“Semuanya berhenti.” Liana kebingungan melihat kejadian itu, dengan kedua matanya. Ia terus berusaha, menyadarkan Reno. Tapi, tidak ada respon sama sekali. Semua orang, juga ikut diam mematung.
Bahkan, anjing peliharaan dan beberapa daun yang berterbangan pun, ikut berhenti. Ia mencoba membuka ponsel, namun sinyalnya tidak muncul. Karena mulai gemetaran, Liana pun berteriak.
“Ada apa ini? Siapa kamu, yang berbuat seperti ini?” tanya Liana sambil berteriak.
“Bukankah, sudah ku bilang. Jangan dekati Panji,” suara seseorang dari balik pintu kayu.
Liana terkejut, ketika suara itu semakin mendekat. Ia melihat, seorang perempuan berambut Panjang. Mengenakan gaun dan tudung merah. Liana kemudian berdiri, dan menghampiri perempuan itu.
“Siapa kamu?” tanya Liana dengan tangan gemetar.
“Kamu tidak perlu tau, siapa a
Suasana café kembali seperti semula. Tidak ada hal yang mencurigakan kali ini. Bahkan, saat ini Liana yang nampak berbeda. Berulang kali Reno memanggilnya, namun tidak ada jawaban sama sekali dari Liana.“Liana,” kata Reno menggoyangkan tangan Liana.“Oh iya, kenapa?” tanya Liana tersadar dari lamunan.“Kamu kenapa?” tanya Reno bingung, melihat sikap aneh Liana.“Aku tidak apa-apa,” jawab Liana kemudian tersenyum.“Oke, aku akan menjawab pertanyaanmu sebelumnya.Soal menjaga dirimu sendiri, bukankah kamu sudah lulus tahap 4 takewondo. Dan soal menyelamatkan dunia, itu bukan sepenuhnya tugasmu Liana. Aku tau, kamu dan kakakmu adalah orang yang jenius. Dulu, kakakmu sudah dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggungjawab untuk sebuah kejahatan. Tapi, ini tidak sepenuhnya menjadi tanggungjawabmu untuk memperbaiki apa yang
Keadaan begitu sunyi dan senyap. Cahaya mentari, menembus masuk melalui ventilasi kecil. Liana mulai membuka mata, perlahan ia memperhatikan sekitar. Beberapa kali mengeluh karena rasa pusing itu terus mucul.“Dimana aku? Semua terasa begitu asing,” tanya Liana memperhatikaan sekitar. Ruangan ini cukup besar. Ada tempat tidur dan kamar mandi. Hanya saja, mengapa ruangan ini tidak memiliki pintu. Tiba-tiba muncul cahaya biru di dinding. Kemudian beberapa orang dengan pakaian serba hitam keluar dari cahaya itu.“Oh, kamu sudah sadar,” ucap seorang pria.“Siapa kamu?” tanya Liana perlahan mundur.“Perkenalkan aku Jack Marco,” jawabnya, kemudian tersenyum.“Jack, kamu adalah Jack, orang yang dibicarakan kakakku selama ini,” ucap Liana terkejut.“Kakakmu menepati janjinya, untuk menyerahkanmu. Beris
“Oh, hai Sal, aku tidak papa,” jawab Liana tersenyum kepada Salma.“Kamu pasti cemas, dengan berita yang akhir-akhir ini ramai di televisi ya,” ucap Salma memberikan botol minum kepada Liana.“Iya Sal, semenjak kejadian di Lombok, semakin banyak kejadian di luar akal manusia yang terjadi,” balas Liana menengguk minuman itu.“Betul, tapi kamu sudah bisa menemukan kakakmu. Kemudian, beberapa ilmuan kota yang hilang juga telah ditemukan,” seru Salma kemudian tersenyum.“Iya aku tau, tapi keadaan sekarang semakin menghawatirkan. Apalagi, kita akan melakukan penyambutan di balai kota besok pagi. Pasti, mereka yang memiliki niat yang tidak baik, akan membuat onar disana,” balas Liana mengela napas.“Benar juga Li, aku harap mereka akan tertangkap oleh petugas keamanan sebelum membuat keributan saat acara. Yang terpenting
Semua orang berhamburan untuk berlindung dari gedung-gedung tinggi yang kemungkinan akan runtuh. Gempa ini masih terus terasa. Liana masih memeluk Salma yang gemetar dengan erat. Liana mengaktifkan protokol keamanan yang telah ia rancang 2 minggu sebelumnya.“Akhirnya, alatku bekerja,” ucap Liana menghela napas. Tiba-tiba, terlihat beberapa kawanan nyamuk yang terbang diudara. Tentu itu bukan nyamuk sungguhan, itu adalah prototipe dengan desain nyamuk yang diciptakan Liana. Ukuran prototipe nyamuk adalah 5 inch, sehingga semua orang terkejut.Semua orang melihat kawanan nyamuk itu turun ke lahan yang tanahnya retak akibat gempa. Prototipe itu didesain sebagai suntikan yang berisi cairan khusus. Ya, cairan ini adalah cairan ekstrak yang bisa menghentikan kekacauan akibat alat pemusnah itu. Karena Liana yakin, gempa yang terjadi bukanlah gejala alam biasa, namun efek dari pengaktifan alat pemusnah.***2
Gempa dengan kekuatan sebesar itu tidak biasanya tiba-tiba muncul tanpa penringatan dini dari BMKG. Sesampainya di rumah Salma, Liana berpesan jika sesuatu terjadi, ia harus segera menghubungi Liana.Saat perjalanan pulang, Liana melihat beberapa mobil polisi dan tim penyelamat dikerahkan untuk menyisir lokasi terdampak gempa karena mungkin akan ada korban. Sesampainya di rumah, mama dan papa langsung memeluk Liana dan bertanya bagaimana keadaannya. Liana menjawab dengan tenang, sambil memperhatikan Panji.“Kenapa kak Panji tidak menanyakan keadaanku?” Seperti kata kak Sofi, Panji terlihat santai ketika Liana pulang dengan selamat, tanpa ekspresi apapun. Namun, Liana percaya kakaknya tidak akan menjadi orang jahat.“Beristirahatlah,” pinta mama Liana.“Iya, Ma,” jawab Liana berjalan pergi, sembari memperhatikan Panji.Liana masuk ke dalam kamar
“Pergi dari sini Liana,” teriak seseorang sembari memohon.“Tidak, kakak,” teriak Liana berusaha menyelamatkannya.“Kumohon,” ucapnya, dengan meneteskan air mata.***Pesan ancaman itu terus berdatangan. Liana mengira, pesan itu mungkin di kirim oleh Jack, untuk menakutinya. Namun, semenjak Sofi mengatakan jika Panji, kini sudah menjadi orang yang berbeda. Pikiran Liana menjadi tidak karuan.“Tetap saja, misi ini harus terlaksana.” Liana memakai kacamatanya, kemudian mulai membuat beberapa desain, dan menuliskan bahan-bahan yang ia butuhkan. Entah bagaimana ini akan berhasil, namun setidaknya Liana harus mencoba.4 bulan kemudian …“Liana, ayo makan dulu,” ajak mama mengetuk kamar Liana.“Iya Ma, Liana akan segera turun,” jawab Liana mematikan tabnya.
“Liana,” ucap Aji melihat seseorang mendekati Liana, yang terkapar tak berdaya.Ia berlari kemudian menendang pria itu. Saat ini, terjadi perkelahian yang sengit, antara Aji dan pria penguntit itu. Beberapa saat kemudian, pria itu berhasil ditaklukkan oleh Aji. Kini, ia bersikeras untuk mengintrogasinya, setelah memanggil tim keamanan.“Hei, berengsek, siapa kamu?” tanya Aji marah, sembari menarik kera pria itu.“Aku tidak ada masalah denganmu, kenapa kamu memukuliku?” tanya pria itu kemudian tertawa.“Aish… dasar gila,” ucap Aji dengan mata marahnya.Ketika petugas keamanan datang, pria itu di bawa ke kantor polisi terdekat. Saat ini, Aji tengah menemani Liana mendapatkan pertolongan pertama, akibat kejadian itu. Meskipun Liana tidak terluka, Aji merasa ketakutan saat melihatnya terkapar di lantai, tanpa respon sama sekali s
Liana terus memikirkan banyak hal tanpa henti. Terkadang, semua angan-angan yang ada di pikirannya terasa sangat berat. Namun, Liana tetap saja berpikir untuk mencari lebih banyak opsi untuk penyelesaian setiap masalah, yang ada di kepala kecilnya. Kini, ia duduk termenung dengan menyandarkan kepalanya.“Tuhan, tidakkah sekarang engkau bersamaku.”Ya, Liana selalu percaya bahwa Tuhan selalu menyertainya. Tapi, ia tidak mengerti mengenai takdir Tuhan yang sudah digariskan untuknya.Tit…tit…tit…Alarm jam tangan Liana berbunyi keras, sehingga menyadarkannya dari lamunan. Kemudian, ponselnya berdering. 20 panggilan tidak terjawab.“Liana, tolong aku,” teriak Salma kemudian mematikan panggilan itu.“Kenapa? Ada Apa?” tanya Liana terkejut.Panggilan itu tiba-tiba berakhir. Karen
Salma kemudian mencabut sebuah kabel agar video itu berhenti, sebelum Liana melakukan hal yang tidak bisa dicegah. Semua orang terdiam dan terus memperhatikan Liana.“Aku akan membunuhnya,” ucap Liana kemudian mengaktifkan senjata andalan yang pernah ia siapkan bersama Panji, selama ada di bumi.Melihat itu, Sofi memeluk Liana dan berusaha menenangkannya. Sofi tahu, bahwa alat itu bahkan bisa menembak mati seekor godzila dengan sekali tembakan. Alat itu, dibuat khusus dan hanya Liana yang bisa memakainya.“Ada apa denganmu? Mereka hanya memancingmu Liana. Tidak mungkin, Aji dan Panji dalam kondisi itu,” jelas Sofi terus memeluk Liana.“Apa kakak tuli? Kak Panji jelas-jelas memanggil kakak, dan kini kakak memintaku untuk mengabaikannya? Apa kakak waras,” tanya Liana.Liana melontarkan pertanyaan itu sembari melepaskan pelukan Sofi. Ia berusaha menyembunyikan
Alat buatan Liana telah selesai. Alat berkilau yang ia kerjakan selama 13 jam non stop itu, akan menjadi salah satu komponen terpenting dalam sejarah penyelamatan planet ini.“Astaga, kenapa alat ini bisa berkilau?” tanya Ratih.“Ini adalah sebuah trik,” jawab Liana kemudian membawa alat itu dan pergi ke pusat teknologi kota.Salma dan Ratih bergegas mengikuti Liana. Mereka sadar bahwa saat ini, pilihan hidup mereka hanyalah membantu Liana dan kembali ke bumi bersama Aji dan Panji.***Proses evakuasi kota masih terus dilakukan. Semua penduduk diberi alat pelindung diri yang sudah dirancang khusus, untuk melindungi diri jika kota ini berhasil di ambil alih.“Tenanglah, Ana. Mereka berusaha memprovokasimu,” ucap Sofi terus memantau keadaan di luar sana.Sembari terus memantau lapisan keamanan, Ana mengaktifkan semua perlin
Semua orang berkumpul di kediaman utama, termasuk Ana dan penjaga kota. Setelah bedebat dengan kakaknya, Liana terkejut mendengar sirine diikuti dengan sensor merah yang menyala dimana-mana.“Apa yang terjadi?” tanya Ratih terkejut sembari menggenggam tangan Salma.“Mereka datang!” teriak salah seorang penjaga yang tergesa-gesa masuk ke kediaman utama.“Situasi darurat, amankan kota!” perintah kepala penjaga kota kemudian berlari keluar.Tanpa mengatakan sepatah kata, Ana berlari keluar dan segera menuju ke pusat teknologi. Entah apa yang akan terjadi, Sofi menarik tangan Liana dan melarangnya untuk ikut campur.“Liana dengarkan aku,” perintah Sofi sembari memegang tangan Liana.“Apa yang kakak lakukan? Kita harus mengikuti Ana,” tanya Liana terkejut ketika Sofi menghentikan langkahnya.“Tidak! Kamu tidak boleh ikut campur. Ka-k
Tiba-tiba suara larangan terdengar. Suara yang tidak asing bagi Liana, namun ia sendiri tidak tahu suara siapa itu. Liana terus memegang liontinnya erat-erat. Berharap sesuatu yang buruk tidak terjadi. Namun…“Pergilah Liana. Lari… cepat….” Teriakan larangan itu kembali mengusik Liana.Tanpa tahu apa arti dari suara itu, Liana dengan cepat mengaktifkan VEBU dan pergi meninggalkan tempat itu. Rasa berat hati meninggalkan tempat yang ia cari seharian penuh untuk menjawab tanda tanya di otaknya.***Sesampainya di kediaman utama, Liana terkejut beberapa penjaga beserta Ana memenuhi kediamannya. Terlihat pula Ratih dan Salma dengan raut wajah khawatir, sekaligus marah tanpa Liana tau apa penyebabnya.“Mengapa semuanya berkumpul di sini?” tanya Liana begitu sampai dan melihat semua orang.Tidak seorang pun membuka bibir mereka untuk
Mendengar perkataan kakaknya, Liana pun mencatat semua yang ia dengar. Sofi tidak lagi mengigau, atau terbangun sedikitpun. Namun, ucapannya itu, jelas membuat Liana merasa sangat penasaran.“Apa yang baru saja diucapkan kak Sofi? Mungkinkah, ingatan itu adalah kejadian yang tidak diketahui oleh siapapun, saat kak Sofi menghilang,” tanya Liana kepada dirinya sembari merapikan selimut Sofi.***Hari sudah berganti. Matahari di atas daratan mungkin sudah terbit saat ini. Tinggal di kota bawah tanah dengan waktu yang sama dengan daratan, membuat semua orang melupakan kenyataan bahwa mereka sudah hidup cukup lama di bawah sana.Dengan sinar matahari yang diserap langsung dari atas, mereka kerap kali tidak sadar bahwa saat ini tengah menjalani kehidupan di dalam bumi.“Selamat pagi,” sapa Ratih sembari membawa sepotong roti.“Apakah kak Sofi masih tertidur?&rdqu
“Mama akan melindungimu, jadi jangan bersuara.” Satu kalimat yang membungkam Sofi selama 5 tahun pertama dia tinggal di planet ini.Selama itulah, dia tidak berkomunikasi dengan siapapun. Bahkan, Sofi kerap kali menangis ketika mendengar bunyi benda keras yang berjatuhan.Kedua orang tua Ana berusaha untuk merawatnya seperti putri mereka sendiri. Namun, apadaya jika seorang anak terus merindukan kasih saying orang tua kandung mereka.“Saat itu, aku sedang menunggu,” ucap Sofi singkat.“Apa yang sebenarnya kakak tunggu?” tanya Liana semakin penasaran.“Mama,” jawab Sofi kemudian meneteskan air mata.Liana kemudian menggenggam kedua tangan Sofi erat. Ia sadar bahwa tidak seharusnya bertanya hal itu, karena akan membuat kakaknya semakin sedih. Namun, Liana ingin Sofi berbagih kesedihan itu dengannya.“Mama berkata,
Semua orang meletakkan pandangannya kepada Sofi. Siapa sangka, jika gadis kecil yang penuh dengan tatapan trauma itu adalah dirinya. Melihat diri kecilnya yang meringkuk di balik pohon, Sofi mengalihkan pandangannya dan mulai mengatur napas.“Apakah semua ini? Mengapa gadis kecil itu adalah kakak?” tanya Liana terkejut dengan raut wajah tidak percaya.Keinginan untuk terus bungkam membuat Sofi bergelinang air mata. “Tidak.” Kata yang saat ini membungkam bibir merah muda itu. Namun, sampai kapan derita itu akan dia tanggung seorang diri.“Itu aku, sekaligus keadaan pertama kaliku ketika menginjakkan kaki di planet ini,” jawab Sofi sembari mentup kedua matanya dengan telapak tangan.“Oh… apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Salma menahan air matanya ketika melihat gadis kecil yang tak lain adalah Sofi.“Saat itu Jack bahkan menghancurkan rumah kami.
Mereka masih berada di ruangan yang sama, sejak terakhir kali tersadar bahwa ada sesuatu yang menanti. Terperosok masuk ke dalam tanah, bahkan tidak terpikirkan oleh mereka.Sekarang, Liana telah menemui sosok yang dipanggil sebagai “Liana” di universe ini. Mereka saling memandang satu sama lain. Begitu juga dengan Salma dan Ratih, raut wajah terkejut itu membuat siapapun ingin tahu apa arti dari semua yang terjadi hingga detik ini.“Hai, aku Liana,” sapa Liana dari universe ke 4.Liana masih terdiam, tidak berucap apapun dan terus memandang gadis seusianya itu. Kali ini, suasana canggung mulai mengusik semua orang yang ada di ruangan itu, termasuk Sofi.“Canggung sekali, tidak ku sangka akan serumit ini,” gumam Sofi kemudian mendekati kedua Liana itu.Kali ini, Liana mulai maju satu langkah ke depan, untuk memastikan apa yang ia lihat bukan ha
Semua mata terbelalak, melihat puing-puing itu berceceran tanpa arah di angkasa. Untuk menghindari benturan akibat puing-puing tersebut, Sofi mengaktifkan fungsi pengaman pesawatnya.Fungsi aktif…“Kita harus segera mendarat. Akan lebih berbahaya jika benda-benda tanpa tujuan itu menabrak pesawat ini,” ucap Sofi kemudian menarik kemudi pesawat itu.“Sungguh membuatku penasaram,” celetuk Salma, terus memperhatikan keluar pesawat.Lagi-lagi, pesawat itu melesat layaknya pancaran kilat. Mereka tiba di daratan planet tempat seseorang yang Liana cari. Perlahan Liana melepaskan sabuk pengaman dan mengenakan semua alat keamanan yang sudah disiapkan sebelumnya. Begitupun dengan Salma, Ratih, san Sofi.“Huftt… aku merasa bahwa jantungku, tidak baik-baik saja,” keluh Ratih sembari mengelus dadanya dengan raut wajah khawatir.“Kita b