“Barra? Ada kiriman dokumen untukmu!” Ucapku yang menerima kiriman paket untuk Barra tadi.
Barra menerima dokumen yang aku berikan itu dan langsung membukanya untuk melihat apa yang ada didalamnya. Dia membaca isi dokumen itu dengan serius. Lalu, wajahnya yang serius tiba-tiba berubah menjadi murung dan kemudian menjadi tampak begitu marah.
“Ada apa?” Tanyaku yang penasaran dengan apa yang Barra baca sehingga wajahnya menjadi begitu serius.
Barra hanya terdiam. Dia benar-benar tidak menanggapi pertanyaanku. Dia bahkan terlihat seperti tidak mendengar suaraku. Dia sepertinya benar-benar terkejut dan kesal hingga tidak dapat mendengar suaraku. Aku pun akhirnya tidak berani untuk menanyakan hal itu. Barra sepertinya butuh waktu untuk dirinya sendiri. Hal itu sepertinya bukan urusan yang pantas untuk aku tahu.
Aku memutuskan untuk kembali masuk ke kamarku. Namun, langkah kakiku terhenti ketika melihat jarum di jam dinding yang menunjukkan pukul 14.00. Sek
Jadwal Barra hari ini kosong. Karena itu, aku meminta izin kepadanya untuk tidur di rumahaku malam ini. Aku benar-benar sudah kangen dengan Ayah, Ibu, dan anak menyebalkan itu. Setelah mendapat lampu hijau dari Barra, aku pun segera bergegas untuk bersiap pulang ke rumahku. “Aku pergi sekarang, ya?” Teriakku kepada Barra. yang sepertinya masih berada di dalam kamar mandi. “Iya, hati-hati!” Jawab Barra dengan agak berteriak agar aku bisa mendengar suaranya. Aku segera pergi dengan rasa hati yang gembira, membayangkan wajah Ibu dan Ayah di rumah. Namun, aku sepertinya sudah lupa dengan perilaku menyebalkan Ibuku karena sudah lama tidak bertemu dengannya. “Ayah!” Ucapku sambil memeluk Ayah yang sedang menyantap sarapannya. “Eh? Apa ini? Mengapa kamu datang kemari!? Ada apa? Ibu sudah bilang jika kamu butuh apa-apa, Ibu yang akan mengantarkannya ke sana, bukan?? Ibu sudah bilang kepadamu agar tidak meninggalkan Barra selama Rio belum pulang, bukan
Selang beberapa detik dari pertanyaan yang diajukan Barra kepada pria mencurigakan itu. Hal yang tidak diinginkan terjadi. Pria itu tiba-tiba menusuk perut Barra dengan sebuah pisau yang digenggamnya. Pria itu menusuknya tanpa berkata satu kata pun kepada Barra, tapi matanya terlihat tersenyum puas. Setelah melakukan hal kejam tersebut, pria itu segera pergi. Tanpa memberi penjelasan atau tanda apapun mengenai alasan dia melakukan hal tersebut. Barra hanya bisa mengerang kesakitan. Dia mulai merasakan darah yang mulai keluar dari bagian perutnya. Barra berusaha menahan aliran darah itu dengan tekanan dari tangan kirinya, sambil kemudian tangan kananya berusaha untuk menekan nomor di ponselnya, berniat meminta pertolongan dari seseorang. Pandangannya mulai kabur. Barra hanya bisa melihat nama Erin di daftar panggilan terakhirnya. Tubuh Barra tidak sanggup menahan kesadarannya, karena darah yang tak hentinya keluar dari tubuhnya. Tapi, syukurlah... Barra berhasil menekan nomor
“Barra!” Panggil Kak Rio yang baru saja tiba dan langsung memeluk pria itu. “Anak ini! Aku baru meninggalkanmu sebentar, tapi apa ini!?” Ucap Kak Rio yang mulai bercanda kepada Barra. “Eh! Kak Rio? Mengapa Kakak kemari? Apa Ibu Kakak sudah sembuh?” Tanya Barra yang heran dengan kehadiran Kak Rio. “Hmm... Sebenarnya Ibuku masih sakit. Namun, aku meminta izin untuk datang kemari sebentar. Aku tidak akan tenang, jika hanya berdiam diri di sana.” Jelas Kak Rio. “Ahh! Padahal aku tidak apa-apa kok!” Celetuk Barra. “Tidak apa-apa, katamu!?” Ujar Kak Rio sambil menepuk dada Barra. “Akhh! Hati-hati, Kak! Bagaimana jika lukaku kena??” Ucap Barra dengan kesal. “Hmm kamu bilang tadi, kamu tidak apa-apa, bukan??” Sindir Kak Rio. Barra hanya tersenyum kepada Kak Rio, mengungkapkan bahwa dia benar-benar sudah baik-baik saja sekarang. “Eh iya? Bi... Sebaiknya Bibi dan Erin pulang ke rumah sekarang. Kalian sudah di sini sejak k
Aku kembali ke rumah Barra, masih menggantikan Kak Rio sebagai Manajer Barra. Kemarin, Kak Rio mengabarkan kepada kami bahwa dia akhirnya akan menggelar pernikahanya pada akhir bulan ini. Ya, aku sepertinya harus menerima bahwa aku akan menjadi Manajer Barra dalam waktu yang lebih lama dari perkiraanku sebelumnya. Kak Rio bilang bahwa awalnya dia berencana untuk menggelar pernikahannya bulan kemarin. Namun, karena Ibunya sakit, dia harus menunda pernikahannya itu dan menunggu hingga Sang Ibu sembuh. Kak Rio awalnya memang tidak enak denganku, karena akan membuatku bekerja lebih lama dari waktu perjanjian di awal. Namun, aku (tepatnya Ibu) berusaha untuk menenangkan Kak Rio dan menyarankannya untuk tetap mengadakan pernikahan yang sudah dia dan keluarganya dambakan sejak lama itu. Akhirnya, pernikahan Kak Rio tetap dapat digelar tahun ini. Kak Rio sangat berterima kasih sekali lagi untuk bantuan yang tak henti-hentinya diberikan oleh keluargaku. Sehingga, dia bisa melaksanakan impian
“Eh! Kita mampir ke salon dahulu sebelum pulang, ya? Hari ini adalah jadwal perawatanku.” Ucap Barra kepadaku. “Perawatan??” Tanyaku sambil terus menatap ke arah jalan, fokus untuk menyetir. “Em. Kamu tahu bahwa aku ini seorang Selebriti, bukan?? Jadi, pastinya, aku harus selalu merawat penampilanku.” Jelas Barra kepadaku. “Perawatan... Em, pantas saja ya... Bagaimana aku tidak cantik?? Untuk merawat kulitku saja, aku tidak pernah memikirkannya.” Ujarku menaggapi ucapan Barra. “Tidak cantik? Em, tidak! Kamu itu sudah cantik kok.” Ucap Barra menimpali perkataanku. “Astaga! Anak ini masih saja berbohong. Kamu buta, ya?? Apa kamu tidak dapat melihat?? Wajahku yang bahkan tidak mulus ini. Jadi, aku ini cantik darimananya, Bar!?” Tanyaku yang masih heran dengan Barra. “Oh! Iya, aku tahu... Aku bisa melihatnya dengan jelas. Sangat terlihat, kalau wajahmu itu tidak mulus, kusam dan tidak sehat. Kulitmu itu benar-benar tampak tidak terawat. Or
Hari ini adalah hari bahagia, terutama bagi Kak Rio dan Kak Ariana. Hari ini adalah hari pernikahan mereka. Hari yang begitu mereka berdua dan keluarga dambakan sejak dulu. Semua keluargaku datang ke pernikahan Kak Rio hari ini. Ayah, Ibu dan Dino sudah tiba di sana, sebelum kami. Aku berangkat bersama dengan Barra dari rumahnya. Kami berdua hanya dapat menghadiri resepsi pernikahannya saja, karena Barra masih ada jadwal pagi ini. Ketika kami tiba di gedung, tempat pernikahan Kak Rio, kami langsung di sambut oleh papan yang terhias dengan cantik dan bertuliskan [WELCOME TO THE WEDDING OF VALERIO & ARIANA | All Because Two People Fell In Love]. “Kak Rio! Selamat ya, Kak!” Ucapku sambil bersalaman dan tersenyum kepada Kak Rio. “Ahh... Ini dia malaikat penolongku! Em, terima kasih banyak ya, Erin. Tanpa bantuanmu selama ini, aku mungkin tidak akan bisa duduk di atas pelaminan ini sekarang.” Ucap Kak Rio kepadaku, sambil menampakkan wajah haru.
08.10 Hari ini, sesuai dengan rencana, kami semua akhirnya bisa berlibur ke pantai untuk mengisi liburan sekolah tahun ini. Liburan kali ini benar-benar sangat ramai. Kami pergi berlibur dalam rombongan besar. Keluarga Naomi, keluarga Ryan dan juga Barra ikut bersama dengan kami. Ya, semuanya benar-benar datang. Kami sudah seperti rombongan keluarga besar yang berkumpul. Tiga orang Ibu berkumpul dalam satu kawasan sekarang. Ibuku yang penuh persiapan, membawa segala perlengkapan yang ada. Berbagai makanan, pakaian, peralatan dan bahkan beberapa perabotan ada di dalam tas yang dia bawa. Ibu Ryan, penyuka kebersihan itu selalu membawa berbagai alat dan bahan pembersih di tasnya. Tisu kering, tisu basah, handsanitizer, sarung tangan, lap, sikat, spons, segala perlengkapan kebersihan ada dalam tas besar milik Ibu Ryan. Kemudian, Ibu Naomi, Sang Bussiness Woman yang dermawan, beliau selalu menawarkan diri untuk membayar semuanya. Ibu Naomi menyew
Kak Rio benar-benar sudah bisa kembali untuk menjadi Manajer Barra. Dia sudah kembali dari liburan bulan madunya bersama Kak Ariana, yang sekarang telah resmi menjadi Istrinya. Karena itu, mulai hari ini, aku sudah bisa berhenti untuk menjadi Manajer Barra. Sejak hari itu juga, kami mulai jarang berjumpa satu sama lain akibat kesibukan kami masing-masing. Barra mulai mengadakan konser tunggalnya bulan ini dan mulai shooting untuk film terbarunya. Aku juga mulai sibuk dengan perkuliahanku yang sudah masuk di semester akhir. Aku juga mulai sibuk untuk memikirkan rencana untuk berkerja setelah aku lulus nanti. Kemudian Dino juga sudah mulai tinggal di asrama sekolahnya sekarang. Ibu dan Ayah akhinya mulai berencana untuk pindah ke daerah dekat sekolah Dino agar bisa dekat dengannya. Namun, sebenarnya itu bukan satu-satuny
Hidup yang terasa biasa-biasa saja tidak mengartikan bahwa hidupmu tidak spesial atau kehadiranmu tidak penting. Di dunia ini, kita semua punya alasan dan tujuan masing-masing. Tuhan tidak menciptakan kita tanpa suatu alasan. Tuhan pasti punya maksud. Kita adalah pemeran utama di kehidupan kita masing-masing. Kita punya cerita ketika sendiri, dengan genre yang berbeda, dengan alur yang berbeda, dan juga dengan akhir yang berbeda. Kita punya waktu klimaks masing-masing. Jangan pernah menganggap dirimu sebagai seorang figuran, sebagai penghias dalam kehidupan orang lain. “Kamu juga punya peran yang penting.” “Tiap kamu adalah unik.” Jangan pernah menganggap dirimu tidak berguna. Dirimu biasa-biasa saja. “Kamu itu berharga.” “Dirimu tidak tergantikan.” Kita berhak memiliki happy ending dari kehidupan kita, masing-masing. Keadaan bisa berubah kapan saja. Semuanya pasti berakhi
07.20 “Heh! Ada apa denganmu? Mengapa kamu terus menatapku, seperti itu!?” Tanyaku, yang heran dengan sikap Dino yang terus menatapku dengan ekspresi datarnya sedari sarapan tadi. “Aku mau minta uang.” Jawab Dino, dengan tetap menunjukkan ekspresi datarnya. “Hah? Apa katamu!? Uang? Apa alasannya? Mengapa aku harus memberimu uang? Enak saja…” Ujarku. “Cepat berikan! Atau Kakak akan menyesal.” Ucap Dino, yang tiba-tiba mengancamku. “Menyesal? Apa yang harus aku sesali?” Tanyaku, yang tidak menanggapi perkataan Dino dengan serius. “Kalau Kakak tidak memberiku uang, aku akan memberitahukan kepada Ibu tentang apa yang aku saksikan kemarin malam.” Ucap Dino, dengan wajahnya yang tetap berekspresi
“Barra, apa kamu sebenarnya berlibur dengan Rio, Naomi, Alessa, Dino dan Erin waktu itu?” Tanya Kak Rio, sambil terus berusaha fokus untuk menyetir. “Oh! Bagaimana Kakak bisa tahu?” Ujar Barra. “Ya, kamu tidak tahu saja… Para ibu tu tidak bisa kalian bohongi. Setelah kalian berenam pergi, mereka semua berkumpul di rumahku dan mulai membicarakan kemiripan alasan kalian, yang sama-sama minta izin untuk pergi liburan bersama dengan teman lama ataupun rekan kerja kalian masing-masing. Ya, sesuai dugaan, kita semua tahu bahwa kalian sebenarnya pergi bersama. Masa, kalian pergi dalam waktu yang bersamaan secara kebetulan. Tentu tidak wajar, bukan?” Jelas Kak Rio. “Haha iya juga… Ya, kami semua sepertinya memang tidak pandai berbohong. Aku bahkan tidak terpikirkan akan hal itu, saat izin dengan Ibu.” Ujar Barra.
“Yah hujannya semakin deras.” Ujar Alessa. Kami baru saja selesai menikmati makan siang di salah satu tempat makan, yang terletak di sekitaran minimarket. Namun, di saat kami sudah ingin menyebrang jalan, hujan tiba-tiba saja turun dengan cukup deras. Ryan dan Barra sedang pergi ke minimarket untuk membeli beberapa payung saat ini. Kami berempat menunggu mereka di sebuah halte dekat situ. “Eh ini!” Ucap Ryan kepada Dino, sambil memberikan payung yang ia beli. Mereka membeli tiga buah payung. Dino pergi bersama dengan Alessa. Aku pun segera mendekat ke arah Naomi, berniat ingin sepayung dengannya. Namun, kekasihnya yang menyebalkan itu segera menyenggol tanganku dan memayungi Naomi, lalu segera pergi bersama dengannya. “Ish! Wah, ada apa dengan anak itu!? Mengap
Barra yang pada saat itu sudah berada di kamar, karena telah selesai dengan makan malamnya. Seketika, langsung terbangun dan keluar dari kamar, berkat teriakan yang dibuat oleh Erin. “Apa yang terjadi!?” Tanya Barra, yang heran dengan apa yang dia lihat sekarang. “Ada yang lupa untuk menutup kran air dan membiarkan lubang airnya tertutup.” Jelas Erin dengan singkat, dan mulai menguras air di lantai. “Hei! Kamu jangan hanya berdiam diri di sana! Cepat bantu aku membereskan ini semua!” Ujar Erin dengan nada tingginya, karena melihat Barra yang hanya celingak-celinguk melihat kondisi rumah. “Oh! Iya. Iya. Apa yang bisa aku bantu?” Tanya Barra, yang segera datang menghampiri Erin. “Itu. Tolong, angkat barang-barang itu ke at
Semuanya berjalan sesuai dengan rencana Ryan dan Naomi. Mereka berenam akhirnya berhasil pergi berlibur tanpa dampingan para Ibu itu. Mereka pergi ke sebuah kota yang memang terkenal sebagai tempat wisata. Di kota itu, ada daerah yang masih memiliki suasana sebuah desa, yang masih asri dan tidak begitu ramai. Salah satu alasan Ryan memilih tempat itu, tentunya untuk kenyamanan Barra, Sang Idola. Ryan tidak mau membuat Barra merasa tidak nyaman, apalagi melihat kondisinya sekarang. 14.50 “Woah! Sudah lama sekali, aku tidak datang ke tempat seperti ini. Udaranya terasa masih begitu segar. Suasananya begitu nyaman dan tenang.” Ujar Naomi, Sang Anak Kota. “Em benar, Kak. Suasana di sini benar-benar membuat hati merasa tenang. Seketika, aku merasa bebanku seperti hilang.” Ucap Alessa, mendukung perkataan Naomi barusan.
“Bu, aku pamit pulang sekarang, ya. Aku mau bersiap untuk berangkat kerja.” Ujar Erin kepada Ibu. “Iya, hati-hati… Eh iya! Ingat-ingat semua pesan yang Ibu bilang padamu tadi, ya. Minyak goreng, jangan lupa sampai lupa dibeli.” Ujar Ibu. “Iya, siap Bu!” Jawab Erin, sambil bergegas melangkah ke arah pintu. “Eh Rin! Biar Kakak antar. Aku juga sekalian ingin pamit untuk pulang sekarang. Bi, benar-benar tidak apa, bukan?” Ujar Kak Rio, yang baru saja keluar dari kamar Barra. “Iya, tidak apa-apa, Rio. Lagipula, jika kamu di sini, apa yang mau kamu lakukan? Lebih baik, kamu tetap bekerja saja. Barra biar Bibi yang urus.” Jelas Ibu. “Iya, Bi. Aku percayakan Barra kepada Bibi, ya. Terima kasih banyak. Kalau begitu, Erin pamit pe
Barra dan Erin, keduanya sudah tiba di restoran, tempat Bi Trisha mengundang kami semua. Meja yang kami pesan terletak di bagian rooftop restoran itu. Sehingga, kami melihat keberadaan mereka dari gedung sebelah, yang merupakan sebuah penginapan. Kami menyewa ruangan itu, hanya untuk membuktikan dugaan kami akan hubungan Barra dan Erin. Beberapa menit pun berlalu, Erin dan Barra masih tampak canggung dan tidak berbicara satu sama lain, sehabis sapaan mereka di awal mereka datang. “Lihat, bukan?? Aku sudah bilang hubungan mereka sempat merenggang karena rumor kencan itu. Lihat! Sikap mereka tidak tampak seperti biasanya, bukan?” Ujar Ryan, yang mulai senang karena bisa membuktikan perkataannya. “Hmm iya… sepertinya aku mulai yak
Kondisi kesehatan Barra sudah benar-benar pulih, setelah peristiwa kecelakaan itu. Dia mulai kembali disibukkan dengan berbagai aktivitasnya di dunia hiburan. Namun, Kak Rio mulai menyadari bahwa sikap Barra tampak aneh akhir-akhir ini. Fisik Barra memang telah kembali sehat, tapi Kak Rio ragu dengan kesehatan mentalnya. “Bar, ada apa sebenarnya denganmu? Mengapa kamu sering terlihat melamun dan tidak fokus akhir-akhir ini? Apa ada masalah? Apa ada hal yang mau kamu ceritakan kepadaku?” Tanya Kak Rio, dengan ekspresi penuh kekhawatiran. “Hah? Ah tidak. Aku tidak apa-apa.” Jawab Barra. “Tidak apa-apa, bagaimana!? Di acara musik kemarin, di saat waktunya kamu mulai bernyanyi, kamu malah hanya terdiam membeku di panggung. Lalu, saat syuting tadi, di saat kamu seharusnya berpelukan dengan lawan mainmu, kamu malah men