“Ivory, kau jangan main-main denganku! Katakan berapa usia anakmu! Dan kenapa kau menamai anakmu sama dengan namaku?!” Suara Dylan membentak Ivory dengan keras. Dia sudah lelah dengan pikirannya.Mata Ivory berkaca-kaca menatap Dylan. “Apa urusannya denganmu, Dylan? Anakku adalah anakku! Kau tidak usah ikut campur! Kau urus saja rencana pernikahanmu! Tidak usah mengurus anakku!”Dylan tersenyum sinis. “Fine, aku akan mencari tahu sendiri. Aku akan meminta asistenku menyelidikimu. Jika kau belum pernah menikah atau belum pernah dekat dengan pria mana pun, maka aku akan melakukan test DNA.”Ivory terkejut mendengar ancaman Dylan. “Berengsek! Berani sekali kau melakukan test DNA pada anakku! Siapa kau, Sialan!”“Kau marah? Jika anakmu tidak memiliki urusan denganku, harusnya kau tidak usah marah!” seru Dylan dengan aura wajah penuh emosi.Air mata Ivory bercucuran jatuh membasahi pipinya. Dia benar-benar merasa disudutkan. Apa pun jawabannya pasti Dylan akan menyelidiki semuanya. Dia san
Dylan berlari di koridor rumah sakit. Pria tampan itu menatap Ivory yang menangis di depan ruang pemeriksaan. Dia menghentikan kakinya yang tadi masih berlari. Tatapannya menangkap jelas Ivory yang terlihat tidak baik-baik saja. Sejak di mana Dylan tahu anak Ivory adalah anaknya, detik itu juga dunia Dylan seakan berubah.Dylan bergeming di tempatnya, bingung untuk berkata-kata. Lidahnya seakan kelu tak sanggup mengeluarkan kata. Padahal sekarang dia ingin sekali bertanya bagaimana keadaan anak laki-laki itu.Ceklek! Pintu ruang pemeriksaan terbuka. Ivory berlari menghampiri Dokter yang berdiri di ambang pintu. Pun Dylan ikut menghampiri sang dokter. Statusnya kini telah menjadi ayah. Dia ingin tahu keadaan anaknya. Walau tak dipungkiri perasaannya sekarang benar-benar campur aduk.“Bagaimana keadaan anakku, Dokter?” tanya Ivory dengan tangis yang tak kunjung reda.Sang dokter menatap Ivory dengan tatapan gelisah. “Nyonya Jone, maaf keadaan Dylan semakin memburuk. Mulai hari ini Dyla
Makan malam terselimuti dengan keheningan yang membentang. Dylan menatap Dakota yang hanya menggerak-gerakkan garpu dan pisau. Wanita itu sama sekali tidak menyentuh makanannya. Tampak jelas tatapan Dakota kosong menunjukkan ada beban berat yang dipikirkan oleh Dakota.“Dakota, habiskan makananmu. Kau bisa sakit,” ucap Dylan menegur sang kekasih yang tak kunjung menghabiskan makanannya.Dakota meletakan garpu dan pisau ke atas piring. “Aku tidak lapar. Aku ingin istirahat saja.” Dia bangkit berdiri, dan melangkah meninggalkan ruang makan. Dia langsung menuju kamar tanpa berkata apa pun lagi.Dylan mengembuskan napas panjang melihat Dakota sudah pergi dari hadapannya. Makanan tak sama sekali disentuh oleh Dakota. Dia tahu apa yang terjadi hari ini memang sangat berat. Bukan hanya Dakota yang terpukul, tapi Dylan juga berada di posisi bersalah.“Tuan,” sapa sang pelayan melangkah menghampiri Dylan.Dylan mengalihkan pandangannya, menatap sang pelayan yang ada di hadapannya. “Ada apa?”“
Dylan menatap seksama hasil dari laporan kesehatan anaknya. Pria tampan itu secara pribadi bertemu dengan sang dokter. Dia ingin bertanya lebih detail mengenai penyakit yang diderita oleh Dylan kecil. Meski test DNA belum keluar, tapi entah kenapa hatinya sudah sangat ingin dekat dengan Dylan kecil. “Apa jalan untuk menyembuhkan Dylan?” tanya Dylan tegas pada sang dokter.“Tuan, sebenarnya saya sudah meminta Nyonya Jone untuk mencari keluarga untuk menjadi donor tulang sumsum belakang, tapi beberapa orang yang dibawa Nyonya Jone tidak cocok. Ditambah Dylan Jone tidak memiliki saudara. Nyonya Jone mengatakan Dylan Jone adalah anak tunggal. Itu sangat sulit, Tuan,” tutur sang dokter menjelaskan.Dylan memejamkan mata singkat. “Lakukan pemeriksaan padaku. Aku ayahnya. Mungkin aku bisa menjadi pendonor untuk putraku.”“Anda yakin, Tuan?” tanya sang dokter memastikan.Dylan mengangguk. “Aku akan melakukan apa pun agar Dylan tetap selamat.”“Baiklah, tapi hal yang harus saya beri tahu ada
Dylan duduk di kursi kebesarannya yang ada di kantor. Pria tampan itu tak langsung pulang meski sudah larut malam. Yang dia lakukan sekarang adalah ke kantornya menenangkan pikirannya yang kacau. Hatinya tak tenang. Perkataan sang dokter terus terngiang di kepalanya. Tentu memiliki anak kedua dati Ivory adalah hal yang tak mungkin. Ada Dakota yang hatinya harus selalu dia jaga. Pun dia tak mungkin mengkhianati Dakota.“Tuan,” sapa Lino seraya masuk ke dalam ruang kerja Dylan.Dylan menatap asistennya itu. “Kau sudah mendapatkan hasil test DNA yang aku minta?”Lino mengangguk. “Sudah, Tuan. Hasil test DNA sudah keluar.”“Berikan padaku,” ucap Dylan dingin dan tegas—lalu Lino menyerahkan hasil test DNA tuannya itu.Dylan membuka amplop putih, mengambil selembar kertas, dan membaca seksama hasil test DNA itu. Tampak seketika Dylan terdiam membeku melihat ternyata hasil test DNA-nya dengan anak Ivory memiliki kecocokan lebih dari 99%.Dylan mengembuskan napas kasar seraya meletakan amplop
Dakota menatap cermin penampilannya sangat cantik seperti biasa, tapi tatapannya menatap kosong. Seakan menunjukkan banyak hal yang dipikirkan oleh Dakota. Jika biasanya hari-hari Dakota dipenuhi dengan kebahagiaan, kali ini seakan awan mendung berada di kehidupannya. Awan yang memberikan tanda adanya badai besar. Hanya saja, Dakota tidak bisa lari ke mana pun. Dia tetap terpaku di tempatnya, karena rasa cintanya yang besar pada Dylan.“Dakota, kau sudah siap?” tanya Dylan seraya melangkah menghampiri Dakota.Dakota menatap Dylan dari pantulan cermin. “Ya, aku sudah siap.”Dylan mendekat, memberikan pelukan pada Dakota dari belakang. “Kau yakin akan ikut denganku ke rumah sakit?”Dakota mengangguk pelan. “Ya, aku sangat yakin.”Dylan membalikkan tubuh Dakota, menghadapnya. Tatapan pria itu menatap hangat dan penuh kelembutan. “Sebelum kita pergi ke rumah sakit, aku ingin kau ingat satu hal. Apa pun yang terjadi, aku sangat mencintaimu. Tidak akan pernah ada yang bisa mengubah perasaan
Sepulang dari rumah sakit, tidak banyak kata yang diucapkan oleh Dakota. Tatapan mata wanita itu menatap lurus ke depan dengan begitu lemah. Banyak hal yang seakan mengganggu ketenangan pikiran Dakota. Terutama kata-kata dari Ivory yang begitu menyesakkan jantungnya.Dakota langsung masuk ke kamar dan duduk di ranjang dengan wajah yang muram. Sementara Dylan berada di ruang kerja menjawab telepon dari Lino. Yang dibutuhkan Dakota sekarang ini adalah waktu. Wanita berparas cantik itu membutuhkan waktu untuk menenangkan pikirannya yang sedang tidak baik-baik saja. Ini pertama kalinya Dakota merasa ingin sekali lenyap dari muka bumi.Suara dering ponsel berbunyi. Dakota sedikit melihat ke layar ponselnya tertera nama Audrey yang menghubunginya. Beberapa kali Dakota terdiam mendapatkan panggilan masuk dari Audrey.Dakota tidak langsung menjawab, dan juga tidak menolak panggilan telepon itu. Dia masih diam dan terus menatap dering ponsel yang tak henti berdering. Pikirannya benar-benar ber
Cuaca di kota Roma begitu cerah. Dylan melajukan mobil dengan kecepatan sedang membelah kota. Tujuan pria itu menuju ke rumah sakit. Ada hal yang harus dia bicarakan pada Ivory. Ya, untungnya Dakota memberikan izin padanya untuk pergi. Kekasihnya itu sama sekali tak mempermasalahkan dirinya pergi ke rumah sakit. Meski sebenarnya Dylan tahu perasaan Dakota tidak baik-baik saja, tapi pria itu sudah berjanji akan membereskan semuanya. Saat tiba di rumah sakit, Dylan segera memarkirkan mobilnya di halaman parkir. Pria tampan itu melangkah menuju ke ruang rawat Dylan kecil. Namun, seketika gerak Dylan terhenti melihat kedua orang tuanya berada di depan ruang rawat bersama dengan Ivory.“Mom? Dad?” Dylan menghampiri kedua orang tuanya. Dia sangat terkejut melihat kedua orang tuanya datang. Sebab, dia sama sekali tidak bercerita apa pun selain mengatakan pada sang ayah—tentang dirinya yang memiliki anak dari Ivory.Imani, ibu Dylan, memberikan tatapan penuh rasa kecewa pada Dylan. “Kau bera
Usia Diana sudah memasuki enam bulan. Bayi perempuan cantik itu tumbuh dengan sangat luar biasa. Parasnya yang cantik perpaduan sempurna antara Dylan dan Dakota. Bisa dikatakan Diana selalu menjadi pusat perhatian setiap kali Dakota membawa putri kecilnya berpergian keluar.Delmer, putra sulung Dylan dan Dakota tak kalah menarik perhatian. Balita kecil itu sangat overprotective pada adik perempuannya. Bayangkan saja setiap kali ada yang ingin menyentuh Diana, pasti Delmer tak sembarang untuk memberikan izin.Delmer meski masih kecil, tapi sudah menunjukkan cinta yang luar biasa pada adik perempuannya. Hal ini yang Dylan dan Dakota yakinkan bahwa kelak di masa depan Delmer akan menjaga Diana dengan sangat baik. Bukan hanya sekadar menjaga, tapi juga memberikan cinta yang amat besar. Lebih dari dua tahun menikah, Dylan dan Dakota merasa sangat bahagia, karena pada akhirnya dipersatukan. Mereka selalu bersyukur setiap detik apalagi kehadiran Delmer dan Diana, membuat ikatan cinta merek
“Sayang, kau sudah pulang?” Dakota menyambut kepulangan sang suami, memberikan pelukan, ciuman, dan membantu sang suami meletakan jas ke keranjang kusus pakaian kotor.Dylan mengecup kening Dakota. “Aku selalu ingin pulang cepat, karena aku tahu istriku menungguku di rumah.”Dakota tersenyum hangat merespon ucapan sang suami tercinta. “Delmer dibawa orang tuaku, kan?” tanya Dylan sambil membelai pipi Dakota.Dakota mengangguk. “Iya, Sayang. Delmer dibawa orang tuamu.”Dylan memeluk pinggang Dakota. “Bagus, satu pengganggu kecil sudah diamankan.”Dakota mendelik, seraya memukul pelan lengan kekar Dylan. “Bisa-bisanya kau menyebut putra kesayanganku sebagai pengganggu kecil?”Dylan terkekeh melihat kemarahan di wajah Dakota, dia menarik dagu sang istri, mencium dan memberikan lumatan lembut di bibir istri tercintanya itu. “Delmer juga putra kesayanganku, tapi bocah kecil itu sering mengganggu keromantisan kita, Sayang.”Dakota mendengkus sambil mencebikkan bibirnya jengkel. Ya, dia tah
Dua tahun berlalu … Suara tangis bayi membuat Dakota yang terlelap langsung terbangun dari tidurnya. Wanita cantik itu langsung melangkah menuju box bayi, menggendong bayi kecilnya yang menangis, dan memberikan susu.“Diana bangun?” Dylan menyibak selimut, menghampiri istrinya yang meberikan susu untuk bayi perempuannya.“Iya, Sayang. Sepertinya Diana haus,” jawab Dakota lembut seraya menatap hangat putri kecilya itu.Dylan membelai kepala Diana. “Kau pintar sekali minum susu, seperti Daddy,” bisiknya ke telinga putri kecilnya itu, tapi tetap terdengar di telinga Dakota.Dakota mendelik tajam menatap Dylan. “Dylan! Kenapa kau bicara seperti itu pada Diana?”Dylan terkekeh rendah. “Sayang, apa yang aku katakan benar, kan? Setelah kau menyusui putri kita, kau pasti menyusuiku.”Dakota mencibir. “Kau saja yang tidak mau kalah dari anakmu.”Dylan mengecup bibir Dakota. “Aku tidak akan mau kalah, kan seluruh tubuhmu adalah milikku, Sayang.”Pipi Dakota tersipu malu, dia tersenyum mendenga
Balutan gaun pengantin indah membuat penampilan Dakota sangat menawan. Konsep garden party yang dipilih Dakota, sangat cocok dengan gaun pengantin yang sekarang dikenakan oleh Dakota. Meski sederhana, tapi tetap sangat cantik dan elegan.Konsep pernikahan garden party adalah konsep pernikahan yang diinginkan Dylan. Awalnya konsep pernikahan yang diinginkan Dakota adalah konsep pernikahan seperti seorang putri dari Kerajaan. Yang pasti harus mewah dan berkelas. Namun, seiringnya badai menerpa konsep pernikahan itu berubah. Dakota menginginkan menikah dengan cara sederhana, tapi tetap elegan.Dylan sempat menolak konsep pernikahan garden party, karena pria tampan itu sangat tahu bahwa Dakota menginginkan konsep pernikahan mewah. Akan tetapi, setelah Dakota menjelaskan akhirnya Dylan mengerti. Bahwa memang sejatinya pernikahan yang paling penting adalah penyatuan dua orang mencintai, menjadi satu. “Oh, My God! Dakota Spencer, kau cantik sekali,” seru Audrey pada Dakota, dengan tatapan
Persiapan pernikahan Dylan dan Dakota sudah ada di depan mata. Segala hal yang dibutuhkan oleh Dakota telah terpenuhi. Kali ini, Dakota menuruti keinginan Dylan yang ingin konsep pernikahannya jauh lebih sederhana. Dulu Dakota ingin konsep pernikahan mewah, wanita itu malah sekarang mengikuti Dylan yang ingin konsep pernikahan garden party.Alasan kuat Dakota ingin menikah lebih sederhana, karena dia merasa bahwa kebahagiaan bukan lagi tentang kemewahan. Menurutnya hal yang paling penting adalah kebersamaannya dengan Dylan dan Delmer. Itu adalah kebahagiaan yang tak terkira. Pusat kehidupannya sekarang adalah Dylan dan Delmer.Konsep pernikahan garden party dibantu oleh Ivory. Pun tak lepas oleh Audrey turut membantu. Ibu Dakota dan ibu Dylan membantu mengingatkan banyak hal. Namun, jika sudah berurusan dengan orang tua biasanya Dakota kerap kena marah, karena Dakota menginginkan yang sederhana.“Nona Dakota, ini laporan mengenai kebutuhan pernikahan Anda,” ucap Cali seraya memberikan
Bibir Dylan melumat lembut bibir Dakota. Dua insan saling mencintai itu berciuman dengan penuh kelembutan. Desahan merdu lolos di bibir Dakota di kala ciuman yang diciptakan Dylan begitu menggelora. Saliva mereka tertukar, membangkitkan hasrat mereka. Tangan lentik Dakota melingkar di leher Dylan, ciuman itu semakin panas—membuat keduanya sama-sama terlena.“Aku mencintaimu,” bisik Dakota kala Dylan melepaskan pagutannya.“Aku jauh lebih mencintaimu,” jawab Dylan seraya membelai pipi Dakota lembut.Dakota tersenyum hangat. “Aku bahagia Ivory menemukan belahan jiwanya. Lama tidak melihatnya, ternyata dia merajut kehidupannya. Dylan, sejak awal aku sudah menduga bahwa Ivory bukan wanita jahat. Hanya saja takdir selalu memberikan misteri pada semua manusia.”Dylan duduk di tepi ranjang, seraya menarik tubuh Dakota, duduk di pangkuannya. “Aku bukan pria yang baik untuk Ivory, dia pantas mendapatkan yang terbaik.”Dakota menangkup kedua pipi Dylan. “Kau memang bukan yang terbaik untuk Ivor
Kebahagiaan menyelimuti Dylan dan Dakota. Mereka telah mengantongi restu dari Darren. Pun kedua orang tua Dylan sudah diberi tahu tentang Darren yang telah memberikan restu. Tentu kedua orang tua Dylan menyambut dengan sangat bahagia. Sebab ini yang dinantikan banyak orang yaitu Dylan dan Dakota kembali bersatu. Saat ini Dylan dan Dakota sudah pulang dari rumah sakit. Delmer dinyatakan sembuh, dan dokter mengizinkan Delmer untuk pulang. Seakan semesta memang mendukung hubungan Dylan dan Dakota—segala hal diperlancar termasuk Delmer yang sempat kritis dinyatakan sembuh. Pulang dari rumah sakit, Dylan langsung membawa Dakota dan Delmer ke penthouse-nya. Pria tampan itu langsung mengambil tindakan membawa Dakota dan Delmer ke penthouse-nya. Tentu setelah mengantongi izin, membuat Dylan jauh lebih bebas dalam bertindak.“Delmer sudah tidur?” tanya Dylan kala Dakota memasuki kamar mereka.Dakota duduk di samping Dylan, menyandarkan kepalanya di dada bidang pria yang dicintainya itu. “S
Kondisi Delmer sudah berangsur-angsur membaik. Bayi laki-laki tampan itu sudah melewati masa kritisnya. Setiap detik Dakota dan Dylan selalu mengucap syukur karena Tuhan masih memberikan kesempatan pada putra mereka untuk tetap ada di dunia ini.Siang itu ruang rawat Dakota dipenuhi dengan Xander datang bersama dengan Audrey. Pun kebetulan Dizon juga datang menjenguk. Tampak Dakota sudah bisa tersenyum menyambut keluarganya yang datang menjenguk Delmer.“Aku senang mendengar Delmer sudah membaik. Aku sangat khawatir, saat mendengar Delmer masuk rumah sakit.” Audrey menyentuh tangan Dakota.Dakota tersenyum lembut menatap Audrey. “Terima kasih, Audrey. Aku juga bersyukur Delmer baik-baik saja. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupanku jika sampai hal buruk menimpa Delmer.”Xander menepuk bahu Dylan, memberikan semangat pada sahabatnya itu.Dylan tersenyum samar.Dizon yang ada di sana memilih berdiri di dekat Delmer. Pria tampan itu membelai lembut pipi keponakannya. Tampak jel
Pagi menyapa, Dakota sudah terbangun dari tidurnya. Yang pertama kali dia lihat adalah Dylan yang menghampirinya membawakan makanan. Pria tampan itu membawa sandwich dan aneka buah serta susu untuk Dakota. “Kau harus makan. Tadi malam kau sudah tidak makan,” ucap Dylan lembut, sambil menghidankan makanan di depan Dakota. Delmer dirawat di rumah sakit, dan tentu Dakota ditemani Dylan menginap di ruang rawat putra mereka. Dylan memilih kamar VVIP yang terbaik di rumah sakit. Hal itu yang membuat Dakota dan Dylan bisa tidur cukup nyaman menemani putra mereka.“Aku tidak lapar, Dylan,” kata Dakota pelan.Dylan mengecup kening Dakota. “Kau selalu mengatakan tidak lapar. Ini bukan tentang kau lapar atau tidak, tapi ini tentang kesehatanmu. Aku tidak ingin kau sakit. Delmer sekarang sakit, jika sampai kau sakit, aku bagaimana?”Dakota terdiam mendengar apa yang dikatakan Dylan. Tak menampik bahwa apa yang dikatakan pria itu adalah benar. Jika sampai dia tak menjaga kesehatannya, dan tumban