08.10
Hari ini, sesuai dengan rencana, kami semua akhirnya bisa berlibur ke pantai untuk mengisi liburan sekolah tahun ini. Liburan kali ini benar-benar sangat ramai. Kami pergi berlibur dalam rombongan besar. Keluarga Naomi, keluarga Ryan dan juga Barra ikut bersama dengan kami.
Ya, semuanya benar-benar datang. Kami sudah seperti rombongan keluarga besar yang berkumpul. Tiga orang Ibu berkumpul dalam satu kawasan sekarang. Ibuku yang penuh persiapan, membawa segala perlengkapan yang ada. Berbagai makanan, pakaian, peralatan dan bahkan beberapa perabotan ada di dalam tas yang dia bawa. Ibu Ryan, penyuka kebersihan itu selalu membawa berbagai alat dan bahan pembersih di tasnya. Tisu kering, tisu basah, handsanitizer, sarung tangan, lap, sikat, spons, segala perlengkapan kebersihan ada dalam tas besar milik Ibu Ryan. Kemudian, Ibu Naomi, Sang Bussiness Woman yang dermawan, beliau selalu menawarkan diri untuk membayar semuanya. Ibu Naomi menyew
Kak Rio benar-benar sudah bisa kembali untuk menjadi Manajer Barra. Dia sudah kembali dari liburan bulan madunya bersama Kak Ariana, yang sekarang telah resmi menjadi Istrinya. Karena itu, mulai hari ini, aku sudah bisa berhenti untuk menjadi Manajer Barra. Sejak hari itu juga, kami mulai jarang berjumpa satu sama lain akibat kesibukan kami masing-masing. Barra mulai mengadakan konser tunggalnya bulan ini dan mulai shooting untuk film terbarunya. Aku juga mulai sibuk dengan perkuliahanku yang sudah masuk di semester akhir. Aku juga mulai sibuk untuk memikirkan rencana untuk berkerja setelah aku lulus nanti. Kemudian Dino juga sudah mulai tinggal di asrama sekolahnya sekarang. Ibu dan Ayah akhinya mulai berencana untuk pindah ke daerah dekat sekolah Dino agar bisa dekat dengannya. Namun, sebenarnya itu bukan satu-satuny
Aku mulai masuk kerja hari ini. Aku mulai belajar untuk beradaptasi di lingkungan baru ini. Aku berusaha untuk mengenal dan mengakrabkan diri dengan para rekan kerjaku di sini. Aku juga sudah mulai diberikan berbagai macam tugas oleh atasanku. Beberapa kegiatan yang hanya aku pelajari secara teori saat kuliah, mulai direalisasikan saat ini. Banyak tugas yang aku kerjakan, namun aku begitu bersemangat untuk mengerjakan semuanya. Aku begitu merasa senang dan tertarik melakukan semua pekerjaan baru ini. Berbagai perintah dari atasanku, aku terima dan laksanakan dengan segera. “Hei, lihat itu! Mentang-mentang dia cantik, dia jadi diperlakukan begitu istimewa oleh atasan. Dia itu pekerja baru seperti kita, bukan?? Tapi, lihat itu! Dia sudah diberikan beberapa tugas yang biasanya hanya dikerjakan oleh pekerja yang sudah senior di sini.” Ujar Yasmin kepadaku, seraya membereskan berkas di hadapannya itu.
Dino tinggal di asrama sekolahnya saat ini. Dia hanya boleh pulang ke rumah ketika waktu liburan sekolah tiba. Suasana sekolah Dino pastinya berbeda dengan sekolah umum lainnya. Berbagai macam orang yang ingin berjuang menempuh pelatihan untuk menjadi seorang atlet berkumpul di sana. Dino sepertinya cukup populer di sekolahnya. Penampilan Dino memang biasa-biasa saja. Anak itu memang tidak terlalu tampan. Namun, kemampuannya yang luar biasa dalam olahraga renang serta jiwa ramah yang dimilikinya itu, membuat Dino menjadi salah satu siswa populer di sekolahnya. Banyak gadis dari berbagai jurusan cabang olahraga berusaha untuk mendekatinya. Namun, Dino sepertinya ingin fokus pada pendidikannya saat ini, sehingga dia seringkali menghindar dari gadis-gadis yang kerap kali berusaha untuk mendekatinya itu. Namun, sikap Dino berbeda dengan gadis ini. Gadis yang mampu membuat Dino luluh kepadanya sejak pertama ka
Sore ini, untuk pertama kalinya, Dino diperbolehkan pulang ke rumah. Dino hanya boleh menginap di rumah selama satu minggu dari sebulan liburan semesternya, karena dia harus mulai berlatih untuk suatu perlombaan yang dia ikuti.Tidak seperti yang aku bayangkan, Dino pulang dengan wajah yang murung. Dia benar-benar terlihat lelah dan tidak bersemangat sejak pertama kali memunculkan wajahnya di depan pintu rumah yang pertama kali dia datangi ini.“Selamat datang, Atlet kesayangan Ibu!” Ujar Ibu sambil memeluk anak bujangnya itu.“Eh? Apa ini?? Mengapa kamu tampak letih, seperti ini? Apa pembelajaran di sana sangat berat?” Tanya Ibu yang khawatir dengan Dino.“Ahh! Tidak, Bu. Aku hanya sedang banyak pikiran saja. Aku... hanya mengkhawatir
Bagian divisiku akan menyambut pemimpin redaksi baru hari ini. Pemimpin redaksi yang akan datang itu dikabarkan masih muda dan juga tampan. Sehingga,setelah rumor itu beredar, para karyawan di sini menjadi begitu bersemangat menantikan pemimpin muda itu.Segera setelah mendengar bahwa pemimpin tampan itu sudah berada di dalam gedung ini. Sebagian besar wanita di perusahaan langsung merapikan diri dan merias wajah mereka secantik mungkin. Keadaan seketika berubah menjadi gaduh.“Oh? Itu... Itu dia datang!” Ujar salah satu staf."Wah! Rumor itu benar. Dia benar-benar sangat tampan." Lanjut salah satu staf.“Semuanya! Perkenalkan ini Pak Oris, dia yang akan menjadi pemimpin redaksi baru untuk bagian divisi berita saat ini.” Ucap Ibu Manajer kepada kami.
“Ahh... Ayo! Kita saja yang turun.” Ucap Ryan seraya berjalan turun dengan membawa kue ulang tahun di tangannya.Kami semua pun satu per satu mulai mengikuti langkah kaki Ryan.“Kak Rio! Tadi itu suara apa? Suara itu sepertinya berasal dari atas, bukan?” Ucap Barra sambil berjalan menuju anak tangga.“Ahh... Tidak. Aku tidak mendengar apa-apa.” Ucap Kak Rio, mendukung rencana kami.“Surprise!” Teriak Ryan, diikuti oleh kami semua dengan tidak kompak.“Hah? Apa ini?” Ujar Barra.“Ayo! Silahkan ditiup lilinya, Barra!” Ucap Nao
Dino melakukan apa yang dikatakan Barra kepadanya waktu itu. Dino mulai fokus berlatih untuk pertandingannya. Dia mulai belajar untuk melupakan niatnya untuk mendekati Alessa, gadis pujaannya itu. Namun, takdir sepertinya kembali mempertemukan kedua insan ini. *** Hari ini adalah hari pertunangan Ryan dan Naomi. Hari yang sudah mereka persiapkan sejak lama ini, akhirnya dapat terjadi. Dua orang yang bahkan tidak mempunyai rasa tertarik satu sama lain ini akhirnya mulai mengambil langkah ke jenjang yang lebih serius. Aku dan keluargaku datang lebih dahulu dari waktu pertunangan dimulai untuk ikut membantu mereka menyiapkan berbagai hal yang diperlukan. Dino juga menyempatkan waktunya hari ini, untuk datang pertunangan Ryan dan Naomi. Namun, Dino sepertinya akan datang agak telat. Dia baru bisa mendapat izin dari sekolah, setelah menyelesaikan sesi latihannya hari ini.
“Dino?” Tanyaku kepada Dino melalui panggilan telepon. “Em? Ada apa, Kak? Tumben Kakak meneleponku.” Tanya Dino dengan rasa curiga. “Dino! Apa kamu ada waktu luang di hari Sabtu ini? Aku mau mengajakmu untuk pergi bersama ke acara premier film Barra yang terbaru.” Jelasku kepada Dino. “Hah? Sejak kapan Kakakku suka menghadiri acara, seperti itu!? Sejak kapan juga Kakak mengajakku untuk pergi bersama?? Ihh Kakak sungguh mencurigakan. Pasti ada udang di balik batu.” Ujar Dino yang tak henti-hentinya mencurigai Kakaknya ini. “Ish! Apa aku tidak boleh sekali-sekali datang ke acara seperti itu dan ingin mengajak Adik kesayanganku ini? Kemarin, Barra membelikkan tiket untukku. Sebenarnya, aku mau mengajak Naomi, tapi sayangnya dia tidak bisa. Kamu juga belum pernah k
Hidup yang terasa biasa-biasa saja tidak mengartikan bahwa hidupmu tidak spesial atau kehadiranmu tidak penting. Di dunia ini, kita semua punya alasan dan tujuan masing-masing. Tuhan tidak menciptakan kita tanpa suatu alasan. Tuhan pasti punya maksud. Kita adalah pemeran utama di kehidupan kita masing-masing. Kita punya cerita ketika sendiri, dengan genre yang berbeda, dengan alur yang berbeda, dan juga dengan akhir yang berbeda. Kita punya waktu klimaks masing-masing. Jangan pernah menganggap dirimu sebagai seorang figuran, sebagai penghias dalam kehidupan orang lain. “Kamu juga punya peran yang penting.” “Tiap kamu adalah unik.” Jangan pernah menganggap dirimu tidak berguna. Dirimu biasa-biasa saja. “Kamu itu berharga.” “Dirimu tidak tergantikan.” Kita berhak memiliki happy ending dari kehidupan kita, masing-masing. Keadaan bisa berubah kapan saja. Semuanya pasti berakhi
07.20 “Heh! Ada apa denganmu? Mengapa kamu terus menatapku, seperti itu!?” Tanyaku, yang heran dengan sikap Dino yang terus menatapku dengan ekspresi datarnya sedari sarapan tadi. “Aku mau minta uang.” Jawab Dino, dengan tetap menunjukkan ekspresi datarnya. “Hah? Apa katamu!? Uang? Apa alasannya? Mengapa aku harus memberimu uang? Enak saja…” Ujarku. “Cepat berikan! Atau Kakak akan menyesal.” Ucap Dino, yang tiba-tiba mengancamku. “Menyesal? Apa yang harus aku sesali?” Tanyaku, yang tidak menanggapi perkataan Dino dengan serius. “Kalau Kakak tidak memberiku uang, aku akan memberitahukan kepada Ibu tentang apa yang aku saksikan kemarin malam.” Ucap Dino, dengan wajahnya yang tetap berekspresi
“Barra, apa kamu sebenarnya berlibur dengan Rio, Naomi, Alessa, Dino dan Erin waktu itu?” Tanya Kak Rio, sambil terus berusaha fokus untuk menyetir. “Oh! Bagaimana Kakak bisa tahu?” Ujar Barra. “Ya, kamu tidak tahu saja… Para ibu tu tidak bisa kalian bohongi. Setelah kalian berenam pergi, mereka semua berkumpul di rumahku dan mulai membicarakan kemiripan alasan kalian, yang sama-sama minta izin untuk pergi liburan bersama dengan teman lama ataupun rekan kerja kalian masing-masing. Ya, sesuai dugaan, kita semua tahu bahwa kalian sebenarnya pergi bersama. Masa, kalian pergi dalam waktu yang bersamaan secara kebetulan. Tentu tidak wajar, bukan?” Jelas Kak Rio. “Haha iya juga… Ya, kami semua sepertinya memang tidak pandai berbohong. Aku bahkan tidak terpikirkan akan hal itu, saat izin dengan Ibu.” Ujar Barra.
“Yah hujannya semakin deras.” Ujar Alessa. Kami baru saja selesai menikmati makan siang di salah satu tempat makan, yang terletak di sekitaran minimarket. Namun, di saat kami sudah ingin menyebrang jalan, hujan tiba-tiba saja turun dengan cukup deras. Ryan dan Barra sedang pergi ke minimarket untuk membeli beberapa payung saat ini. Kami berempat menunggu mereka di sebuah halte dekat situ. “Eh ini!” Ucap Ryan kepada Dino, sambil memberikan payung yang ia beli. Mereka membeli tiga buah payung. Dino pergi bersama dengan Alessa. Aku pun segera mendekat ke arah Naomi, berniat ingin sepayung dengannya. Namun, kekasihnya yang menyebalkan itu segera menyenggol tanganku dan memayungi Naomi, lalu segera pergi bersama dengannya. “Ish! Wah, ada apa dengan anak itu!? Mengap
Barra yang pada saat itu sudah berada di kamar, karena telah selesai dengan makan malamnya. Seketika, langsung terbangun dan keluar dari kamar, berkat teriakan yang dibuat oleh Erin. “Apa yang terjadi!?” Tanya Barra, yang heran dengan apa yang dia lihat sekarang. “Ada yang lupa untuk menutup kran air dan membiarkan lubang airnya tertutup.” Jelas Erin dengan singkat, dan mulai menguras air di lantai. “Hei! Kamu jangan hanya berdiam diri di sana! Cepat bantu aku membereskan ini semua!” Ujar Erin dengan nada tingginya, karena melihat Barra yang hanya celingak-celinguk melihat kondisi rumah. “Oh! Iya. Iya. Apa yang bisa aku bantu?” Tanya Barra, yang segera datang menghampiri Erin. “Itu. Tolong, angkat barang-barang itu ke at
Semuanya berjalan sesuai dengan rencana Ryan dan Naomi. Mereka berenam akhirnya berhasil pergi berlibur tanpa dampingan para Ibu itu. Mereka pergi ke sebuah kota yang memang terkenal sebagai tempat wisata. Di kota itu, ada daerah yang masih memiliki suasana sebuah desa, yang masih asri dan tidak begitu ramai. Salah satu alasan Ryan memilih tempat itu, tentunya untuk kenyamanan Barra, Sang Idola. Ryan tidak mau membuat Barra merasa tidak nyaman, apalagi melihat kondisinya sekarang. 14.50 “Woah! Sudah lama sekali, aku tidak datang ke tempat seperti ini. Udaranya terasa masih begitu segar. Suasananya begitu nyaman dan tenang.” Ujar Naomi, Sang Anak Kota. “Em benar, Kak. Suasana di sini benar-benar membuat hati merasa tenang. Seketika, aku merasa bebanku seperti hilang.” Ucap Alessa, mendukung perkataan Naomi barusan.
“Bu, aku pamit pulang sekarang, ya. Aku mau bersiap untuk berangkat kerja.” Ujar Erin kepada Ibu. “Iya, hati-hati… Eh iya! Ingat-ingat semua pesan yang Ibu bilang padamu tadi, ya. Minyak goreng, jangan lupa sampai lupa dibeli.” Ujar Ibu. “Iya, siap Bu!” Jawab Erin, sambil bergegas melangkah ke arah pintu. “Eh Rin! Biar Kakak antar. Aku juga sekalian ingin pamit untuk pulang sekarang. Bi, benar-benar tidak apa, bukan?” Ujar Kak Rio, yang baru saja keluar dari kamar Barra. “Iya, tidak apa-apa, Rio. Lagipula, jika kamu di sini, apa yang mau kamu lakukan? Lebih baik, kamu tetap bekerja saja. Barra biar Bibi yang urus.” Jelas Ibu. “Iya, Bi. Aku percayakan Barra kepada Bibi, ya. Terima kasih banyak. Kalau begitu, Erin pamit pe
Barra dan Erin, keduanya sudah tiba di restoran, tempat Bi Trisha mengundang kami semua. Meja yang kami pesan terletak di bagian rooftop restoran itu. Sehingga, kami melihat keberadaan mereka dari gedung sebelah, yang merupakan sebuah penginapan. Kami menyewa ruangan itu, hanya untuk membuktikan dugaan kami akan hubungan Barra dan Erin. Beberapa menit pun berlalu, Erin dan Barra masih tampak canggung dan tidak berbicara satu sama lain, sehabis sapaan mereka di awal mereka datang. “Lihat, bukan?? Aku sudah bilang hubungan mereka sempat merenggang karena rumor kencan itu. Lihat! Sikap mereka tidak tampak seperti biasanya, bukan?” Ujar Ryan, yang mulai senang karena bisa membuktikan perkataannya. “Hmm iya… sepertinya aku mulai yak
Kondisi kesehatan Barra sudah benar-benar pulih, setelah peristiwa kecelakaan itu. Dia mulai kembali disibukkan dengan berbagai aktivitasnya di dunia hiburan. Namun, Kak Rio mulai menyadari bahwa sikap Barra tampak aneh akhir-akhir ini. Fisik Barra memang telah kembali sehat, tapi Kak Rio ragu dengan kesehatan mentalnya. “Bar, ada apa sebenarnya denganmu? Mengapa kamu sering terlihat melamun dan tidak fokus akhir-akhir ini? Apa ada masalah? Apa ada hal yang mau kamu ceritakan kepadaku?” Tanya Kak Rio, dengan ekspresi penuh kekhawatiran. “Hah? Ah tidak. Aku tidak apa-apa.” Jawab Barra. “Tidak apa-apa, bagaimana!? Di acara musik kemarin, di saat waktunya kamu mulai bernyanyi, kamu malah hanya terdiam membeku di panggung. Lalu, saat syuting tadi, di saat kamu seharusnya berpelukan dengan lawan mainmu, kamu malah men