"Haahh..!!" seru kaget serentak ketiga orang tamu agung itu. Tentu saja mereka kaget, karena Ki Tapa muncul begitu saja dihadapan mereka bagaikan hantu. "Kalian dengar kataku barusan..?!" sentak Ki Tapa lagi agak geram, karena ucapannya tak direspon segera oleh ketiga tamunya itu. "Ba-baik Ki Tapa..! Aku dengar..!" seru Thomas gemetar ketakutan. Dia tak ingin mengundang amarah sepuh sesat itu lagi. "I-iya Ki Tapa..!" sahut gugup Lukas dan Bagyo bersamaan. "K-kami pamit Ki..!" ucap ketiga orang itu. Lalu tanpa panjang kata lagi, mereka bertiga pun langsung keluar dari kediaman Ki Tapa. Brrmm..! Nngngg..! Terdengar suara mobil menjauh dari kediamna Ki Tapa. *** Bimo merasa dia harus tetap membicarakan perihal perbuatan Lukas pada Renny.Namun dia merasa saat itu bukanlah saat yang tepat. Untuk membicarakan hal yang bersifat sangat rahasia dan pribadi bagi Renny, di depan keluarganya. "Lukas..! Kau selama ini sudah kuanggap saudara..! Sungguh tega sekali kau.." seru Budiman ber
Tepat jam sembilan, Bimo telah menanti di depan gerbang Fakultas Pertanian. Terdapat sebuah halte di depan gerbang itu, dan Bimo pun menanti di sana. Ada kumpulan mahasiswa dan mahasiswi, yang nampak telah berada di sana menanti bis kampus. Ada yang berbincang, membaca buku, dan juga duduk diam seperti halnya Bimo. Diam-diam beberapa mahasiswi nampak mencuri pandang ke arah Bimo. 'Hmm. Keren juga tuh cowok', bathin beberapa mahasiswi di halte itu. "Bimo..!" seru tersenyum seorang wanita yang baru saja keluar gerbang fakultas, seraya lambaikan tangannya ke arah Bimo. "Hai Mbak Renny..!" balas Bimo tersenyum tenang. 'Ahh..! Pantas saja keren. Ternyata dia sahabatnya Kak Renny', bathin beberapa mahasiswi, yang memperhatikan Bimo tadi. Bimo dan Renny pun saling menghampiri dan bertemu di sisi halte itu, tempat dimana Bimo memarkirkan motornya. "Bimo. Kita langsung saja ke Curug Ciberlem yuk..! Nanti kita jalan-jalan dan makan dulu di sana saja ya," ujar Renny tersenyum. Entah kena
'Akhirnya dia bicara sendiri soal mimpi itu', bathin Bimo. "Ceritakan saja jika Mbak Renny percaya sama Bimo. Siapa tahu Bimo bisa membantu," ujar Bimo tenang. Ya, Bimo berusaha mendorong keberanian Renny, untuk mengatakan hal yang sebenarnya terjadi padanya. "Bimo. Apakah hanya melalui mimpi orang bisa melakukan apa saja pada diri kita..? Apakah ada kemampuan seperti itu di dunia ini, Bimo..?" tanya Renny pelan, dengan tatapan serius menanti jawaban Bimo. "Mbak Renny, sebaiknya Bimo buka saja sekalian disini ya. Sebenarnya sejak pertama kali Bimo melihat Mbak Renny, Bimo melihat sesosok makhluk astral yang menempel di tubuh Mbak Renny. Itulah hal yang membuat Bimo terkejut saat itu sebenarnya Mbak Renny," ungkap Bimo, membuka penjelasannya. "Lalu, kenapa Bimo tak mengatakan saja saat itu pada Renny..?" tanya Renny penasaran. "Karena pada saat itu, aku belum bisa memastikan jenis makhluk apa, yang menempel pada diri Mbak Renny," sahut Bimo. "Lho..? Berarti Bimo sekarang sudah
"Ahh..! Kau benar Bimo..! Sebaiknya kita bicara di villa milik Ayah saja yuk. Tak jauh kok dari sini," sentak Renny sadar. Bahwa apa yang mereka bicarakan memang bersifat sangat pribadi. "Sepertinya itu lebih baik Mbak Renny," ujar Bimo tersenyum. Tak lama kemudian Bimo dengan motornya menuju ke villa milik keluarga Budiman, yang berada tak jauh dari area Curug Ciberlem itu. Dalam waktu beberapa menit saja, mereka telah tiba di depan pintu gerbang sebuah villa berlantai dua, yang cukup asri dan megah. Nampak tergopoh seorang pria paruh baya membukakan pagar gerbang villa itu, dengan senyum di wajahnya. "Selamat datang Non Renny. Silahkan Non," sapa pria paruh baya itu ramah. "Makasih Mang Akim. Ini teman Renny, Mang," sahut Renny ramah. "Baik Non Renny," sahut Mang Akim maklum. Dia memang diserahi tugas menjaga dan merawat villa milik Budiman itu bersama keluarganya. "Mari Mang Akim," sapa Bimo ramah, saat dia melewati penjaga villa itu. "Silahkan Mas," sahut mang Akim sopan.
"S-sebentar Mbak Renny. Bimo ke kamar mandi dulu ya," ucap gugup Bimo, yang tiba-tiba merasa ingin buang air kecil. Renny hanya mengangguk pelan, hatinya sendiri tiba-tiba juga ikut berdebar kencang. Karena walau dia telah merasakan nikmatnya klimaks bersenggama. Namun tentulah berbeda antara dunia nyata dan mimpi. Sementara Bimo tercenung sejenak di dalam kamar mandi. Ya, jika terpaksaa harus memilih antara Fira daan Renny. Jujur saja Bimo lebih memilih tipe wanita seperti Renny itu. Dewasa, kalem, dan kecantikkannya lebih beraura priyayi, bak putri keraton..! Namun Bimo segera menepis semua andai-andai itu, karena bayangan wajah Devi seketika ikut muncul di benaknya. 'Devi, sampai saat ini hatiku tetap memilihmu. Tapi apakah kau ditakdirkan menjadi jodohku..? Apakah kau pewaris Mustika Naga Hijau itu..?! Demi Tuhan, segalanya serasa gelap bagiku Devi..!' bathin Bimo tiba-tiba menumpahkan keluh kesahnya. Klekh! Bimo pun keluar dari kamar mandi, wajahnya nampak masih sedikit te
"Aihhhssk..! Duhhs.. Bimoo..! Hhh.. hhhh..! R-renny mau pi..pissh..!" desahan keras tersengal dari Renny, terdengar begitu menggetarkan jiwa Bimo. Nampak tubuh Renny menggelinjang dan tersentak sentak tak terkendali. "T-tenanglah Renny. S-sebentar lagi selesai.." sahut terbata Bimo, seraya terus bertahan untuk tetap fokus. Di tengah gempuran dahsyat godaan Renny, yang terhampar begitu indah dan mengundang hasrat pria manapun yang melihatnya. Bimo juga melihat liang surga Renny yang nampak berkilat-kilat, karena cairan pelumasnya yang mengalir agak deras keluar. Hingga akhirnya merembes turun membasahi sprei ranjang. "Cepatlah Bimo..sh..! R-renny sudah nggak kuat..! Hhh... hh Mau pipish..!" sentak tersengal-sengal Renny. Tubuhnya nampak bergetaran, dengan mulut setengah ternganga, seksi sekali..! "Huppsh..!" Akhirnya Bimo berhasil menggenggam dan menarik lepas semua 'benih pembuahan' milik Lukas, yang menempel di dinding rahim Renny dengan tangan ghaibnya. "Ahkss..! Bimoo..sh..!"
"Iya Bu. Tadi Renny ketemu Bimo di jalan, karena Bimo mau ke rumah ya sekalian Renny ikut bonceng Bimo," sahut Renny lancar. "Mari kita semua masuk saja, hari menjelang magribh sekarang," ujar Budiman, seraya merangkul Bimo dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Dan perbincangan hangat pun terjadi di ruang tamu rumah itu. Tak nampak ketegangan sedikit pun di wajah Bimo dan keluarga Budiman saat itu. Ya, keluarga Budiman telah menyerahkan kepercayaan penuh pada Bimo, dan mereka juga telah siap dengan segala resiko yang terjadi. Bila ternyata Bimo gagal menghadang serangan orang suruhan Thomas cs. *** Selepas magribh di sebuah Karaoke House yang cukup berkelas di kota Gorbo. "Hahahaa..! Mari kita minum bersama Lukas, Bagyo..! Malam nanti pasti Ki Tapa akan membabat habis keluarga Budiman itu..!" seru Thomas tergelak senang.Thomas pun menuangkan Johnie Walkernya, ke dalam tiga gelas kecil di atas meja room karaoke kelas VIP itu. "Mereka pasti habis kalau Ki Tapa sendiri yang turun
"Keluarkan kebisaanmu bocah keparat..! Aku hendak lihat sampai di mana kemampuanmu menghadapi aji Tapak Wisaku..!" bentak Ki Tapa, dengan mata melotot berkilat merah. Saking gemas dan murkanya pada Bimo. Sementara kepulan asap hitam pekat di kedua tapak tangannya makin membesar, hingga tapak tangannya tak terlihat terselubungi asap hitam itu. "Asal dan kekuatanmu dari bumi, Tapa..! Maka kau akan tertelan kembali oleh bumi..! Hiyaahh..!" Bimo berseru seraya kerahkan aji Brajamustinya. Kaki kanan Bimo pun diangkat lalu dihentakkan deras ke bumi. Dammbhs..! Bumi di sekitar kediaman Budiman bergoyang pelan, bagaikan dilanda gempa sejenak, saat kaki Bimo menghujam bumi. Padahal itu pun Bimo masih baru kerahkan sepertiga dari powernya saja. "Ladalah..! Baboo, baboo..!" sentak terkejut Ki Tapa bukan kepalang. Ya, Ki Tapa sama sekali tak menduga, jika Bimo menyimpan power yang sedemikian dahsyat dalam dirinya. Kuda-kudanya pun sampai agak bergoyang mengikuti guncangan bumi. "Ahh..! Aya
'Ahh..! Mas Bimo, Mbak Lidya..! Sebegitu besar bantuan kalian padaku..!' bathin Iwan tersentak kaget penuh keharuan. Dia pun menatap Bimo dan Lidya bergantian, dengan sepasang mata beriak basah. Dengan diam-diam Bimo menepuk pelan punggung Iwan, untuk mengisyaratkan agar Iwan tetap tenang dalam pembicaraan itu. Dan Iwan pun memahami isyarat menenangkan dari Bimo itu. "B-baik..! Kami akanmenghitung uang itu nanti," ujar Hesti seraya beranjak dari kursinya, hendak memanggil putrinya. Ya, Tari akhir-akhir ini memang lebih senang mengurung diri di kamarnya. Setelah peristiwa kekasihnya yang dipermalukan oleh kedua orangtuanya itu. Tok, tok, tok..! "Tari..! Keluarlah sebentar, ada tamu yang ingin bertemu denganmu Nak..!" seru sang ibu, setelah mengetuk pintu kamar Tari. Namun Tari yang berada dalam kamar itu merasa sangat enggan, untuk menyahuti seruan ibunya itu. Tari tetap tenggelam dalam lamunan dan kesedihannya. Dia tak ambil peduli dengan panggilan ibunya itu. Ya, perasaan Tari
"Hahh..! Kau lagi..! M-mau a.. Darma berseru keras pada Iwan, namun seketika seruannya terhenti di tengah jalan. Demi dilihatnya wanita cantik dan pemuda gagah penuh wibawa yang tersenyum di belakang Iwan. "Maaf Pak. Saya Bimo, kami datang menemani saudara kami Mas Iwan, untuk membicarakan sesuatu dengan keluarga Bapak," ujar Bimo tersenyum tenang. "Ohh..! Ehh..! I-iya Mas. I-itu mobil kaliankah..?" sahut gugup Darma, seraya menanyakan mobil berkelas yang parkir di depan rumahnya. "Benar Pak, itu milik kami," sahut Lidya tersenyum ramah. Kendati hati Lidya merasa jengkel, dengan cara Darma menerima kedatangan Iwan tadi. 'Hhh..! Bagusnya Iwan segera tinggal di rumah sendiri, setelah menikah dengan putrinya nanti', bathin Lidya.Ya, Lidya bisa membayangkan tekanan mental yang akan dialami Iwan, jika dia tinggal serumah dengan mertua yang berprilaku seperti Darma itu. "Ohh. Mari silahkan masuk..! Bu..! Ada Iwan datang..!" Darma segera mempersilahkan mereka masuk, seraya berseru mem
'Maafkan aku Tari. Susah kuupayakan sekuat dayaku mencari dana 250 juta itu. Namun rupanya kita memang belum berjodoh. Semoga kau mendapatkan jodoh yang terbaik dalam hidupmu', bathin Iwan pasrah sudah. Iwan kembali naik ke atas motornya, sebetulnya dia ingin langsung saja pulang ke kontrakkannya. Namun... 'Heii..! Aku sudah janji malam ini ketemuan sama Mas Bimo, di taman kota kemarin itu..!' bathin Iwan terkejut sendiri. Saat dia teringat janjinya dengan Bimo, teman barunya itu. Iwan pun langsung bergegas menstarter motor matic yang kreditnya masih berjalan itu. Dia sama sekali tak berpikir macam-macam, soal ucapan terakhir Bimo soal solusi yang dirasanya aneh itu. Ya, yang ada di benak Iwan hanyalah dia ingin bicara lebih lama dengan Bimo. Karena Iwan merasa, saat dia bicara dengan Bimo, semua masalah hidup yang dialaminya tersa terlupakan walau sejenak. 'Nanti aku akan minta nomor ponselnya ahh..! Terlalu sekali aku, sampai lupa bertukar kontak dengannya kemarin itu!' sungut
'Maha Kuasa Engkau Ya Tuhan. Tante Mira ternyata sedang mengandung..!' seru terkejut bathin Bimo. "Tante Mira. Bimo ikut berduka dengan kematian Tonny. Tapi kalau boleh Bimo menyarankan Tante jangan terlalu larut dalam kesedihan ya.Kasihan dengan janin di dalam rahim Tante nantinya. Karena dialah yang akan meneruskan bisnis Pak Donald nantinya." "Aihh..! A-apa Mas Bimo..?! A-aku hamil..?!" Terdengar seruan kaget tertahan Mira di sana. "Benar Tante. Tante bisa memeriksakan kandungan Tante nanti bersama Pak Donald ya. Jangan terlalu bersedih ya Tante. Pasti Tuhan akan memberikan yang terbaik buat keluarga Tante." "Ahh..! M-mas Bimo benar. T-terimakasih Mas Bimo. Aku tak akan tahu sedang mengandung, jika Mas tak memberitahuku..! T-terimakasih Mas Bimo, aku akan segera mengabarkan hal ini pada suamiku." Klikh! Entah harus bersedih atau gembira hati Mira saat itu, karena kabar buruk dan kabar bahagia datang di saat yang bersamaan dalam keluarganya.Namun Mira merasa harus memberitah
"Mas Bimo, tebak aku ada di mana sekarang..? Hihihi..!"Suara tawa riang Lidya pun langsung terdengar oleh Bimo. Hal yang membuat Bimo ikut tersenyum ceria. Dengan sekejap saja Bimo langsung bisa melihat keberadaan Lidya, yang saat itu dilihatnya berada di dalam mobil menuju ke arah Gorbo. "Hehehe..! Kamu mau minum apa Lidya..? Biar kuminta Bibi Sum membuatkannya untukmu." "Wahh..! Ketahuan deh..! Mas Bimo curang sih..! Pasti pakai terawangan..! Hihihii..!" "Hahahaa..!" Bimo pun tergelak mendengar cibiran Lidya itu. Namun Bimo diam-diam juga merasa sedih dan menyesal, karena dia tahu hati Lidya tulus mencintainya. 'Maafkan aku Lidya. Aku benar-benar tak bisa membalas cinta siapapun saat ini', bathin Bimo mengeluh. Ya, Lidya memang sangat terbuka dan apa adanya, jika sudah berhadapan dengan Bimo. Tak ada lagi istilah 'JaIm' (jaga image) bila dia berada dekat dengan pria yang satu itu. Semuanya terasa lepas bagi Lidya.Beda halnya, jika dia berada di lingkaran bisnisnya, yang mengh
Nngguukk..! Nngguuunngg..!! Bimo langsung menggaspol motornya hingga melesat bak crosser di lap terakhir. Ngeri..! Tujuan Bimo hanya satu, ke tempat sepuh jahat dan Tonny berada. Bimo hanya mengikuti arahan dari pancaran sinyal bathinnya, yang menarik dan mengarahkannya ke lokasi sepuh itu berada. Sementara laju motor Bimo melesat bak meteor, di tengah jalan raya yang cukup sepi dan lengang di waktu dini hari itu. Beberapa pengendara yang berselisihan nampak menurunkan kecepatan mereka, bahkan ada yang mengumpat Bimo. Nguunnngg..!! Namun tentu saja Bimo tak mendengarnya dan juga tak peduli dengan hal itu. Fokusnya hanya satu, menyelamatkan Devi dari prilaku jahat sepuh sesat dalam bayangannya itu..! Hingga akhirnya tak sampai setengah jam kemudian, Bimo telah masuk ke pinggiran Desa Tujar, Cipereut. Nampak sebuah rumah yang sama persis dengan lintasannya, telah berada di sebelah kanan depan jalan setapak yang dilaluinya. Citt..! Slakh..! Slaph..! Bimo mengerem, menstandart, d
"Tidak Mas Iwan..! Ayah dan Ibu telah keterlaluan merendahkan Mas Iwan..! Tari tak tahu semua akan jadi begini Mas. Maafkan Tari ya Mas. Tsk, tsk..!" seru Tari, menolak untuk kembali ke kamarnya. "Kalian melawan orangtua ya..! Baiklah Iwan..! Kau boleh melamar putriku Tari, asalkan kau bisa memberikan mahar 250 juta bulan depan..! Dan uang itu bukan dari hasil berhutang..! Ingat itu..!" Hesti pun naik darah dan berseru tajam, memberikan syarat pada Iwan. Ya, tentu saja Hesti merasa yakin, jika syarat itu tak akan bisa dipenuhi oleh Iwan. Karena apa yang diharapkan dari penghasilan seorang ojol macam Iwan itu..?! Pikir Hesti. "Baik. Saya pamit Pak, Bu. Tari jaga dirimu baik-baik ya," ucap Iwan akhirnya mohon diri. Iwan segera melangkah keluar dari rumah kekasihnya, yang dirasa sangat panas dan sesak baginya saat itu. "Mas Iwan..! Tsk, tsk..!" seru terisak Tari sedih, melihat keputus asaan di wajah kekasihnya itu. Itulah kejadian sebulan yang lalu. *** Kembali pada Iwan yang ma
"Memangnya berapa saldo rekeningmu saat ini Iwan..?!" tanya penasaran Darma, ayah Tari tanpa basa basi. "Hah..! Bagaimana Pak..?" seru kaget Iwan tak menyangka, jika dia akan langsung menghadapi pertanyaan 'tak beretika' seperti itu, dari calon mertuanya. Padahal baru saja bokong Iwan mendarat di kursi tamu rumah kekasihnya itu. Hal yang sungguh membuat Iwan menjadi gelgapan dan nervouz seketika. "Ayah..! Kok bertanya seperti itu sih sama Mas Iwan..?!" seru tak senang Tari, atas pertanyaan ayahnya itu. "Tari..! Sebaiknya sekarang kamu masuk dulu ke kamar..! Ini adalah saatnya ayah dan Ibumu bicara dengan Iwan..! Percayalah semuanya ini demi kebaikkanmu Tari..! Masuk..!" hardik Darma pada Tari, sepasang matanya menatap tajam pada Tari. Dan Tari tahu, jika ayahnya sudah bersikap seperti itu, maka tak ada yang bisa membantah keinginan ayahnya itu. Tari pun melangkah cepat masuk ke kamarnya, dengan wajah merengut kesal tanpa kata lagi. "Nah Iwan..! Aku tanya sekali lagi, berapa sal
Tutt... Tutt..! 'Lidya memanggil' tertera di layar ponsel Bimo. Bimo pun segera menerima panggilan dari bos cantiknya itu. Klikh! "Ya Lidya." "Halo Mas Bimo. Bagaimana kabar di sana..? Sedang sibukkah..?" "Baik-baik saja Lidya. Sepertinya kaulah yang sedang sibuk Lidya, hehe. Jaga kondisimu Lidya." "Benar Mas Bimo. Akhir-akhir ini Lidya sibuk mendampingi Ayah ke sana sini. Besok malah Lidya harus mendampingi Ayah ke Bali selama 2 hari. Ada pertemuan para pengusaha properti tingkat internasional di sana Mas Bimo." "Hmm. Sibuk sekali Lidya. Baiklah Lidya, akan kupagari dirimu dan Pak Hendra dari sini selama dua hari ke depan. Apakah Ki Sabdo ikut serta bersama kalian..?" "Terimakasih Mas Bimo. Ki Sabdo tak ikut serta Mas. Kami hanya berangkat bertiga saja, aku, Ayah, dan Pak Bernard." "Baik Lidya. Sampaikan salamku pada Pak Hendra dan Pak Bernard ya." "Baik Mas Bimo. Setelah pulang dari Bali nanti, aku mungkin akan rehat barang sehari dua hari. Lidya mau temani Mas Bimo di vil