Pov BayuStela adikku. Saat ia tumbuh dewasa, ia bukan lagi adik kecil yang kubimbing saat menyeberang jalan. Bermain di halaman rumah, berlari. Saat ia terjatuh, aku yang menggendongnya meskipun akhirnya akulah yang dimarahi ibu karena tak bisa menjaganya. Namun, sekarang ia malu mengakui diriku kakaknya, ada rasa sedih dan kehilangan. Adik yang kusayang, adik yang kumanja akan tega berbuat ini. Dan itupun di saat aku tak bisa memberi lagi. Dan rasa hormat itu sudah lama hilang seiring hilangnya satu kakiku."Masuk aja, Mas. Itu Yana lagi kerja di dalam," ucap Kelfin menujuk ke arah laundry."Oh iya, Kelfin. Maaf mengganggu Yana kerja.""Nggak apa-apa, Mas." Lalu ia melihat ke arah Rina. "Singgah dulu, Kak Rina.""Lain kali aja, Kelfin. Lagian kami mau jalan jualan," sahut
Pov BayuMuka Stela makin tegang saat Rina menyebut jika kami sudah punya nomor ponselnya. Mungkinkah istriku akan membuka kedok Stela. Biarlah Rina bicara selagi itu benar."Oh, iya, Fin, lagian aku sudah minta nomor Mas ini barusan. Yok kita masuk." Stela menimpali seakan takut kami memberitahu kebenaranya."Oh gitu. Tapi ngapain terburu, Stel? Katanya mau pesan rendang lagi." Kelfin menunjuk uang di tangan Stela."Oh, mm iya sih." Stela tergagap. Sangat terlihat ia panik."Mm ini uangnya, Mbak. Antarin aja rendang itu buat Ibuku." Stela meletakkan uang dua puluh ribu di atas becak motor, lalu menarik tangan Kelfin ingin masuk ke rumah. Tepatnya ia menghindari agar tak ketahuan."Iya, Stela. Santai aja, kok terburu sih?" Kelfin tak kuas
Menunggu di atas becak motor kelamaan. Mas Bayu pakai acara berdiri di balik dinding pagar seperti enggan untuk masuk. Aneh, kok mas Bayu begitu? Jika kubiarkan, Raka juga semakin lama ditinggal dengan ibu. Kuputuskan untuk mendekati mas Bayu."Nah, itu Mpok tau, itu yang kumaksud." Terdengar ibu mertua bicara. Tak tahu dengan siapa karena aku masih berdiri di belakang mas Bayu."Oooh, berarti Rina di sini yang nggak beres. Masak udah ditolong mertua bantu biaya makan tapi balasannya pelit."Astaga, itu kan suara mpok Yuyun, tetangga langganan ibu mertua. Jadi mereka membicarakan aku. Aku yakin ibu mertua bicara buruk tentang aku hingga mpok Yuyun menanggapi miring."Sebenarnya aku juga malu, Mpok. Bayu cac*t dan nggak ada yang bisa dibanggakan. Ia bisa apa dengan kakinya. Mana ada orang mau nerima Bayu kerja k
Hari ini hanya mas Bayu yang jualan keliling. Aku di rumah tetap buka warung nasi Padang. Mengurus Raka sambil jualan, jika sedang sepi disempatkan menulis karena lebih fokus malam hari. Bagiku menulis sebuah hoby baru. Tak terbayangkan bisa menghasilkan uang dan bahkan merubah hidupku. Alhamdulillah."Yakin pergi jualan sendiri, Mas?" tanyaku saat meletakan barang dagangan ke becak motor."Yakinlah, Rin. Biar kaki satu aku bisa melakukannya kok.""Bukan gitu, aku hanya nggak enak lihat kamu menatap seragam teman sekantormu dulu."Teringat raut sedih wajah mas Bayu menatap baju kerja Adi, teman sekantornya dulu. Aku tahu ia sedih pada akhirnya seragam itu terpaksa dilepaskan. Padahal saat itu mas Bayu sedang giat bekerja dan kami pun sudah berencana ingin kredit rumah."Iya,
Pov YanaIsh! Ni anak kenapa sih bikin status menyindir. Aku nggak ganggu dia tapi dia kepanasan. Kalau bukan karena adik mas Bayu, sudah kulawan.Kesal sekali. Buka facebook tiba-tiba status Stela lewat. Statusnya sangat jelas menyindirku.[Babu jangan menghayal jadi nyonya. Ngaca dong! Situ merasa menarik? Sudah, selsaikan aja tu cucian, bukankah digaji?]Membaca statusnya jantungku terasa panas. Aku kerja di laundry ibunya Kelfin, kok dia yang tidak suka. Lagian aku kerja bukan dia yang gaji. Tak masalah ia malu mengakui mengenalku. Toh aku juga tak peduli. Bagiku cari uang biar bisa menabung beli laptop dan melanjutkan pendidikan. Karena aku sadar jika orang tuaku belum mampu."Ada apa sih, Yan? Kok melihat ponselnya rada kesal gitu," tanya mbak Rina.
Pov Stela"Hah! Berani kamu mengotori wajahku!" teriakku sangat kesal. Rasanya darah ini mau naik ke ubun-ubun. Dari rumah sudah dandan cantik, tapi anak pengulung ini berani merusaknya. Dikia dirinya siapa!"Itu pantas untukmu. Lagian siapa suruh ganggu aku. Makanya jangan berlagak kamu itu juga orang kaya. Kamu kira aku tidak tau kalau ibumu buka warung demi memenuhi kebutuhanmu. Ngaca dong!"Bukannya tambah takut, Yana justru semakin bersuara lantang. Aku kira ia gadis bodoh karena tak bergaul dan hanya anak dari orang tua tak berpendidikan. Tapi aku salah, justru ia sangat berani."Jangan kamu kira aku akan diam saja." Aku menujuknya dengan tangan kiri. "Uh!" Lalu kulempar ke lantai, baju yang terlipat rapi di meja. Biar saja ia repot mengerjakan lagi. Siapa suruh melawan aku.
Baru buka aplikasi baca novel online, aku dibuat takjub dan seakan tak percaya jika ada fotoku terpampang di sana. Salah satu penulis pavorit. Bahkan saat memegang ponsel, tanganku bergetar saking tak percaya. Ini seperti mimpi. Bagaimana mungkin aku bisa mencapainya karena sadar akan pendidikan tak tinggi."Alhamdulillah, Alhamdulillah." Ucapan syukur bahkan sulit mengungkapkan dengan kata-kata, betapa aku sangat bahagia."Ada apa sih, Rin? Kok?" Mas Bayu menatapku dengan alis bertaut. Air mataku berlinang sambil tersenyum, ini air mata bahagia."Mas, aku, aku ada di sini." Kusodorkan ponsel ke mas Bayu."Hah? Maksudnya, Rin?" Mas Bayu menerima ponselku. Lalu ia fokus melihat layar ponsel."Aku, aku bisa jadi penulis top, Mas. I-itu foto aku ada di sana." Bahkan suaraku gug
Akhirnya sifat asli Inur keluar. Katanya berpendidikan tapi kok cara bicara kampungan dan seola tak pernah belajar attitude. Dan yang lebih parahnya, muka Stela berubah seakan malu tampak kampungan di depan Kelfin. Pasti Stela gengsi atau merasa dipermalukan secara tidak langsung."Apa?" Hanya itu yang kuucapkan dengan berdiri santai menatap Inur."Ya, apa kamu kira kami tak kenal siapa kamu? Jangan sok deh, baru juga nulis asal-asalan dan foto terpampang di sana. Jangan kira kamu merasa bangga seolah tak mengenal kami. Semua orang tau, kalian berdua hanya anak pengulung." Inur melotot sambil menujukku dan Yana. Hinaan, di mana pun tempatnya, ia tetap bicara seolah kalau ini di rumah ibu mertua. Memalukan."Diam, Mbak." Stela menyenggol sikunya ke Inur. Terlihat mukanya merah, mungkin berusaha agar Inur tak membuka kedoknya. Tentu aku tahu, ia mal
Mas Bayu menelepon memberitahukan tentang kematian Stela. Innalillahi, tak menyangka jika umur Stela sependek ini. Bahkan yang lebih parahnya, Stela pendarahan hebat karena ingin menggugurkan kandungannya. Pemikiran yang pendek hingga gadis seperti Stela mau melakukan hal yang membuat ia kehilangan nyawa. Teringat bagaimana dengan angkuh, ia menghina dan membanggakan pendidikannya. Hanya saja pendidikan belum tentu membuat seseorang berpemikiran panjang. Semoga Tuhan mengampuni semua dosa Stela, Aamiin."Kamu penyebab anakku mati! Kamu yang membunuh anakku! Kamu pembawa sial!"Baru menginjakkan kaki di sini, mataku langsung disuguhkan pemandangan yang sangat memprihatinkan. Ibu mas Bayu menyalahkan Inur di depan para pelayat. Sebuah alasan yang tak berlogika, kenapa Inur disalahkan atas kematian Stela. Astagfirullah'alazim ... Astagfirullah'alazim.
Pov Bu IdaRasanya duaniaku mau runtuh. Siang ini ada seseorang datangkerumah memberi kabar tentang Stela. Dan yang membuat rasanya hampir berhentibernafas, Stela pendarahan di sebuah rumah seorang wanita, yang diketahui bahwawanita itu adalah dukun beranak. Ya Tuhan, jangan renggut anakku.Tadinya aku sudah sangat senang melihat Stela tidak lagimurung. Ia berdandan cantik seperti biasa ke kampus. Bahkan saat minta izin,terlihat senyum mengambang di bibirnya. Ia putriku yang cantik danberpendidikan.Berbagai cara telah dilakukan untuk menutupi kehamilanStela. Namun setelah kedatangan Leha, ia semakin terpuruk karena para tetanggamengetahui kehamilannya. Putri yang dibanggakan dengan berpendidikan, dimanjadan bahkan semua kemauannya selalu dipenuhi semaksimal kemampuanku, akhirnyabernasib seperti ini. &
Pov BayuMungkin saat ini Rina sudah mendapatkan apa yang ia mau.Surat cerai. Tak ingin larut dalam kesedihan akan rasa kehilangan, setiappulang kerja aku menyibukkan diri berkebun. Maksudnya berkebun dengan polybagdi halaman rumah. Dan kini, rumah terlihat hijau dengan sayuran yang mulaimenampakkan banyak daunnya. Sebuah hobi yang juga menghasilakan uang meskipuntak banyak.“Ini kopinya, Bay.”Kupalingkan muka ke teras, ibu meletakkan secangkir kopi dimeja. Tanpa diminta, ibu selalu melakukannya. Kadang sepiring pisang gorengjuga menemani memanjakan lidah. Hidangan sederhana yang mengingatkan aku padaRina. Dulu ia yang sering menghidangkan itu. Rina ..., rindu ini hanya untukmu.Setelah mencuci tangan, aku duduk di teras. Menikmatisuasana sore yang akan
Rasanya tak menyangka jika Inur akan seperti ini. Kulitwajah mulus, putih dan glowing sudah tak terlihat. Yang ada hanya seseorangyang mepunyai kulit bekas melepuh karena terbakar. Tapi hanya di bagian pipisebelah kanan, namun tetap saja terlihat mengerikan. Astagfirullah’alaziim.“Ka-kamu bukan Inur, tidak mungkin.” Jaka mungkin syokdengan apa yang dilihatnya. Dan mungkin semua orang di ruangan ini juga sepertiitu.“Mas, aku Inur istrimu,” lirih Inur berusaha mendekati Jaka.“Jangan mendekat! Aku takut melihatmu.”“Apa kamu tak bisa lihat jika Jaka takut melihatmu?” ketusibu mas Bayu. Dari cara bicaranya, bisa dipastikan jika ia tak menyukai Inur.“Bu, aku istri Mas Jak
“Kita jalan-jalan ke mana, Rin?” tanya Ibu sambil memasukanmakanan ke rantang.“Ke danau aja, Bu. Di sana pemandangannya bagus.”“Nggak apa-apa rumah makan ditinggal?” tanya bapak sepertienggan pergi. Tentu saja bapak merasa senang dengan usaha rumah makan ini. Kamibisa makan enak dan menghasilkan uang. Dari penghasilan rumah makan, tak lupa disisihkanuang buat biaya kuliah Yana. Dan ini lebih baik dari dulu saat bapak menjadipemulung.“Sekali-sekali apa salahnya kita refreshing, Pak. Lagian adaDoni yang ngurusin rumah makan kita. Kita percayakan saja, toh ia orangnyajujur kok.”“Bukan itu masalahnya, hanya saja Bapak merasa nyamanmengurus usaha ini.”“Iih, Bapak.
Pov Bu Ida“Wah, banyak sekali belanjaanmu, Stel.”“Iya dong, Bu. Kapan lagi aku menikmati hidup kalau bukansekarang.” Stela duduk sambil meletakkan semua belanjaanya di meja. “Ini untukIbu.” Stela menyodorkan sebuah kantong belajaanya padaku.“Ini buat Ibu ya?” Senang sekali Stela membelikan akusesuatu. Segera aku buka kantong itu.“Iyaaa. Semoga cocok sama Ibu.”“Waaah, gamisnya bagus sekali, Stel. Trus ini sendalnya ...,astaga, harganya mahal sekali.” Baru kali ini aku punya sendal mahal. Palingamahal yang pernah aku punya hanya sekitar sembilan puluh ribu. Mendadak merasajadi orang kaya deh.“Kapan Bagas ke sini lagi? Trus kapan ia membelikan mobildan rumah?”Dari setelah menikah hanya janji yang ada. Bagas hanyasekali ke sini setelah menikah. Stelah itu tak muncul lagi. Aku tahu Stelatidak mempermasalahakan itu, yang penting uangnya
Pov Inur“A-apa? Kamu minta cerai, Nur?” Suara mas Jaka tergagap.Tepatnya mungkin ia merasa syok dengan permintaanku. Lah iya laah, siapa jugamau punya suami cac*t dan tak berg*na. Aku masih cantik dan bisa mencari lelakilain yang bisa memanjakan diri dengan uang.“Sudah putraku begini ulahmu, kamu meninggalkannya tanparasa kasihan?” Ibu yang masih berstatus ibu mertua, bersuara lantang menatap. Dikiranyaaku akan diam saja, nggak dong. lagian apa lagi yang bisa diharapkan dari keluargaini. Capek iya.“Mungkin nih ya, ia lebih tertarik sama su*mi orang, Bu,”timpal Stela mencemooh. “Kamu juga sadar diri dong, statusmu apa?” Tentu aku tidaktinggal diam.“Aku lebih ba
Pov Jaka“Tidak! Tidak! Ini pasti mimpi, ini pasti mimpi!”“Kakiku! Ibu ... kakiku, Ibu ....”“Aaaak! Aku mau mati saja, aku tak ingin hidup lagi, Ibu....”Teriakan ini berkali-kali saat melihat dan merasakan, akukehilangan kedua kaki. predikat lelaki cacat yang tidak berguna, itulahsebuatanku. Tidak, ini hanya mimpi. Tidak!“Sabar, Nak. Sabar ....” Ibu memelukku ketika aku tak mampulagi berdiri sendiri. Di ranjang ini, disaksikan semua keluarga betapa malangnyanasibku. Kecelakaan itu membuatku kehilangan kaki. Bahkan di setelah kecewamelihat Inur selingkuh. Istri yang dipuja, dibanggakan dengan pintarnya merawatdiri, tapi tega mengkhianati. Aku seperti seonggok sampah yang ta
Ini bukan karena aku tak kasihan ke Raka, tapi ini demikebaikan dan kelangsungan hidup membesarkannya. Tak ada niat memisahkan antaramas Bayu dengan Raka, namun ini masalah kenyamanan. Jika aku memaksakan tetapbersama mas Bayu, mau tak mau pasti berhubungan dengan ibu dansaudara-saudaranya. Untuk mencari uang akan terhalang karena memikirkan banyak masalahyang timbul. Aku capek dan jenuh dengan semua itu.Tentang sikap mas Bayu akan berubah, itupun membuatku takyakin. Jika mas Bayu kecewa dengan penolakan dari aku, itu tetap terjadi danaku harus memikirkan diri sendiri. Menenggang rasa sudah dilakukan dari dulu.Hasilnya, aku terbelenggu seputar masalah itu juga tanpa ada solusi darinya.“Jangan pernah istilah janda menjadikanmu minder. Hidupkalau memikirkan tentang pendapat orang tak akan habis. Pikirkan bagaimanamembesarkan Raka de