhirnya aku sampai di depan ruang mas Fadil. Tanpa banyak berpikir, aku melangkah masuk ke ruangan. Baru saja membuka pintu, aku sudah diperlihatkan pemandangan dimana mas Fadil yang sed
"Permisi. " Suara seorang lelaki memasuki ruangan. Memecah ketegangan yang ada. Aku pun memalingkan wajahku untuk melihatnya. Ternyata Damar. Ia berdiri tepat di sampingku. "Hari ini adalah hari kehancuranmu Fadil, " ucap Damar. Kemudian muncul tiga orang laki-laki memasuki ruangan. Mereka berdiri di belakang Damar. Dengan wajah ketakutan dan penuh kegugupan. Sepertinya mereka juga karyawan di sini, terlihat dari pakaiannya yang rapi seperti orang kantoran. Seketika mata mas Fadil membelalak melihat tiga lelaki tersebut. Wajahnya berubah pucat pasi. Aku pun teringat dengan cerita Damar ketika ia mengetahu bahwa dibalik tidak terpilihnya ia sebagai kepala cabang karena ada karyawan yang mas Fadil suap untuk menjatuhkan reputasi Damar. Jangan-jangan, merekalah orangnya. "Bagaimana, mau tanda tangan nggak?! " bentakku meminta kepastian. "Atau aku laporan ke --- .""Fadil akan tanda tangan! " Dengan cepat mantan ibu mertuaku memotong ucapanku. "Lihat. Sudah aku tanda tangani. " Mas
#HDMSPart 17 Extra PartTiga bulan berlalu ... Aku memandangi sebuah undangan pernikahan di atas meja kamarku. Kamar yang tak terlalu besar inilah yang menjadi saksi bisu saat aku tumbuh dewasa. Ya, baru sebulan ini aku diminta kedua orang tuaku untuk kembali tinggal di rumah, bersamanya. Udangan pernikahan itu berasal dari Dina, sepupuku. Ia akan melaksanakan ijab qobul sepekan dari sekarang, dengan pemuda yang sempat mencuri perhatianku. Tak lain adalah Damar, sepupu Ida. Entah harus bersedih atau ikutan berbahagia, yang jelas hatiku dibuat bimbang olehnya. Aku pernah mengagumi sosok Damar saat pandangan pertama, namun pada akhirnya Dina-lah pilihannya. Mereka sama-sama belum menikah, usianya pun tak jauh berbeda. Serasi bukan? Bagaimana pun keadaannya, aku diharuskan mengikhlaskannya, toh Dina memang pantas menjadi pendamping Damar. Lagipula selama ini perasaanku ini tak ada seorang pun yang tahu. ***"Sah!! ""Alhamdulillah ... "Suara serentak para tamu undangan yang had
#HDMSBab 35 TAMATAku masih berusaha untuk bersikap acuh. Aku tak ingin Fadil mendapati kalau diriku bersimpati dengan apa yang menimpanya saat ini. Karena bagiku mungkin saja itu adalah karma yang harus ia terima. Dan aku juga cukup lega lantaran apa yang menjadi dugaanku tadi tidak benar adanya. "Ada satu hal yang ingin aku katakan ke kamu," kata Fadil yang tiba-tiba membuatku terperangah. Duh, mungkinkah dugaanku akan benar? Aku menelan ludahku sendiri. Mendadak sangat penasaran dengan apa yang akan dikatakan Fadil padaku. "Apa? Cepat ya, gak usah pakai drama!" ketusku dengan masih membuang muka. Meski penasaran dengan apa yang akan Fadil katakan, tetapi di sisi lain aku juga mulai muak dengan keadaan ini. Terlebih aku juga tak ingin jika tiba-tiba aku teringat dengan hal-hal masa lalu kami. Karena bagiku itu sangat menganggu! "Aku masih mencintaimu." Baru satu kalimat saja sudah membuat kedua mataku membulat seketika. Perasaan akan dugaanku terasa semakin nyata. Bagaimana
#HDMSBab 34 Bertemu KembaliSeperti aktivitasku sebelumnya pagi ini aku mengantar Arsya ke sekolah. "Bunda nanti jemput, ya," kata Arsya. "Iya, InsyaaAllah," balas ku sembari tersenyum. Arsya lalu mencium takzim tangan kananku. Lalu bergegas masuk ke dalam ruang kelasnya. Sebagai ibu aku cukup bangga dan bahagia melihat Arsya di usianya yang sekarang selalu bisa mengerti akan keadaanku. Apalagi semenjak kepergian mas Erlangga ia lah yang kerap menjadi pelipur laraku. "Assalamu'alaikum."Mendadak aku terdiam setelah mendengar seseorang berucap salam di dekatku. Bersamaan dengan itu salah satu tanganku telah berhasil menemukan kunci sepeda motorku. Aku menoleh kearah belakang dimana aku mendengar sumber suara yang barusan berucap salam. Dan betapa terkejutnya aku ketika aku mengetahui siapa orang tersebut. "Fadil?" lirihku sambil menatap wajah mantan suamiku itu. "Assalamu'alaikum Ratna," ucap Fadil lagi. "Waalaikumsalam." Dengan nada sedikit pelan aku membalas salam dari Fadi
#HDMSBab 33 Rahasia Fadil"Rahasia?" aku terkejut setengah mati setelah mendengar bapak akan menjelaskan tentang rahasia Fadil kepadaku. Ya, rahasia dimana mantan suamiku itu ternyata masih menyimpan rasa padaku. Lebih tepatnya ia tak pernah menghilangkan perasaannya terhadapku sekalipun kami telah berpisah. "Dia juga yang ingin melamarmu setelah selesai masa iddahmu waktu itu." Kembali aku dibuat tercengang mendengar bapak berkata demikian. Setelah tiga bulan berlalu entah mengapa bapak mengatakan hal ini padaku. Padahal aku sendiri merasa sudah lebih baik tanpa keberadaan Fadil dan keluarganya. Bapak melanjutkan perkataannya yang mana beliau menjelaskan jika ternyata semua perbuatan jahat Fadil terhadapku bukan semata-mata ia ingin menyakitiku. Bukan karena ia membenciku. Bukan! Melainkan karena ia menuruti perkataan dari bu Susi. Ibu kandungnya sendiri. Waktu itu setelah kembalinya Sandra ke kehidupan Fadil, bu Susi yang memang sejak dulu sangat menyukainya dan berharap ia la
#HDMSBab 33 PamitSejenak aku terpaku melihat bu Susi yang sedang duduk di kursi roda dengan keadaan seperti mengalami strok. Benar, tamu yang hadir malam ini adalah Fadil dan ibunya. Tanpa Sandra yang biasanya ikut kemanapun kedua makhluk ini berada. Mm, kemana dia, ya? Jujur ketika melihat Fadil lah yang menjadi tamu yang ditunggu-tunggu ibu sejak tadi membuatku kecewa sekaligus prihatin. Kecewa karena awalnya aku mengira tamu yang dimaksud ibu mungkin adalah saudara jauh kami atau teman lamanya. Sebab, selama ini ibu akan selalu tampak bahagia jika ada saudara atau temannya lah yang akan mengunjunginya. Namun, melihat kondisi bu Susi yang demikian aku juga ikut prihatin. Di sisi lain aku juga bertanya-tanya dengan keadaannya yang sekarang. Pantas saja hampir satu bulan ini aku tak lagi menjumpainya dimana pun. Termasuk saat berbelanja sayur atau acara PKK yang belum lama di gelar. "Duduk, Nduk," pinta bapak yang seketika membuyarkan lamunanku. Tanpa berkata apa-apa aku pun me
#HDMSBab 32 DilamarSuatu hari tak sengaja aku mendapati bapak sedang berbincang-bincang dengan seseorang di teras depan. Karena penasaran aku pun bergegas mengintip dari balik horden jendela yang berada tepat di belakang kursi teras. Dan saat aku mengetahui lawan bicara dari bapak kandungku itu membuatku sangat terkejut sekaligus tak percaya. Siapa lagi kalau bukan mantan terburuk. Fadil. "Mau ngapain lagi tuh mahkluk!" umpatku. Jengkel sekali rasanya melihat Fadil lagi-lagi hadir di rumah ini. Padahal baru beberapa pekan yang lalu ia datang ke sini bersama pak Rt dan bu Rt untuk meminta maaf dan berdamai. Tiba-tiba aku agak terkejut ketika melihat bapak dan mantan menantunya itu tertawa bersama. Sependengaranku mereka berdua tadinya tidak membahas hal-hal yang lucu. Atau aku saja yang tidak terlalu memperhatikan. Namun yang jelas, melihat bapak dan Fadil tertawa bersama seperti itu malah membuatku semakin jengkel jadinya. Sebab itu artinya bapakku sendiri sudah mulai kembali ny
#HDMSBab 31 Kedatangan Tamu Taj Diundang Sudah beberapa hari ini aku kembali mengurung diriku di rumah. Termasuk berbelanja dan mengantar Arsya ke sekolah aku meminta bantuan ke orang-orang yang ada di rumah. Bukan tanpa alasan aku memutuskan hal ini. Sebab, aku hanya ingin lebih menenangkan pikiranku saja. Karena sudah beberapa ini aku merasa Fadil selalu mengganggu. Ahh, kesal sendiri aku jadinya jika mengingat mantan terburuk ku itu. "Ibu atau kamu yang anter Arsya?" tiba-tiba ibuku muncul. Selalu saja pertanyaan ini yang beliau utarakan di setiap pagi. "Ibu saja lah," jawabku malas. Kalau hanya membeli bakso keliling yang biasanya lewat depan rumah aku masih bisa mengiyakannya. Tetapi untuk mengantar Arsya aku masih tak ingin. Bukan karena takut bertemu Fadil, tetapi lebih merasa risih jika melihatnya kembali.Dengan senyum manis ibu lantas pergi meninggalkanku. Aku tahu ibu tidak akan marah dengan sikapku barusan. Sebab aku yakin ibuku itu memahami betul apa yang sedang aku
#HDMSBab 30 Teringat Kembali"Kamu kenapa, Nduk? Ibu perhatiin seharian ini, kok, cemberut gitu? Ada masalah?" ibu menatapku dengan wajah gelisahnya. "Aku gak pa-pa, Bu. Ibu tenang aja," balasku berbohong. Sebab sebetulnya aku sedang berada di titik tidak baik-baik saja. Benar, setelah pulang berbelanja tadi pagi aku memilih untuk tidak menceritakan apapun kepada ibu dan bapakku. Mengingat umur mereka yang sudah mulai tua, aku juga tidak ingin menambah beban karena masalah yang dibuat mantan besannya itu. Namun ternyata pilihanku untuk tidak bercerita itu malah tanpa sadar membuatku tak banyak bicara sepanjang hari. Dimana hal itu membuat kedua orang tuaku khawatir. Astagfirullah. "Yakin? Jangan sungkan kalau mau cerita apa-apa. Aku ini ibumu, tau, lho kalau kamu sekarang ini pasti lagi kepikiran sesuatu," ujar ibuku yang entah mengapa tebakannya memang tepat. "Iya, Bu," balasku sambil tersenyum tipis. Lagi-lagi aku sungguh tak ingin membuat ibuku khawatir. Setelah ibuku pergi
#HDMSBab 29 Sepeninggal Mas ErlanggaTepat hari ini adalah hari terakhir masa iddah ku usai kepergian mas Erlangga yang menurutku sangatlah mendadak. Masih teringat jelas bagaimana akhir kehidupan dari suamiku itu. Sejujurnya aku bersyukur dan yakin jika mas Erlangga bisa mendapat tempat terbaik dari-Nya. Namun, di sisi lain aku juga kerap merasa menyesal ketika mengingat kembali kejadian-kejadian sebelum mas Erlangga meninggal. "Kenapa waktu itu aku gak tegur kamu,sih, Mas .... ?" pertanyaan inilah yang sampai detik ini masih menghantuiku. Menyesal. Sangat menyesal. Bahkan sekedar memanggil pun tidak aku lakukan. Mencari keberadaanmu yang jelas-jelas sebelum subuh mas Erlangga tak kembali ke dalam kamar. Astaghfirullah .... "Nduk?" terdengar lembut suara ibuku memanggil. Lekas aku mengusap air mata yang telah membasahi kedua pipiku. Aku berjalan menghampiri ibuku yang berdiri di ambang pintu. "Iya, Bu?" tanyaku. "Sudah, ya." Ibu mengelus bahu kananku sembari mengulas senyum m
#HDMSBab 28 Yang Terjadi pada Mas ErlanggaDi suatu malam aku tiba-tiba terbangun dari tidurku lalu menyadari mas Erlangga tak lagi ada di sisiku. Ketika ku lihat jam yang menempel di dinding waktu telah menunjukkan pukul tiga dini hari. "Tumben Mas Erlangga sholat gak ngajakin aku," keluhku. Karena tidak biasanya jika suamiku itu menunaikan sholat malam tidak mengajakku. "Astaghfirullah ... Pantesan aku gak diajak. Aku kan belum selesai haid." Ku usap wajahku dengan agak kasar. Menyadari alasan yang membuat mas Erlangga tak mengajakku untuk sholat aku pun memutuskan untuk kembali tidur. Namun, entah mengapa tiba-tiba aku malah tak bisa melanjutkan tidurku. Mataku seakan segar bugar dan tak merasa kantuk sama sekali. Dan kebetulan juga tiba-tiba aku merasa haus. Aku pun keluar kamar menuju dapur untuk mengambil segelas air. Saat berjalan menuju dapur dan melewati ruang sholat aku melihat mas Erlangga yang sepertinya sudah selesai menunaikan sholatnya. Tetapi, karena ingin mengam