“Ivory?” Dakota memanggil nama ‘Ivory’ di kala sudah yakin, sosok wanita cantik berambut pirang yang sedang menggendong bayi adalah Ivory. Audrey yang ada di samping Dakota sampai menengok karena suara Dakota memanggil cukup keras.“Nona Spencer?” Ivory terkejut melihat keberadaan Dakota.Dakota menghampiri Ivory yang berdiri tak jauh darinya. “Hi, Ivory. Kau sedang berbelanja?”Ivory sedikit gelagapan bertemu dengan Dakota. Namun, sebisa mungkin dia berusaha untuk tenang. “I-iya, Nona Spencer. Aku ke sini karena kebetulan ingin berbelanja saja.”Dakota mengalihkan pandangannya pada bayi tampan yang ada digendongan Ivory. “Siapa bayi tampan ini, Ivory? Apa dia anakmu?”Ivory mengangguk dengan wajah yang menunjukkan banyak arti. “Ya, Nona Spencer. Ini anakku.”Dakota manggut-manggut. “Oh, ya. Ivory di hadapanmu adalah Audrey Foster, sepupuku. Aku tahu nomormu dari Audrey. Dia mendapatkan nomormu karena kebetulan temannya memakai jasamu.”Ivory tersenyum dan mengulurkan tangan pada Audr
“Souvenir sudah.”“Gaun pengantin sudah.”“Gaun untuk bridesmaid dan pakaian untuk keluarga sudah.” “Bunga lily yang aku minta dan lampu kristal juga sudah dikonsep di desain.”“Heels-ku sudah. Apa lagi yang belum, ya?”Dakota mengetuk-ngetuk jemarinya ke kening, berusaha mengingat-ingat persiapan pernikahannya. Dia memegang iPad yang baru saja diberikan oleh sang asisten. Semua daftar persiapan pernikahannya sudah ada di sana.“Nona, saya rasa semua sudah siap. Tinggal nanti saya akan melakukan konfirasi ulang pada Nona Ivory Jone,” jawab Cali sopan.Dakota memberikan iPad di tangannya pada Cali. “Biar aku saja yang berhubungan dengan Ivory. Aku ingin melihat sendiri pekerjaan dia sudah sampai di mana.”“Nona, apa Anda yakin? Saya khawatir, Anda akan sangat sibuk.”“Cali, aku ingin terlibat langsung di setiap moment persiapan pernikahanku. Jadi, kau tidak perlu khawatir.”Cali mengangguk patuh. “Baik, Nona.”“Kau boleh pergi sekarang. Nanti aku sendiri yang menghubungi Ivory. Kau se
“Audrey mulai curiga.” Xander menatap dingin Dylan yang duduk di hadapannya. Dia dan Dylan baru saja menyelesaikan meeting. Semua orang sudah meninggalkan meeting, hanya tersisa Xander dan Dylan di ruang meeting itu.Dylan menatap serius Xander. “Curiga apa maksudmu?”Xander mengembuskan napas kasar seraya melonggarkan dasi yang mengikat lehernya. “Tadi malam Audrey menanyakan Ivory Jone. Dia bercerita beberapa hari lalu bertemu dengan Ivory Jone di mall saat dia bersama dengan Dakota.”Dylan terkejut. “Lalu?”Xander berdecak kesal. “Audrey bilang dia seperti pernah mengenal Ivory. Beruntung istriku lupa! Bisa kau bayangkan kalau dia ingat Ivory?”Dylan memejamkan mata singkat. “Apa dulu Audrey pernah bertemu dengan Ivory?”“Aku lupa. Sepertinya belum, tapi kalau tidak salah dulu Audrey pernah melihat fotomu dengan Ivory.” Xander menyambar wine di hadapannya, dan menenggak hingga tandas. “Aku tidak mau tahu. Kau harus segera menceritakan tentang Ivory pada Dakota. Aku tidak ingin bert
Suara dering ponsel terdengar, membuat Dakota terbangun dari tidurnya. Wanita itu mengerang kesal karena dering ponselnya mengganggunya. Dia memutuskan untuk menolak panggilan itu, tapi sayangnya dering ponselnya kembali berdering. Umpatan pelan lolos di bibir wanita cantik itu. Dia mengambil ponselnya, dan tanpa melihat ke layar—dia langsung menempelkan ponsel ke telinganya.“Ini siapa?” ketus Dakota kala panggilan terhubung.“Bagus, Dakota. Kau menyambut ibumu yang menghubungimu dengan nada tidak sopan,” seru Helen dari seberang sana dengan nada emosi. Dakota tersentak, menjauhkan ponselnya dan menatap ke layar—ternyata nomor ibunya menghubunginya. Dia mengumpat dalam hati merutuki kebodohannya. Dia langsung menjawab, tanpa melihat siapa yang menghubunginya.“M-maaf, Mom. A-aku baru bangun tidur,” ucap Dakota gugup di kala ponsel sudah kembali ditempelkan ke telinganya. Helen mengembuskan napas kasar. “Kau ini sebentar lagi akan menjadi seorang istri. Kenapa kau bangun siang sekal
Ivory langsung menggendong anaknya yang terus menangis. Dia menimang sambil memberikan susu botol. Beruntung tangis anaknya itu langsung reda di kala sudah digendong dan sudah diberikan susu botol. Suasana sedikit menjadi hening. Pengasuh yang ada di samping Ivory memasang wajah terkejut melihat Dylan.“Tuan Muda Dylan? Ivory, nama anakmu Dylan?” tanya Dakota penasaran.Dylan yang ada di samping Dakota, menatap dingin Ivory. Tatapannya tersirat tegas, menunggu Ivory untuk menjawab. Jika tidak ada Dakota, sudah pasti dia akan menarik tangan Ivory, meminta penjelasan wanita itu. Ivory tak langsung menjawab pertanyaan Dakota. Dia menutupi jelas kepanikan di wajahnya. Dia berusaha bersikap tenang, dan mengabaikan tatapan Dylan. Dia memberikan senyuman dan menjawab, “Ya, Dakota. Nama anakku Dylan.”“Wah! Kebetulan sekali nama anakmu sama dengan nama calon suamiku,” kekeh Dakota sambil melukiskan senyuman di wajahnya. Ivory tersenyum merespon ucapan Dakota. “Maaf, Dakota. Aku tidak bisa
Dylan duduk di kursi kebesaranya. Pria tampan itu datang lebih awal di kantor. Dia bahkan meninggalkan Dakota yang masih tidur terlelap di ranjang. Dia meninggalkan Dakota hanya dengan notes yang mengatakan dirinya memiliki meeting penting di pagi hari. Padahal sebenarnya pikiran Dylan benar-benar sangat kacau.Hati Dylan dihantui rasa bersalah, karena tak bisa jujur pada Dakota. Dia bingung harus menjelaskan seperti apa. Ditambah hal gila baru saja muncul yaitu Ivory memiliki seorang putra yang masih bayi dan diberikan nama sepertinya.Dylan menyambar wine yang ada di hadapannya, menenggak wine itu hingga tandas. Otaknya sedang tidak bisa berfungsi dengan baik. Seakan semua yang ada di hadapannya ini adalah jalan buntu. Suara ketukan pintu terdengar …“Masuk!” titah Dylan tegas meminta orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam.“Tuan,” sapa Lino seraya masuk ke dalam ruang kerja tuannya.Dylan menatap tegas sang asisten. “Bagaimana? Kau sudah mendapatkan jawaban dari Ivory?”Li
“Ivory, kau jangan main-main denganku! Katakan berapa usia anakmu! Dan kenapa kau menamai anakmu sama dengan namaku?!” Suara Dylan membentak Ivory dengan keras. Dia sudah lelah dengan pikirannya.Mata Ivory berkaca-kaca menatap Dylan. “Apa urusannya denganmu, Dylan? Anakku adalah anakku! Kau tidak usah ikut campur! Kau urus saja rencana pernikahanmu! Tidak usah mengurus anakku!”Dylan tersenyum sinis. “Fine, aku akan mencari tahu sendiri. Aku akan meminta asistenku menyelidikimu. Jika kau belum pernah menikah atau belum pernah dekat dengan pria mana pun, maka aku akan melakukan test DNA.”Ivory terkejut mendengar ancaman Dylan. “Berengsek! Berani sekali kau melakukan test DNA pada anakku! Siapa kau, Sialan!”“Kau marah? Jika anakmu tidak memiliki urusan denganku, harusnya kau tidak usah marah!” seru Dylan dengan aura wajah penuh emosi.Air mata Ivory bercucuran jatuh membasahi pipinya. Dia benar-benar merasa disudutkan. Apa pun jawabannya pasti Dylan akan menyelidiki semuanya. Dia san
Dylan berlari di koridor rumah sakit. Pria tampan itu menatap Ivory yang menangis di depan ruang pemeriksaan. Dia menghentikan kakinya yang tadi masih berlari. Tatapannya menangkap jelas Ivory yang terlihat tidak baik-baik saja. Sejak di mana Dylan tahu anak Ivory adalah anaknya, detik itu juga dunia Dylan seakan berubah.Dylan bergeming di tempatnya, bingung untuk berkata-kata. Lidahnya seakan kelu tak sanggup mengeluarkan kata. Padahal sekarang dia ingin sekali bertanya bagaimana keadaan anak laki-laki itu.Ceklek! Pintu ruang pemeriksaan terbuka. Ivory berlari menghampiri Dokter yang berdiri di ambang pintu. Pun Dylan ikut menghampiri sang dokter. Statusnya kini telah menjadi ayah. Dia ingin tahu keadaan anaknya. Walau tak dipungkiri perasaannya sekarang benar-benar campur aduk.“Bagaimana keadaan anakku, Dokter?” tanya Ivory dengan tangis yang tak kunjung reda.Sang dokter menatap Ivory dengan tatapan gelisah. “Nyonya Jone, maaf keadaan Dylan semakin memburuk. Mulai hari ini Dyla
Usia Diana sudah memasuki enam bulan. Bayi perempuan cantik itu tumbuh dengan sangat luar biasa. Parasnya yang cantik perpaduan sempurna antara Dylan dan Dakota. Bisa dikatakan Diana selalu menjadi pusat perhatian setiap kali Dakota membawa putri kecilnya berpergian keluar.Delmer, putra sulung Dylan dan Dakota tak kalah menarik perhatian. Balita kecil itu sangat overprotective pada adik perempuannya. Bayangkan saja setiap kali ada yang ingin menyentuh Diana, pasti Delmer tak sembarang untuk memberikan izin.Delmer meski masih kecil, tapi sudah menunjukkan cinta yang luar biasa pada adik perempuannya. Hal ini yang Dylan dan Dakota yakinkan bahwa kelak di masa depan Delmer akan menjaga Diana dengan sangat baik. Bukan hanya sekadar menjaga, tapi juga memberikan cinta yang amat besar. Lebih dari dua tahun menikah, Dylan dan Dakota merasa sangat bahagia, karena pada akhirnya dipersatukan. Mereka selalu bersyukur setiap detik apalagi kehadiran Delmer dan Diana, membuat ikatan cinta merek
“Sayang, kau sudah pulang?” Dakota menyambut kepulangan sang suami, memberikan pelukan, ciuman, dan membantu sang suami meletakan jas ke keranjang kusus pakaian kotor.Dylan mengecup kening Dakota. “Aku selalu ingin pulang cepat, karena aku tahu istriku menungguku di rumah.”Dakota tersenyum hangat merespon ucapan sang suami tercinta. “Delmer dibawa orang tuaku, kan?” tanya Dylan sambil membelai pipi Dakota.Dakota mengangguk. “Iya, Sayang. Delmer dibawa orang tuamu.”Dylan memeluk pinggang Dakota. “Bagus, satu pengganggu kecil sudah diamankan.”Dakota mendelik, seraya memukul pelan lengan kekar Dylan. “Bisa-bisanya kau menyebut putra kesayanganku sebagai pengganggu kecil?”Dylan terkekeh melihat kemarahan di wajah Dakota, dia menarik dagu sang istri, mencium dan memberikan lumatan lembut di bibir istri tercintanya itu. “Delmer juga putra kesayanganku, tapi bocah kecil itu sering mengganggu keromantisan kita, Sayang.”Dakota mendengkus sambil mencebikkan bibirnya jengkel. Ya, dia tah
Dua tahun berlalu … Suara tangis bayi membuat Dakota yang terlelap langsung terbangun dari tidurnya. Wanita cantik itu langsung melangkah menuju box bayi, menggendong bayi kecilnya yang menangis, dan memberikan susu.“Diana bangun?” Dylan menyibak selimut, menghampiri istrinya yang meberikan susu untuk bayi perempuannya.“Iya, Sayang. Sepertinya Diana haus,” jawab Dakota lembut seraya menatap hangat putri kecilya itu.Dylan membelai kepala Diana. “Kau pintar sekali minum susu, seperti Daddy,” bisiknya ke telinga putri kecilnya itu, tapi tetap terdengar di telinga Dakota.Dakota mendelik tajam menatap Dylan. “Dylan! Kenapa kau bicara seperti itu pada Diana?”Dylan terkekeh rendah. “Sayang, apa yang aku katakan benar, kan? Setelah kau menyusui putri kita, kau pasti menyusuiku.”Dakota mencibir. “Kau saja yang tidak mau kalah dari anakmu.”Dylan mengecup bibir Dakota. “Aku tidak akan mau kalah, kan seluruh tubuhmu adalah milikku, Sayang.”Pipi Dakota tersipu malu, dia tersenyum mendenga
Balutan gaun pengantin indah membuat penampilan Dakota sangat menawan. Konsep garden party yang dipilih Dakota, sangat cocok dengan gaun pengantin yang sekarang dikenakan oleh Dakota. Meski sederhana, tapi tetap sangat cantik dan elegan.Konsep pernikahan garden party adalah konsep pernikahan yang diinginkan Dylan. Awalnya konsep pernikahan yang diinginkan Dakota adalah konsep pernikahan seperti seorang putri dari Kerajaan. Yang pasti harus mewah dan berkelas. Namun, seiringnya badai menerpa konsep pernikahan itu berubah. Dakota menginginkan menikah dengan cara sederhana, tapi tetap elegan.Dylan sempat menolak konsep pernikahan garden party, karena pria tampan itu sangat tahu bahwa Dakota menginginkan konsep pernikahan mewah. Akan tetapi, setelah Dakota menjelaskan akhirnya Dylan mengerti. Bahwa memang sejatinya pernikahan yang paling penting adalah penyatuan dua orang mencintai, menjadi satu. “Oh, My God! Dakota Spencer, kau cantik sekali,” seru Audrey pada Dakota, dengan tatapan
Persiapan pernikahan Dylan dan Dakota sudah ada di depan mata. Segala hal yang dibutuhkan oleh Dakota telah terpenuhi. Kali ini, Dakota menuruti keinginan Dylan yang ingin konsep pernikahannya jauh lebih sederhana. Dulu Dakota ingin konsep pernikahan mewah, wanita itu malah sekarang mengikuti Dylan yang ingin konsep pernikahan garden party.Alasan kuat Dakota ingin menikah lebih sederhana, karena dia merasa bahwa kebahagiaan bukan lagi tentang kemewahan. Menurutnya hal yang paling penting adalah kebersamaannya dengan Dylan dan Delmer. Itu adalah kebahagiaan yang tak terkira. Pusat kehidupannya sekarang adalah Dylan dan Delmer.Konsep pernikahan garden party dibantu oleh Ivory. Pun tak lepas oleh Audrey turut membantu. Ibu Dakota dan ibu Dylan membantu mengingatkan banyak hal. Namun, jika sudah berurusan dengan orang tua biasanya Dakota kerap kena marah, karena Dakota menginginkan yang sederhana.“Nona Dakota, ini laporan mengenai kebutuhan pernikahan Anda,” ucap Cali seraya memberikan
Bibir Dylan melumat lembut bibir Dakota. Dua insan saling mencintai itu berciuman dengan penuh kelembutan. Desahan merdu lolos di bibir Dakota di kala ciuman yang diciptakan Dylan begitu menggelora. Saliva mereka tertukar, membangkitkan hasrat mereka. Tangan lentik Dakota melingkar di leher Dylan, ciuman itu semakin panas—membuat keduanya sama-sama terlena.“Aku mencintaimu,” bisik Dakota kala Dylan melepaskan pagutannya.“Aku jauh lebih mencintaimu,” jawab Dylan seraya membelai pipi Dakota lembut.Dakota tersenyum hangat. “Aku bahagia Ivory menemukan belahan jiwanya. Lama tidak melihatnya, ternyata dia merajut kehidupannya. Dylan, sejak awal aku sudah menduga bahwa Ivory bukan wanita jahat. Hanya saja takdir selalu memberikan misteri pada semua manusia.”Dylan duduk di tepi ranjang, seraya menarik tubuh Dakota, duduk di pangkuannya. “Aku bukan pria yang baik untuk Ivory, dia pantas mendapatkan yang terbaik.”Dakota menangkup kedua pipi Dylan. “Kau memang bukan yang terbaik untuk Ivor
Kebahagiaan menyelimuti Dylan dan Dakota. Mereka telah mengantongi restu dari Darren. Pun kedua orang tua Dylan sudah diberi tahu tentang Darren yang telah memberikan restu. Tentu kedua orang tua Dylan menyambut dengan sangat bahagia. Sebab ini yang dinantikan banyak orang yaitu Dylan dan Dakota kembali bersatu. Saat ini Dylan dan Dakota sudah pulang dari rumah sakit. Delmer dinyatakan sembuh, dan dokter mengizinkan Delmer untuk pulang. Seakan semesta memang mendukung hubungan Dylan dan Dakota—segala hal diperlancar termasuk Delmer yang sempat kritis dinyatakan sembuh. Pulang dari rumah sakit, Dylan langsung membawa Dakota dan Delmer ke penthouse-nya. Pria tampan itu langsung mengambil tindakan membawa Dakota dan Delmer ke penthouse-nya. Tentu setelah mengantongi izin, membuat Dylan jauh lebih bebas dalam bertindak.“Delmer sudah tidur?” tanya Dylan kala Dakota memasuki kamar mereka.Dakota duduk di samping Dylan, menyandarkan kepalanya di dada bidang pria yang dicintainya itu. “S
Kondisi Delmer sudah berangsur-angsur membaik. Bayi laki-laki tampan itu sudah melewati masa kritisnya. Setiap detik Dakota dan Dylan selalu mengucap syukur karena Tuhan masih memberikan kesempatan pada putra mereka untuk tetap ada di dunia ini.Siang itu ruang rawat Dakota dipenuhi dengan Xander datang bersama dengan Audrey. Pun kebetulan Dizon juga datang menjenguk. Tampak Dakota sudah bisa tersenyum menyambut keluarganya yang datang menjenguk Delmer.“Aku senang mendengar Delmer sudah membaik. Aku sangat khawatir, saat mendengar Delmer masuk rumah sakit.” Audrey menyentuh tangan Dakota.Dakota tersenyum lembut menatap Audrey. “Terima kasih, Audrey. Aku juga bersyukur Delmer baik-baik saja. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupanku jika sampai hal buruk menimpa Delmer.”Xander menepuk bahu Dylan, memberikan semangat pada sahabatnya itu.Dylan tersenyum samar.Dizon yang ada di sana memilih berdiri di dekat Delmer. Pria tampan itu membelai lembut pipi keponakannya. Tampak jel
Pagi menyapa, Dakota sudah terbangun dari tidurnya. Yang pertama kali dia lihat adalah Dylan yang menghampirinya membawakan makanan. Pria tampan itu membawa sandwich dan aneka buah serta susu untuk Dakota. “Kau harus makan. Tadi malam kau sudah tidak makan,” ucap Dylan lembut, sambil menghidankan makanan di depan Dakota. Delmer dirawat di rumah sakit, dan tentu Dakota ditemani Dylan menginap di ruang rawat putra mereka. Dylan memilih kamar VVIP yang terbaik di rumah sakit. Hal itu yang membuat Dakota dan Dylan bisa tidur cukup nyaman menemani putra mereka.“Aku tidak lapar, Dylan,” kata Dakota pelan.Dylan mengecup kening Dakota. “Kau selalu mengatakan tidak lapar. Ini bukan tentang kau lapar atau tidak, tapi ini tentang kesehatanmu. Aku tidak ingin kau sakit. Delmer sekarang sakit, jika sampai kau sakit, aku bagaimana?”Dakota terdiam mendengar apa yang dikatakan Dylan. Tak menampik bahwa apa yang dikatakan pria itu adalah benar. Jika sampai dia tak menjaga kesehatannya, dan tumban