공유

Bab 46

작가: Mutiara Sukma
last update 최신 업데이트: 2024-10-29 19:42:56

Keesokan harinya aku diantar Lea dan Ubay pulang ke rumah.

"Apa ga sebaiknya kamu tinggal di rumahku aja sampai benar-benar aman, Al." ujar Lea setelah sampai dirumahku.

"Tak usah, Le. Aku disini saja. InsyaAllah gapapa, kok."

"Nanti, kalau ada apa-apa jangan lupa langsung kabari, ya."

"InsyaAllah, pasti kalian yang aku kabari terlebih dahulu.

Tak lama Ubay datang bersama Pak RT yang tadi sudah aku kenalin padanya.

"Kami sudah melihat rekaman cctv, wajah dua pengendara itu tak begitu jelas terlihat karena tertutup helm. Nomor polisi kendaraannya juga tidak jelas. Sepertinya sengaja agar tak bisa dilacak."

"Tak apa, Pak. Semoga saja ini hanya ulah orang iseng." sahutku.

Setelah aku mengucapkan terima kasih, Pak RT pun pulang.

"Sebentar lagi ada orang bayaranku yang akan menjaga kamu 24 jam. Jadi, kamu ga perlu khawatir." tutur Ubay.

"Maksudnya?"

"Aku udah nyewa dua orang body guard untuk menjaga kamu. Sementara! sampai aku yang akan jadi bodyguard kamu."

"Cieee ...!"

"Lea apaan, sih!
잠긴 챕터
앱에서 이 책을 계속 읽으세요.
댓글 (2)
goodnovel comment avatar
Isabella
yesss lele idenya boleh juga
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Yah elah lu kata kagak ada bodyguard cewek apa?
댓글 모두 보기

관련 챕터

  • Hati yang Terbagi    Bab 47

    Karena kejadian seperti itu, rencana pernikahan dimajukan. Bahkan tanpa menunggu Mamanya Lea yang masih di luar negeri, yang sedang ikut Papanya mengurus bisnis mereka."Tunggu Mama aja dulu, Bay."Ubay menatapku, lekat."Mas, maksudnya." aku meralat sambil menyunggingkan senyum tanda perdamaian."Jangan! aku khawatir akan keselamatan kamu.""Iya, Al. Nurut aja kan enak, bentar lagi kawin!" cetus Lea.Aku mencubit pinggang Lea. Sahabatku itu kabur menghindar. Akhirnya lewat sambungan telepon, kedua orangtua Ubay mengijinkan. Walau terdengar agak keberatan. Mungkin karena terkesan buru-buru. Tapi, Ubay bersikeras agar tetap menikah dalam waktu lima hari ini.Malam ini setelah pulang dari rumah Lea aku merebahkan diri di ranjang. Rasanya seperti mimpi. Dalam waktu dekat aku mengalami dua peristiwa besar dalam hidupku. Perceraian dan kembali menikah untuk kedua kalinya. Sungguh ironis, disaat aku sedang berusaha melupakan sakit karena dibohongin suami. Kini aku harus merasakan hidup den

  • Hati yang Terbagi    Bab 48

    "Mbak mau minum apa?""Ga usah repot-repot, Mbak. Saya ga lama kok.""Gapapa, Mbak. Saya buatkan teh, ya."Tanpa menunggu jawabanku, perempuan seksi itu berlalu."Mama tak suka sama dia. Gunawan, ah. Mama ingin mati saja." nada suara Mama terdengar berat."Mama, ga boleh begitu. Gimana pun mas Gunawan adalah anak Mama.""Entahlah, Sayang. Mungkin jika tidak ada kamu Mama tidak semangat lagi melanjutkan hidup ini."Aku terdiam. Sepertinya ini bukan saat yang tepat untuk mengatakan kepada Mama bahwa aku akan segera menikah. Keadaan Mama sedang tak baik-baik saja."Tinggallah di sini lagi, Nak. Mama khawatir perempuan tadi mengganggu suamimu. Gunawan, itu bod*h, Mama capek mengingatkan dia."Entah apa yang terjadi yang jelas ada sesuatu antara Mas Gunawan dengan Fatma. "Tapi, Ma ..." "Mama sudah mengalihkan semua aset Mama atas namamu. Kau simpan baik-baik, ya.""Tapi, Ma ... Ya Allah ... Kenapa harus pada Alina,Ma. Kan ada Mas Igun." aku menjawab cemas. Gimana ini?Mama menggeleng cep

  • Hati yang Terbagi    Bab 49

    "Heh! Kamu sini!" Tante Irma menatap garang pada Fatma yang mulai ketakutan. Perempuan itu menghampiri Tante Irma ragu-ragu. "Kamu mau ke mana? Ingat ya Fatma kamu itu hanya pembantu di rumah ini! Jika kamu macam-macam, saya akan bilang kepada bibimu biar kamu dipulangkan lagi ke kampung." ancam Tante Irma. "Ja-jangan, Bu. Saya masih mau bekerja." "Kalau mau bekerja, kamu kerja yang benar! Dari awal saya sudah peringatkan, jangan pakai baju kekurangan bahan seperti ini. Apa kamu tidak malu, walaupun kamu pakai baju tapi tubuhmu tercetak dengan jelas." "Malu, Bu." Lirihnya. "Sekarang ganti baju kamu!" Fatma berbalik arah dengan wajah masih menunduk. "Tunggu!" cegahku. Aku memeriksa kantong celana Fatma dimana obat tadi dia simpan. "Ada apa, Al?" Tante mendekatiku, heran. Fatma berusaha menepis tanganku. Namun, aku bersikukuh memeriksa celana perempuan itu. "Ini! Ini apa?" seruku sambil mengacungkan sebuah bungkusan dengan plastik kecil berisi bubuk warna putih. "I-itu obat

  • Hati yang Terbagi    Bab 50

    Setelah minum obat, Mas Gunawan duduk tertunduk. "Kamu sungguh kelewatan, Gunawan!" Desisnya.Mas Gunawan hanya diam. Tak lama Fatma yang sudah diusir Tante Irma keluar dari kamarnya."Jangan coba-coba kamu mendekati ponakan saya lagi." Bentak Tante Irma sebelum Fatma melangkah keluar. Dengan membawa kopernya perempuan itu pergi."Tante, Sebenarnya kedatangan Alina kesini mau mengabarkan sekaligus minta do'a restunya." ujarku memulai kata. Hari makin tinggi. Aku tak mau berlama-lama lagi disini."Kabar apa, Sayang?"Aku menghela napas dalam-dalam. Kini mereka berdua menatap ke arahku."InsyaAllah, lima hari lagi Alina akan menikah dengan Mas Baihaqi.""Ya Allah ..." Tante Irma merebahkan tubuhnya lagi ke sofa."Dek, kamu ga jangan begitu. Tega sekali kamu, Mama dalam masa penyembuhan. Jika dia tau kita sudah bercerai dan kamu akan menikah, pasti darah tinggi Mama akan kumat lagi." "Gunawan! Apa kamu tak punya malu?"Mas Gunawan terdiam dan kembali menunduk."Alina, Tante tak punya h

  • Hati yang Terbagi    Bab 51

    "Ajarin apa?"Mas Ubay menunduk malu. Wajahnya memerah."Kalau aku ceritakan kamu jangan ketawa apalagi cerita-cerita pada, Lea." ujarnya pelan. Rasa penasaran yang membuncah membuatku sanggup berjanji didepannya. "Aku masih perjaka." Kalimat itu terlontar dari bibir laki-laki yang sudah menjadi suamiku itu.Mataku membulat sempurna."Jangan bohong! Kamu udah nikah kan sebelumnya? Lalu kalian ngapain aja dikamar berdua? Main ular tangga?" Antara ingin tahu dan ingin tertawa mendengar pengakuan Mas Ubay."Janji kamu bisa dipegang kan?" Aku mengangguk cepat. Apa laki-laki yang menikahiku ini punya kelainan? Atau jangan-jangan dia impoten? Oh tidak! Semoga saja bukan."Sejak menikah dengan Aina, kami tidur terpisah. Awalnya Aina bilang belum siap jika nanti dia hamil.""Hah? Kan kalian bisa pakai pengaman.""Entahlah, dia tak mau. Katanya nanti saja kalau dia sudah siap. Aku mengalah, tak mau egois dengan memaksa dia. Namun, akhirnya aku tahu jika Aina sedang mengikuti audisi untuk seb

  • Hati yang Terbagi    Bab 52

    Dua minggu setelah kami menikah, aku mulai di ajak Mas Ubay untuk ikut dalam rapat. Begitu canggung rasanya, tapi menurut Mas Ubay aku harus terbiasa. Karena dia berharap aku bisa menjalankan bisnis berdua dengannya."Kalian ini kayak perangko tau ga! Kemana-mana selalu berdua." "Ciee ... yang ngiri ...!" ledek Mas Ubay."Gw ga ngiri, gw nganan doang." "Hahaha, sabar Bestie. Gimana hubungan kamu dengan Pak pengacara?" Tanyaku sambil merangkul Lea yang tengah cemberut."Tau ga, Al. Minggu ini aku mau dikenalin pada orang tuanya. Aku deg-degan banget sumpah.""Emang lu, bisa deg-degan juga, Lele!"potong Mas Ubay cepat."Bisa lah! Lu kira gw batu, apa!""Jangan sewot, Le. Entar cepat tua.Mas Ubay makin semangat memanas-manasi Lea."Lu yang bikin gw cepat tua, nyebelin. Aturan gw ga restuin elu nikah sama teman gw. Kasian Alina dapat suami kayak kanebo kering.""Eh, sembarangan! Tanya Alina aja, aku kanebo kering apa waslap basah." Tawa Lea terdengar lantang. Hingga bahunya terguncang

  • Hati yang Terbagi    Bab 53

    Aku sampai di rumah Mama setelah sebelumnya menunggu Mas Ubay pulang dari kantor. Mendengarku menangis, lelaki itu langsung membatalkan semua agendanya hari ini. Dan meluncur bersamaku ke rumah duka.Aku terisak, melihat jasad yang sudah dimandikan itu terbujur kaku di tengah rumah dan siap untuk di kebumikan. Bayangan Mama yang begitu perhatian padaku bahkan lebih menyayangiku dari pada anaknya sendiri melintasi begitu saja. Membuat air mataku kian deras mengalir."Maafin Mbak Tety, kalau ada salah ya, Al," ujar Tante Irma sambil memelukku. "Mama orang baik, Tante. Sangat baik, Mama sudah seperti Mama kandungku sendiri. Mama tak punya salah, InsyaAllah," sahutku dengan suara bergetar menahan tangis."Sejak dia tau kamu dan Gunawan bercerai, Mbak Tety mulai jarang mau makan. Setiap hari melamun. Sempat Tante bawa ke rumah sakit, karena khawatir. Tapi, belum ada perkembangan. Dokter bilang, mbak Tety ga boleh banyak pikiran.""Apalagi, setelah kamu menikah, keadaannya makin parah. Da

  • Hati yang Terbagi    Bab 54

    Kini kami di jalan menuju pulang. Tak ada pembicaraan yang tercipta. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Sebelah tangan Mas Ubay masih setia menggenggam jariku. Seakan sedang memberikan semangat baru. Dan mengatakan semua akan baik-baik saja.Kami pun sampai di rumah."Ih, kalian jalan-jalan ga ngajak-ngajak!" Sungut Lea.Mas Ubay tak menjawab, dia langsung menuju ke kamar. Sedangkan aku memilih duduk di samping Lea. Aku menceritakan kepada Lea, Apa yang terjadi hari ini. Lea sangat kaget, terlebih saat dia tahu jika si Siti sudah kembali."Gila emang mantanmu itu. Jelas-jelas waktu itu Siti telah menyia-nyiakan ibunya. Sekarang malah dibiarkan kembali. Emang otaknya kurang se-ons tuh anak."Akupun berpikiran sama. Entah apa yang sudah merasuki Mas Gunawan. Sehingga tega membiarkan ibunya dirawat oleh perempuan seperti Siti."Jangan-jangan dia yang membunuh Ibunya, ups!" Lea sontak menutup mulutnya."Maaf, Al. Aku keceplosan.""Gapapa, Lea. Aku sebenarnya juga berpikiran seperti

최신 챕터

  • Hati yang Terbagi    Bab 145

    Perjalanan pun kami lakukan, menikmati alam meski kami tengah diberi ujian olehNya. "Kenikmatan kita itu lebih banyak dari pada ujian yang Allah berikan, Sayang. Jangan berkecil hati. InsyaAllah akan ada kemudahan dibalik kesulitan. Nadiva akan menjadi gadis cantik seperti bundanya." Mas Ubay tak henti-hentinya menguatkanku.Bahkan saat Nadiva dibawa ke ruang operasi, dia selalu menjadi tempatku bersandar. Air mata tak kunjung habis mengingat bayiku sedang dalam perawatan.Hafidz dan Bude Tia menunggu di hotel. Aku percaya bude Tia akan menjaga Hafidz selama kami dirumah sakit.Sekitar 3 jam, Nadiva selesai di operasi. Alhamdulillah, Operasinya berjalan lancar. Hanya saja menurut dokter nanti perlu terapi wicara untuk Nadiva. Namun, dokter menyakinkan jika bekas operasi itu tak akan menganggu penampilan Nadiva kelak. Teknologi sudah canggih, apapun bisa tampak sempurna saat ini. Hanya butuh uang saja.***Hari berlalu, tahun berganti.Nadiva sudah menginjak usia 4 tahun. Memang ada s

  • Hati yang Terbagi    Bab 144

    Kelahiran Nadiva Az-Zahra anak perempuan keduaku menjadi harapan yang seakan kandas. Nadiva lahir dengan keadaan fisik yang tak sempurna. Bibir dan langit-langit mulut Nadiva tidak normal. Orang biasa menyebutnya bibir sumbing. Awalnya aku menangis mengetahui hal itu. Apalagi tampak gurat kecewa diwajah Mama.Bersyukur Mas Ubay selalu menguatkan hatiku."Semua ciptaan Allah itu indah, bersyukur hanya secuil kekurangan ini saja yang Allah berikan pada kita. Tak usah berkecil hati. Nanti kita cari solusi gimana Nadiva bisa tumbuh menjadi gadis yang percaya diri."Mama agak acuh padaku, lebih sering ke rumah Lea yang juga telah melahirkan. Anak Lea laki-laki. Tampan dan sempurna, Mama selalu membicarakan perkembangan Hasan anak kedua Lea itu.Aku lebih sering menghindar dari obrolan itu. Menyibukkan diri di dapur atau pura-pura sedang menyusui Nadiva.Melihat keadaan itu, Mas Ubay memutuskan untuk sementara kami menempati rumah kami yang telah lama kosong.Mama keberatan, tapi kali ini M

  • Hati yang Terbagi    Bab 143

    "Kalau ada niat mah, apa saja bisa, Ma! Mau tinggal disebelah rumah kita, juga pasti mampu." sahut Papa yang baru datang dari kamarnya."Eh, Om. Apa kabar, Om?""Sehat! Apalagi sejak ada Alina di sini. Berdua dengan mamanya Ubay, cerewetin Om untuk makan makanan sehat dan rutin minum vitamin."Aina mencebikkan bibirnya. Walau segera dia tersenyum setelah itu. Tapi, hati kecilku berkata jika Aina datang bukan membawa keberkahan sebagai seorang tamu. Namun, sedang menunjukkan eksistensinya sebagai wanita pelakor sejati. "Nak Aina mau makan di sini? Kebetulan kami mau makan siang. Tapi, kayaknya bik irah ga masak nasi lebih, ya, Al?" Papa beranjak masuk. Aku berusaha menahan tawa. Papa mengajak orang makan tapi, ga punya nasi. Orang yang punya otak, pasti akan paham maksud papa mertuaku itu."Ga usah, Om. Lain kali aja. Nanti Aina mampir lagi." Tak lama perempuan itu pamit.Aku dan Mama mengantarkanku ke pintu, lalu kami sama-sama kembali masuk dan masuk ke ruang makan."Kamu ini, giman

  • Hati yang Terbagi    Bab 142

    Bayang-bayang Aina mengusik hatiku. Ternyata perempuan itu sudah keluar dari penjara. Kini penampilannya juga jauh berbeda. Tak ada lagi rambut panjang bergelombang dengan bibir bergincu merah menghiasi wajah.Yang tampak wajah dengan riasan sederhana dibalut kain panjang dan baju longgar seperti yang kukenakan. Tak terlihat apakah perutnya besar atau tidak karena seingatku waktu ditangkap, Aina dalam keadaan hamil. Ah, kenapa dia yang kupikirkan? Tapi, aneh saja. Kenapa dia datang ke restoran? Lalu menatapku dengan tatapan seperti itu. Seolah sedang mengatakan "Aku kembali!"Sudahlah, aku yakin setiap episode kehidupan akan menemukan ujiannya masing-masing. Dan aku sangat percaya, jika aku sanggup melewatinya."Alina, makan dulu, Nak. Ini Mama buatkan sop hangat untuk kamu." Teriakan Mama terdengar dari luar. Aku yang sedari pulang dari resto masih rebahan di kamar. Langsung bangkit dan berjalan ke pintu."Iya, Ma.""Sini, Sayang. Kamu pasti lapar. Mama masak sop iga sapi muda. Hmmm

  • Hati yang Terbagi    Bab 142

    Aku ingin melawan, tapi rasa sakit ini membuatku tak sanggup bangkit lagi. Doa minta pertolongan tak henti-hentinya aku lafaskan. Hanya pertolongan Allah yang saat ini aku harapkan. Sakit di perut makin menggila. Hingga aku merasa ada yang basah dibawah sana. Ya Allah, kenapa ini? Mencoba meraba, ada warna merah ditanganku. Ya Allah, aku kenapa?Ketika, Alex hendak mendekat lagi, pintu tiba-tiba terbuka dengan kencang hingga menimbulkan suara gaduh Karena pertemuan kayu dengan tembok itu.Beberapa orang laki-laki masuk dan langsung menghajar Alex. Sementara aku tak kuasa lagi menahan rasa sakit di perut."Cepat angkat! Korban mengalami pendarahan." Aku hanya mendengar teriakan itu sebelum semua menjadi gelap.****"Kamu sudah sadar, Sayang? Alhamdulillah, ya Allah..."Mas Ubay mengabaikan pertanyaanku. Laki-laki itu menciumi wajahku, lalu meraih tangan dan menggenggamnya erat. Ada air yang mengambang di matanya."Makasih, ya Allah. Makasih, Sayang, kamu sudah bertahan demi kita, demi

  • Hati yang Terbagi    Bab 141

    Aku terbangun dalam ruangan serba putih. Kepala masih sedikit pusing. Perlahan aku menoleh mengitari setiap sisi ruangan ini. Sepi, hanya aku sendiri di sini. Tak lama, terdengar samar-samar suara obrolan dari luar. Meski sangat pelan tapi masih dapat kudengar dengan jelas.Aku tersenyum tipis mendengar jawaban Mas Ubay atas permintaan perempuan yang dapat kupastikan itu adalah Aisyah. Silahkan saja coba rebut dia dariku. Aku telah menyerahkan hatiku dan cinta kami pada Allah. Dengan seyakin-yakinnya aku berkata, jika Mas Ubay akan menjadikan aku istri satu-satunya yang akan mendapatkan penghargaan berupa cinta darinya.Terlepas, jika kelak Allah takdirkan dia bersanding dengan perempuan lain, nyatanya cinta kami sudah terlebih dahulu terpupuk bersama.Aku mencoba menulikan pendengaran, seharusnya Aisyah lebih mengerti tempat untuk mengutarakan isi hati. Aku yang kini lemah tak berdaya butuh dukungan untuk bangkit dan melupakan kenangan pahit saat Alex berusaha menjadikan aku wanita

  • Hati yang Terbagi    Bab 140

    "Cucu saya gimana, Dok?" lirih Mama yang tampak ripuh."Alhamdulillah, sejauh ini dia masih bertahan. Bantu do'a saja ya, Bu. Ini karena Bu Alina banyak kehilangan darah, juga mengalami dehidrasi. InsyaAllah semua akan baik-baik saja."Semua bernafas lega. Alhamdulillah, Alinaku memang wanita kuat, dia wanita hebat yang pernah kutemui. Aku yakin dia akan sembuh dan jauh lebih kuat."Ma, Mama, Papa juga Lea, pulang saja. Biar Ubay yang menjaga Alina di sini.""Mama juga mau di sini.""Ma, Mama harus menjaga kesehatan. Mama sebentar lagi akan punya dua cucu dari Ubay, dan dua cucu dari Lea. Jangan sampai Alina melihat mama dalam keadaan pucat karena kelelahan.""Benar, Ma. Kita pulang, biar Ubay menjaga Alina. Besok pagi-pagi kita kesini. Mudah-mudahan Alina sudah sadar."Akhirnya malam itu aku sendiri menjaga Alina. Jam delapan malam, ada telepon dari Pak Freddy. Aku bergegas keluar agar tidak menganggu tidur Alina."Saya ikut prihatin dengan apa yang terjadi dengan Pak Baihaqi. Saya h

  • Hati yang Terbagi    Bab 139

    Mama menangis melihat Alina yang masih belum sadarkan diri. Terpaksa aku menyampaikan kejadian yang sebenarnya kepada Mama. Walau sebenarnya tak tega. Tapi, jika nanti ada terjadi hal yang tak di inginkan aku tak mau Mama ngedown."Maafkan Ubay, Ma," lirihku.Mama terisak memelukku."Kamu kalau ada apa-apa kasih tau, Mama. Bagaimana pun Alina anak Mama, menantu Mama. Mama pasti akan mengusahakan yang terbaik untuknya. Kalau sudah begini, terjadi apa-apa dengannya gimana?""Sudah, Ma. Ubay memikirkan kesehatan Mama. Jangan salahin dia terus." Papa berusaha menenangkan Mama. Aku tertunduk, "sabar Bang, Mama hanya syok!" lirih Lea menenangkan."Gimana Mas, apa dalangnya sudah tertangkap?" tanya Arsyad."Belum, Ar. Menurut teman gw yang bekerjasama dengan polisi, orang itu melarikan diri keluar negeri.""Memang siapa dalangnya, Bay?" sahut Papa."Wiliam, Pa."Daniel sudah memastikan jika pelaku adalah William, dan seorang perempuan yang juga pengusaha seperti dirinya. Chaterine, perempua

  • Hati yang Terbagi    Bab 138

    Sesampainya di sana, gerbang rumah itu terbuka lebar. Sebuah mobil polisi sudah parkir di halaman dan beberapa mobil lain yang kupastikan itu mobil Daniel dan anak buahnya. Ternyata mereka sudah mengrebek rumah itu. Seorang laki-laki yang sangat kukenal sudah dalam kondisi terborgol. "Daniel, mana Alina?""Alina sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Lu susul ke sana. Gw sedang melacak otak dibalik semua ini. Tadi istri lu pingsan. Gw takut terlambat jika menunggu lu, sebab, istri lu pendarahan.""Innalilahi, pendarahan?""Iya, buruan lu ke sana. Laki-laki kurang aj*r ini berusaha menodai istri lu, untung Alina bisa bertahan sampai gw dan polisi datang."Bugh! Sebuah pukulan kulayangkan pada Alex sesaat setelah mendengar penjelasan Daniel."Biad*b!""Sabar, Pak! Kami dari pihak kepolisian yang akan menangani laki-laki ini dan menghukum sesuai hukum yang berlaku." Pak polisi itu mengiring Alex menjauh."Gimana rasanya perempuan bekasku!" ujar Alex dengan wajah yang sudah babak belur.

DMCA.com Protection Status