Letta melangkahkan kakinya untuk menuju ke kasur besar milik Alicia. Namun perhatiannya mengarah ke meja belajarnya. Ia mulai membuka kertas yang terjatuh dari buku Alicia.
“Ini kertas….”
“Yah … aku ketahuan.”
Letta yang tersadar pemilik kamar masuk pun langsung membereskan kertas itu dan meminta maaf.
“Privasi sih sebenarnya, tapi ya sudahlah” ucap Alicia sambil menaruh air minum di atas meja belajarnya dan merapikan yang telah diperbuat Letta. “Aku tahu kau dulu anak orang kaya hanya saja kekayaanmu … dirampok oleh salah satu dari mereka?”
“Bagaimana kau tahu?” tanya Letta terkejut.
“Ada pertanyaan lebih menarik, bagaimana kau rela dimanfaatkan oleh mereka bertiga?”
Kertas yang tidak sengaja dibaca oleh Letta adalah selembar isi surat dari Gilbert yang menyatakan isi hatinya kepada Alicia.
Alicia pun berkata bahwa ia mengetahui kejadian di ruang musik, karena ponselnya tertinggal di loker pada saat itu.
“Beri tahu Adelio jika aku sedang didekati Kak Gilbert.”
***
Pagi hari yang dingin disertai dengan rintik hujan ini membuat seorang Adelio merasa sangat malas untuk meninggalkan kasurnya barang sedetik pun.
Apalagi setelah semalam ia bermain game online yang membuatnya baru tertidur lelap jam 3 dini hari.
“ADELIO, BANGUN!” teriak ibunya dengan menyibak selimutnya. “Jika kau tidak bangun dalam hitungan ketiga siap-siap saja kasurmu akan basah.”
Setelah mendengar ancaman dari ibunya ia pun langsung membuka mata dan melompat dari kasur, menuju ke kamar mandi dan segera bersiap-siap.
Ia takut akan perkataan ibunya karena ia tidak pernah berbohong, jika ia berbicara A maka akan terjadi.
Selesai dengan kegiatan mandinya Adelio pun turun ke lantai 1 untuk sarapan bersama.
“Bagaimana ujianmu?” tanya ibunya sambil mengoles selai di lembaran roti.
“Baik-baik saja,” ucapnya santai. Namun, tidak lama setelah itu ibunya melempar sebuah rekapan nilai milik Adelio di atas meja.
“Baik-baik saja kamu bilang? Jika nilaimu tidak meningkat dalam waktu tiga bulan. Siap-siap saja fasilitas akan segera kucabut.” Setelah mengoleskan selai ibunya langsung berangkat meninggalkan Adelio yang tengah terkejut.
Laki-laki dengan hidung mancung itu hanya bisa terdiam sambil melihat nilai-nilainya yang tidak lebih dari 90. Padahal ia sudah meminta wali kelasnya untuk menambah nilainya, tapi mengapa menjadi rendah seperti itu.
+6284567xxxxxx Bagaimana? Apakah ibumu marah?
***
BRAK!
Seperti yang kalian dengar, itu adalah suara hantaman dari tubuh Letta yang menabrak pagar belakang sekolah, kini ia berada di antara Adelio dan Enzi. Laki-laki itu marah mengapa bisa Gilbert mendekati Alicia padahal Gilbert sendiri tahu bahwa Adelio menyukainya.
Lagi-lagi gadis malang ini yang harus menanggung resikonya.
“Apa lagi yang kamu tahu? Tanyanya dengan tangan yang berada di pinggangnya. Terlihat laki-laki itu sedang marah sekarang.
“T-tidak tahu. Hanya itu yang kutahu.”
Letta meringis, kini bahunya terasa nyeri. Enzi pun menekan rahangnya lalu berbisik, “Kau berani ya? Lihat saja nanti!”
Mereka berdua pun pergi dari sana untuk menuju ke kelas dan meninggalkan Letta.
Gadis ini berlari menuju toilet. Sampai di sana pun ia langsung membuka seragamnya, lalu mencuci bagian yang kotornya dan mulai mengeringkan dengan berlembar-lembar tisu. Terlihat di punggungnya ada memar yang membiru.
Letta menghela napas.
Cukup lama ia berkutat di sana. Namun, tidak lama setelah itu keluarlah Nara dari salah satu bilik toilet. “Letta? Bajumu kenapa bisa basah? Terkena hujan?”
Gadis itu tersenyum sambil mengangguk kecil seolah tidak terjadi apa-apa dan membenarkan jika bajunya basah terkena air hujan.
Nara pun mencuci tangannya di wastafel sebelahnya. “Tidak perlu menyembunyikan faktanya, Letta. Aku tahu kau habis dirundung mereka ‘kan?”
“B-bagaimana kau tahu?” tanyanya tergagap sambil mengenakan seragamnya kembali.
Nara yang tengah mengoleskan pelembab bibirnya pun berkata, “Aku juga punya tujuan yang sama dengan kalian.”
***
Gilbert berjalan-jalan untuk menikmati angin dingin pagi ini dengan earphone di kedua telinganya. Banyak yang ia melihat para siswa dan siswi lain tengah belajar ataupun sekedar bermain-main.
Terkadang mereka cukup kelelahan dengan belajar setiap malam. Bahkan, jika merasa tidak tuntas mereka akan belajar sampai dini hari.
Namun, saat melewati lorong belakang sekolah ia menghentikan langkah kakinya karena melihat Enzi dan Adelio sedang merundung Letta di sana, nyaris di bawah guyuran hujan.
Yang ada di pikirannya sekarang adalah mengapa 2 orang itu suka sekali membuat keributan di pagi hari. Tidak tahukah ini sedang hujan bahkan orang-orang tengah menikmatinya.
Walaupun ia merundung Letta, tetapi masih cukup berperikemanusiaan untuk tidak sering main fisik. Ia melihat gadis itu diseret paksa oleh Adelio dan dihempaskan ke pagar pembatas sekolah yang terletak jauh di halaman belakang sekolah.
Adelio dan Enzi menggunakan payung saat itu sedangkan Letta tidak menggunakan apapun.
Tangannya tergerak untuk menekan sebuah ikon kamera di ponselnya, lalu merekam kejadian tersebut sambil tersenyum menikmatinya.
Gilbert menyukai hujan karena disaat inilah ia akan mengambil setiap sisi rintikan air langit tersebut, sayangnya ada yang mengganggu keindahan tersebut.
“Senjata yang bagus untuk mengancam Enzi.”
Setelah itu ia pergi dari sana dengan santainya.
***
“Felix, aku boleh ikut tidak?” Felix pun mengangguk kecil.
Felix kini tengah merapikan buku yang tengah berantakan. Ia bersama dengan Nara dan Alicia. Mereka bertiga kini tengah belajar di perpustakaan karena jam pelajaran sedang kosong akibat guru-guru melaksanakan rapat.
Banyak murid-murid mulai mempersiapkan ujian untuk masuk ke universitas ternama dan menyiapkannya dari sekarang. Yang terlihat oleh anak-anak kelas memang seperti itu walaupun kenyataannya tidak.
Suasana di ruangan itu cukup senyap karena hanya ada mereka di sana. Sampai akhirnya Nara membuka keheningan. “Mengapa suasananya tidak enak begini?”
Felix dan Alicia berpandangan. “Apa?”
Nara pun berdiri dari duduknya dan seakan tengah membersihkan debu yang menepel di roknya. “Aku tahu kalian sedang membantu Letta dan ingin membicarakannya.”
Alicia terus membungkam mulutnya dengan berbagai macam alasan seperti ia tidak mengetahui apa-apa. Sedangkan Felix hanya terdiam melihat 2 perempuan itu yang hampir berseteru.
"Aku tidak mengerti dengan apa yang kamu maksud," ujar Alicia sambil memainkan pensilnya.
"Tidak usah berpura-pura," ucap Nara dingin.
Alicia mencebik kesal, "Hah, apa yang kamu ketahui?"
Felix segera merapikan buku-buku ke dalam rak sesuai dengan jenisnya, lalu meminta Nara untuk duduk dahulu. Dan mereka akhirnya duduk di salah satu meja yang hampir terletak di ujung ruangan tersebut.
Terlihat dari mata Nara bahwa ia tidak puas dengan jawaban yang diberikan oleh Alicia sambil mendecak sebal.
Akhirnya Felix pun membuka suara. “Jawaban seperti apa yang kamu mau?”
Perempuan berambut pendek ini pun menghela napasnya kasar sambil melipat tangannya di dada.
“Cukup jujur denganku. Kalian sedang membalas mereka ‘kan?”
Alicia dan Felix saling bertatapan tajam.
“Letta seharusnya hanya umpan, tapi tenyata dia bukan sekedar umpan dan banyak yang kami rencanakan.”
Nara tersenyum mendapatkan jawaban itu. Ia merasa sangat puas sekarang. Gadis itu sekarang membuka ponselnya yang berisi video dan bukti penyuapan yang dilakukan oleh guru-guru untuk menyembunyikan kasus Letta dan kasus lainnya.
Mereka sekarang paham mengapa sekolah memberikan peringatan yang cukup serius untuk Letta jika melaporkan apa yang dialami oleh dirinya selama ini.
Tidak hanya video itu. Bahkan rekaman panas milik kepala sekolah bersama salah satu siswa di sini pun Nara memilikinya.
Sangat di luar ekspetasi Felix dan Alicia, yang mereka tahu gadis ini adalah seseorang yang polos dan ceria ternyata memiliki kemampuan menjadi mata-mata.
Kini Alicia mau menerimanya sebagai partner 'bersih-bersih' sekolah ini.
***
“Di mana buku catatanku?” gelisah Enzi yang mencari-cari buku catatan yang selalu ia bawa ke mana-mana, biasanya ia taruh di loker jika tidak ada di meja dan sekarang menghilang entah ke mana.
Ia tengah sibuk mencarinya dan terkejutnya ia saat menggeledah dan menemukannya di dalam laci milik Letta. Ia pun langsung memaki-maki gadis itu, padahal baru saja ia duduk di sana.
Enzi membrutal, bahkan susu kotak yang akan diminum oleh Letta pun direbut dan ditumpahkan ke kepalanya yang membuat baju seragam gadis itu basah.
Gadis yang tengah dirundung ini hanya bisa terdiam dan selanjutnya menuju loker untuk mengambil sapu tangan, lalu pergi ke toilet untuk membersihkan bajunya, nasib buruk sekali ia bahkan tidak membawa baju olahraga.
Bahkan anak-anak dari kelas lain memandangnya jijik sampai menyumpah serapahi dirinya.
“Dasar anak tidak tahu diri.”
“Berlindung di balik Alicia apa untungnya?”
“Kau memanfaatkan gadis itu ‘kan?”
Gadis itu menunduk ketika ia tahu akan melewati Gilbert. Langkah kakinya ia percepat namun, sayangnya Gilbert mengetahui jika Letta tengah menghindarinya. “Mengapa kamu seperti ini?”
Letta menggeleng dan mencoba melepaskan genggaman Gilbert, tetapi sepertinya laki-laki itu tidak akan mau melepaskannya sebelum gadis itu menjawab pertanyaannya. “Jawab aku!”
“Kamu masih menanyaiku? Apa pedulimu?” Entah keberanian dari mana gadis itu hampir saja membentak Gilbert, dan pada akhirnya mereka sedikit cekcok akibat Letta berbicara seperti itu.
“Dasar anak miskin.”
Gilbert tidak akan bermain tangan atau menyakiti perempuan, hanya saja ia memang seram jika sudah memanfaatkan orang seperti Letta. Kata-kata yang terlontar dari mulutnya begitu menyakitkan hati.
Gilbert mencebik lalu menghembuskan napas dan melepaskan genggamannya. Padahal hari ini ia mau berniat baik membantunya, tapi ya sudahlah.
Letta segera berlari ke tempat tujuanya sekarang. Di dalam salah satu bilik toilet ia membilas rambutnya yang bau akibat tumpahan susu.
Setelah sepi, ia keluar dengan rambutnya yang basah dan mengeringkannya menggunakan sapu tangan yang ia bawa. Dilihatnya ada sebuah hoodie abu-abu di wastafel dengan sticky note di sana yang bertuliskan ‘Pakai saja, tidak usah dikembalikan.’
“Bagaimana dia tahu bajuku tengah basah?” monolog Letta sembari memakai hoodie itu, lalu segera keluar dari sana untuk mengisi perutnya, ia sangat lapar sekarang.
Tiba-tiba saja dari belakang, Letta menerima tepukan yang membuatnya sedikit terkejut. “Hei ikut aku sekarang.”
Letta pun mengikuti Alicia dari belakang.
Sembari makan Alicia menanyai Letta tentang reaksi yang diberikan oleh Adelio. Dan setelah mendengar hal itu Alicia meminta maaf untuk apa yang telah dialami oleh gadis ini.
Lagi-lagi gadis yang tengah menggunakan jepit rambut ini tersenyum. “Tidak apa, tapi kau harus membayarnya.”
Gadis itu heran dan bingung dengan apa yang dibicarakan oleh Letta.
“Beri dia hukuman, sekolah ini juga. Aku tahu kamu mampu,” ucapnya sambil memegang tangan Alicia penuh harap.
“Hmm, oke. Kalian yang figuran harus membantuku.”
Tiba-tiba saja terdengar teriakan seorang perempuan, diduga suaranya berasal dari arah tengah gedung dan benar saja, terlihat 2 orang tengah baku hantam.
Alicia hanya menonton aksi itu dari pinggir lapangan bersama Letta yang terlihat terkejut dan menunggu kedua orang itu berdamai dengan sendirinya. Namun, tidak sampai 5 menit guru BK pun datang membubarkan semuanya.
“Bagaimana hasil dramaku?”
Setelah bertemu dengan Letta ia pun berjalan menuju lokernya dan mendapati hoodie berwarna abu-abu yang diberi oleh mantannya. Lalu, ia menyusup ke kamar mandi perempuan dan menaruhnya di atas wastafel.Itu adalah milik Gilbert, nyatanya laki-laki ini masih memiliki kepedulian yang cukup tinggi walaupun orang-orang sering menyebutnya ‘si cuek’ berhati dingin.Gilbert itu suka sekali membuat orang kesal karena mulutnya yang tidak bisa dikontrol itu.Laki-laki bersurai hitam itu kini tengah membaca sebuah artikel di ponselnya tiba-tiba didorong oleh seseorang, yang membuatnya hampir jatuh tersungkur. Namun, sayangnya ia melihat jika Adelio lah pelakunya.“ADELIO PENGECUT!” teriaknya di lorong yang dapat didengar oleh Adelio. Laki-laki itu pun tersulut emosinya dengan mempercepat langkah kakinya dan melayangkan sebuah hantaman di pipi Gilbert.Mudah sekali memancing emosi Adelio, hanya bermodalkan mulut saja.Gi
Suasana sedang ramai ditambah guru yang akan masuk ke kelas mereka sakit, jam kosong di kelas mereka. Enzi kini tengah membaca buku novel, namun notifikasi di ponselnya mengalihkan perhatiannya.Gilbert Datangi aku sekarang di rooftop. Enzi mencebik kesal, “Mau apalagi sih dia?”Gadis dengan rambut pirang pendek itu pun berjalan cepat menuju tempat terlarang untuk siswa itu.Walaupun ia hanya dekat dengan Gilbert sebatas adik kakak orang-orang terkadang berasumsi jika mereka menjalin hubungan.
Malam itu Gilbert tengah bersiap-siap untuk pergi dengan Alicia. Ia menyemprotkan parfum mewah di tubuhnya. Orang tua Gilbert adalah seorang pejabat berpangkat tinggi.“Gilbert, uangmu sudah ayah transfer,” ucap ayahnya yang tengah bersantai di ruang keluarga bersama dengan istrinya alias mama tiri Gilbert. “Mau ke mana kamu?”Gilbert yang baru saja turun dari lantai 2 ini pun menegak satu gelas minuman bersoda lalu menjawab ayahnya. “Aku mau jalan.”“Jika nilaimu hancur awas saja,” ucapnya mengancam.Gilbert tidak memedulikan omongan pria itu bahkan ia langsung berjalan ke arah garasi untuk mengambil mobil berwarna hitam dan meninggalkan kediamannya menuju apartemen Alicia.Gilbert &nbs
“Kita ikuti saja apa maunya, karena ini sudah termasuk ancaman. Aku bahkan tidak tahu apa yang dimaksud ‘hadiah spesial’.” Adelio pun mengambil lilin dari bungkusan hitam itu dan tiba-tiba saja listriknya padam kembali dan hanya menyisakan mereka dengan cahaya bulan yang remang-remang. “Nyalakan lilinnya,” suruh Gilbert. “Kita akan berpencar.” “Tapi, Kak….” “Ikuti saja apa maunya.” Mereka pun mengundi untuk mencari pasangan dan Felix yang tidak mendapatkan pasangan dengan terpaksa harus berjalan sendiri. Enzi dan Adelio menuju ke arah kelas 10 yang terletak di lantai dasar, Gilbert bersama Nara yang menuju ke area kolam renang, Alicia dan Letta menuju ke kelas 11 yang berada di lantai 2 dan Felix yang sendiri akan menuju kelas 12 yang terletak di lantai 3. Mereka pun berpencar mencari kunci gerbang yang katanya tersembunyi di sekolah ini. Berbekal dengan rasa takut dan hawa dingin yang tiba-tiba menyeruak yang membuat tengkuk m
“Bagaimana jika kita bertukar posisi, Enzi?” ucapnya dengan seringaian.“Apa maksudmu?”“Aku yang balik merundungmu dan kau jadi tikus mainanku? Bagaimana?”***Setelah kejadian itu seluruh murid diarahkan untuk masuk ke dalam kelas. Mereka semua harus belajar karena sebentar lagi akan diadakan ujian.Semua orang bingung mengapa Mia bisa berbicara seperti itu secara tiba-tiba di depan banyak orang. Apalagi dengan Letta semua orang benar-benar dibuat bingung.“Yakin itu Letta?”“Ya kalian pikir?”“Apa yang terjadi dengan sekolah ini?”Begitulah kira-kira beberapa omongan dari mereka yang tidak tahu kejadian sebenarnya dan hanya sibuk berspekulasi.Sekarang Letta berada di rooftop bersama Alicia, Nara, Felix, Gilbert, dan Enzi, mereka diam-diam menyusup menggunakan kunci yang telah diberikan Adelio kepada Enzi.Pada awalnya hanya
Dua hari telah berlalu. Namun, rumor tentang Adelio masih saja menyelimuti sekolah itu. Mereka tentu saja membicarakannya di belakang laki-laki itu. Siapa yang berani membicarakanya terang-terangan, bahkan identitasnya sebagai anak direktur telah terbongkar.Namun, tidak untuk Alicia, Nara, Letta, Gilbert, Felix dan Enzi.Felix kini menjejakan kakinya di belakang sekolah untuk sekedar mencari udara segar dan memikirkan masalahnya dengan Gilbert. Felix sebenarnya sudah mengetahui bahwa ibunya adalah ibu tiri Gilbert, namun ibunya baru jujur tadi malam.Nyatanya dunia ini begitu sempit.Rasa di hatinya begitu kosong, saat tadi malam ibunya mengajaknya untuk makan malam bersama.Sebuah benda dingin menyengat pipinya tak kala saat ia mendongakan kepalanya ke atas.“Letta!” kagetnya sembari menerima pemberian minuman kaleng itu dari tangan gadis itu.Letta membuka kaleng minumannya lalu menegaknya, lantas Felix memerhatik
“Oh, Felix! Ada apa?” tanyanya.“Aku hanya ingin berkunjung … dan membahas Gilbert sedikit denganmu boleh?” tanyanya kembali lalu memberi bingkisannya. Alicia pun mengiyakan dan mereka melanjutkannya di dalam apartemen milik Alicia.Sebenarnya Alicia hanya sedang bersantai setelah seharian sekolah dan tanpa diduga Felix tiba-tiba mendatanginya dan membahas Gilbert. Awalnya ia pikir hanya membahas ringan, namun dugaannya salah.“Gilbert adalah saudara tiriku, namun ibuku akhir-akhir ini menjadi sok perhatian tanpa sebab. Bukannya aku tidak senang. Namun ia malah membicarakan Gilbert di saat bersamaku membuat muak saja.”Tangan Alicia tergerak untuk memberi sebuah pijatan di bahu Felix untuk menurunkan ketegangan yang ada dan ia pun berhasil karena sekarang laki-laki itu malah terkekeh sambil menangis.Laki-laki itu bingung harus menangisi hidupnya atau menertawakannya sekarang ini. Ia cukup Lelah dengan kea
Nara akhirnya turun ke lantai dasar untuk menghampiri Alicia dan Enzi yang sedang berkelahi. Ia hanya melihatnya tanpa memisahkannya. Ia merasa de javu melihat kejadian ini kembali.Enzi yang menyadari tingkah Nara yang aneh pun menyudahi pertikaiannya dan mendorong Nara ke tembok secara asal, pakaian mereka tentu saja sudah basah akibat hujan. Hanya berselang beberapa menit mereka yang berpencar telah berkumpul kembali.“Nara!” teriak Adelio yang sekarang hampir menyerangnya dengan sebilah kayu, namun Letta berhasil menghentikannya dengan menendangnya ke sembarang arah.“GILA!”Apakah Adelio lupa bahwa Letta setara denganya? Ia merasa gagal dan akhirnya menyerang Letta dengan membabi buta, namun gadis itu tidak pantang menyerah.Felix dan Gilbert berlari terengah-engah untuk melerai mereka. Felix telah basah kuyup karena ia menceburkan diri di kolam renang ini pun segera memeluk Adelio dari belakang dan Gilbert mem
Alicia kini terduduk di atas ranjangnya. Ia tidak ingin berlama-lama di rumah sakit dan segera menghubungi kakak kembarnya itu untuk membantunya berpindah. Rio ikut membantu agar kelakuan mereka tidak sampai terdengar ke telinga orang tua masing-masing, walaupun lambat laun pasti akan terbongkar juga karena keluarga Danendra tidak mungkin diam saja. Gadis itu sedang sarapan sendirian di dalam kamar sebelum Rio tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya dengan wajahnya yang nampak lesu dari biasanya. “Ketuk pintu dulu!” sentak Alicia dengan mata yang sinis, ia tidak suka orang-orang sembarangan membuka kamarnya. Namun, Rio bebal diberi tahu. Sedangkan yang ditegur hanya menggaruk kepalanya tak gatal sembari tersenyum masam. “Kamu ini anak iblis apa ya?” “Anak kambing!” jawab Alicia dengan nada yang sedikit dihentak, sontak jawaban itu membuat Rio terbahak. Rio pun duduk di tepi ranjang sembari memerhatikan Alicia menghabiskan sarapannya, di mata
Alicia mencoba untuk menerobos masuk ke dalam kamar utama untuk mencari tahu dan membeberkan semua, anak ini benar-benar nekat untuk remaja seusia 18 tahun. Ia bersama Letta mulai mencari bukti itu dibantu oleh Rio tentu saja. Suara sepatu dari luar membuat mereka sedikit tergesa-gesa dan mereka lebih memilih untuk bersembunyi di tempat yang berbeda sembari merapikan tempat-tempat yang mereka acak-acak tadi. Jantung Letta berdesir saat seseorang itu masuk dan mulai mendekati persembunyiannya yang berada di balik tirai di sudut kamar sedangkan Alicia yang melihat itu segera memberikan kode kepada Rio. Untungnya sebelum orang itu semakin curiga Rio yang mengamati situasi pun segera membuat kegaduhan. “Oh maaf, aku terpeleset. Bisakah kamu mengepelnya. Akan bahaya jika orang lewat,” ucapnya sembari tersenyum lebar seperti tidak terjadi apa-apa. Belum sampai semenit, orang itu menyerangnya tiba-tiba, namun orang yang menemani Rio itu cepat datang
“Aku tidak akan pergi karena ini juga acaraku.” Rio dari luar hanya terkekeh melihat drama yang ia perbuat itu. Pemadaman lampu itu adalah ulahnya itulah sebab ia berpisah dengan Alicia tadinya. Ia membawa seseorang untuk menjaga listrik. Terukir senyuman di bibir saat Nara mulai menjalankan perannya. Rio yang melihat Alicia membawa Letta keluar pun segera menyusulnya. "Alicia!" panggil Rio dari arah pintu masuk. Langkah kedua gadis itu pun terhenti, Alicia membiarkan Rio membawa Letta entah ke mana sedangkan Alicia sendiri harus kembali ke dalam untuk mencari apa yang ia cari. Letta dan Rio akhirnya menuju parkir dan mereka pun berdiam di sana untuk menunggu kelanjutan peran mereka. Namun, belum sampai lima menit terlihat seseorang hendak mendatangi mobil Rio. "Letta sembunyi di belakang cepat," suruhnya sembari membantu gadis itu karena bajunya yang dikenakannya cukup membuat kerusuhan di dalam mobil. Rio pun menurunkan
Di sebuah kamar seorang gadis duduk di depan meja riasnya ditemani sinar mentari kejingaan yang menandakan sang Surya akan segera menghilang. Gadis yang menggunakan piyama berwarna coklat keemasan itu tersenyum simpul saat ia duduk di depan cermin. "Drama kehidupan begitu kejam ya. Tapi, mereka sendiri yang membuat keadaan sulit untuk diri mereka," monolognya sembari mengatur rambutnya dan mulai meriasi wajahnya dengan make up. Alicia memilih untuk memakai pakaian yang cukup elegan, ia memilih untuk menggunakan dress berwarna abu-abu dengan sepatu heels yang telah disiapkan dan rambut yang sudah diatur sedemikian rupa untuk pesta formal malam ini. Setelah selesai dengan kegiatannya itu ia keluar balkon dan duduk di sana menikmati warna langit yang perlahan memunculkan bintangnya. Ponselnya berdering saat ia hendak menelpon Felix, terpampang jelas di sana ada nama Letta. “Aku di dekatnya,” ucap Letta dari seberang
Di malam hari, Felix akhirnya mendengarkan apa kata Letta, walaupun tadi mereka sempat berdebat kecil karena Felix yang tiba-tiba keras kepala tidak mau mendengarkan. Namun setelah Letta menghampiri kediamannya hati Felix terbuka. Mereka memasuki rumah sakit tersebut. Felix bersama Letta masuk ke ruangan tersebut sedangkan Alicia dan Nara lebih memilih untuk menunggu mereka dari luar karena tidak boleh terlalu banyak orang yang menjenguk. Felix duduk di sebelah ranjang sembari melihat ibunya yang tengah berbaring dengan selang serta alat bantu yang lainnya. Letta menepuk pundak laki-laki itu saat ia ingin menumpahkan air matanya. “Menangislah, aku tidak akan berbicara apapun,” ucap Letta pelan dan saat itu juga ia melihat bahu Felix bergetar menandakan laki-laki itu tengah menangis. Dari belakang Letta hanya bisa mendengar suara isakan kecil Felix. Namun, setelah itu suara dari alat berbentuk kotak itu mengalihkan mereka berdua. Letta keluar d
Sesuai dengan perkataannya, Valerio dengan para staff sekolah akhirnya berdiskusi mengenai masalah ini. Suasana di ruangan ini menegang saat Valerio mulai duduk di kursinya dan memulai pembicaraan. "Saya akan mulai pembicaraan ini, mengenai skandal yang tengah terjadi," ucapnya memulai pembicaraan berat ini. Semua orang di sana menegang, jantung mereka berdegup kencang tidak karuan karena mereka belum dapat mendapatkan pelakunya. Kepala sekolah yang baru saja datang dengan tergesa-gesa itu pun menarik perhatian orang-orang di sana. Terlihat di tanganya ada sebuah amplop coklat lalu ia mengeluarkan beberapa foto dari sana dan memperlihatkannya kepada Valerio, tentu saja laki-laki itu sekarang agak terkejut dan meragukan sang Kepala sekolah. Valerio menarik napasnya untuk tidak meledak sekarang juga, ia tidak pernah berpikir jika kandidat pelakunya adalah gadis yang ia kenal cukup baik. Valerio denial akan hal itu dan semakin berpikir jik
Sudah pasti suasana di seklolah ini menjadi chaos.Murid-murid yang sempat merekamnya pun diminta untuk tidak menyebarkan rekaman itu ke mana-mana atau akan ada sanksi berat menunggu mereka. Valerio yang mendengar hal ini pun langsung turun ke sekolah karena itu akan membahayakan reputasinya. Laki-laki ini melangkahkan kakinya di antara murid-murid sekolah ini. Hanya sedikit dari mereka yang tahu jika Valerio adalah ayahnya Adelio. Saat datang ke ruang kepala sekolah ia mendudukan dirinya ke sofa empuk berwarna merah tersebut lalu menatap kepadasang Kepala sekolah dengan tatapan yang tajam, menyiratkan makna bahwa ia tidak main-main sekarang. "Bagaimana bisa ada rekaman itu dan bocor?" tanyanya sembari menyesap kopi yang telah disediakan. "Saya masih menyelidikinya, dan akan segera memberitahu anda dengan segera," ujar kepala sekolah itu dengan percaya diri. Valerio sedikit menghentak cangkir itu yang membuat orang ya
"Jadi, kamu pilih penawaranku atau tetap mau bersikeras Danendra?" Akhirnya Adelio lebih memilih untuk pasrah seutuhnya. Ia menyatakan akan memilih penawaran Alicia walaupun ia sendiri tidak yakin dengan pilihannya itu. Ia takut ayahnya akan mengamuk, tapi jika Alicia mempersulitnya sepertinya akan lebih daripada itu. Koneksi Alicia juga tidak kalah mengerikan dari dirinya, perempuan ini cukup manipulatif. Setelah itu Nara berjongkok untuk melihat wajah laki-laki itu. "Ingat, jika kamu masih bermain-main akan ada lebih banyak cara mempermalukanmu setelah ini." Adelio mengepalkan tangannya. Ia ingin marah, tapi ia tahu itu hanya akan memperparah keadaan dan yang hanya dapat ia lakukan hanya menghela napas berat sembari mengusap darah yang muncul dari sudut bibirnya. Dia kalah. Alicia dan Nara pun meninggalkannya sendirian di sana menuju ruangan mereka yang berada di belakang gedung itu. Sepanjang jalan Nara menjadi pusat perhatian dan m
"HAHAHA, CINTAMU MENJADI NERAKA, CONGRATULATIONS!" teriak Letta, bahkan gadis itu sekarang tertawa terbahak, namun terlihat jelas itu adalah bukan tertawaan senang. Ia tertawa dengan pipi yang basah, bibir yang terluka dan tentu saja hati yang terluka. Semua terdiam, pandangan mereka mengarah ke Letta sekarang. Gadis itu terlihat menyedihkan. Nara datang setelah pertikaian antara Adelio dan Letta itu terjadi, terlihat ia sedang mengemut permen dengan tatapan mata yang santai, karena ia tahu ini semua akan terjadi. Rencananya berjalan dengan lancar rupanya. "Kenapa tidak dilanjutkan?" Orang-orang di sana terdiam mendengar perkataannya. "Adelio, aku tahu kamu memang pintar, tapi kenapa memilih jalan curang? Bodoh sekali." Adelio masih tetap bergeming menengarkan ocehan Nara yang terlihat sangat arogan di depannya. Padahal ia pun sama saja. Nara mencoba mendekati Adelio lalu menamparnya. Semua orang terkejut dengan sikap Nara yang