"A-apa Mas Bimo..?! T-tentu saja bisa, tapi apakah tidak akan menambah beban Mas Bimo nantinya..?" sentak heran dan terkejut Maya. Ya, tentu saja Maya terkejut, karena Bimo sempat bercerita tentang penghasilannya yang pas-pasan di tempat kerjanya. Bahkan Maya pernah beberapa kali menulis hutang makan nasi uduk Bimo di warungnya, walau akhirnya bisa di lunasi oleh Bimo. Jadi sama sekali tak ada dalam bayangan Maya, jika Bimo sampai bisa menyumbangkan dana untuk panti. "Tentu tidak Maya. Kebetulan bayaran di tempat kerja baruku lumayan menjanjikan. Berikan saja nomor rekeningmu padaku Maya," ujar Bimo tersenyum. Dia maklum dengan apa yang dipikirkan Maya. Ya, Bimo memang pernah dua kali mengunjungi panti 'Payung Ibu' itu bersama Maya. Dan Bimo memang melihat sendiri, betapa bangunan panti itu sudah memerlukan renovasi di beberapa bagian.Bahkan Bimo sempat melihat ada beberapa titik atap panti itu yang bocor di ruang depannya. Kondisi yang cukup memprihatinkan memang, di tengah kete
Tengah berbincang di teras megah kediaman itu seorang pria paruh baya yang datang bersama istrinya, yang ditemui oleh Hendra Winata sendiri selaku tuan rumahnya. "Jadi bagaimana baiknya dengan putraku Rudy itu, Hendra..? Saat ini dia tengah terbaring dii rumah sakit, karena luka dalam di dada dan juga luka di kepalanya. Pastilah kecelakaan Rudy itu akibat beban pikirannya yang terbawa di jalan raya. Sehingga dia lengah dan celaka. Atas nama persahabatan kita selama ini.Kami mohon kebijakkan darimu Hendra, agar putraku itu bisa kembali bekerja di Winata Group..?" ujar Alex, ayah Rudy yang juga adalah bawahan Hendra dulu. Ya, Alex memang menjabat sebagai kepala manajer pemasaran di Winata Group, sebelum dia digantikan oleh Rudy putranya. Dan dia juga adalah sahabat Hendra, yang ikut bersama Hendra merintis Winata Group dari bawah. "Hhh.. Alex. Kau pasti tahu dan memaklumi, jika saat ini perananku di Winata Group sebagian besar sudah kuserahkan pada Lidya putriku. Aku turut prihati
"Mmmhhp..! Maaf Bimo, aku lagi gemes sama kamu. Mmhhf..!" seru Rindy, disela kegemasannya memeluk dan menciumi wajah Bimo. "Ehh..! T-tante..! I-ini tak pantas..!" seru Bimo seraya mengelakkan wajahnya, yang telah tercuri 3 buah ciuman gemas dari Tante Rindy. Perlahan Rindy menyudahi kegemasan dan godaannya pada Bimo. Bimo pun akhirnya perlahan berhasil merenggangkan pelukkan Rindy di tubuhnya. "Hihihii..! Siapa suruh kau juga membuat sepupuku Lidya menyukaimu, selain si Devi semalam. Kau benar-benar membuatku gemas Bimo," ujar Rindy dengan senyum gemas, seraya menggigit ujung bibirnya yang merekah. 'Ahh, dasar wanita. Aneh..! Bisa bahaya jika Ki Brajangkala tiba-tiba meminta jatahnya tadi', bathin Bimo, yang masih tertegun dengan kejadian dadakkan barusan. Dia sungguh tak menyangka Tante Rindy akan berbuat hal aneh seperti tadi. 'Sepertinya keputusanku untuk segera pindah dari sini sudah benar. Baiklah, nanti malam aku akan bicara soal kepindahanku ke Gorbo pada Tante Rindy', bat
"Baik Lidya. Tenanglah, semua akan baik-baik saja," ujar Bimo tersenyum, saat melihat kecemasan di wajah Lidya. "Iya Mas Bimo. Tak biasanya Ayah bersikap begini padaku," ucap Lidya, seraya terus melangkah ke arah mobilnya. Bimo pun berjalan tenang di sisi Lidya. Tak lama kemudian tibalah mereka di daerah Gading Kelapa, daerah di mana Hendra Winata membangun istana kediamannya. Setelah melalui dua gerbang pos security di kediaman Hendra, akhirnya mereka pun masuk ke area halaman kediaman konglomerat sukses itu. Bimo pun mengikuti Lidya turun dari mobil, saat mereka tiba di garasi parkir luas sebuah rumah mewah dan megah milik Hendra. Nampak puluhan mobil mewah dari berbagai merk berada dalam garasi itu, yang terlihat masih lega tersebut. "Papah, Mamah. Lidya datang," ucap Lidya, saat melihat kedua orangtuanya tengah duduk di teras, seolah memang tengah menantinya. Namun ada seorang lelaki sepuh yang juga turut hadir di teras itu, dan Lidya mengenalinya sebagai Ki Sabdo, penasehat
"Ahh..! Jala Langit..!" kini Ki Sabdo yang berseru kaget, setelah dia ikut menatap ke arah langit. "Benar Ki Sabdo. Bentuknya memang seperti jala yang menutupi langit tepat di atas rumah ini. Sepertinya ada yang akan mengirim 'sesuatu' ke rumah ini nanti malam," ujar Bimo menimpali ucapan Ki Sabdo. Bahkan Bimo juga bisa menjelaskan makna tersirat dari pertanda fenomena itu. Dan dari kepekaan dan kecepatan respon saja Hendra kini bisa menilai, bahwa kemampuan Bimo bahkan telah melampaui kemampuan Ki Sabdo. Kepercayaannya pada Bimo, sebagai Konsultan Pribadi putrinya itu pun semakin menebal. "Ahh..! Benarkah itu Bimo..?" sentak Hendra kaget, mendengar akan ada serangan halus ke kediamannya nanti malam. "Benar Tuan Hendra. Sepertinya memang akan ada yang mengirimkan serangan halus ke sini nanti malam. Aku juga merasa tak asing dengan pemilik kekuatan bathin ini..? Tapi aku takut salah sangka terhadapnya," ujar Ki Sabdo membenarkan pandangan bathin Bimo. "Dia bernama Ki Condro. Ki Sa
"Ahh..! Terimakasih Bimo," desah haru Ki Sabdo. Kepekaan bathinnya langsung menangkap maksud baik Bimo. Ya, kini jelas sudah bagi Ki Sabdo, akan maksud sebenarnya Bimo terhadap dirinya. Bahwa Bimo bukan tak mau membantunya menghadapi Ki Condro, bahkan dengan mudah Bimo bisa mengalahkan Ki Condro seorang diri dengan Ki Naga Kencana miliknya. Tetapi Bimo ingin dirinyalah yang mengalahkan Ki Condro, agar kepercayaan keluarga Hendra semakin bertambah tinggi terhadapnya. "Sama-sama Ki Sabdo," ujar Bimo tenang. "Bagaimana Ki Sabdo, Bimo..? Apakah kalian sudah menemukan cara, untuk menghadapi serangan Ki Condro nanti malam..?" tanya Hendra dengan wajah cemas, saat Bimo dan Ki Sabdo kembali tiba di teras. "Tenanglah Tuan Hendra. Kami telah menemukan cara untuk mengatasi seranga Ki Condro itu. Tuan Hendra sekeluarga tenang saja di dalam rumah nanti malam," ujar Ki Sabdo tersenyum tenang. Ya, kini Ki Sabdo benar-benar berkata dengan kemantapan hati, sehingga getar suaranya bagai menembus
'Huh..! Dasar orangtua bodoh...!' bathin Rindy, saat melihat kasus pembuangan anak bayi di semak-semak jalanan. Ya, tentu saja dia menjadi marah dan menyesalkan kejadian itu. Karena dirinya sendiri sedang sangat mendambakan seorang anak. "Malam Tante Rindy. Bimo bisa bicara sebentar dengan Tante..?" sapa Bimo, yang berniat mengutarakan sesuatu pada tante kostnya itu. "Langsung duduk saja Bimo. Bicara semalaman juga tak apa kok. Hihihi..!" sahut Rindy seraya tertawa geli. Sebenarnya Rindy memang tengah menanti Bimo lewat sejak tadi. Karena biasanya Bimo memang keluar mencari makan malam pada jam-jam itu. "Tante. Bimo sudah diberhentikan dari kantor yang lama. Dan sekarang Bimo bekerja pada Lidya.Dan kebetulan Bimo mendapat fasilitas rumah dari Lidya, Tante. Karenanya Bimo mau pamit dan tinggal di Gorbo, menempati rumah fasilitas itu. Bimo mohon maaf, jika selama Bimo kost di sini selalu merepotkan Tante Rindy. Karena Tante sudah sangat baik dan bijak pada Bimo," ungkap Bimo akhi
"Ahhk..! T-tante.. bisakah k-kita hentikan saja semua ini..!" seru terbata Bimo, di tengah erangan tertahan yang tak sengaja keluar dari mulutnya. "Ahh, Bimo.. Kau sudah berjanji satu jam padaku Bimo... Ini belum lagi 15 menit sayang..!" seru Rindy di tengah kegemasan dan gairahnya yang meletup-letup terhadap Bimo. Dan Bimo pun terhenyak diam, karena memang dia sudah berjanji seperti itu pada tante kostnya itu. Tak ada alibi lagi baginya kini. Dan yang lebih celakanya, saat itu Bimo mengenakan celana panjang trainingnya. Karena dia memang biasa mengenakan celana bola atau training saat malam dan hendak tidur. Maka semakin jelaslah penampakkan 'Bimo Junior' yang tercetak di celana trainingnya itu. Hal yang semakin membuat Rindy bernafsu meraba, membelai, bahkan setengah meremas benda itu. "Ahks..! T-tante.. j-jangan begitu..!" seru tersentak Bimo, saat merasakan remasan gemas tangan Rindy pada miliknya, yang sudah tegak maksimal itu. Setengah mati Bimo menahan hasrat dan gairahnya
"Aku datang Tuanku Bimo..!" suara berat bergema terdengar di belakang Bimo. "Siapa kau..?!" seru Bimo terkejut. Namun dia tetap fokus kerahkan daya bathinnya yang kini semakin kuat, untuk menahan desakkan daya magis Andrew cs. "Aku Brajangkala dan empat panglimaku, datang untuk membantu Tuan Bimo," sahut suara berat itu lagi. "Ahh..!" hanya seruan terkejut bingung saja yang keluar dari mulut Bimo. Dia sama sekali tak menduga, jika Brajangkala yang datang dengan membawa bala bantuan untuknya. Tadinya Bimo menyangka yang datang membantunya adalah Ki Sabdo, penasehat spiritual Hendra itu. Namun ternyata dia salah. 'Aneh..?! Atas dasar pertimbangan apa Brajangkala membantuku..?!' sentak bathin Bimo heran. Namun dia tak mau terlalu larut dlam kebingungannya itu. Karena Andrew cs kini terasa meningkatkan daya serang terhadapnya. "Ayo..! Maksimalkan penyaluran power kalian..! Rupanya si sialan itu juga memiliki pasukkan di belakangnya..!" seru murka Andrew, saat melihat sosok-sosok hal
Blaph..! Blaph..! ... Blashp..!!! Dan mewujudlah puluhan sosok tak lumrah manusia, yang melayang di sisi kiri dan kanan Andrew. Kesemua sosok yang muncul itu memiliki tubuh layaknya manusia, namun memiliki sayap bak sayap kelelawar di punggungnya.Sementara hampir semua sosok itu, memiliki dua tanduk kecil di kepalanya. Hanya satu sosok saja yang memiliki satu tanduk di kepalanya, namun sosoknya nampak memiliki aura hitam yang paling pekat dibanding sosok-sosok lainnya. "Hahahaa..!!" "Hihihii..!!" Terdengar tawa bergema riuh rendah seperti dari kejauhan. Suara tawa riuh rendah bergema itu, seolah bukan datang dari alam nyata. "Akhirnya kau butuh juga dengan bantuan kami Tuan Andrew..!" seru bergema sosok bertanduk satu itu. "Terpaksa Gallant..! Karena yang kuhadapi nanti bukanlah musuh biasa..! Bersiaplah Gallant, dan juga kalian semua..!" seru Andrew menyahuti, sekaligus mengingatkan para sekutunya. Wrrrnngg...! Sebuah helikopter nampak mendekat ke arah lokasi Andrew cs dan K
Sementara Andrew dan Lidya telah tiba di Hotel Mauli Sanayen. Andrew langsung mengarahkan dan membawa Lidya, menuju ke kamarnya yang terletak di lantai paling atas hotel itu. Setibanya di dalam kamarnya, Andrew langsung memberi garis darah ghaibnya. Dan dia langsung menerapkan ilmu'Tabir Wujud'nya pada sekeliling ruang tidur kamarnya. Ya, Andrew tak menyadari bahwa dia telah terlambat untuk itu. Karena Bimo telah melihat hotel tempatnya berada dalam lintasannya, tepat saat Andrew bergesekkan dengan Lidya di dalam mobil tadi. "Masuklah Ratuku sayang. Kita akan menjadikan malam ini penuh, bagi kita berdua," ucap lembut Andrew, mempersilahkan Lidya yang terpaku di sisinya. "Baik." Lidya berkata datar, seraya masuk ke dalam ruang tidur yang telah dipagari dengan ilmu 'Tabir Wujud' oleh Andrew itu. 'Hmm. Akan kusadarkan kau dari pengaruh hipnotisku, di tengah pemainan asmara kita nanti Lidya. Disaat kau sudah hanyut, dan tak bisa menolak lagi hunjaman asmaraku..! Hahahaa..!' bathin
"Baik." Ya, Lidya bagai kerbau dicucuk hidungnya terhadap Andrew. Dengan hanya mengenakan baju tidurnya, Lidya melangkah keluar dari kamarnya. Andrew pun mengikuti di belakangnya. Sungguh keadaan rumah Lidya sangat mendukung aksi Andrew, karena Bi Inah sudah tenggelam dalam mimpi di kamarnya. Lidya langsung meraih kunci mobilnya yang tergeletak di meja ruang tengah. Lalu dia pun menuju ke garasi, dengan Andrew menjajari langkahnya. Klekh..! Lidya pun masuk ke dalam mobil bersama Andrew yang duduk di sebelahnya. "Kita ke Hotel Mauli Sanayen Lidya sayang," ujar lembut Andrew, dengan menahan gejolak hasratnya yang meledak-ledak terhadap gadis jelita itu. Ya, Lidya memang memiliki kecantikkan yang natural. Bahkan tanpa make up seperto saat itu pun, dia tetaplah segar menantang di mata pria sehat dan normal mana pun juga. Termasuk Andrew..! "Baik," sahut datar Lidya, dingin tanpa ekspresi. Brrmm..! Tin..! Tinn..! Security yang berjaga di posko samping gerbang pun bergegas membuka
"Tanya Bos..! Berapa lama kami harus latihan dan siap kerja nantinya..?!" tanya seorang anggota lagi. "Itu sangat tergantung pada keseriusan, dan kemampuan kalian dalam menyerap ilmu yang kuberikan. Sepertinya waktu 2-4 bulan saja cukup untuk persiapan kalian bekerja. Asalkan kalian menjalani latihan dengan serius.Tinggalkan kebiasaan mabuk-mabukkan..! Karena itu hanya akan melemahkan kondisi dan stamina tubuh kalian..! Kalian mengerti..?!" kembali Bimo berkata lantang. "Hahh..?! Hanya 2 sampai 4 bulan saja..?!" "Siap Boss..!!!" "Yang penting dapat pekerjaan..! Kami siapp..!" Seruan-seruan gembira dan penuh harapan terdengar dari seluruh anggota. Karena sesungguhnya mereka semua juga telah berpikir, jika tak selamanya mereka akan hidup dari jalanan. Layaknya kebanyakkan orang, mereka juga ingin menjalani kehidupan yang wajar dan tenang di masa mendatang. Bekerja, menikah, dan memiliki keluarga..!Ya, tawaran Bimo bagaikan memberi 'jalan terang' bagi mereka untuk hidup lebih bai
"Selamat datang semuanya..! Masuklah..!" seru Bimo tersenyum lebar, seraya menuruni teras rumahnya menyambut Denta cs. "Baik Bos Bimo..! Ayo kawan semua..! Kita masuk..! Parkir yang rapih dan teratur..! Hahaha..!" seru Denta tergelak senang. Dia berada paling depan di barisan gank motornya. "Siapp..!!!" "Malam Bos Bimo..!!!" Ngungg..! Ngenngg..! ... Ngunngg..!!! Dan berbondong-bondong barisan gank motor itu pun masuk ke halaman kediaman Bimo. Nampak tak kurang dari 75 unit motor meluncur masuk dan parkir berderet secara teratur, di halaman depan dan samping. Beruntung Bimo memiliki halaman yang cukup luas, untuk menampung semua kendaraan itu. Tutt.. Tuutt..!Ponsel Bimo berdering, 'Toko Ben;S Food memanggil'. Klikh..! "Ya. Apakah pesanan saya sudah berangkat..?" sapa Bimo. "Benar Tuan Bimo. Kami mengabarkan saat ini sedang di jalan, dan tak sampai 5 menit lagi akan tiba di tujuan." "Baik. Nanti langsung masuk saja, pagar sudah terbuka." "Baik Tuan Bimo." Klikh! "Silahkan
'Baiklah..! Nanti malam akan kudatangi kau Lidya!' bathin Andrew, seraya rebahkan diri di ranjang. Lalu sepasang matanya pun terpejam dengan cepat, kaku dan dingin.! Ya, sepertinya Andrew merasa sangat nyaman berada dalam ruang kamarnya yang remang, dengan semua korden yang tertutup rapat. *** Devi tengah bersantai di ruang tengah kantornya saat itu. Dia baru saja selesai menata ruangan kerjanya, dan juga ruang kerja pribadi Bimo. Ngunngg..! Cit..! Tin.. Tinn..! "Ahh..! Mas Bimo datang..!' seru senang bathin Devi, saat melihat sosok Bimo yang masuk ke halaman depan kantor dengan motornya. Dia pun bergegas melangkah ke teras, untuk menyambut Bos sekaligus pria idamannya itu. "Hei Devi..!" seru Bimo, seraya lemparkan senyumnya ke arah Devi. "Wah, Mas Bimo langsung ke sini tho. Kirain pulang dulu ke rumah," ujar Devi balas tersenyum. "Tidak Devi. Ada hal penting yang harus kubicarakan denganmu sebelum kantor kita ini resmi dibuka." "Ok Mas Bimo. Kita masuk saja yuk," ajak Devi t
"Ahh..! B-baiklah Kang..! K-kami menyerah..!" seru gugup dan gentar Denta. Kini terbuka sudah matanya, bahwa yang tengah dihadapinya bukanlah sembarang orang. "A-ampun Kang..!" "Tobat Kang..!" Pengakuan menyerah Denta, segera diikuti seruan-seruan minta ampun dari para anggotanya yang kesemuanya masih terkapar di tanah. Nampak senjata-senjata rusak dan patah para anggota gank, yang berserakkan di tanah. "Gelo..!" "Luar biasa..!" "S-siapa dia..?!" Seruan kaget dan takjub juga keluar dari mulut para karyawan dan security cafe itu, yang menyaksikan pengeroyokkan gank Road Spiders pada Bimo. Mereka selama ini memang tak berani melaporkan tindak semena-mena anggota gank itu pada polisi. Karena mereka sadar dan takut akan balasan para anggota gank Road Spiders, yang jumlahnya ratusan orang itu. Ya, kekaguman dan rasa takjub menyelimuti hati mereka semuanya, setelah melihat kemampuan Bimo yang berada di luar nalar dan sangat menggetarkan nyali itu. "Baik..! Mulai saat ini anggap s
Seth..! Denta dan anggota lainnya pun serentak menoleh ke arah Bimo, seraya ganti menatap layar ponsel itu. Dan.. "Hmm..! Mari kita kepung dia..!" bisik tajam Denta, seraya beranjak berdiri dari duduknya. Serentak seluruh gerombolan itu pun berdiri, dan melangkah ke arah Bimo berada. 'Hmm. Mereka telah mengenaliku rupanya', bathin Bimo, seraya tetap duduk tenang di kursinya. Bimo seolah tak melihat pergerakkan gerombolan itu, yang tengah mengelilingi pohon yang menaungi mejanya. Slakh..! Slagh..! ... Sregh..! Beberapa anggota nampak telah mengunus dan mengeluarkan senjata kesayangan mereka masing-masing. Karambit, pisau lipat, celurit kecil, knuckle, bahkan pistol pun terlihat dalam genggaman anggota gerombolan itu. Dengan dikelilinginya meja Bimo, maka otomatis pengunjung lain tak bisa lagi melihat posisi Bimo saat itu. Dan para pengunjung pun langsung keluar dari cafe itu dengan tergesa, takut terkena sasaran dari kerusuhan yang mereka duga pasti akan terjadi itu. Maka otomat