Hi everyone🐰
Thankyou so much buat kalian yang udah bersedia luangin waktunya buat mampir kesini...
Semoga tulisan aku bisa bermanfaat dan menghibur kalian... Hehe🐰
Yok, langsung saja,,
Check it out ↓↓
***
"Mulai sekarang, namamu adalah Vittoria Joa Shue," cetus seorang pendeta wanita dengan kening berkerut.
Kedua matanya begitu jernih dengan satu tangan menekan kuat kepala seorang pengunjung gereja.
"Terimakasih, Lady Anne," jawabnya selembut kapas.
Wanita itu memakai tudung putih dan transparan sembari bersujud di hadapan patung Yesus yang diagungkan.
Perpaduan antara sinar rembulan dan lampu membuatnya tampak bercahaya bagai seorang malaikat kecil dalam upacara pemberkatan nama.
Lady Anne mulai membacakan mantra.
Whooosh...
Krettt... Krett...
Angin kencang mulai menghantam kedua pintu gereja yang sudah usang.
Jgerrr!
Kilat menggelegar dengan lantang. Suasana gereja terasa mencekam, detik-detik dua insan sedang melawan takdir Tuhan.
"Semoga Tuhan memberkatimu, Joa."
"Aku..," napas wanita itu semakin menggebu-gebu.
"Vittoria Joa Shue bersumpah akan mengirimkan kalian semua ke NERAKAAAA!"
*
(Lima tahun yang lalu)
Roma, Italia.
Seorang kurir berhelm hitam memasuki gedung pencakar langit bernama The Sky Tower. Sembari menyerahkan sebuah kotak bernuansa perak pada resepsionis, “Permisi, ada paket untuk Bilson Moretz.”
Kotak itu dibawa masuk oleh petugas keamanan menuju Lantai 47. Pintu lift terbuka. Seorang bodyguard berbadan kekar datang menyambutnya, dan sekarang kotak itu sudah berpindah ke tangan asisten pribadi Bilson.
Tok…tok…tok!
“Masuk.”
“Permisi Tuan Bilson, ada paket untukmu.”
Bilson Moretz menghentikan aktivitas memasang dasi kupu-kupu navy-nya, "Taruh di meja.”
Kemudian, Bilson menyandarkan diri di atas sofa dan mulai unboxing hadiahnya. “Kaset?” gumamnya sambil mengobrak-abrik kembali kotak kosong yang telah diambil isinya. Ia menemukan secarik kertas dengan tulisan tangan rapi.
'Dear my love, congratulation for Modeu Magazine launching. My best wishes are always with you, be blessed forever! From: Carina Rossi.'
Bilson tersenyum manis menatap hadiah kejutan dari istri tercintanya. Ia bersemangat kembali dan segera beranjak keluar dari ruang pribadinya.
*
Aula pesta berdekorasi fantastis telah dipenuhi oleh para tamu undangan. Bilson mendapatkan sapaan ramah saat muncul.
“Selamat Tuan Bilson,” ucap seorang wanita cantik dengan model gaun backless yang memperlihatkan punggung mulus bertatonya. Wanita itu tidak hanya menyapanya saja, namun juga mendaratkan kecupan ringan di pipinya.
“Banyak orang disini,” bisik Bilson sambil mendorong pelan pinggang wanita itu dan berjalan pergi.
“Putarkan kaset ini di layar utama,” perintah Bilson pada salah satu bodyguardnya.
*
Alunan musik Town of Windmill mewarnai opening acara pada sore itu. Pasangan muda dan tua saling mengaitkan jari tangan dan mulai berdansa. Aroma wine dan parfum berpadu dengan sempurna.
“Para hadirin sekalian, terima kasih atas kedatangannya,” pidato Bilson cukup panjang dan memakan waktu.
“Wow lihat betapa gagahnya anak itu,” seru Torrey Boyle.
“Huh! Memangnya ia pernah terlihat jelek?” timpal Berlin Lindswell.
“Hei narsis, kau tidak bisa berhenti mengambil foto?” ledek Marie Lyn yang tidak tahan melihat tingkah laku temannya.
“Aku harus memposting muka Bilson di Onstagram,” jawab Carla Young.
“Ssstt... Jangan ribut, kepalaku pusing,” imbuh Karen Gleeson.
“Chloe, kau sangat cantik hari ini,” dalih Torrey sembari mengajaknya bersulang.
“Sudah habis,” sahut Chloe lalu meneguk sisa wine putih dalam gelasnya.
Torrey, Berlin, Marie, Carla, Karen dan Bilson adalah enam sekawan yang berasal dari desa dan sekolah yang sama. Persahabatan mereka ibarat jarum dan benang atau sepasang sepatu yang saling melengkapi. Sementara, Chloe adalah sahabat karib dari Carina Rossi, istri Bilson Moretz.
“Sekian kata-kata sambutan dariku.”
Tepuk tangan meriah memenuhi seisi ruangan.
“Berhubung istriku sedang sakit, jadi ia tidak bisa hadir menemaniku hari ini. Sebagai gantinya, ia mengirimkan sebuah hadiah kejutan untukku,” ucap Bilson sembari memberi kode pada bodyguard-nya.
Sekarang seluruh pandangan tertuju pada layar raksasa yang tergantung melintang.
Tidak ada lagu pembukaan, hanya memperlihatkan sebuah ranjang yang cukup familiar bagi Bilson. "Tidak mungkin, Carina memfilmkan malam bulan madu kami kan?" gumamnya.
Brak! Brak!
Pintu kamar ditendang dengan kasar hingga terbuka, terlihat dua sejoli sedang berciuman dengan tergesa-gesa. Punggung wanita itu memiliki tattoo lima mawar berderet yang mencolok, sontak semua orang menyadari wanita tersebut adalah Chloe Miles.
Dalam sekejap, posisi keduanya telah berubah menjadi lebih vulgar.
“Jika kau mau lebih, panggil aku Daddy,” tantang Bilson sambil memasukkan dua jarinya ke dalam mulut Chloe.
“Berhenti menyiksaku, ahhhh!” pinta Chloe sambil mengerang nikmat.
Bilson semakin menekannya, mau tidak mau panggilan itu keluar dari mulut Chloe, “Nghhh! Daddyhhh.…”
“Matikan! Cepat matikan videonya!” teriak Bilson sambil melempar beberapa botol wine dengan kesal. Setengah dari badan layar itu sudah berubah warna.
“Nghhhhh! Aaah Fas…ter!” suara erangan pria dan wanita yang sedang berjuang mencapai klimaks terdengar semakin jelas.
Semua orang yang berada dalam ruangan dibuat panas dingin dengan mata bergeming. Untunglah, Carina masih berbaik hati dengan mem-blur bagian tak senonoh untuk menyelamatkan muka Bilson dan sahabatnya.
Chloe menundukkan wajah merah padamnya sambil mengepalkan tangan hingga gemetaran. Akhirnya video memalukan itu berhasil di-pause, Bilson merusak alat pemutar kaset dengan menginjaknya sampai hancur.
“Carinaaaa! Aku akan membunuhmu!” rintihnya dalam batin.
***
[To be Continued...]
Roma, Italia. Tiga puluh menit telah berlalu. “Pak, tolong antarkan aku ke bandara," ujarku setelah menutup pintu taksi. Aku yakin suamiku pasti merasa amat lega sekarang... karena ia tidak perlu menyembunyikan hubungan gelapnya lagi. Aku selalu memperlakukannya dengan baik namun malah pengkhianatan yang kudapatkan. Terlebih lagi, pelakor itu adalah sahabatku sendiri. Aku benar-benar frustasi dengan kehidupan rumah tangga kami, sehingga aku memutuskan untuk membalasnya hari ini. Of course, aku harus memberinya pelajaran. Aku telah menandatangani surat cerai dan meletakkannya di atas meja kerja suamiku. Lalu, koper dan tiket pesaw
Perlahan aku membuka mata. Aku dapat merasakan sakit dan pegal di sekujur tubuhku terutama bagian kepala. Aku juga merasakan cairan hangat mengalir dari dahi dan tertahan di antara bulu alisku. Aku mulai memicingkan mata untuk mencari tahu dimana aku berada sekarang. “Basement,” gumamku setelah melihat beberapa mobil terparkir dengan tulisan angka di setiap sekat dinding. Akh!.... Kepalaku pusing dan pandanganku sekali-kali mengabur, namun anehnya tidak ada rasa takut sedikitpun. Aku berusaha mengingat kembali kejadian terakhir. Oh.. FUCK! Terakhir kali, Bilson datang menjemputku di bandara dan berhasil merayuku untuk kembali dengannya. Setelah itu, ia membiusku di dalam mobil. Aku berusaha melawan, sehingga ia
“Basement ini luas sekali, wohoo!” seru Torrey. “Kotor dan bau,” tegas Carla sambil menutup hidung plastiknya. “Cepat suruh tanda tangan suratnya,” desak Karen sambil mengernyitkan dahi padaku. Berlin hanya tersenyum puas melihat keadaanku yang kacau balau dan penuh luka-luka. “Aku akan menyuntikkan cairan infus untuknya,” ujar Marie yang tahu benar kondisi kesehatanku. Aku menderita hipotensi alias darah rendah. Bilson menghentikan langkah kaki Marie, “Buat apa kau mengasihinya sekarang? Kita semua hanya menganggapnya sebagai mesin ATM selama ini.”
15-07-2018 The Muse Museum, New York. “Seven,” panggil seorang pria berkumis dan berseragam pemadam kebakaran. Mereka berdua sedang menggantung di atas ketinggian dengan sniper di tangannya. “Sev! Sev! Seven! Dick sucker!” lanjutnya. Seven menggetok kepala partner-nya dengan kasar, “Apa kau bilang?” “Geez! Aku memanggilmu daritadi idiot! Turun ke bawah!” Seven dan Eight segera merenggangkan tali yang terikat pada pinggang sebagai penahan beban tubuh. Seven memecahkan kaca jendela Lantai 54 gedung museum yang sedang kebakaran dan masuk dengan gampangnya. Mereka bergegas melepas kaitan tali dan mengaktifkan mesin p
15-07-2018 The Muse Museum, New York. Petugas berbadan paling kekar mengejar Eight dan petugas wanita mengejar Seven. “Lucky me!” teriak Seven dengan percaya diri. Setelah berlari cukup jauh, Seven berhenti untuk menggoda petugas cantik itu. “Enough! I give up for you, sweetie,” ucap Seven sambil tersenyum menggoda. Seven adalah seorang playboy super tampan dan berkharismatik dengan postur tubuh atletis dan kulit putih. Mungkin tingginya sekitar 188-190 cm dan suara medium bass yang seksi. Lesung pipi dan senyuman manis dari bibir belah pria itu membuat para kaum hawa gagal fokus. Petugas wanita bernama Jenny terus mengacungkan pistol tanpa melepaskan pandangan matanya.
Seven terbangun dalam keadaan tangan dan kakinya terikat pada kursi besi. Sebuah seatbelt menahan tubuhnya agar tetap bersandar dan dua kabel elektromagnetik menempel di kedua pelipis matanya. “Fuccckkkkk!” Seorang pria tertawa penuh kegilaan muncul dari kegelapan. “Seven, kau akan mati di tanganku hari ini HAHAHAHA. Nyalakan listriknya!” Brzztt! Brzzttt! Seven disetrum hingga kedua bola matanya sempat menghilang ke atas. “HAHAHAHA It’s very fun!” Seven mengambil napas dan berteriak, “Persetan denganmu! Masalah kita sudah selesai dua tahun yang lalu, hanya pecundang yang gemar mengun
Eight berhasil menyeret Seven masuk ke dalam lift. Ia menampar-nampar wajah rupawan itu, “Sev, wake up! Jika kau pingsan, aku akan meninggalkanmu disini.” Seven tetap tidak bergerak, Eight terpaksa menyuntikkan cairan ajaib ke dalam tubuhnya. Seven terbangun dengan mata terbuka lebar. Eight dan Seven berhasil masuk ke dalam mobil yang terparkir di halaman depan gedung. Berbagai suara sirine berdengung dan peringatan menghantui jalan berkelok-kelok yang memutari pegunungan itu. Helikopter tentara menyoroti buggati hitam mereka dari atas dan mobil polisi mengejar mereka dari belakang. Sementara, Black Cat diam-diam mencari jalan pintas untuk menghadang mobil mereka dari depan. &nbs
(Lima tahun kemudian) Midsummer Collection, San Francisco. “Selamat malam para hadirin, selamat datang di Midsummer Collection 2023. Kami harap koleksi baru dari Lady Vittoria Joa Shue selaku designer utama dapat memberikan kepuasan bagi anda semua. New mode brighten day!” Sesi pembuka diawali dengan kata sambutan dan musik disco klasik. Satu persatu model mulai berjalan di atas panggung catwalk. Para hadirin membelalakkan mata karena takjub dengan koleksi unisex season ini. Aku sangat menyukai momen ini, ingin rasanya kupotret untuk dipajang di seluruh dinding kamar tidurku. Sesi penutup acara pun tiba, saatnya bagiku tampil untuk menyambut kesediaan para partisipan malam ini. “Mari kita sambut, Vittoria~ Joa~ Shue!”
La Blonde adalah satu-satunya kafe bernuansa Asia di Italia. Aku tidak tahu mengapa kafe ini diberi nama kebarat-baratan. Yang jelas, semua pelayan disini menggunakan rambut palsu berwarna blonde. Kami memutuskan untuk mengawali hari dengan sarapan disini. "Simon, kau tidak sibuk hari ini?" tanyaku. "Praktekku buka mulai pukul sepuluh, jadi tidak usah terburu-buru. Santai saja," terangnya. "Apa yang ingin kau bicarakan? Katanya sangat penting?" "Joke memberitahuku bahwa kau mendapat surat ancaman, dan kau berusaha menyembunyikannya dari kami semua?" ungkap Simon. "Heol, apa-apaan anak itu? Hampir 90% ceritanya sudah diubah, Simon." Aku tidak berbohong. Toh, nyatanya aku memang tidak berusaha menyembunyikannya. Tapi, aku berpikir surat itu hanya keisengan seorang pengangguran atau haters yang ingin melihatku terpuruk. "Setelah kasus kakak beradik itu, kau tidak boleh menyepelekan hal apapun. Mungkin
Amplop merah muda dengan ukiran mawar emas itu masih terlentang bebas di atas meja kerjaku. Aku tidak bisa fokus menciptakan rancangan selanjutnya. Kendati menyingkirkan benda itu, aku malah jatuh dalam kekesalan dan amarah yang tak dapat diuraikan. Bilson brengsek! Apa ia sungguh-sungguh menganggap perselingkuhannya dengan Chloe adalah hal yang patut dibanggakan? Selain memikirkan berbagai cacian dan makian menjijikan, aku juga tak habis pikir tentang perasaan Bilson pada wanita itu. Apa Bilson benar-benar mencintai Chloe? Aku terlalu percaya diri meyakini bahwa Chloe akan mendapat karma instan, karena Bilson pasti hanya menganggapnya sebagai mainan menarik untuk sesaat. Tapi, sekarang situasinya berbeda. Bilson akan menikahi Chloe, seperti yang tertulis di kartu undangan amplop merah muda, waktunya bulan depan. Tring.. Tring.. Aku menatap layar ponsel menyala, sebuah kata 'Ges
"Jadi, surat ini sudah Anda terima sebelum kasus terjadi?" "Benar." "Ya ampun, kenapa baru bilang sekarang?" "Aku benar-benar tidak ada keinginan untuk merahasiakannya sama sekali. Tapi, lihatlah surat ini, seperti omong kosong tak bermodal. Lihat saja, kertas yang digunakannya. Lagipula, yang diancamnya juga adalah aku," terangku. Tak sadar, volume suaraku semakin tinggi, Mr. Foster memberi isyarat dengan menempelkan ujung jarinya ke bibir. "Ya, apapun itu. Hal sekecil apapun sangat berguna dalam penyelidikan. Biarkan pihak kepolisian yang menilainya." "Aku benar-benar tidak mengerti. Bagaimana mungkin orang yang mengancamku berhubungan dengan kasus kematian Sarah?" "Aku sendiri juga tidak tahu, tapi tidak menutup kemungkinan keduanya saling berhubungan. Aku akan membawa kedua surat ini menemui atasanku dan melakukan tes sidik jari. Kami juga akan mencari tahu hal lainnya. Untuk itu, izinkan kami mengambil re
Mr. Foster langsung bisa dikenali dalam sekali pandang, karena ia selalu memakai setelan jas abu-abu dan topi. Ditambah tongkat perunggu berkepala naga yang selalu dibawanya kemana-mana. Sherlock Holmes! Benar, serupa tapi tak sama. "Maaf merepotkanmu, Ms. Joa." "Tidak masalah," jawabku datar. "Saya ingin memberikan beberapa pertanyaan perihal kasus Sarah Deelin, model majalah utama dari perusahaanmu." "Ya, silahkan." "Apa mendiang Sarah pernah menceritakan bagaimana kondisi keuangan keluarganya pada Anda?" tanya Mr. Foster sembari bersiap-siap untuk menulis di catatan kecilnya. "Detektif, sudah berapa kali kau menanyakan hal yang sama padaku? Aku sampai sudah hapal jawabanku." "Per.. permisi, apa Tuan dan Nona mau pesan?" sela seorang pelayan wanita. "Tolong, satu gelas kopi susu dingin. Anda mau pesan apa, Ms. Joa?" tanya Mr. Foster. "Teh oolong panas saja." Setelah pelayan wanita berp
"Hei, sedang melamun apa?" Aku menatap Joke yang berwajah masam dengan alis menyeringai tajam ke arahku. "Singkirkan segala beban pikiran yang tidak berhubungan dengan pekerjaan dan rencana balas dendam." "Apa sih?" elakku. "Jangan-jangan kau masih kepikiran dengan sosok pria aneh yang berjanji akan menjagamu seumur hidupnya." Memang benar! "Joa, kau tidak pernah belajar dari kesalahan, ya? Aku sudah mengingatkanmu agar tidak terlalu terlibat dengan urusan luar. Sasaran kita hanya Bilson dan para pecundang itu." "Aku tahu, aku tahu." "Suruh kau merayu Bilson yang mata keranjang saja, kau tidak lulus," gerutu Joke sembari meneguk habis jus jeruk di gelasnya. "Siapa bilang tidak berhasil? Bahkan aku mendapatkan undangan perjamuan makan malam dari mereka." "Tapi, kau tidak pergi kan? Kau malah bersenang-senang dengan pria aneh itu sampai tidak tahu jalan pulang. Benar-benar keterlaluan." "Hei, kau
Kami bertiga sedang duduk di lounge hotel bernuansa klasik dengan lampu gantung di setiap sudut. Anehnya, cahaya lampu membuat suasana di pagi menjadi sedikit redup. "Maafkan aku," ungkap wanita yang memakai blouse merah pekat, senada dengan warna wine yang kami pesan. "Ucapanku terdengar seperti sedang menuduh seseorang berbuat hal yang tidak-tidak," jelasnya lagi. "Tidak masalah, santai aja," balasku. "Aku harap kesalahanku tidak mempengaruhi hasil kerja sama diantara kalian," terang Chloe masih memasang wajah penuh harap. "Ya, kau tenang saja. Aku ini cukup profesional." "Sungguh terima kasih," tutur Chloe sembari menunduk. Kenapa orang ini sangat mencemaskannya? Apa Bilson telah menemukan titik lemahnya? Apa ini yang namanya karma instan? "Kalau begitu, aku permisi dulu." "Tunggu, Ms. Joa. Kami ingin mengundangmu makan malam bersama akhir pekan ini, apa memungkink
Ckritttt! "Hei, ada apa?" protesku. "Maafkan saya, bu. Apa ada yang terluka?" sahut supir taksi dengan panik. "Sekelompok pria itu muncul tiba-tiba. Jadi, saya terpaksa rem mendadak." "Sayang, ada apa?" timpal Bilson yang sudah setengah sadar. Aku yakin kepalanya masih berputar hebat, namun ia memicingkan matanya untuk melihat penampakan di depan mobil. "Siapa mereka?" gumamnya. "KELUAR!!" Belum sempat memikirkan apa yang harus dilakukan, seseorang sudah memukul kaca mobil dengan tongkat kayu. "KELUAR KALIAN SEMUA!" teriaknya. Aku cukup takut tapi tidak setakut itu– lebih tepatnya, khawatir campur bingung. Aku melihat supir taksi perlahan keluar sambil bertanya apa yang sedang terjadi, sambil sesekali memohon ampun. "Hei, kalian berdua juga keluar!" perintahnya. "Mereka mau apa, sih!?" geram Bilson sambil membuka pintu mobil. "Lebih baik, jangan menyerang dulu. Mungkin mereka hanya peram
“Halo, Mr. Bilson. Apa kau punya waktu luang?” aku meneleponnya pagi-pagi dengan dalih membicarakan masalah pekerjaan. Informasi yang kudapatkan kemarin masih belum jelas.Bagaimana mungkin tragedi sebesar itu tidak masuk ke dalam surat kabar?“Kalau begitu, akan kukirimkan lokasinya,” ujarku. Aku sengaja memilih tempat yang letaknya cukup jauh dan sepi.Kami akan bertemu di De Moon Bar.“Silahkan masuk,” ujar Eric yang sudah menunggu di luar sedari pagi. Karena pagi ini sudah mendung, aku kehilangan semangat untuk bertengkar dengannya. “De moon Bar,” ucapku sembari masuk ke dalam mobil.Brak!Suara bantingan keras saat menutup pintu mobil. Sebenarnya, aku tidak perlu sekesal i
(FLASHBACK) Aku terbangun dalam kamar yang hangat dan seorang wanita sedang merawat luka yang memenuhi sekujur tubuhku. Aku berusaha memanggilnya, “Pe—Permisi.” Tenggorokanku kering dan seluruh badanku mati rasa, aku pikir aku sudah lumpuh. Aku harus duduk di atas kursi roda berbulan-bulan. Lady Anne dan Simon adalah orang yang selalu berada di sisiku, syukurlah aku dipertemukan dengan dua malaikat asing. Dalam pikiranku hanya satu, aku ingin menangkap Bilson Moretz dan menjebloskannya ke penjara seumur hidup. Aku menghubungi Marco, pengacara keluarga Rossi untuk membicarakannya—“Mrs. Carina, tolong jangan pernah menghubungiku lagi. Kami semua sudah menganggapmu mati di jurang hari itu.”