Share

Bab 12

Penulis: Mutiara Sukma
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Maaf Tante, Alina ga bisa. Sekali lagi Alina minta maaf."

Wajah Tante Irma tampak kecewa. Tapi, aku tak bisa datang sekarang. Aku yakin di sana ada Mas Gunawan dan perempuan itu. Rasanya hati ini belum sanggup melihat mereka. Walau lisanku berkata sudah bisa move on dari Mas Gunawan, tapi jujur saja hati ini nelangsa.

"Baiklah, kalau itu menjadi keputusanmu, Nak. Tante tidak akan memaksa. Tetapi, jika nanti kamu berubah pikiran dan ingin bertemu Mama mertuamu, kabari Tante. Biar Tante yang atur agar kamu tak bertemu dengan Gunawan. Tante paham, kamu pasti sangat sakit hati."

Tante Irma menggenggam tanganku, erat.

"Percayalah, Alina semua tidak seperti yang kamu pikirkan."

"Maksud Tante apa? Mas Gunawan jelas-jelas selingkuh di belakangku. Bahkan sekarang dia terang-terangan membawa wanita itu ke hadapan Mama. Apa itu masih kurang untuk membuktikan lelaki itu bukan lelaki yang baik."

"Alina, cobalah bicara baik-baik dulu dengan suamimu. Kalian ini sudah dewasa, selesaikan masalah deng
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Teten Devans
ky e tante irma lg certa khayalan
goodnovel comment avatar
Isabella
Tante Irma cerita apa . . . . .yaaaa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Hati yang Terbagi    Bab 13

    Aku keluar dari kamar Mama dengan Hati yang hancur dan penuh luka. "Lin ...""Gapapa, Tante. Alina, gapapa!" Aku mengusap kasar air mata saat Tante Irma mendekat. Perempuan yang selalu kuhormati itu menatapku dengan pandangan penuh iba."Alina, tunggu Gunawan pulang dulu, ya." Aku menggeleng cepat. "Maaf Tante, Alina buru-buru. Salam aja buat Mas Gunawan." Aku memaksakan seulas senyum di bibir.Tante Irma terus merangkulku, itu sudah cukup membuatku merasa punya posisi disini. Karena fakta yang terjadi sebenarnya, tanpa disadari sudah menjadi bumerang untukku sendiri."Alina, kalau ada waktu, saya ingin bicara banyak hal dengan kamu." Kali ini Raisa angkat bicara. Aku menoleh ke arah suara. Perempuan itu cantik, feminim, kerudung maroon yang digunakannya membuat wajah putih bersih itu makin terlihat berseri. Wajar jika Mas Gunawan lebih memilih dia."InsyaAllah!" jawabku singkat."Al, ini nomor telpon saya, nanti saya akan menghubungi kamu."Raisa mendekat lalu menyerahkan sebuah k

  • Hati yang Terbagi    Bab 14

    Mobil putihku baru saja mau keluar dari pekarangan rumah Lea, ketika sebuah mobil berwarna hitam metalik hendak masuk. Mobil itu membunyikan klaksonnya berkali-kali. Siapa sih?Aku menurunkan kaca jendela."Hei, Alina!" teriak teman-temanku yang menerbitkan senyum dibibir.Dea, Nabila dan Anggi, mereka datang setelah Lea mengabarkan jika aku akan pindah ke kontrakanku sendiri."Kalian, ngapain?" "Hmm ... masih nanya aja. Kamu yang ngapain, main pergi-pergi aja. Kamu anggap apa kita ini, ha?"seru Anggi, galak."Aku ga pergi jauh, cuma pindah aja. Kan ga enak kalau nanti suami Lea kembali, aku masih disini." ujarku memberi alasan."Halah! Alasan!" decih Lea yang menghampiri kami. Aku menyunggingkan senyum. Sebenarnya alasannya bukan itu. Ada hal yang tiba-tiba mengetuk hatiku, aku ingin berubah dan menjalani hidup dengan caraku sendiri."Dah, ah! aku pamit, ya. Keburu siang.""Eh, main pamit aja. Sini kita anter." Aku tak bisa lagi menolak. Dea telah lebih dahulu naik ke mobilku, seda

  • Hati yang Terbagi    Bab 15

    Aku menatap laki-laki itu tak percaya? Semudah itu dia bersimpuh hanya agar aku kembali. Tidak! Aku tak percaya. Pasti dia melakukannya karena Mama, bukan karena cinta. Maaf aku juga ingin bahagia, walau aku tahu tak ada salahnya hidup berpoligami. Tapi, nyatanya banyak pelaku poligami tanpa ilmu yang mumpuni. Dan berakhir dengan saling melukai. Apalagi jika semua dimulai dengan kebohongan, seperti yang Mas Gunawan lakukan."Maaf, Mas. Berdirilah, jangan mempermalukan diri karena sesuatu yang tak akan bisa kamu ubah hanya dengan sebuah sikap seperti ini."Mas Gunawan menatapku, aku pun balas menatap matanya. Jika dia hanya berpura-pura, maka sebentar lagi dia akan membuang pandangan ke arah lain. Benar saja, lelaki itu menoleh ke arah orang-orang yang lalu lalang di gedung itu."Tante, aku duluan, ya." Tanpa kata aku berlalu meninggalkan Mas Gunawan. "Alina, pokoknya aku tak akan menceraikan kamu!" Pekiknya.Aku tak menoleh sama sekali, bagiku mau dia setuju atau tidak, aku tetap aka

  • Hati yang Terbagi    Bab 16

    Aku baru saja sampai dirumah. Mengistirahatkan badan di sofa sambil memijit kening yang terasa pusing. Tak menyangka jika Raisa berkata semenyakitkan itu. Apa benar aku ini pelakor? Karena nyatanya aku hadir setelah Mas Gunawan dan Raisa itu menikah lima tahun lalu? Ya Allah, sama sekali tak ada niat untuk menjadi orang ketiga dalam pernikahan mereka. Aku tertipu.Ponselku tiba-tiba berbunyi, Mas Gunawan, pasti dia akan memarahiku karena telah menyakiti istrinya kesayangannya."Alina! Kamu ini kenapa sih? bisa tidak berbuat lemah lembut pada Raisa. Dia kan hanya mengajakmu berdamai, Kenapa justru kamu menyiramnya dengan jus jeruk? Aku ga habis pikir, Lin. Ternyata kamu se-bar-bar itu."Aku menjarakkan ponsel dari telinga. Suara lantang Mas Gunawan memekakkan telinga. Aku mengerutkan dahi? Apa-apaan?"Eh, Mas! Kamu ngomong apa? Kamu ngigo, ya? yang ada istri kamu itu mengajak perang denganku. Dia yang menyembutku pelakor.""Jangan ngarang kamu, Lin! Raisa mana mungkin berani berkata se

  • Hati yang Terbagi    Bab 17

    [Heh! Perempuan Maruk! Kamu itu jangan serakah! Itu ada hakku disana. Kembalikan!!]Wow! Amazing sekali wanita ini. Dari perkataan dan kalimat yang dia ketik, terlihat kalau Raisa ini seperti orang yang tak berpendidikan. Aku malas meladeni.[Surat-surat Mobil Mas Gunawan juga sama kamu, kan? Dasar pelakor ga tau diri. Udah ngerebut suami orang, sekarang hartanya kamu rampas juga.]Pesan kedua kembali masuk. Hatiku mulai panas. Namun, aku terus beristighfar. Tanpa menunggu pesan berikutnya, nomor Raisa pun aku blokir. Walau aku yakin, dia pasti akan meneror dengan nomor lain. Ini sudah dua kali aku ganti nomor untuk menghindari mereka. Aku malas ribut.[Hai Bestie, kita ngumpul bareng yuk, udah lama kayaknya ga jalan-jalan.] Ketik Dea di grup rempong.[Hayuuk!aku ngikut aja.] sahut Nabila.[Hu'um aku juga ngikut, bosen dirumah terus, ngurus kasur, sumur, dapur.] Balas Anggi dengan menyematkan emoticon tertawa.[Eh, kalian kan emang istri-istri Soleha, Jangan ngeluh kalau di rumah kerj

  • Hati yang Terbagi    Bab 18

    Apa yang dikatakan Tante Irma membuatku tidak tenang. Meski Mama sebentar lagi bukan Mertuaku lagi, tapi aku tetap menyayanginya. Apa yang harus aku lakukan? Menurut Tante Irma, Raisa sering menolak Tante untuk mengunjungi Mama, berdalih Mama lagi istirahat ."Kenapa Tante tidak marahin dia? Tante kan adiknya Mama." aku gregetan mendengar cerita Tante Irma."Ada Gunawan, Al. Gunawan lebih mendengarkan kata perempuan itu. Pantas Mbak Tety ga pernah menyetujui pernikahan mereka, perempuan itu licik." Nah, kan benar firasatku.Aku sendiri bingung apa yang harus dilakukan. Dengan Tante Irma saja dia berani, apalagi aku, yang bahkan dengan santai dianggap pelakor olehnya."Bagaimana kalau kita pasang cctv secara diam-diam, Tante?" usulku."Caranya? Dia kan selalu dirumah, Al? Pintu selalu terkunci, bahkan sering dia tak menjawab panggilan Tante." ujar Tante frustasi.Ya Allah, sampai segitunya. Aku meremas jariku, gregetan sekali."Nanti Alina pikirkan dulu caranya ya, Tan.""Alina, Tante

  • Hati yang Terbagi    Bab 19

    "Pergi sana! Pelakor!" Mulutnya terus mengeluarkan kata-kata kotor.Aku terus mendorong hingga tiba-tiba tak sengaja Raisa terbanting ke belakang.Bugh!perempuan itu meringgis."Ingat, ya! Aku juga punya hak yang sama disini, sampai kami sah bercerai!" Aku menunjuk tajam ke arah wanita itu, belum tau dia aku juga bisa kasar kalau sudah tak tahan. Wajahnya memerah, rambutnya awut-awutan, sebagian menutupi wajah. Raisa mendengkus, untung saja anaknya baru datang setelah kericuhan itu terjadi. Sepertinya dia dikamar memainkan ponsel Mamanya yang tergeletak sembarangan. Hingga saat aku hendak berlalu, ada benda pipih itu ditangan si gadis.Kamar Mama terkunci dari luar, untung kuncinya masih nyantol disana. Astaghfirullah, tega sekali dia.Aku membuka kunci lalu memutar kenop pintu. Seketika bau tak sedap menyeruak masuk ke hidung. Sesosok wanita kurus tengah terbaring, matanya menatapku, tapi tak mengucapkan sepatah kata pun."Ya Allah, Mama ..." Aku berlari menghampirinya. Meraih tan

  • Hati yang Terbagi    Bab 20

    Mata Mas Gunawan membeliak melihat punggung Mama dan bagian bawahnya yang melepuh dan terluka. Rahang lelaki itu mengeras."Mas, kamu lihat ini lebam? Tubuh Mama biru-biru, apa kamu yakin jika Mama terjatuh? Sementara Mama sama sekali tak bisa bergerak? Jatuh apa dijatuhkan? Atau jangan-jangan di buat jatuh? Mungkin juga dipukuli karena merasa merawat Mama sebagai sebuah beban." Aku memperlihatkan bagian tubuh Mama yang memang menampakkan lebam biru yang memang agak samar dan melepuh di sebagian tubuh belakangnya.Nafas Mas Gunawan menderu, sambil melirik ke arah Raisa yang wajahnya makin memucat."Mas Sayang, kamu harus percaya aku. Aku ga mungkin menyakiti Mama yang merupakan orang tua kamu. Mamamu juga Mamaku, mana mungkin aku tega berbuat seperti itu." rayuan busuk wanita itu mulai membuat wajah yang tadi siap menyemburkan amarah kembali tenang."Soal punggung Mama, terkadang aku ga kuat untuk mengangkat tubuh Mama sekedar untuk tidur miring. Dan bagian bawah Mama yang luka, kuli

Bab terbaru

  • Hati yang Terbagi    Bab 145

    Perjalanan pun kami lakukan, menikmati alam meski kami tengah diberi ujian olehNya. "Kenikmatan kita itu lebih banyak dari pada ujian yang Allah berikan, Sayang. Jangan berkecil hati. InsyaAllah akan ada kemudahan dibalik kesulitan. Nadiva akan menjadi gadis cantik seperti bundanya." Mas Ubay tak henti-hentinya menguatkanku.Bahkan saat Nadiva dibawa ke ruang operasi, dia selalu menjadi tempatku bersandar. Air mata tak kunjung habis mengingat bayiku sedang dalam perawatan.Hafidz dan Bude Tia menunggu di hotel. Aku percaya bude Tia akan menjaga Hafidz selama kami dirumah sakit.Sekitar 3 jam, Nadiva selesai di operasi. Alhamdulillah, Operasinya berjalan lancar. Hanya saja menurut dokter nanti perlu terapi wicara untuk Nadiva. Namun, dokter menyakinkan jika bekas operasi itu tak akan menganggu penampilan Nadiva kelak. Teknologi sudah canggih, apapun bisa tampak sempurna saat ini. Hanya butuh uang saja.***Hari berlalu, tahun berganti.Nadiva sudah menginjak usia 4 tahun. Memang ada s

  • Hati yang Terbagi    Bab 144

    Kelahiran Nadiva Az-Zahra anak perempuan keduaku menjadi harapan yang seakan kandas. Nadiva lahir dengan keadaan fisik yang tak sempurna. Bibir dan langit-langit mulut Nadiva tidak normal. Orang biasa menyebutnya bibir sumbing. Awalnya aku menangis mengetahui hal itu. Apalagi tampak gurat kecewa diwajah Mama.Bersyukur Mas Ubay selalu menguatkan hatiku."Semua ciptaan Allah itu indah, bersyukur hanya secuil kekurangan ini saja yang Allah berikan pada kita. Tak usah berkecil hati. Nanti kita cari solusi gimana Nadiva bisa tumbuh menjadi gadis yang percaya diri."Mama agak acuh padaku, lebih sering ke rumah Lea yang juga telah melahirkan. Anak Lea laki-laki. Tampan dan sempurna, Mama selalu membicarakan perkembangan Hasan anak kedua Lea itu.Aku lebih sering menghindar dari obrolan itu. Menyibukkan diri di dapur atau pura-pura sedang menyusui Nadiva.Melihat keadaan itu, Mas Ubay memutuskan untuk sementara kami menempati rumah kami yang telah lama kosong.Mama keberatan, tapi kali ini M

  • Hati yang Terbagi    Bab 143

    "Kalau ada niat mah, apa saja bisa, Ma! Mau tinggal disebelah rumah kita, juga pasti mampu." sahut Papa yang baru datang dari kamarnya."Eh, Om. Apa kabar, Om?""Sehat! Apalagi sejak ada Alina di sini. Berdua dengan mamanya Ubay, cerewetin Om untuk makan makanan sehat dan rutin minum vitamin."Aina mencebikkan bibirnya. Walau segera dia tersenyum setelah itu. Tapi, hati kecilku berkata jika Aina datang bukan membawa keberkahan sebagai seorang tamu. Namun, sedang menunjukkan eksistensinya sebagai wanita pelakor sejati. "Nak Aina mau makan di sini? Kebetulan kami mau makan siang. Tapi, kayaknya bik irah ga masak nasi lebih, ya, Al?" Papa beranjak masuk. Aku berusaha menahan tawa. Papa mengajak orang makan tapi, ga punya nasi. Orang yang punya otak, pasti akan paham maksud papa mertuaku itu."Ga usah, Om. Lain kali aja. Nanti Aina mampir lagi." Tak lama perempuan itu pamit.Aku dan Mama mengantarkanku ke pintu, lalu kami sama-sama kembali masuk dan masuk ke ruang makan."Kamu ini, giman

  • Hati yang Terbagi    Bab 142

    Bayang-bayang Aina mengusik hatiku. Ternyata perempuan itu sudah keluar dari penjara. Kini penampilannya juga jauh berbeda. Tak ada lagi rambut panjang bergelombang dengan bibir bergincu merah menghiasi wajah.Yang tampak wajah dengan riasan sederhana dibalut kain panjang dan baju longgar seperti yang kukenakan. Tak terlihat apakah perutnya besar atau tidak karena seingatku waktu ditangkap, Aina dalam keadaan hamil. Ah, kenapa dia yang kupikirkan? Tapi, aneh saja. Kenapa dia datang ke restoran? Lalu menatapku dengan tatapan seperti itu. Seolah sedang mengatakan "Aku kembali!"Sudahlah, aku yakin setiap episode kehidupan akan menemukan ujiannya masing-masing. Dan aku sangat percaya, jika aku sanggup melewatinya."Alina, makan dulu, Nak. Ini Mama buatkan sop hangat untuk kamu." Teriakan Mama terdengar dari luar. Aku yang sedari pulang dari resto masih rebahan di kamar. Langsung bangkit dan berjalan ke pintu."Iya, Ma.""Sini, Sayang. Kamu pasti lapar. Mama masak sop iga sapi muda. Hmmm

  • Hati yang Terbagi    Bab 142

    Aku ingin melawan, tapi rasa sakit ini membuatku tak sanggup bangkit lagi. Doa minta pertolongan tak henti-hentinya aku lafaskan. Hanya pertolongan Allah yang saat ini aku harapkan. Sakit di perut makin menggila. Hingga aku merasa ada yang basah dibawah sana. Ya Allah, kenapa ini? Mencoba meraba, ada warna merah ditanganku. Ya Allah, aku kenapa?Ketika, Alex hendak mendekat lagi, pintu tiba-tiba terbuka dengan kencang hingga menimbulkan suara gaduh Karena pertemuan kayu dengan tembok itu.Beberapa orang laki-laki masuk dan langsung menghajar Alex. Sementara aku tak kuasa lagi menahan rasa sakit di perut."Cepat angkat! Korban mengalami pendarahan." Aku hanya mendengar teriakan itu sebelum semua menjadi gelap.****"Kamu sudah sadar, Sayang? Alhamdulillah, ya Allah..."Mas Ubay mengabaikan pertanyaanku. Laki-laki itu menciumi wajahku, lalu meraih tangan dan menggenggamnya erat. Ada air yang mengambang di matanya."Makasih, ya Allah. Makasih, Sayang, kamu sudah bertahan demi kita, demi

  • Hati yang Terbagi    Bab 141

    Aku terbangun dalam ruangan serba putih. Kepala masih sedikit pusing. Perlahan aku menoleh mengitari setiap sisi ruangan ini. Sepi, hanya aku sendiri di sini. Tak lama, terdengar samar-samar suara obrolan dari luar. Meski sangat pelan tapi masih dapat kudengar dengan jelas.Aku tersenyum tipis mendengar jawaban Mas Ubay atas permintaan perempuan yang dapat kupastikan itu adalah Aisyah. Silahkan saja coba rebut dia dariku. Aku telah menyerahkan hatiku dan cinta kami pada Allah. Dengan seyakin-yakinnya aku berkata, jika Mas Ubay akan menjadikan aku istri satu-satunya yang akan mendapatkan penghargaan berupa cinta darinya.Terlepas, jika kelak Allah takdirkan dia bersanding dengan perempuan lain, nyatanya cinta kami sudah terlebih dahulu terpupuk bersama.Aku mencoba menulikan pendengaran, seharusnya Aisyah lebih mengerti tempat untuk mengutarakan isi hati. Aku yang kini lemah tak berdaya butuh dukungan untuk bangkit dan melupakan kenangan pahit saat Alex berusaha menjadikan aku wanita

  • Hati yang Terbagi    Bab 140

    "Cucu saya gimana, Dok?" lirih Mama yang tampak ripuh."Alhamdulillah, sejauh ini dia masih bertahan. Bantu do'a saja ya, Bu. Ini karena Bu Alina banyak kehilangan darah, juga mengalami dehidrasi. InsyaAllah semua akan baik-baik saja."Semua bernafas lega. Alhamdulillah, Alinaku memang wanita kuat, dia wanita hebat yang pernah kutemui. Aku yakin dia akan sembuh dan jauh lebih kuat."Ma, Mama, Papa juga Lea, pulang saja. Biar Ubay yang menjaga Alina di sini.""Mama juga mau di sini.""Ma, Mama harus menjaga kesehatan. Mama sebentar lagi akan punya dua cucu dari Ubay, dan dua cucu dari Lea. Jangan sampai Alina melihat mama dalam keadaan pucat karena kelelahan.""Benar, Ma. Kita pulang, biar Ubay menjaga Alina. Besok pagi-pagi kita kesini. Mudah-mudahan Alina sudah sadar."Akhirnya malam itu aku sendiri menjaga Alina. Jam delapan malam, ada telepon dari Pak Freddy. Aku bergegas keluar agar tidak menganggu tidur Alina."Saya ikut prihatin dengan apa yang terjadi dengan Pak Baihaqi. Saya h

  • Hati yang Terbagi    Bab 139

    Mama menangis melihat Alina yang masih belum sadarkan diri. Terpaksa aku menyampaikan kejadian yang sebenarnya kepada Mama. Walau sebenarnya tak tega. Tapi, jika nanti ada terjadi hal yang tak di inginkan aku tak mau Mama ngedown."Maafkan Ubay, Ma," lirihku.Mama terisak memelukku."Kamu kalau ada apa-apa kasih tau, Mama. Bagaimana pun Alina anak Mama, menantu Mama. Mama pasti akan mengusahakan yang terbaik untuknya. Kalau sudah begini, terjadi apa-apa dengannya gimana?""Sudah, Ma. Ubay memikirkan kesehatan Mama. Jangan salahin dia terus." Papa berusaha menenangkan Mama. Aku tertunduk, "sabar Bang, Mama hanya syok!" lirih Lea menenangkan."Gimana Mas, apa dalangnya sudah tertangkap?" tanya Arsyad."Belum, Ar. Menurut teman gw yang bekerjasama dengan polisi, orang itu melarikan diri keluar negeri.""Memang siapa dalangnya, Bay?" sahut Papa."Wiliam, Pa."Daniel sudah memastikan jika pelaku adalah William, dan seorang perempuan yang juga pengusaha seperti dirinya. Chaterine, perempua

  • Hati yang Terbagi    Bab 138

    Sesampainya di sana, gerbang rumah itu terbuka lebar. Sebuah mobil polisi sudah parkir di halaman dan beberapa mobil lain yang kupastikan itu mobil Daniel dan anak buahnya. Ternyata mereka sudah mengrebek rumah itu. Seorang laki-laki yang sangat kukenal sudah dalam kondisi terborgol. "Daniel, mana Alina?""Alina sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Lu susul ke sana. Gw sedang melacak otak dibalik semua ini. Tadi istri lu pingsan. Gw takut terlambat jika menunggu lu, sebab, istri lu pendarahan.""Innalilahi, pendarahan?""Iya, buruan lu ke sana. Laki-laki kurang aj*r ini berusaha menodai istri lu, untung Alina bisa bertahan sampai gw dan polisi datang."Bugh! Sebuah pukulan kulayangkan pada Alex sesaat setelah mendengar penjelasan Daniel."Biad*b!""Sabar, Pak! Kami dari pihak kepolisian yang akan menangani laki-laki ini dan menghukum sesuai hukum yang berlaku." Pak polisi itu mengiring Alex menjauh."Gimana rasanya perempuan bekasku!" ujar Alex dengan wajah yang sudah babak belur.

DMCA.com Protection Status