"Bu... Fatma baperan banget sih. Lagi PMS ya?" Rinji mengeluh pada pemilik kucing nya sambil terus mengikuti kemana Fatma pergi. Soal nya kalau sampai menyebrang jalan, resiko nya tinggi.
"Mana Ibu tahu. Lagian emang kucing bisa PMS?" Jawab Ibu Marni yang sedang membolak-balik pepes ayam. Iya, jadi pepes ayam nya masih di wajan, belum matang sepenuh nya. Makanya Rinji menunggu sambil bermain dengan Fatma.
"Kali aja. Atau mungkin habis dicampakkan sama kucing jantan."
"Hahahahaha Mbak Rinji ada-ada aja." Menyadari ucapan nya lucu, Rinji jadi ikutan terbahak.
"Kan betina, Bu. Gampang baper. Hahahaha---eh Fatmaaa jangan nyebrang sembarangan!!" Rinji panik begitu melihat Fatma yang saat ini berada di pinggir jalan. Kontan dia segera bangkit, menyusul Fatma. Tapi terlambat, Fatma sudah berjalan diatas aspal dengan santai nya, tanpa takut ditabrak kendaraan yang lewat.
"Aduh dasar binatang! Malah jalan santai lagi. Fatmaaaaa...." Rinji semakin panik, dia menengok ke kanan dan kiri, dan ternyata tidak ada kendaraan yang lewat. Rinji pun langsung berlari menyusul Fatma yang sekarang ada di tengah-tengah jalan.
"Fatmaaa... Jadi kucing nekad banget sih. Kalau ketabrak gimana? Bisa mati kamu!" Oceh Rinji saat Fatma sudah berhasil dia tangkap.
'Meong... Meong... Meong...'
"Apa meong-meong?! Bandel kamu nih! Kalau ketabrak gimana coba?! Bisa mati kamu!"
'Meong'
Meongan Fatma mengecil, agak nya dia mengaku bersalah pada Rinji yang sekarang ngomel-ngomel.
"Jangan lagi-lagi ya?!"
'Meong'
"Good girl." Rinji pun menggendong tuhuh embul Fatma, dia berjalan lurus tanpa menengok ke kanan atau pun ke kiri terlebih dahulu, hingga tanpa dia ketahui, sebuah mobil datang dari arah kanan nya dengan kecepatan tinggi.
"RINJIIIIII AWASSSS!!!." Rinji sempat menoleh ke belakang saat suara Dildar terdengar. Sampai pada akhirnya Rinji hanya bisa diam di tempat ketika menyadari ada mobil mendekat ke arah nya. Saat itu, selain pasrah pada sang kuasa sambil memejam kan mata nya rapat-rapat, Rinji berdoa dalam hati,
"Tuhan, meskipun aku lelah dengan semua persoalan rumit yang ada di dunia, tapi sebenarnya aku belum ingin menemui mu secepat ini. Tapi jika sudah jalan nya begini, aku rela, asalkan Fatma selamat."
Karena bagi Rinji, Fatma berhak hidup untuk menemani Ibu Marni dan sang suami yang belum juga mendapatkan keturunan di usia pernikahan mereka yang sudah menginjak lima belas tahun.
Tak lama setelah itu, suara decitan roda yang bergesakan dengan aspal akibat mengerem mendadak, terdengar keras dan jelas, di telinga Rinji yang masih memejamkan mata nya kuat-kuat.
"Rinji! Lo nggak apa-apa?!" Rinji juga mendengar suara Dildar yang terdengar sangat panik.
Tunggu,
Rinji masih belum bisa mencerna semuanya. Dirinya selamat, atau memang itu adalah suara malaikat maut?
"Rinji Kamila Averaya," Rinji menelan ludah ketika suara baritone itu terdengar. Bukan, itu jelas bukan suara Dildar yang tadi dia dengar.
Baiklah, Rinji pasrah. Sepertinya dia sudah di alam yang berbeda. Dan tadi adalah suara malaikat maut yang menjemput nyawa nya.
"Rinji Kamila Averaya, perempuan hebat dan kuat yang ada di dunia, selamat tinggal. Dan selamat datang di kehidupan selanjut nya, semoga kebaikan yang kamu lakukan di dunia, menuntun mu ke surga. Amin."
"Rinji Kamila Averaya." Suara baritone itu terdengar lagi, kali ini menyebutkan nama lengkap nya penuh dengan penekanan.
"Y-ya... I-itu saya."
"Buka mata kamu." Rinji menurut. Perlahan namun pasti, dia membuka mata nya. Dan ketika sudah terbuka sepenuh nya, dia langsung meneguk saliva nya, saat melihat makhluk tampan yang dia yakini adalah malaikat maut seperti yang ada di film-film.
"God bless me." Gumam Rinji tanpa sadar. Mata nya tidak bisa fokus ke arah lain, selain wajah dari sosok malaikat maut yang ada di depan nya.
Sungguh, sosok yang ada di hadapan nya mendekati sempurna, dengan rahang yang tegas, hidung mancung, mata yang terlihat sayu namun tajam, alis yang tercetak tebal dan rapih, kulit nya putih bersih dan bibir nya... Rinji sampai meneguk ludah ketika tatapan nya tepat berada di sana. Bibir nya penuh di bagian bawah, sedikit tipis di bagian atas. Tekstur nya lembab, terbukti dari tidak ada nya kulit kering yang mengelupas atau pun pecah-pecah, dan warna nya merah muda. Rinji sangat yakin kalau malaikat maut di depan nya tahu betul apa itu produk-produk lip care.
"Ya. God bless you. Karena saya tidak jadi menabrak kamu." Rinji terperangah. Dia sampai mengedip-ngedip kan mata nya berulang kali.
"Ma--maksud nya?" Pria yang Rinji yakini malaikat maut itu menghela napas seraya menggaruk bagian samping kepala nya."Kamu tidak apa-apa?" Rinji mengangguk polos.Sungguh, dia masih belum mencerna dengan apa yang terjadi sekarang. Yang dia ingat tadi hanya ada mobil dengan kecepatan tinggi dari arah kanan, suara Dildar yang memanggil nama nya dengan lantang, dan suara decitan mobil.Tunggu, seperti nya Rinji mulai sadar satu hal.Dia masih hidup.Iya, dia masih bisa mengambil napas, masih bisa berkedip, dan tangan nya yang memegang tubuh embul Fatma masih bisa bergerak dengan sempurna.Dan, "Ya. God bless you. Karena saya tidak jadi menabrak kamu." Rinji kontan menghela napas lega nya, seraya menatap ke atas dengan penuh haru.Tentu saja itu karena Tuhan masih memberikan nya waktu untuk hidup. Artinya, Rinji masih bisa
"Rinji! Anjir. Gue hampir aja kehilangan lo!" Dildar yang sejak tadi diam, kontan menghampiri rekan kerja nya dengan raut wajah yang masih panik. Tentu saja, Dildar melihat dengan jelas bagaimana kejadian itu berlangsung. Saat Rinji tidak berkutik di tempat nya, sementara mobil dari sisi kanan melaju dengan kencang. Untung saja, Tuhan masih memberikan Rinji waktu untuk hidup, karena mobil itu berhasil berhenti sebelum menerjang tubuh Rinji. "Dar, lo sejak kapan di sini?" Tanya Rinji bingung. Oh tentu, dia masih berada dalam pengaruh virus ketampanan pria tadi. Hingga kemudian Dildar segera menarik Rinji, takut jika teman nya akan di tabrak beneran kalau dibiarkan di jalan seperti. "Sejak lo hampir mati!" Dildar emosi. Dia bahkan merangkul tubuh Rinji dengan erat, untuk dia bawa ke warung Ibu Marni. Sementara itu, Rinji hanya nyengir lalu menyempatkan diri untuk menepuk-nepuk bisep sebela
Sebenarnya Jeff malas berurusan dengan wanita. Tapi dengan Vella, dia tidak bisa melakukan apa-apa selain menuruti kemauan nya. Bukan karena Vella anak dari bos nya, tapi karena Vella hampir kehilangan dirinya sendiri. Jeff tidak mau Vella kambuh dan berakhir melukai dirinya sendiri seperti yang dilakukan sebelum-sebelum nya. Jadi lebih baik Jeff merelakan waktu nya luang nya untuk menuruti gadis itu, dari pada nanti dia merasa bersalah seumur hidup, karena tidak bisa menjaga apa yang sudah dititipkan pada nya.Iya, Handoko, Ayah gadis itu yang juga merupakan boss Jeff, dia sudah menitipkan Vella pada nya. Bukan tanpa sebab, itu karena hanya dengan Jeff, hari-hari anak nya yang sempat suram jadi lebih berwarna lagi. Jeff adalah penyelamat untuk hidup Vella yang nyaris berakhir mengenaskan di tangan nya sendiri.Sekitar dua puluh menit berlalu, akhirnya mobil Jeff sampai di halaman restaurant favorite Vella. Mereka segera turun, berjalan be
Jeff menarik napas seraya mengangguk. "Saya pesan carbonara, bukan aglio olio.""Oh maaf, itu salah saya.""Iya, salah anda.""Kalau begitu biar saya ganti---""Tidak usah.""Tapi---""Tidak usah, Rinji Kamila Averaya." Rinji langsung kicep. Dia menyesali diri nya sendiri yang terlihat ceroboh untuk kedua kali nya di depan Jeffrey Karenzio."Maaf, Pak.""Hm.""Jeff, kamu yakin enggak apa-apa salah pesanan?""Iya. Lagian, sama-sama pasta.""Oke. Mbak, jangan di ulangin ya kesalahan nya. Bisa fatal loh." Tukas Vella yang kemudian diangguki Rinji."Iya, sekali lagi saya minta maaf.""Iya sudah, kamu boleh pergi."Rinji pun beranjak dari meja delapan belas itu. Tapi sebelum nya, dia membungkuk sopan, untuk meminta maaf dengan sungguh-sungguh.
Rinji langsung memasang wajah cemberut, ketika matanya bersirobok dengan mata bulat Dildar yang berbinar. Tahu kenapa? Karena cowok yang memiliki muka bayi itu sudah membuatnya bolos kerja, dengan beralasan diare.Padahal harus nya hari ini Rinji memberi kuis matematika untuk anak murid kesayangan nya. Tapi Dildar memaksa nya jalan berdua, sebagai ucapan perpisahan, karena mulai senin Rinji sudah tidak lagi jadi rekan kerja nya.Kalau di pikir-pikir memang konyol. Tapi tidak bisa dipungkiri juga, Rinji senang. Karena akhirnya dia bisa menghirup udara segar di kota Bandung. Iya, Dildar mengajak nya jalan ke kota kembang untuk mendatangi wisata alam di Lembang, tepatnya di Orchid Forest Cikole, dengan mengendarai motor scoopy putih yang diberi nama Bodil alias Bohay nya Dildar."Udah dong kesal nya. Tenang aja, hari ini lo enggak bakal keluarin duit sepeser pun." Ucap Dildar sambil membuka tautan helmet Rinji.Padahal sudah berulang
Jeff dikenal selalu patuh pada apa pun yang sudah ditugaskan untuk nya. Pria itu sungkan untuk menolak, sehingga tidak jarang banyak yang memanfaatkan kebaikan nya untuk kepentingan pribadi. Dan semua orang yang ada di sekitar Jeff, pasti setuju kalau kepribadian pria itu selalu tenang, meskipun badai sedang menerjang habis-habisan. Jeff juga laki-laki yang sederhana. Meskipun visual nya sangat mendukung, tapi Jeff tidak suka mengumbar wajah nya ke jejaring sosial demi sebuah like atau pun komentar yang bagus. Jeff tidak suka keramaian, tapi semenjak dia kenal dunia photography, tempat ramai bukan lagi sesuatu yang harus dia hindari. Karena disana, dia bisa mengabadikan banyak moment dengan lensa kamera nya, seperti yang dia lakukan sekarang. Istilah nya, hunting foto. Jeff melakukan itu seorang diri, dan kali ini dia memilih Bandung sebagai lokasinya. Ya... Anggap saja itu sekalian liburan singkat nya, karena hari ini dia dibebas tugas
Hari semakin gelap, lantunan ayat suci pun sudah berkumandang. Rinji terdiam seorang diri di jembatan gantung sambil menunggu Dildar menyelesaikan ibadah nya. Iya, mereka sengaja berlama-lama di satu tempat saja, karena yang mereka inginkan hanya moment bersama, bukan lain nya. Karena setelah ini, mereka sudah bukan lagi rekan kerja yang bisa bertemu setiap hari.Jika dengan Dildar dia bisa lupa dengan segala persoalan hidup, maka kepergian Dildar mengembalikan nya ke dunia yang sebenar nya.Rinji tahu hidup memang tidak mudah. Dia juga paham kalau dunia adalah tempat kesakitan, yang hanya di huni untuk sementara waktu. Tapi satu hal yang Rinji tidak bisa mengerti, kenapa masalah hidup nya tidak kunjung selesai, bahkan ketika dia sudah berusaha untuk membenahi nya satu-persatu.Selama ini Rinji berusaha keras untuk tetap kuat di hadapan banyak orang. Dia memanupulasi manusia-manusia yang ada di sekitarnya dengan membagikan energi positive. Padahal ya
Dari liburan singkatnya, ada satu hal yang Jeff syukuri. Lensa kamera nya ternyata berhasil mengambil potret Rinji yang sedang merenung di jembatan gantung. Dan, Jeff baru menyadari kalau ternyata Rinji cantik. Bahkan side profil gadis itu terlihat sekelas dengan model-model yang dia lihat di internet. "Saya beruntung bisa memotret nya." Monolog Jeff. Karena jujur saja, meskipun dia hanya memotret nya sekali, tapi hasilnya luar biasa. Dia hanya tinggal mengeditnya sedikit lagi untuk mempertajam gambar, hingga ketika sudah sempurna, Jeff memposting nya di akun media sosial yang di khususkan untuk menyalurkan hobi photography nya. 'Terlihat ramai tapi sebenarnya kosong' Itu yang Jeff tulis sebagai judul untuk foto Rinji yang dia posting. Saat itu, di sana memang ramai, tapi Jeff dapat melihat kekosongan yang Rinji rasakan dari matanya. Jadi itu adalah judul yang sangat cocok. Drt... Drt...
Bukan tanpa alasan kenapa Jeff takut dengan suara hujan di malam hari. Semua itu berawal saat usia nya enam tahun. Jeff kecil terbangun dari mimpi indah nya, ketika suara hujan pada malam itu mengusik tidur nya. Dia menangis sambil berharap Mama nya akan segera menghampiri nya. Namun sayang nya, belasan menit telah berlalu dan Mama nya tak kunjung datang, akhir nya Jeff memutus kan untuk berjalan mencari sang Mama. Dia membuka pintu kamar nya pelan, dan segera di sambut suara dari televisi yang menyala dengan volume besar. "Mama?" Jeff kecil bersuara pelan, berharap sang Mama akan menyadari kehadiran nya, namun beberapa kali Jeff memanggil Mama nya, sosok itu masih tetap tak muncul, sampai akhir nya, dengan penuh tekad, Jeff berjalan menuju sofa buluk yang ada di ruang tv, berniat untuk mengambil remot dan mematikan televisi tersebut. Namun sayang nya, belum sempat dia melakukan hal tersebut, langkah nya terhenti saat telinga nya mendengar suara desahan di antara berisik nya suara
Pukul tiga pagi, Jeff masih terjaga di sebuah apartmen yang beberapa waktu lalu menampung nya saat hujan badai dengan gemuruh petir yang lantang, singgah di ibu kota. Adalah apartmen milik Rinji yang saat ini sedang bermain peran sebagai Jianna. Awal nya, Jeff hanya mau mengantar kan gadis itu pulang, karena tidak bisa membiar kan wanita pulang sendirian malam-malam. Di tambah lagi, saat itu angin mulai bertiup kencang dari biasa nya, lalu di susul suara petir beserta kilat nya mulai menampak kan diri, menerangi bumi di kota Jakarta untuk seperkian detik secara terus-terusan. Maka dari itu, Rinji menyaran kan Jeff untuk singgah. Meskipun pada awal nya Jeff enggan, tapi semesta berkata lain. Saat kaki nya hendak kembali menyentuh tanah-- setelah memastikan Rinji selamat sampai unit nya, hujan dengan deras nya membasahi seluruh kota Jakarta, di susul amukan petir yang membuat malam menjelang pagi kala itu terasa mencekam, dan Jeff berakhir singgah di unit Rinji. Sebab, lelaki gagah pe
Rinji tidak habis pikir dengan diri nya sendiri malam ini. Bagaimana bisa dia menangis tersedu-sedu dalam dekapan seorang pria asing yang bahkan belum satu tahun dia kenal. Dildar yang sudah dia kenal dua tahunan ini, tidak dia biar kan melihat sisi rapuh nya, tapi Jeffrey, pria yang sekarang sedang menikmati ice cream itu sudah tahu sisi lemah Rinji, ya meskipun sisi lemah yang di tampil kan adalah milik Jianna. Tapi tetap saja, Rinji dan Jianna adalah orang yang sama. Entah lah, Rinji pun bingung. Mungkin karena ini hari merah nya. Bukan kah perasan perempuan menjadi campur aduk ketika sedang dalam masa periode nya. Tapi tidak bisa di pungkiri juga, Rinji suka dengan perlakukan Jeff. Dia nyaman dengan bagaimana lelaki itu memperlakukan nya tadi. Memeluk nya sambil membisik kan kalimat penenang, Rinji benar-benar suka, sampai dia sedikit berdebat ketika mata nya bersirobok dengan mata Jeff. Dan sontak, dia langsung berdeham sambil mencoba untuk terlihat biasa saja, padahal jantung
"Seperti nya, ada satu hal yang harus kamu tahu tentang saya." Ucap Jeff pada akhir nya. Hal itu membuat Rinji tidak bergeming untuk beberapa saat, sebelum akhir nya berdeham dan bertanya penasaran."Apa itu?" "Saya tidak mudah berteman dengan perempuan." Entah apa yang ada di kepala Jeff saat itu, sampai dia harus mengatakan kalimat tersebut."Benar kah? Lalu kenapa mau berteman dengan ku? Kamu juga mau berteman sedekat itu dengan anak boss mu." Hardik Rinji, membuat Jeff menarik napas nya dalam-dalam dan menghembus kan nya perlahan. "Vella, dia itu sudah saya anggap sebagai adik saya sendiri." "Lalu bagaimana dengan ku?" Tanya Rinji, yang sejujur nya, dia pun menyesal telah menanya kan kalimat itu. Tapi, sungguh, dia benar-benar penasaran perihal alasan Jeff mau berteman begitu saja dengan nya. Karena seharus nya, jika Jeff benar-benar tidak mudah berteman dengan wanita, Jianna Alatas tidak akan pernah berteman dengan Jeff. Rinji pun demikian, apalagi sampai di ajak ke pantai, h
"Jadi, benar kan kalau kamu memperlakukan semua wanita sama saja?" "Bersikap manis, perhatian, ya... Seperti lelaki pada umum nya." Demi Tuhan, kalimat itu masih tengiang-ngiang di kepala Jeff, bahkan ketika dia hendak memejam kan kedua mata nya. Waktu sudah menunjuk kan pukul sebelas malam dan Jeff sulit memejam kan mata nya hanya karena kata demi kata yang Jianna ucap kan tadi siang. "Wanita memang rumit." Gumam Jeff seraya menghembuskan napas frustasi nya. Kemudian, pria itu memilih untuk bangkit dari ranjang, lantas bergegas keluar. Sebelum itu, terlebih dahulu dia menyambar hoodi cokelat milik nya yang ada di lemari. Jeff butuh udara segar. Maka nya, dia memilih untuk berjalan kaki. Di pikir-pikir, sudah lama juga Jeff tidak jalan santai seperti ini. Dulu, waktu dia masih sekolah, dia sering melakukan nya. Rumah Jeff masuk gang sempit yang hanya bisa di lewati satu kendaraan sepeda motor. Namun, ketika keadaan mulai berubah, semua itu Jeff tinggal kan, sebab, dia terlalu sib
Hening menyelimuti sepasang anak Adam dan Hawa yang saat ini sama-sama sedang menatap ke arah bawah pada jalan raya yang ramai. Kendaraan umum, mobil pribadi, sepeda motor, seolah saling balapan untuk sampai ke tujuan masing-masing. Belum lagi suara klakson kendaraan yang saling bersahutan, kian menambah keributan pada jalanan tersebut, hingga pada atap rumah sakit pun kebisingan nya masih terasa. Hal itu sontak membuat Rinji menghela napas lelah. Dia tidak suka keramaian yang seperti itu, karena membuat kepala nya jadi semakin runyam. Maka dari itu, dia memilih untuk membalik kan tubuh nya, menyandar kan punggung mungil nya pada tembok pembatas di sana. Dan apa yang di lakukan gadis tersebut, tentu saja memancing atensi Jeff yang ada di samping nya. "Kenapa?" Tanya pria itu. Rinji menggeleng. "Tidak suka keramaian?" "Bukan. Hanya saja, di bawah sana sangat berisik. Dan aku tidak suka. Karena itu menambah keributan di kepala ku saja." Saat menjadi diri nya sendiri di samping pri
"Bukan kah tidak ada Ibu yang tidak menyayangi anak nya?" Benar, Mauryn setuju dengan apa yang Tamara bilang. Dan tentu nya, dia juga amat sangat menyayangi Jianna, putri tunggal nya, sampai-sampai dia terjun langsung seperti ini itu, semua nya hanya untuk memastikan laki-laki yang kemarin bepergian dengan anak gadis nya. Bagaimana pun, Mauryn sadar kalau Jia gadis kecil nya sudah menginjak dewasa dan memiliki paras yang begitu cantik. Jadi wajar saja kalau banyak laki-laki terpikat."Nama nya Jeffrey. Dia harta paling berharga yang saya miliki di dunia ini." Suara Tamara kembali terdengar, membuat kesadaran Mauryn kembali."Dia pasti anak yang membangga kan.""Sangat. Sejak kecil, dia sudah mengerti banyk hal dan ketika dewasa, dia tumbuh menjadi laki-laki bertanggung jawab. Butik ini adalah bukti nyata dari hasil kerja keras nya selama ini." Kalau di lihat dari sorot mata nya, tidak ada bualan sedikit pun yang Mauryn tangkap dari kedua mata Tamara, ketika menceritakan sosok Jeffrey
"Lo lagi sibuk apa sih, Sam?" Tanya Dildar pada teman lelaki yang duduk di hadapan nya. Laki-laki itu sedang bersantai sebab sekarang waktu nya jam istirahat. Dan kebetulan dia bertemu Samuel, sohib nya sejak pertama kali masuk kerja. "Baca google.""Anjrit. Tumben? Ngapain deh?" Karena nya Dildar jadi terkikik geli. "Cari informasi lah.""Informasi artis idola lo yang dari Korea itu?" "Bukan. Ini gue lagi cari informasi Jianna Alatas.""Siapa tuh?" Sontak, Samuel langsung mendongak. Lelaki itu kemudian menatap Dildar dengan tidak percaya. "Lo nggak tahu, Dil?""Tahu apa?""Jianna Alatas, putri semata wayang Abraham Alatas, pemilik gedung 45 lantai itu loh, Dil." Dildar mengernyit. "Emang gue harus tahu?" Samuel mendengus. Berbicara dengan Dildar memang sedikit menguras emosi nya. "ENGGAK HARUS! TAPI AWAS AJA KALO LO KETAHUAN NAKSIR SAMA TUH CEWEK!""Ya elah... Naksir sama yang setara sama kedudukan gue aja belum tentu di terima, apalagi naksir cewek kalangan atas. Enggak leve
"Ah iya, bukan kah Ayah kamu sedang di rawat di rumah sakit?" Tunggu, bagaimana bisa Jeff tahu kalau ayah Rinji berada di rumah sakit. Atau jangan-jangan lelaki itu sudah tahu kalau sebenar nya, diri nya adalah Jianna Alatas. "Rinji?""Hah? Oh iya. Kamu tahu dari mana, Jeff?""Kamu lupa, kalau saya yang mengantar kan kamu ke rumah sakit?" Pernyataab Jeff langsung membuat Rinji menepuk jidat nya. Bisa-bisa nya dia melupakan kejadian malam itu. "Ah iya! Maaf Jeff, aku benar-benar lupa. Akhir-akhir ini aku benar-benar memiliki kesibukan yang luar biasa, jadi... Aku lupa beberapa kejadian yang udah terjadi beberapa waktu lalu." Jelas Rinji sambil berharap Jeff tidak tersinggung. Karena sungguh, meskipun Rinji amat sangat berterima kasih pada lelaki itu yang sudah menolong nya, Rinji benar-benar lupa. Tentu saja, itu semua karena jadwal nya yang super padat, hal itu benar-benar membuat memori otak nya pun tidak terlalu fokus pada beberapa hal atau kejadian yang sudah terlewat beberapa w