Pov Stela"Hah! Berani kamu mengotori wajahku!" teriakku sangat kesal. Rasanya darah ini mau naik ke ubun-ubun. Dari rumah sudah dandan cantik, tapi anak pengulung ini berani merusaknya. Dikia dirinya siapa!"Itu pantas untukmu. Lagian siapa suruh ganggu aku. Makanya jangan berlagak kamu itu juga orang kaya. Kamu kira aku tidak tau kalau ibumu buka warung demi memenuhi kebutuhanmu. Ngaca dong!"Bukannya tambah takut, Yana justru semakin bersuara lantang. Aku kira ia gadis bodoh karena tak bergaul dan hanya anak dari orang tua tak berpendidikan. Tapi aku salah, justru ia sangat berani."Jangan kamu kira aku akan diam saja." Aku menujuknya dengan tangan kiri. "Uh!" Lalu kulempar ke lantai, baju yang terlipat rapi di meja. Biar saja ia repot mengerjakan lagi. Siapa suruh melawan aku.
Baru buka aplikasi baca novel online, aku dibuat takjub dan seakan tak percaya jika ada fotoku terpampang di sana. Salah satu penulis pavorit. Bahkan saat memegang ponsel, tanganku bergetar saking tak percaya. Ini seperti mimpi. Bagaimana mungkin aku bisa mencapainya karena sadar akan pendidikan tak tinggi."Alhamdulillah, Alhamdulillah." Ucapan syukur bahkan sulit mengungkapkan dengan kata-kata, betapa aku sangat bahagia."Ada apa sih, Rin? Kok?" Mas Bayu menatapku dengan alis bertaut. Air mataku berlinang sambil tersenyum, ini air mata bahagia."Mas, aku, aku ada di sini." Kusodorkan ponsel ke mas Bayu."Hah? Maksudnya, Rin?" Mas Bayu menerima ponselku. Lalu ia fokus melihat layar ponsel."Aku, aku bisa jadi penulis top, Mas. I-itu foto aku ada di sana." Bahkan suaraku gug
Akhirnya sifat asli Inur keluar. Katanya berpendidikan tapi kok cara bicara kampungan dan seola tak pernah belajar attitude. Dan yang lebih parahnya, muka Stela berubah seakan malu tampak kampungan di depan Kelfin. Pasti Stela gengsi atau merasa dipermalukan secara tidak langsung."Apa?" Hanya itu yang kuucapkan dengan berdiri santai menatap Inur."Ya, apa kamu kira kami tak kenal siapa kamu? Jangan sok deh, baru juga nulis asal-asalan dan foto terpampang di sana. Jangan kira kamu merasa bangga seolah tak mengenal kami. Semua orang tau, kalian berdua hanya anak pengulung." Inur melotot sambil menujukku dan Yana. Hinaan, di mana pun tempatnya, ia tetap bicara seolah kalau ini di rumah ibu mertua. Memalukan."Diam, Mbak." Stela menyenggol sikunya ke Inur. Terlihat mukanya merah, mungkin berusaha agar Inur tak membuka kedoknya. Tentu aku tahu, ia mal
Astaga, pergulatan semakin panas antara Stela dan kakak ipar tersayangnya. Bahkan Inur pun tak tinggal diam membabi buta Stela dengan membalas tamparan. Ops! bukan tamparan, tepatnya kaki Stela yang berhasil menghantam pipi Inur hingga meninggalkan jejak memerah. Kulit pipi glowing Inur, kini memerah sebelah. Ck ck ck, pasti perih, Maaak."Jaka, pegangi Inur!" teriak ibu mertua sambil menahan Stela."Aduuh! Tenang, Nuuur!" Mas Jaka pun berusaha memegang istrinya. Tapi Inur tak bisa ditenangkan hingga ia terus berusaha mengejar Stela, dan ...."Aak! Aduuuh." Siku Inur berhasil mendarat di pipi mas Jaka, tanpa disengaja. "Sakit, Nur!" teriakan mas Jaka mengernyit kesakitan sambil memegang pipinya. Ow ow ow, aku menimati tontonan ini.Jika ada emak-emak kampung bersikap barbar. Inilah yang kusaksikan. Tapi s
Tentu saja aku tak mau membantu mereka. Lah hinaan mereka masih meninggalkan luka di hati. Jika malam ini aku di sini, lantaran semata-mata demi mas Bayu. Aku takut ia berbuat nekat lagi jika diabaikan."Loh, itu aja perhitungan. Lagian aku ini ibu suamimu, Stela adik suamimu." Ucapan ibu mertua ditekan seolah aku harus tetap membantunya, karena mereka keluarga mas Bayu. Seperti tak bersalah saja jika pernah mengatakan aku menantu gil*. Dan sampai detik ini, perbuatannya melempar wajahku dengan uang masih menyisakan luka seolah aku pembantu, bukan menatunya."Tuh dengar. Mertua itu sama seperti ibumu, sampai sini ngerti nggak?""Ya bedalah, perlu kujelaskan?""Tak berpendidikan tinggi berlagak sok pintar."Astaga, ini Jaka cara bicaranya sok dan seolah mengajarik
Pov InurTidak bisa dimaafkan. Stela telah melukai wajahku dengan goresan kukunya. Melawan pun aku kalah tenaga. Tentu saja aku kalah, aku belum lama selesai operasi caesar. Uh! Tiba-tiba bekas jahitan di perut terasa ngilu."Jaka, tolong adikmu, Ibu dapat uang dari mana?" Ibu mertua meratapi putri gil*nya.Dikiranya aku akan kasihan dengan air mata itu. Justru aku membencinya karena yang dikhawatirkan hanya Stela. Aku yang terluka fisik. Tapi seolah yang kualami hanya masalah biasa. Krim wajahku saja mahal. Cantik itu butuh biaya."Iiih, Ibu nih. Aku nggak punya uang. Gajiku dipegang Inur. Lagian listrik di rumah ini aku yang nanggung. Ibu coba lagi pinjam ke Bayu."Bagus, suamiku menolek membantu. Lagian gajinya aku yang pegang. Wajar dooong, aku kan istrinya. Aku bu
"Maaf ya, Rin, seharusnya aku mendengarkan ucapanmu agar tidak pergi ke rumah Ibu." Mas Bayu berbaring. Matanya menatap langit-langit kamar."Aku udah tau sifat Ibu dan saudaramu, Mas. Terutama sifat Inur. Makanya aku keberatan jika kita ke sana.""Iya, tapi aku sulit menolak. Toh Ibu wanita yang melahirkanku."Di sini tampak jelas karakter mas Bayu dengan kakaknya. Suamiku dari dulu paling tidak tegaan. Jika ibu dan saudaranya butuh pertolongan dan selagi bisa, pasti ia bantu. Beda dengan Jaka, ia perhitungan dan lebih mementingkan gengsi. Tapi kok orang seperti Jaka lama jatuhnya. Astagfirullah'alaziim, kok aku mikir begini ya?"Justru itu aku tidak tegas melarangmu, Mas. Lagian dosa jika aku memisahkanmu dengan Ibu." Mungkin ini namanya terpaksa menerima."Aku malu, merek
"Astagfirullah'alaziim." Lagi, aku berucap sambil mengurut dada. Berusaha sabar meskipun sulit. Informasi mpok Leha membuat hati panas dan amarah ini terasa ingin segera keluar."Aduuuh, jangan gitu, Rin. Tolong jangan libatkan aku. Ntar Ibu mertuamu nggak mau ngutangin aku lagi di warungnya.""Tenang, Mpok. Aku nggak bawa-bawa nama Mpok kok. Aku malah berterima kasih Mpok beri tau. Pantas ibu-ibu tetangga melihatku sinis. Tadinya aku udah merasakan nggak enak." Terbayang pandangan mereka saat aku memanggil mpok Leha tadi."Tau sendirilah, jika ibu-ibu di sini selalu percaya dengan ucapan sebelah pihak, seharusnya buktikan dulu dengan cari tau.""Tapi, Mpok nggak seperti mereka. Itu yang aku salut.""Ini efek hobi baca cerbung. Banyak pelajaran agar kita nggak bodoh."
Mas Bayu menelepon memberitahukan tentang kematian Stela. Innalillahi, tak menyangka jika umur Stela sependek ini. Bahkan yang lebih parahnya, Stela pendarahan hebat karena ingin menggugurkan kandungannya. Pemikiran yang pendek hingga gadis seperti Stela mau melakukan hal yang membuat ia kehilangan nyawa. Teringat bagaimana dengan angkuh, ia menghina dan membanggakan pendidikannya. Hanya saja pendidikan belum tentu membuat seseorang berpemikiran panjang. Semoga Tuhan mengampuni semua dosa Stela, Aamiin."Kamu penyebab anakku mati! Kamu yang membunuh anakku! Kamu pembawa sial!"Baru menginjakkan kaki di sini, mataku langsung disuguhkan pemandangan yang sangat memprihatinkan. Ibu mas Bayu menyalahkan Inur di depan para pelayat. Sebuah alasan yang tak berlogika, kenapa Inur disalahkan atas kematian Stela. Astagfirullah'alazim ... Astagfirullah'alazim.
Pov Bu IdaRasanya duaniaku mau runtuh. Siang ini ada seseorang datangkerumah memberi kabar tentang Stela. Dan yang membuat rasanya hampir berhentibernafas, Stela pendarahan di sebuah rumah seorang wanita, yang diketahui bahwawanita itu adalah dukun beranak. Ya Tuhan, jangan renggut anakku.Tadinya aku sudah sangat senang melihat Stela tidak lagimurung. Ia berdandan cantik seperti biasa ke kampus. Bahkan saat minta izin,terlihat senyum mengambang di bibirnya. Ia putriku yang cantik danberpendidikan.Berbagai cara telah dilakukan untuk menutupi kehamilanStela. Namun setelah kedatangan Leha, ia semakin terpuruk karena para tetanggamengetahui kehamilannya. Putri yang dibanggakan dengan berpendidikan, dimanjadan bahkan semua kemauannya selalu dipenuhi semaksimal kemampuanku, akhirnyabernasib seperti ini. &
Pov BayuMungkin saat ini Rina sudah mendapatkan apa yang ia mau.Surat cerai. Tak ingin larut dalam kesedihan akan rasa kehilangan, setiappulang kerja aku menyibukkan diri berkebun. Maksudnya berkebun dengan polybagdi halaman rumah. Dan kini, rumah terlihat hijau dengan sayuran yang mulaimenampakkan banyak daunnya. Sebuah hobi yang juga menghasilakan uang meskipuntak banyak.“Ini kopinya, Bay.”Kupalingkan muka ke teras, ibu meletakkan secangkir kopi dimeja. Tanpa diminta, ibu selalu melakukannya. Kadang sepiring pisang gorengjuga menemani memanjakan lidah. Hidangan sederhana yang mengingatkan aku padaRina. Dulu ia yang sering menghidangkan itu. Rina ..., rindu ini hanya untukmu.Setelah mencuci tangan, aku duduk di teras. Menikmatisuasana sore yang akan
Rasanya tak menyangka jika Inur akan seperti ini. Kulitwajah mulus, putih dan glowing sudah tak terlihat. Yang ada hanya seseorangyang mepunyai kulit bekas melepuh karena terbakar. Tapi hanya di bagian pipisebelah kanan, namun tetap saja terlihat mengerikan. Astagfirullah’alaziim.“Ka-kamu bukan Inur, tidak mungkin.” Jaka mungkin syokdengan apa yang dilihatnya. Dan mungkin semua orang di ruangan ini juga sepertiitu.“Mas, aku Inur istrimu,” lirih Inur berusaha mendekati Jaka.“Jangan mendekat! Aku takut melihatmu.”“Apa kamu tak bisa lihat jika Jaka takut melihatmu?” ketusibu mas Bayu. Dari cara bicaranya, bisa dipastikan jika ia tak menyukai Inur.“Bu, aku istri Mas Jak
“Kita jalan-jalan ke mana, Rin?” tanya Ibu sambil memasukanmakanan ke rantang.“Ke danau aja, Bu. Di sana pemandangannya bagus.”“Nggak apa-apa rumah makan ditinggal?” tanya bapak sepertienggan pergi. Tentu saja bapak merasa senang dengan usaha rumah makan ini. Kamibisa makan enak dan menghasilkan uang. Dari penghasilan rumah makan, tak lupa disisihkanuang buat biaya kuliah Yana. Dan ini lebih baik dari dulu saat bapak menjadipemulung.“Sekali-sekali apa salahnya kita refreshing, Pak. Lagian adaDoni yang ngurusin rumah makan kita. Kita percayakan saja, toh ia orangnyajujur kok.”“Bukan itu masalahnya, hanya saja Bapak merasa nyamanmengurus usaha ini.”“Iih, Bapak.
Pov Bu Ida“Wah, banyak sekali belanjaanmu, Stel.”“Iya dong, Bu. Kapan lagi aku menikmati hidup kalau bukansekarang.” Stela duduk sambil meletakkan semua belanjaanya di meja. “Ini untukIbu.” Stela menyodorkan sebuah kantong belajaanya padaku.“Ini buat Ibu ya?” Senang sekali Stela membelikan akusesuatu. Segera aku buka kantong itu.“Iyaaa. Semoga cocok sama Ibu.”“Waaah, gamisnya bagus sekali, Stel. Trus ini sendalnya ...,astaga, harganya mahal sekali.” Baru kali ini aku punya sendal mahal. Palingamahal yang pernah aku punya hanya sekitar sembilan puluh ribu. Mendadak merasajadi orang kaya deh.“Kapan Bagas ke sini lagi? Trus kapan ia membelikan mobildan rumah?”Dari setelah menikah hanya janji yang ada. Bagas hanyasekali ke sini setelah menikah. Stelah itu tak muncul lagi. Aku tahu Stelatidak mempermasalahakan itu, yang penting uangnya
Pov Inur“A-apa? Kamu minta cerai, Nur?” Suara mas Jaka tergagap.Tepatnya mungkin ia merasa syok dengan permintaanku. Lah iya laah, siapa jugamau punya suami cac*t dan tak berg*na. Aku masih cantik dan bisa mencari lelakilain yang bisa memanjakan diri dengan uang.“Sudah putraku begini ulahmu, kamu meninggalkannya tanparasa kasihan?” Ibu yang masih berstatus ibu mertua, bersuara lantang menatap. Dikiranyaaku akan diam saja, nggak dong. lagian apa lagi yang bisa diharapkan dari keluargaini. Capek iya.“Mungkin nih ya, ia lebih tertarik sama su*mi orang, Bu,”timpal Stela mencemooh. “Kamu juga sadar diri dong, statusmu apa?” Tentu aku tidaktinggal diam.“Aku lebih ba
Pov Jaka“Tidak! Tidak! Ini pasti mimpi, ini pasti mimpi!”“Kakiku! Ibu ... kakiku, Ibu ....”“Aaaak! Aku mau mati saja, aku tak ingin hidup lagi, Ibu....”Teriakan ini berkali-kali saat melihat dan merasakan, akukehilangan kedua kaki. predikat lelaki cacat yang tidak berguna, itulahsebuatanku. Tidak, ini hanya mimpi. Tidak!“Sabar, Nak. Sabar ....” Ibu memelukku ketika aku tak mampulagi berdiri sendiri. Di ranjang ini, disaksikan semua keluarga betapa malangnyanasibku. Kecelakaan itu membuatku kehilangan kaki. Bahkan di setelah kecewamelihat Inur selingkuh. Istri yang dipuja, dibanggakan dengan pintarnya merawatdiri, tapi tega mengkhianati. Aku seperti seonggok sampah yang ta
Ini bukan karena aku tak kasihan ke Raka, tapi ini demikebaikan dan kelangsungan hidup membesarkannya. Tak ada niat memisahkan antaramas Bayu dengan Raka, namun ini masalah kenyamanan. Jika aku memaksakan tetapbersama mas Bayu, mau tak mau pasti berhubungan dengan ibu dansaudara-saudaranya. Untuk mencari uang akan terhalang karena memikirkan banyak masalahyang timbul. Aku capek dan jenuh dengan semua itu.Tentang sikap mas Bayu akan berubah, itupun membuatku takyakin. Jika mas Bayu kecewa dengan penolakan dari aku, itu tetap terjadi danaku harus memikirkan diri sendiri. Menenggang rasa sudah dilakukan dari dulu.Hasilnya, aku terbelenggu seputar masalah itu juga tanpa ada solusi darinya.“Jangan pernah istilah janda menjadikanmu minder. Hidupkalau memikirkan tentang pendapat orang tak akan habis. Pikirkan bagaimanamembesarkan Raka de