"Nanti kalau Nanang sudah pulang, nanti tante akan menyuruhnya pergi ke rumah kamu, ya Sari," terang Bu Nanda."Iya Bu, saya tidak apa-apa, kok. Kalau memang Mas Nanang repot, dan urusannya belum selesai, tidak usah dipaksakan untuk pergi ke rumah Sari, Bu. Sari tidak ingin mengganggu urusan Mas Nanang," ucapku."Kamu pengertian sekali, Sari. Beruntung sekali Nanang bisa mendapatkan calon istri seperti kamu, yang sangat pengertian." Aku pun tersenyum meski sedikit dipaksakan.Dalam hatiku aku sangat senang sekali jika Mas Nanang tidak menemuiku. Jadi aku bisa beralasan untuk menolak perjodohan ini, dengan alasan Mas Nanang tidak suka kepadaku.Kami pun tak berlama-lama di rumah Mas Nanang, kami memutuskan untuk segera pamit pulang. Terlihat wajah Ayah sangat gelisah. Entah, apa yang dipikirkan beliau. Kemungkinan besar karena merasa tidak nyaman saat Mas Nanang tidak mau menemui aku.Sesampainya di rumah, Ayah dan Ibu langsung pergi ke kamar mereka. Ku lihat wajah Ayah semakin ditekuk
"Bang Manto! Tolong cepat ke sini, Bang!" teriakku dengan kencang.Setelah itu bang Manto pun datang, dan menyiapkan mobil. Tak butuh waktu lama ayah pun sudah masuk di dalam mobil dan langsung kami larikan ke Rumah Sakit.Saat tiba di Rumah Sakit, ayah langsung ditangani dengan baik. Dan dilakukan beberapa serangkaian pemeriksaan.Kalau dilihat dari gejalanya aku merasa kalai ayah terkena serangan jantung. Tapi aku berharap ayahku baik-baik saja. Selama ini ayah sering sakit-sakitan namun tidak pernah mau diperiksakan.Tiba-tiba datanglah bu Nanda, pak Norman dan seorang pria firasatku dia adalah Mas Nanang."Gimana kabar Pak Rudi, Bu?" tanya bu Nanda kepada ibu."Ini masih diperiksa oleh dokter, Bu," jawab ibuku."Semoga Pak Rudi baik-baik saja tidak ada masalah yang serius. Setelah mendengar kabar dari Ibu, kami pun langsung bergegas berangkat ke sini. Sungguh kami sangat khawatir dengan kesehatan beliau," kata bu Nanda."Firasat saya, sakit Pak Rudi karena sikap Nanang tadi pagi d
"Kamu kenapa, Dek?" tanyanya waktu itu."Aku masuk angin, Mas.""Masak setiap pagi kamu masuk angin, Dek? Jangan-jangan kamu hamil?" tanya Mas Nanang tidak percaya."Enggak mungkin lah Mas, aku sangat yakin kalau aku ini tidak sedang hamil. Mungkin karena aku sedang capek jadinya sering muntah," kataku meyakinkan.Di dalam hatiku yang paling dalam, sebetulnya aku sangat cemas. Aku takut kalau aku hamil beneran karena aku belum siap. Hal yang paling aku takutkan adalah jika mas Nanang menjadi berubah sikapnya kepadaku."Dek, kita periksakan saja ke dokter, biar kita tahu kamu itu sakit atau memang hamil," ajaknya."Tidak, Mas. Aku percaya aku nggak hamil kok. Aku kan minum pil KB secara rutin bahkan aku selalu meminumnya tepat waktu," tolakku halus.Setelah perdebatan yang sangat panjang, akhirnya aku pun mau diajak periksa ke Dokter. Setelah selesai diperiksa, aku pun dinyatakan positif hamil. Mendapatkan kabar dari dokter, membuat hatiku bimbang antara harus senang atau sedih mendapa
Terdengar suara dering di poselku dengan segera aku mengambilnya ternyata Desti yang menelepon. Dengan segera aku mengangkatnya."Sar, mohon maaf banget bukannya aku mau gimana-gimana, tapi aku beberapa kali melihat seseorang yang mirip sekali dengan ciri-ciri suamimu. Beberapa kali aku melihat dia sering lewat depan toko kita. Dan baru semalam dia mampir ke toko. Aku kira dia ke sini dengan kamu, niat hati ingin menyapa, baru aja mau buka mulut, eh, tiba-tiba disamperin oleh perempuan, perempuan itu adalah salah satu pelanggan setia kita lo.""Ciri-ciri perempuan itu seperti gimana, Des?""Orangnya manis, rambutnya lurus, panjang sebahu, kulitnya coklat, badannya padat berisi, dan ada lesung di pipinya.""Oh," jawabku. Berarti kecurigaanku benar, karena semalam dia ijin kepadaku ada meeting."Kok oh, sih Sar? Emang kamu kenal dengan wanita itu?""Enggak, aku nggak kenal dengan wanita yang ciri-cirinya kamu sebutin itu tadi.""Tapi aku yakin itu semalam suami kamu. Tapi apakah wanita
Tak butuh waktu lama, kami pun sudah sampai. Karena yang periksa tidak begitu banyak, jadi aku bisa diperiksa dengan lebih cepat. "Gimana hasilnya, Sar?" tanya Desti yang tiba-tiba mengagetkanku."Alhamdulillah semuanya baik, Des.""Cowok apa cewek?" tanyanya dengan mata berbinar-binar."Perkiraan cowok, Des. Tapi mau cowok atau cewek aku nggak masalah yang penting dia sehat.""Iya Sar betul itu, aduh aku nggak sabar ingin melihat keponakan aku ini, pasti kalau cowok bakalan wajahnya mirip kamu, Sar. Tapi mau mirip kamu atau suami kamu, pasti tetep cantik atau ganteng. Soalnya bibitnya sudah ganteng dan cantik.""Bisa saja kamu ini.""Des, setelah ini kita mampir makan dulu, ya!" kataku."Iya, mau makan di mana?""Gimana kalau makan di jalan Argosari.""Ide bagus itu, aku juga suka makan di situ. Masakannya lumayan enak dan pastinya harganya murah.""Wah. Kamu juga suka makan di situ toh?""Iya aku sudah langganan, pegawainya sampai hafal hehe," katanya sambil nyengir.Kami pun langs
"Kerjaannya sudah selesai, Mas?" tanyaku pura-pura tidak tahu dengan kejadian yang dialami Mas Nanang. Dalam hati aku tertawa bahagia dengan kondisinya sekarang."Udah kamu jangan banyak tanya!" timpalnya"Kamu ini dari mana saja, Sari? Ku cari dari tadi nggak ada! Pergi pun juga nggak ijin. Kalau ada apa-apa sama kamu terus gimana?" ucap Mas Nanang."Aku habis periksa ke dokter, Mas. Itu kenapa wajah kamu ...." Belum sampai selesai sudah di sahut oleh Mas Nanang."Masih tanya lagi! Cepetan ambilkan aku air es, setelah itu kompres wajahku!" titahnya, sambil memegangi wajahnya yang dipenuhi memar."Tapi, aku mau ganti baju dulu ya, Mas," pintaku."Iya cepetan ganti bajunya! Jangan lama-lama!" katanya setengah menyentak aku.Aku pun langsung segera masuk kamar dan berganti baju. Setelah itu, aku mengambil air es dan menuju ke tempat di mana Mas Nanang sedang duduk. Dengan segera aku kompres lukanya."Aduh, pelan-pelan dong Sari, ini sakit!" "Iya Mas, ini sudah pelan!" jawabku.Sesekali
Sekarang wajah Mas Nanang sedikit pucat."Ah masak, aku nggak percaya, nggak ada ini bekas lipstiknya!""Ngaca saja sana kalau nggak percaya!" jawabku lagi."Kenapa, kamu jadi pucat, Mas? Santai sajalah," kataku enteng. Sekarang dia hanya diam saja. Entah apa yang dia pikirkan."Kalau sedang kayak gini selalu ingat dengan aku ya, Mas? Coba kalau waktu Mas lagi senang, pasti Mas Nanang lupa dengan aku!" kataku lagi."Siapa yang bilang seperti itu? Aku tiap hari susah senang selalu ingat kamu, Dek!" katanya merayu."Sudahlah, jangan merayu aku begitu! Aku sudah tahu semuanya!" jawabku sambil aku memutar bola mataku dengan sangat malas mendengar perkataan dari suamiku."Kamu sudah tahu apa, Dek?""Sudahlah lupain, nggak tega mau ngomong sama kamu karena wajah kamu tambah pucat kayak gitu takut kamu denger langsung pingsan," jawabku sewot."Sampai kapan dia akan selalu berbohong," batinku. Sebetulnya aku sudah lelah kalau selalu dihadapkan situasi seperti ini. Jika aku keluar dari rumah
[Ke sini seperti biasa ya, tunggu Mas Nanang berangkat kerja.] Aku mengingatkan Desti agar tidak menjemputku saat Mas Nanang masih ada di rumah.[Siap. Ya sudah, kamu buruan tidur pastinya kamu capek!][Iya Des, makasih. Kamu juga cepetan istirahat!][Ok.]Kemudian aku pun segera beristirahat, tidak menunggu Mas Nanang selesai mengompres wajahnya. Karena aku sudah sangat capek dan malas dengannya.Pagi pun telah tiba, aku pun seperti biasa segera memasak, sedangkan Mas Nanang masih tidur.Aku pun langsung masak makanan kesukaanku. Aku berniat ingin membawa bekal ke toko. Sebetulnya aku sudah mulai pintar memasak, namun aku tidak pernah menunjukkan ke Mas Nanang. Entahlah sudah malas begitu dengan dia. Semenjak tahu hubungan serius Mas Nanang dengan Hana, aku pun dengan sengaja memakai baju daster yang jelek, agar Mas Nanang tidak tergoda. Aku merasa jij*k dengannya, lebih takut lagi jika terkena penyakit HIV atau sejenisnya. Apalagi aku sedang mengandung, aku harus berhati-hati lagi d
Poh HanaPov HanaTerpaksa hari ini aku mau diajak menginap lagi di hotel ini menemani lelaki tua ini. Selain uang, aku tak ingin jika harga diriku di kosan menjadi jelek gara-gara ulahnya."Aku tunggu di depan ya, Sayang," katanya saat aku masih merapikan penampilanku. Aku hanya diam tak menjawab perkataannya."Jangan, lama-lama siap-siapnya!" katanya lagi sambil berlalu."Iya," jawabku singkat.Ku lihat ponselku masih saja sepi, sama sekali tidak ada pesan masuk dari lelaki yang biasa pergi denganku, salah satunya Nanang, lelaki yang masih aku cintai untuk saat ini.'Kamu sedang apa di sana sih, Nang? Tega sekali kamu tidak memberiku kabar. Apa ini karena ada Sari di sana hingga kamu lupa dengan kekasihmu ini?' batinku kesal.Ah sudahlah, ada baiknya juga jika dia tidak menghubungiku. Kalau begini kan aku bisa leluasa pergi kemanapun, tanpa ada bayang-bayang lelaki yang cemburuan itu.Pokoknya kalau aku sudah punya banyak uang dari lelaki tua ini, aku bakal pergi jauh hingga lelaki
Pov Pak RudiPov Pak RudiSetiap pergi bersamanya aku tak lupa mengajaknya belanja. Namanya juga perempuan paling suka diajak belanja apalagi kalau dikasih uang gepokan, semua masalah langsung hilang seketika.***"Ayo, dimakan makanannya, Mi!" Ku lihat kekasihku hanya diam saja, tak sedikit pun menyentuh makanan yang sudah lima menit berada di meja depannya."Aku suapin ya, Mi," kataku sambil ku pegang tangannya dengan lembut.Aku yakin dia masih saja kepikiran dengan tawaranku semalam. Dia pasti bingung karena harus memilih menantu yang tak tahu d*iriku itu atau memilih uang yang aku punya.Katanya dia tidak menaruh hati ke pada menantuku itu, bagiku itu suatu kebohongan besar. Saat ku intip di rumah sakit, sorot mata kekasihku itu tidak seperti jika dengan seorang lelaki lainnya. Jelas terlihat kalau dia menaruh hati ke pada Nanang.Aku ini orang dewasa yang sudah berumur mana mungkin dia bisa membo
Pov Hana"Kamu jangan gila, Pi! Kalau dibilang aku belum ya belum siap!" Aku kesal sekali mendengarkan perkataan lelaki ini."Sudahlah, Mi! Ini sudah malam, jangan, berisik!""Papi jangan aneh-aneh ya sama aku. Jika apa yang Papi bicarakan itu sampai terjadi, jangan harap Mami akan mau menemui Papi lagi," kataku yang tak memperdulikan perkataannya."Memangnya mau sampai kapan hubungan kita ini? Kamu itu harusnya seneng kalau ada laki-laki yang mau menghalalkan kamu, Mi. Walau cuman dengan nikah siri sudah cukup bagi papi, yang penting kita bisa sah sebagai suami istri walau hanya secara agama.""Meski nikah siri pun aku tidak mau, Pi!" Aku tetap menolak tawarannya. "Terserah! Ini sudah keputusan papi. Kalau Mami tidak mau, papi akan cari wanita yang lebih cantik dan lebih segalanya daripada Mami!""Terserah kalau itu mau Papi. Aku jamin tidak akan ada wanita yang lebih baik daripada mami," kataku setengah meninggi.
Pov HanaKu perhatikan dari tempat tidur, lelaki tua itu mengambil bajunya kemudian dia kenakan. Rasanya dia beneran ingin pergi dari hotel ini."Pi!" teriakku. Aku pun bergegas menyusulnya."Papi!" Lelaki tua itu tetap tak menjawab panggilanku bahkan terus saja meneruskan aktifitasnya."Jangan, marah gitu dong, Pi. Mami itu hanya kecapekan saja, banyak pekerjaan di kantor yang membuat pikiran mami jadi pusing. Maaf ya, jika perkataan mami membuat Papi marah," rayuku."Papi, kok diam saja, sih!" kataku sambil memeluk tubuhnya dari belakang.Bukannya dia membalas pelukanku, malah dia justru menghempaskan tanganku."Papi jangan marah sama mami, ya. Mami itu sebenarnya juga sayang sama Papi. Mami dengan dia tidak ada hubungan yang serius. Hanya hubungan saling membutuhkan saja tanpa ada cinta. Sama seperti yang mami lakukan dengan yang lainnya, tanpa ada rasa cinta sama sekali," kataku. Aku berani berbicara seperti itu kare
Pov Hana"Apa susahnya Mi jawab pertanyaan papi? Kalau Mami tidak kasih jawaban sekarang, yang ada papi tidak bisa tenang. Mami sudah tahu sendiri kan papi ini cinta mati sama Mami."Aku hanya terdiam menanggapi perkataannya."Ayolah, Mi. Memangnya yang masih dipikirin apa sih, Mi?" Dia sekarang terlihat lebih memaksa."Papi kan juga sudah punya segalanya. Punya perusahaan, punya uang banyak. Mami minta apapun pasti papi bakalan turuti. Minta mobil minta rumah pasti akan papi belikan.""Lihat, mata papi!"Tangannya melingkar ke pundakku dan menatapku dengan lekat."Papi ini sangat mencintai Mami. Nggak mau kalau ada lelaki lain menyentuh Mami selain papi. Di dunia ini hanya Mami yang papi cintai. Mami tahu sendiri kan, kalau istri papi itu selalu sibuk dengan usaha kuenya mana ada waktu untuk memperhatikan papi. Satu-satunya wanita yang selalu perhatian ya cuman Mami seorang," katanya lagi."Aku sih sebenarnya s
Pov Hana"Maaf, Ma. Aku harus ke luar kota sekarang. Soalnya ada pertemuan penting. Terus kabarin papa tentang perkembangannya. Nanti kalau papa longgar papa akan telepon Mama lagi ya.""Iya, Ma. Papa sedang nyetir ini.""Ya sudah ya, Ma." Kemudian sambungan telepon itu dia matikan."Maaf ya, Sayang. Ada sedikit gangguan.""Nggak apa-apa, kok," jawabku santai.Perjalanan untuk kami sampai di pusat pembelanjaan tidaklah lama, dan sekarang sudah sampai di tempat parkir.Tak lupa saat mah turun, dia selalu membukakan pintu untukku. Berasa seperti tuan putri saja aku dibuatnya."Papi kenapa repot-repot segala. Mami bisa buka sendiri.""Ah, tidak.apa-apalah, Mi. Sesekali kan boleh," jawabnya.Ku lihat dia memperhatikanku sangat detail hingga beberapa menit dia masih terpaku melihatku."Ada apa, Pi?" tanyaku heran."Mi, papi tadi nggak begitu memperhatikan penampilan Mami. Ya ampun,
Pov Hana"Kenapa?" tanyanya keheranan setelah aku memperhatikan perut buncitnya."Oh, kamu memperhatikan perutku yang buncit ini, ya? Aku jadi terlihat gemukan ya, sekarang?" katanya tertawa kecil sambil mencolek pipiku.Aku hanya mengangguk-angguk saja menyetujui apa yang dia katakan."Pasti kalau makan sudah nggak terkontrol lagi, ya?" kataku sambil ku cubit perut gendutnya."Iya, lama tidak berjumpa dengan kamu sih, Sayang. Ya beginilah jadinya aku kurang terurus lagi. Papi janji setelah ini papi akan diet ketat.""Heleh," kataku sambil ku cebikkan bibirku."Apa sih, yang nggak demi Mami? Apapun yang Mami minta pasti akan papi lakukan," katanya sambil nyengir kuda.Aku sebenarnya nggak masalah sih kalau dia gemuk atau kurus, toh dia bukan pacar atau suamiku. Cuman, aku hanya khawatir kalau dia sampai jatuh sakit. Aku bakalan yang repot. Bisa-bisa aku kehilangan sumber penghasilanku. Apalagi dia adalah orang kaya kan lumayan juga uangnya."Nanti kita nginap di tempat biasa, ya," kat
Pov Author"Papa ini ke kamar mandinya lama sekali sih?" Bu Jingga nampak kesal."Namanya juga kebelet, Ma. Papa tadi sakit perut. Makanya lama di kamar mandinya," jawab lelaki yang mempunyai tahi lalat di bawah bibirnya."Jangan, cemberut gitu dong! Memangnya da apa sih, Ma?" Pak Rudi berusaha membujuk istrinya agar tidak lagi marah ke padanya."Papa ini sih lambat sekali. Harusnya cepetan kembali ke sini!" kata Bu Jingga sambil mengerucutkan mulutnya. Terlihat jelas perempuan setengah baya itu masih kesal dengan suaminya."Ada apa sih, Ma? Bicara dong sama papa. Bicaranya jangan setengah-setengah gitu, papa kan jadi bingung kalau begini.""Papa itu sih sudah bikin mama sebel.""Sudahlah, Ma. Jangan, manja begitu. Ini kita sedang di rumah sakit. Malau kalau sampai dilihatin besan kita. Ayo, cepetan bicara, agar semuanya jelas!" tutur pak Rudi."Tadi selingkuhannya si Nanang datang ke sini, Pa. Posisi Sari sedang terancam," kata bu Jingga yang terlihat sangat tidak suka dengan kehadira
Pov AuthorPak Norman dan Bu Nanda pergi menjauh karena muak melihat Hana dan Nanang. Mereka pergi melihat cucu kesayangannya dari balik pintu kaca ruang PICU. Mereka sangat khawatir dengan keadaan Putra.Pak Norman dan Bu Nanda sangat kecewa dengan Nanang. Mereka merasa tertipu oleh atas omongan Nanang sebelumnya. Nanang menuduh Sari yang sudah mengkhianatinya. Sedangkan kenyataannya yang sudah berkhianat adalah Nanang sendiri.Saat kedatangan Hana Pak Rudi langsung kaget. Dia merasa kenal dengan perempuan itu namun dia segera menjauh."Mau kemana, Mas?" tanya istrinya."Aku mau ke kamar mandi," jawabnya."Oh, ternyata wanita itu yang telah menghancurkan keluarga anakku." Melihat Hana mendatangi Nanang membuat Bu Jingga menjadi geram."Yang!" Kini Hana berjalan mendeket ke Nanang.Dengan segera Nanang menyahut tangan Hana dan mengajaknya pergi ke tempat yang agak sepi.Nanang geram karena kehadiran Hana. Hana tak merasa sungkan atau punya rasa bersalah tiba-tiba datang dan memperkenal