Tiga hari berselang, Arsya masih tutup mulut, kasus Arsya yang gosipnya tidur sama anak pemilik kost belum sampai ke telinga Anjani. Masih aman, dan tersimpan baik-baik.
Tapi, mau sampai kapan?
Arsya pikir, dia bisa menyelesaikan semuanya tanpa Anjani tahu. Namanya juga hanya harapan, kenyataannya Anjani besok pulang.
"Tolongin bang, tahan Anjani biar gak pulang besok."
"Sialan lo!"
Makian dan terus makian. Sejak kejadian sial menimpanya kuping Arsya terus dijejelin oleh makian sampai ia muak mendengarnya.
"Gue janji bakal selesaiin masalah ini secepatnya."
"Harus! Karena kalo bertele - tele, Anjani yang gak bakal gue kasih pulang ke Jogja"
Arsya mendesah frustasi, "Ini gue juga lagi cari bukti. Gue dijebak bang, sumpah!"
"Gue percaya, makanya gue masih mau ngomong sama lo."
"Thanks bang. Tolong jaga bini gue baik-baik. Jangan dibikin kesel. Kasian, gaada gue yang
Nisya: mbak bisa pulang sekarang?Nisya: mas Arsya nidurin akuNisya: aku mau minta tanggungjawabAnjani: jangan haluNisya: aku serius mbakNisya: demi TuhanAnjani blocked NisyaAnjani menggeleng sambil tertawa kecil. Belum seminggu ditinggal, suaminya sudah jadi korban kehaluan tetangga depan.Halunya anak muda sekarang ngeri ya. Perasaan dulu Anjani kalau ngehalu paling barter sama Leeminho, gak sampe sama suami orang.Tok tok tokSpontan Anjani menoleh, mendapati bang Juna yang memasuki kamarnya setelah mengetuk pintu."Arsya lagi dijalan," kata bang Juna sembari duduk ditepi ranjang Anjani.Kening Anjani mengerut, menatap bang Juna yang mulai membantunya memasuki baju kedalam koper. Ya, Anjani sedang packing untuk kepulangannya nanti siang."Dijalan mau kemana?" tanya Anjani gak paham."Kesini, jemput lo." jawab Juna santai, tapi raut wajah Anjani berub
"Kok lo disini, dek?"Anjani yang tengah menonton televisi menoleh, menatap Juna yang melempar pertanyaan padanya."Kenapa?" Anjani balik bertanya sambil menyemili chiki. Pandangannya kembali terfokus pada film yang sedang ia tonton.Juna yang baru keluar dari kamarnya itu lantas menghampiri Anjani lalu duduk disebelahnya."Arsya mana?" tanya Juna mencari keberadaan adik iparnya yang biasanya selalu berada di samping Anjani.Anjani menaruh bungkus chiki yang sudah kosong keatas meja, "Lagi nugas dikamar."Tangan Juna lantas menyenggol pundak Anjani pelan, "Temenin sana," titahnya membuat kening Anjani mengernyit kebingungan.Peka dengan raut wajah bingung adiknya, Juna ngomong lagi, "Bantu pijitin kek! Kasian laki lo lagi stress tuh,"Anjani mencibir,
"Morning, istriku." ujar Arsya sembari mengecup kening Anjani. Tangan Arsya bergerak mengusap surai berantakan istrinya yang masih tertidur pulas. Ditatapnya wajah lelap Anjani, tampak begitu letih karena baru Arsya kasih tidur subuh tadi."Bangun dulu yuk, minum susu," ujar Arsya berbisik lembut di daun telinga Anjani.Anjani mengulet geli merasa hembusan nafas Arsya menyapu kulit lehernya "Semalam kan udah, mas." jawabnya tanpa membuka mata.Arsya terkikik sekilas, "Bukan mas yang minum susu, tapi kamu." ujar Arsya meluruskan. "Ayo sayang, minum susu dulu yuk ..." bujuk Arsya sembari menjatuhkan dagunya dipundak kecil Anjani.Dengan susah payah Anjani mencoba membuka kedua matanya, tubuh Anjani berbalik, berhadapan dengan Arsya yang sudah mandi dan berpakaian rapih."Tapi habis minum susu aku tidur lagi ya?" ujar Anjani sembari menegakan tubuhnya lalu bersandar pada kepala ranjang.Arsya senyum sekilas, menyod
"Aku mau ikut pulanggg..."Anjani merengek, bergelayut manja di lengan Arsya. Arsya bilang, besok dia akan pulang ke Jogja sendiri tanpa Anjani."Kamu tinggal disini aja dulu sampai melahirkan, mas janji bakal sering - sering nengok kamu." ujar Arsya yang tidak bisa Anjani cerna maksudnya. Anjani gak ngerti kenapa Arsya tiba - tiba mencetuskan ide untuk mereka LDR lagi.Demi apapun, Anjani gak paham!"Kan kata mas dedeknya harus sering - sering dijenguk jelang persalinan supaya keluarnya lancar. Terus kenapa mas malah minta aku buat tinggal disini?" jelas Anjani, Arsya diam, antara nahan ketawa sama gak bisa jawab ucapan istrinya.Arsya mengangkat tubuh Anjani tanpa aba - aba, mendaratkan bokong Anjani di pahanya. Membuat Anjani yang terkejut spontan melingkarkan tangannya dileher Arsya. Terkesan romantis meskipun Arsya harus menahan ringis karena menanggung berat badan Anjani yang bertumpu dikedua pahanya."Mem
"Nisya kenapa, mah?"Suara panik Arsya masih mengalun dengan jelas ditelinga Anjani. Anjani bahkan masih ingat bagaimana raut wajah Arsya terlihat panik saat menanyakan keadaan wanita lain, Nisya.Untuk kali ini, Anjani tidak menyesal sudah bertindak lancang. Sama sekali Anjani tidak menyesal telah menguping pembicaraan Arsya dengan Mamahnya lewat telfon. Anjani tidak menyesal meski ia harus menanggung sakit yang teramat setelah mengetahui kenyataan bahwa,Arsya panik karena Nisya.Apa yang Nisya lakukan hingga bisa mencuri perhatian Arsya darinya?Lalu kenapa suara mamah mertuanya yang terdengar saat nama kontak panggilan tersebut jelas - jelas bernama Nisya?Bukankah Arsya bilang mertuanya itu sedang di Kalimatan?Apa yang mereka sembunyikan?Apa ini alasan Arsya tidak mengizinkannya pulang ke Jogja?
Sesampainya Arsya di Jogja, isak tangis Tuti menyambutnya. Wanita paruh baya itu duduk dikursi tunggu dengan pandangan kosong. Namun setelah matanya menemukan radar keberadaan Arsya, Tuti langsung menjerit berlari kecil ke Arsya lalu memukul - mukul tubuh Arsya meluapkan emosinya. Arsya diam, menerima pukulan dari wanita paruh baya itu."Kurang ajar kamu Arsya! Kamu hampir buat anak saya mati!" jerit Tuti sembari memukul badan Arsya dengan sekuat tenaganya.Arsya tetap diam, tidak berontak sekalipun. Sedang yang lainnya berusaha untuk menghentikan Tuti."Cukup, buk!" Sintia berusaha menarik Arsya dari jangkauan Tuti. Memeluk Arsya erat melindungi. Arsya yang melihat itu berontak karena kini tubuh Mamahnya lah yang menjadi santapan pukulan Tuti.Suasana mendadak ramai. Suara caci maki Tuti menggema diselingi dengan teriakan orang - orang yang mencoba memisahkan. Begitu ramai, hingga rasanya Ar
"Yeay mas bojo pulang!!!"Kepulangan Arsya ke kost pagi ini disambut suara melengking Anjani. Dengan wajah sumringah menatap Arsya yang baru saja masuk kedalam rumah. Wajah Anjani sangat cerah begitu melihat siapa yang datang pagi - pagi, senyum Anjani juga terlukis begitu tulus meski hatinya berdenyut nyeri saat menyadari suaminya bermalam diluar.Satu demi satu tingkah Arsya mengoyak kepercayaan Anjani. Mata Anjani memang membinar saat melihat Arsya, bibirnya tersenyum lebar, juga pipinya merona, tapi Anjani tidak bisa menyangkal kalau pikirannya mulai berjalan, sedikit demi sedikit hatinya mulai terkikis dengan logika.Kenapa Anjani melakukannya lagi? Memalsukan diri.Kenapa harus senyum manis yang ia berikan pada suaminya yang ntah tidur dengan siapa tadi malam, bukankah seharusnya Anjani marah pada Arsya? Meminta penjelasan kenapa semalam ranjangnya terasa lebih dingin dan luas.
"Lho, belanjaan nya mana, Jan?" Sintia melempar tatapan bingung pada Anjani yang baru saja pulang dari tukang sayur, yang tadi katanya ingin belanja bahan - bahan masakan hari ini, pas pulang kok tangannya lenggang. Anjani menunduk, menahan tangis, "Aku gak beli, Mah. Maaf." jawab Anjani lalu masuk kedalam kamarnya. Sintia dan Kai yang melihat itu saling melempar pandang, kebingungan. "Biasa, tan. Moody." ujar Kai menjawab tatapan bingung Sintia. "Apa iya?" ujar Sintia masih tak percaya. Kai mengangguk, lantas bangkit dari duduknya, "Ayo tan kepasar, saya anterin." Sintia menghela nafas pendek lalu beranjak ke dalam kamar untuk mengambil dompetnya, pamit sebentar ke Anjani sebelum akhirnya menyusul Kai yang sudah menunggu di mobil. *** Toong beritahu apa yang harus Anjani lakukan. Terdiam dengan tatapan kosong, tanpa air mata. Pandangan Anjani benar - benar kosong menatap bingkai foto pernikahan nya bers
7 Tahun KemudianHari libur bagi Arsya bukan lagi hari dimana ia bisa bersantai dan beristirahat di rumah. 8 tahun umur pernikahan, ia dan Anjani sudah di karunia 4 orang anak yang membuat waktu liburnya di sibukan dengan bermain dan mengurus buah hatinya.Sih sulung Arjeno Shakeel Cakrawala, bocah tampan yang sebentar lagi akan menduduki bangku sekolah dasar.anak kedua ada Archie Javier Cakrawala, anak laki-laki kedua yang umurnya 2 tahun lebih muda dari Jeno, tapi ia lebih aktif bermain di luar rumah bersama teman - temannya berbeda dengan Jeno yang lebih suka bermain di dalam rumah saja.Arjuno Keenan Cakrawala, sih bungsu gak jadi. Selain sudah lancar berbicara dan berjalan, Juno juga sudah lancar mengganggu kedua abangnya ketika sedang belajar.Kemudian ada sih bungsu yang baru berumur tiga bulan, anak ke empat Arsya dan Anjani yang satu ini berjenis kelamin perempuan, namanya
Anjani menatap cemas kearah Nisya yang tengah terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit, entah apa yang terjadi pada cewek itu hingga membuat ia hampir saja kehilangan nyawanya. Nisya kritis, urat nadinya hampir terputus, namun masih bisa tertolong karena Anjani bergerak cepat memanggil bantuan medis.Anjani belum tau jelas sebab dari goresan luka di urat nadi cewek itu, entah ia sendiri yang melukai tangannya, atau laki - laki tak di kenal yang memukuli wajah Arsya.Jeno menggeliat di dalam gendongannya, membuat Anjani bangkit dari duduknya kemudian menimang Jeno yang mungkin mengantuk."Kenapa, sayang?" tanya Anjani dengan nada lembutnya kepada Jeno."Ooo.." gumam Jeno seraya berontak dari gendongan Anjani."Shuttt, gak boleh nakal, tante Nisya lagi istirahat.." ujar Anjani seakan melarang anaknya untuk menangis.Tangan Anjani menepuk bokong Jeno pelan, biasanya kalau J
"Sya, ibu sama bapak pergi dulu ya, kamu jangan kemana - mana sebentar lagi mas mu pulang." ujar Tuti berbicara kepada Nisya yang sedang duduk melamun diatas tempat tidurnya. Cewek itu hanya menetap kearah Tuti sejenak kemudian memutuskan kontak matanya.Tuti yang melihat respon Nisya hanya menghembuskan napas berat saja, ia lantas menutup kembali pintu kamar Nisya dan berjalan menghampiri suaminya yang sudah menunggu diatas motor.Nisya menggigit kuku jempolnya, keadaannya cewek itu masih sama, tatapan matanya masih kosong, ekspresi wajahnya pun hanya satu, datar. Tak ada minat hidup dan aura yang keluar dari wajah manis gadis itu.Nisya beranjak turun dari tempat tidurnya, ia berjalan kedepan jendela, menatap lurus kearah luar rumahnya. Cuaca hari ini cukup bagus, mengingat kan Nisya pada suasana di kampusnya, biasanya di cuaca yang seperti ini ia bersantai di gazebo sembari menikmati bakso atau mie ayam bersama teman -
"Jeno, lihat Ayah. Yeayyy Jeno bisa terbang!!!" seru Arsya yang tampak asik bermain bersama Jeno. Ya, bagi Arsya itu menyenangkan, namun jika Anjani melihatnya mungkin Arsya akan di cubit keras-keras, sebab saat ini Arsya mengangkat tubuh Jeno tinggi-tinggi di atas tubuhnya, siapapun yang melihat hal itu mungkin akan berteriak karena mengerikan. Tapi anehnya, baik Arsya dan Jeno malah tertawa menikmati."Jeno terbang lagi ya, hushhhh" ujar Arsya kembali mengangkat Jeno tinggi - tinggi. Ya beginilah jika ia lepas dari pengawasan Anjani, bermain dengan Jeno semauanya.Jeno tertawa menampilkan gusinya yang belum tumbuh gigi, bermain terbang - terbangan seperti ini sudah menjadi kegiatan rutin yang Arsya dan Jeno selepas Arsya pulang kerja. Karena kalau Arsya pulang kerja, Anjani akan pergi mandi, di sana itu lah ia melakukan aksinya bersama Jeno."Mas"Mendengar namanya di panggil Anjani, dengan cepat Arsya langsung menurunkan Jeno dan duduk manis di a
Usai kepulangan keluarga kecil Juna ke Bandung beberapa jam lalu, kini Gerry harus melepas kepergian Anjani dan Arsya karena satu jam lagi jadwal penerbangan pesawat yang akan membawa Anjani dan Arsya ke Jogjakarta.Arsya dan Anjani berangkat ke bandara di antar Gerry, Renya, Neisya dan Deka. Keempatnya meluangkan waktu untuk mengantar Arsya dan Anjani ke bandara. Sesampainya di bandara mereka duduk menunggu sembari mengobrol dan bercanda."Deka, kapan - kapan main dong ke Jogjakarta, sama Handa juga." ujar Anjani tersirat rasa meledek, ia baru saja dapat bocoran dari Renya kalau ternyata Deka berpacaran dengan Handa.Jelas Anjani mengenal Handa, sebab saudara laki-laki Handa adalah sahabat baik Anjani. Rumah mereka juga bersebelahan. Padahal dulu Handa dan Deka gemar sekali bertengkar dan menjadi rival. Tapi entah bagaimana ceritanya mereka bisa saling jatuh cinta. Entahlah, hanya mereka berdua dan Tuhan yang tahu
"Kalian ini bawa bayi pulang malam - malam." ujar Gerry yang baru saja memergoki anak dan menantunya yang baru tiba di rumah usai berkelana kerumah teman lama mereka.Sekarang sudah jam sebelas malam tapi Arsya dan Anjani baru pulang kerumah bersama Jeno yang sudah tertidur pulas di gendongan Anjani. Gerry yang melihat itu tentu saja menggelengkan kepalanya, tak habis pikir kenapa mereka pulang kerumah larut malam bersama Jeno yang seharusnya sudah tertidur dengan nyaman di atas kasur empuk nya, bukan di gendongan Anjani."Maaf, pah." ujar Arsya merasa bersalah, ia mengangkat pandangannya menatap Gerry dengan tatapan memohon.Gerry berdecak, "Anjani, bawa Jeno masuk. Arsya, kamu temanin papah main catur." ujar Gerry kemudian beranjak pergi.Anjani dan Arsya yang mendengar itu saling melempar tatapan dan tersenyum tipis, kalau Gerry mengajak Arsya main catur itu tandanya Gerry sudah memaafkan mereka.
"Lo udah gila ya, Chan?" sentak Anjani yang tengah naik pitam. Ibu satu anak itu tiba-tiba saja mengamuk ketika melihat kedatangan Chandra dengan anak gadis yang ia rangkul mesra.Chandra mengulum bibirnya, ia terdiam di hadapan Anjani yang sedang menghakiminya. Dan entah kenapa Chandra menciut tak berani menyahut saat Anjani memarahinya habis - habisan."Lo juga, neng!" Kini Anjani menatap gadis yang duduk ketakutan di samping Chandra. "Lo tau gak nih biawak satu udah punya bini, bentar lagi ada buntutnya."Anak gadis itulah hanya terdiam menunduk tanpa sepatah kata. Wajahnya merengut menahan tangis dan malu."Anak orang jangan di marahin, kalau mau marah ke Chandra aja." teguArsya yang Anjani balas dengan decihan."Sama dua-duanya juga salah!" jawab Anjani.Karena tak tega melihat wajah gadis itu pias, Beki mengeluarkan dompetnya. Memberika
"Happy birthday, Rais!" ujar Anjani kemudian mengecup pucuk kepala Rais yang hari ini umurnya genap satu tahun.Rais yang sedang berada di gendongan Yogi tersenyum malu, kedua tangannya memeluk erat-erat salah satu kado miliknya."Selamat ulang tahun, jagoan!" Kali ini Arsya yang bicara, mengacak rambut Rais yang sudah di sisir rapih oleh Hanum."Om, jangan di acak-acak dong rambutku, jadi berantakan lagi kan." timpal Hanum seolah mewakilkan Rais yang belum lancar berbicara.Arsya tertawa sumbang, "Iya deh, maaf ya nih Om rapihin lagi rambutnya." kata Arsya sambil merapihkan rambut Rais yang berantakan karenanya."Tuh lihat, dedek Jeno lucu banget ya, bang." ucap Yogi sembari menunjuk kearah Jeno yang sedang di gendongan Anjani, spontan Rais menatap kearah yang Ayahnya tunjuk. Mulut anak kecil itu menganga seakan terpesona.Hanum, Yogi, Anjani dan Arsya yang melihat reaksi
"Jeno lucu banget sih, jadi anak tante Marra aja mau gak?""Kalau Jeno jadi anak kamu, berarti anak aku juga dong?"Spontan Anjani membekap mulutnya merasa mual mendengar Jeka yang menyahuti ucapan Marra barusan. Ya, Anjani sudah tiba di Jakarta sabtu siang dan langsung di sambut dengan sepasang kekasih yang menjijikan di mata Anjani."Mar, lo di pelet apa gimana sih?!" celetuk Anjani menatap Marra tak menyangka. Marra dan Jeka sudah di depan mata, tentu Anjani tidak lupa tujuan utamanya, memberi pencerahan pada Marra yang siapa tau di pelet Jeka."Buset, congor nya bos!" sahut Jeka tak terima."Terus kenapa Marra bisa mau sama mahluk astral macam lo?" balas Anjani sewot.Jeka mendelik tajam, "Jelmaan bidadara surga gini di bilang mahluk astral." Jeka memainkan alisnya memasang wajah tengil."Dih," Anjani berdecih jijik. Tapi Jeka tak merasa tersinggung sa