"Mas Bimo. Fira bisa minta tolongkah sama Mas Bimo..?" ujar Fira, saat mereka hanya duduk berdua di ruang depan. Sementara Bu Endang dan Pak Asep tengah sibuk di belakang. Membantu menyiapkan makan malam untuk anak-anak panti, bersama dua pelayan panti di dapur. "Tentu saja Fira. Tolong apa itu..?" sahut Bimo tenang. "Bisakah Mas Bimo mengantar Fira pulang. Tadi Fira diantar Pak Didin, sopir Fira ke sini. Tapi tentunya Pak Didin sudah pulang ke rumahnya sekarang," ujar Fira. "Memangnya rumah Fira di mana ya..?" "Tak jauh kok dari sini Mas. Hanya 5 km dari sini ke arah kota Gorbo," ujar Fira mrmberitahu. "Wah, kalau begitu kita searah Fira. Baiklah, kebetulan aku juga mau pamit sama Pak Asep dan Bu Endang," ujar Bimo tak keberatan. Akhirnya usai berpamitan pada kedua pengelola panti, Bimo pun bersiap di atas motornya, dengan Fira membonceng di belakangnya. "Hayoo..! Om Bimo sama Tante Fira pacaran tuh..!" seru seorang anak panti, sambil menunjuk ke arah Bimo dan Fira. "Hushh.
"Wah, Bimo. Kamu memangnya tinggal di mana..?" tanya Budiman ramah. "Saya tinggal di daerah Caiwi juga kok Pak. Dari sini hanya sekitar 3 km saja Pak Budiman." "Kalau kau bukan teman kuliah Fira, terus pekerjaanmu apa Bimo..?" tanya Budiman lagi, diam-diam dia jadi penasaran dengan pemuda itu. "Saya hanya seorang konsultan biasa Pak Budiman," sahut Bimo tenang. "Wah..! Seorang konsultan rupanya. O ya, Fira. Masa ada teman datang kok nggak disuguhi minuman," ucap Budiman, seraya menegur putrinya. "Aihh lupa..! Sebentara ya Mas Bimo," sentak Fira jengah, dia pun langsung beranjak hendaak ke dalam. "Wah, tak perlu repot Pak, Fira," ucap Bimo yang ikut rikuh mendengar teguran Budiman pada Fira. "Nggak repot kok Mas Bimo. Silahkan bicara dulu dengan Ayah ya," ucap Fira, seraya bergegas masuk ke dalam rumahnya. "Tamannya bagus Pak, sepertinya belum lama direnovasi ya Pak," ujar Bimo, membuka percakapan dengan Budiman. "Tepat sekali Bimo. Memang baru 5 hari yang lalu, taman itu sele
"Hahahaa..! Itu bukannya curang Fira, tapi memang Bimo lebih jeli dan perhatian pada anak-nak panti dibanding dirimu.Dengan apa kau mengangkut semua penghuni panti ke Cipanas itu Bimo..?" ujar tergelak Budiman, seraya bertanya pada Bimo. Dalam hatinya Budiman kini semakin respek dan kagum pada kedermawanan Bimo. Sungguh jarang ada pemuda yang peduli pada anak-anak panti sekarang ini. Namun pemuda di depannya ini memang berbeda. "Ohh, Bimo menyewa dua bis wisata untuk acara ke Cipanas itu Pak. Biar adik-adik panti juga merasakan berlibur di alam bebas sekali waktu," ujar Bimo tenang. 'Hmm. Sebuah acara dengan biaya yang tak sedikit. Padahal pekerjaannya hanya seorang konsultan. Pastilah dia bukan sembarang konsultan', bathin Budiman menduga. Dan pembicaraan pun terus berlanjut. *** Sementara di sebuah kediaman yang berada di Desa Gutu Utara. Sebuah kampung terpencil yang juga adalah penghasil kopi dan teh di wilayah kecamatan Casirua. "Bagaimana Ki Tapa..? Apakah kiriman saya s
Dan tanpa disadarinya kedua tangannya kini memeluk erat belakang leher pemuda itu. Kedua tangan si pemuda itupun tak tinggal diam. Sementara tangan kirinya memainkan dua buah gunung mencuat di dada Renny bergantian. Maka tangan kanannya perlahan menelusuri tubuh Renny dari perut mulus dan rata Renny, hingga akhirnya menyelusup halus dan lembut masuk ke balik celana segitiga merah milik Renny. 'Awhh..! Masshh..!' Desah Renny dengan tubuh menggeliat dan menggeletar, menahan getaran rasa nikmat tak tertahan. Liang kewanitaannya serasa hangat dan basah seketika. Akibat kelihaian jemari pemuda itu mengecak lembah surga miliknya. 'Uhhsgh..! Renny rasanya m-mau pipis Massh..!' desah Renny, dengan nafas mulai tersengal-sengal. Gelinjang tubuh Renny pun semakin kuat dan menyentak-nyentak. Sungguh nampak 'senior' sekali permainan pemuda itu. Hal yang membuat mulut Renny ternganga lebar, dengan tubuh menggelinjang nikmat. 'Ploph..!' Pemuda itu tiba-tiba menghentikan semua aksi rangsangann
'Ohhsk..! Renny... Om juga... sampai..! Argghkss..!' lenguhan Pak Lukas terdengar samar oleh Renny, yang tengah melayang di alam kenikmatannya. Ya, hampir bersamaan Lukas dan Renny memperoleh klimaks dari olah asmara mereka. Pancaran demi pancaran benih dari Lukas, terasa hangat dan deras menerpa di kedalaman liang surga Renny. Renny masih memejamkan matanya dan berharap sosok Lukas tadi, hanyalah khayal semata. Dia masih berharap yang bercinta dengannya adalah pemuda gagah dan tampan itu. Namun celakanya..! Saat Renny membuka matanya kembali dalam mimpinya itu. Ternyata yang nampak di hadapannya tetaplah Pak Lukas, yang tengah menatap nanar penuh kepuasan ke arahnya. 'Terimakasih Renny. Tadi itu nikmat dan indah sekali sayang', ucap Lukas, seraya menunduk hendak mencium wajah Renny. Dan... "Aihhh..! Tidakk..!!" Sampai disitu Renny berteriak keras daan terbangun dari tidurnya, dengan nafas tersengal-sengal dan tubuh berkeringat. 'Ahh..! Syukurlah, ternyata hanya mimpi..!' bath
"Iya Bu. O ya, ini Mas Bimo, Bu. Tadi Fira kenalan di panti," ujar Fira senang, yang langsung memperkenalkan ibunya pada Bimo. Ya, bagi Fira melihat sang ibunya bersedia menemui Bimo, itu adalah pertanda sang Ibu berkenan dengan Bimo. Fira sama sekali belum tahu mengenai 'benda jahat' dan perjanjian Bimo dengan ayahnya. Dia mengira Bimo betah berlama-lama di kediamannya itu. Dan tentu saja hati Fira merasa senang sekali melihat hal itu. "Salam Ibu, saya Bimo teman Fira," sapa Bimo sopan, seraya menghampiri Sekar dan mencium tangannya. "Iya Bimo. Saya Sekar, ibunya Fira," sambut Sekar ramah. Simpatinya pada Bimo pun semakin besar, melihat sikap Bimo itu. Tak lama kemudian, Renny pun tiba di lantai bawah. Dia langsung melangkah ke arah ruang tamu, untuk menemui teman adiknya itu. Baru saja Renny tiba di ruang tamu, pandangannya pun seketika menatap ke arah Bimo, dan sebaliknya Bimo yang peka juga langsung menatap ke arah Renny. Dan keduanya pun saling tersentak kaget bersamaan..!
"Hahh...!!" Seruan kaget serentak orang-orang di dalam rumah Budiman, kecuali Bimo. Karena Bimo memang sudah menduga hal itu akan terjadi. "S-suara apa itu keras sekali Bimo..?!" seru Budiman dengan wajah kaget dan panik. "Tenanglah Pak. Itu suara makhluk yang hendak menghuni benda yang ditanam di taman itu. Dia menabrak pagaran yang Bimo buat di sekeliling rumah ini. Kalau dia berhasil menembus pagaran itu, tak mungkin akan terdengar bunyi tabrakkan keras seperti itu Pak," ujar Bimo, mencoba menenangkan Budiman dan semua orang di dalam rumah itu. "S-syukurlah kalau makhluk itu gagal menembus pagaranmu Bimo. L-lalu selanjutnya bagaimana Bimo..?" Sekar ikut berseru gugup, dengan wajah panik dan ketakutan. "Selanjutnya biar Bimo saja yang keluar rumah Bu. Ibu dan yang lainnya tetap di dalam rumah saja sementara ini," ujar Bimo tersenyum tenang. "B-baiklah Bimo. Hati-hati ya," ucap Sekar terbata. Sementara yang lainnya nampak mengangguk, tanda mengerti maksud Bimo. "A-ada apa seb
Blaph..! Sosok Ki Swaer Wisa lenyap seketika dari area itu. Ya, rupanya Ki Sawer Wisa lebih memilih kabur dari Bimo sejauh-jauhnya. Dan berniat menerima saja hukuman dari Tuannya, Ki Tapa! 'Seberat-berat hukuman Ki Tapa, dia takkan sampai memusnahkanku! Karena Ki Tapa pasti masih membutuhkanku, untuk bekerja padanya! Daripada aku musnah di tangan pemuda bedebah itu..!' Rupanya demikianlah pola pikir licik Ki Sawer Wisa itu! Sementara sukma Bimo malah tersenyum senang, melihat kaburnya Ki Sawer Wisa itu. Karena memang itu yang diharapkannya. Baginya membuntuti Ki Sawer Wisa yang lenyap melarikan diri itu adalah soal mudah. 'Dia pasti akan melaporkan hal ini pada Tuannya secepatnya', bathin Bimo menduga. Splash..! Sukma Bimo melesat lenyap ke arah langit. Sukma Bimo bermaksud mengikuti Sawer Wisa dari ketinggian yang tak terdeteksi oleh Ki Sawer Wisa. Dan nampak jelaslah kini, kemana arah Ki Sawer Wisa melesat saat itu. Dan bagi Bimo, kecepatan melesat Sawer Wisa masihlah terbi
Segumpalan asap hitam melayang di atas gedung Winata Group, gumpalan asap hitam itu bagai menyatu dengan kegelapan malam di angkasa. Dan saat Porsche merah yang dikemudikan Lidya meluncur keluar dari gedung Winata Group. 'Hmm. Itu dia..!' bathin sukma Andrew. Dan gumpalan asap hitam pekat itu pun ikut melayang cepat di atas ketinggian, mengikuti ke mana arah Porsche merah Lidya melaju. Sementara perbincangan hangat dan santai terus berlangsung antara Bimo dan Lidya di dalam mobil. Bimo merasa senang, melihat Lidya kini telah kembali ceria dan bisa melupakan rasa dukanya. Dan saat itu Bimo memang sama sekali tak menyadari, jika mereka tengah dikuntit dari ketinggian angkasa oleh Andrew. Ya, Andrew memang telah menerapkan ilmu 'Tabir Wujud'nya saat itu, sehingga pancaran aura sukma dan energinya tak terdeteksi oleh Bimo. Sementara Bimo sendiri masih menutup mata bathinnya pada Lidya, hingga sedikit banyak hal itu mempengaruhi kepekaan bathinnya akan keberadaan Andrew. Tutt.. Tut
"Terimakasih Mas Bimo, Lily. Kesepakatan akhirnya berakhir saling menguntungkan bagi Winata Group. Karena 45 Triliun bukanlah jumlah yang sedikit dalam investasi itu," ujar Hendra tersenyum puas, di sofa ruang kerja pribadinya. Ya, di ruang pribadi Hendra saat itu, memang hanya ada Bimo dan Lidya yang duduk menemaninya. "Syukurlah Pak Hendra. Bimo ikut senang mendengar kelancaran lobi Winata Group hari ini," sahut Bimo tersenyum. "Pah. Apakah Papah tak merasakan hal aneh, saat tadi berjabat tangan dengan si Andrew itu..?" tanya Lidya. "Hmm. Rasanya memang agak dingin tangan si Andrew itu tadi Lidya. Seperti... seperti.. "Seperti orang yang sudah mati ya Pah..?" "Wah..! I-iya benar Lidya, seperti itulah..!" sentak terbata Hendra, membenarkan pendapat putrinya itu. "Wah..! Selain dingin, Lidya bahkan merasa ada arus listrik kecil yang seperti menarik-narik aliran darah di tubuh Lidya, Ayah..!" "Ahh..! Begitukah..? Apa artinya itu Mas Bimo..?" seru kaget Hendra, dia pun langsung
'Brengsek..! Powernya mampu mengimbangiku..! Siapa dia sebenarnya..?!' maki bathin Andrew lagi. Kini dirinya bertambah murka dan penasaran dengan sosok Bimo. Namun Andrew sadar misi utamanya saat itu adalah menggolkan lobi Pieter, demi kejayaan Livingstone Group. Maka dia pun menahan sementara amarahnya pada Bimo. Namun Andrew juga maklum, tak urung dirinya juga akan berhadapan dengan Bimo. Karena tak mungkin Bimo akan berdiam diri, melihat 'aksinya' terhadap Hendra di dalam ruang lobi. Satu jam sudah lobi berjalan antara Pieter dan Hendra di dalam ruangan tertutup itu. Dan seperti hal yang sudah biasa dilakukan oleh Andrew, dia pun bersiap melakukan misinya. Untuk merasuki dan mengendalikan lawan lobi Pieter, Hendra Winata..! 'Hmm. Dia mulai beraksi', bathin Bimo yang mulai merasakan pancaran power yang menguat dari Andrew. Lalu... Sshhssp..! Dan secara tak kasat mata, nampak gumpalan asap hitam yang keluar dari kepala Andrew. Lalu asap hitam itu pun berhembus masuk menembus ke
'Hmm. Akhirnya aku bisa melihat kembali ceriamu Lidya..', bathin Bimo lega.Ya, walau sampai saat itu Bimo masih menutup mata bathinnya pada Lidya. Namun Bimo masih merasakan tarikkan kuat dari pesona Lidya padanya. Hal yang menandakan selimut aura hijau masih menyelimuti sosok Lidya. Dan memang Lidya saat itu telah memasukkan benda wasiat dari neneknya ke saku jasnya. Hal yang membuat dirinya merasa sejuk dan nyaman karenanya. Akhirnya Bimo dan Lidya pun berangkat dengan mengendarai Phorsche merahnya, karena audi hitam kesukaannya masih di rumah mendiang neneknya. Tak lama kemudian mereka pun tiba dan langsung masuk ke dalam gedung megah menjulang PT. Winata Group. *** Sementara di dalam sebuah limo yang tengah meluncur dan berkaca gelap, yang dikawal oleh dua mobil di depan dan tiga mobil di belakang mobil Limo itu. Tutt.. Tutt..! Klikh..! "Ya Tuan Hendra." Sahut seoarng pria paruh baya berambut blonde klimis, yang duduk di dampingi seorang pemuda tampan di sisinya yang jug
'Tapi sebenarnya benda apa yang ada di kantung merah itu..? Aku merasa aura hijau yang menyelimuti Lidya, berasal dari benda di dalam kantung merah itu', bathin Bimo penasaran. Akhirnya setelah sekilas mempelajari profil Pieter dan Livingstone Group di laptop, Bimo pun tidur dengan pulas di kamarnya. Pada jam 3 lewat Bimo pun kembali terbangun. Dan seperti biasanya, dia pun langsung melakukan hening di dalam kamar yang cukup luas itu. *** Pagi harinya. Entah kenapa Lidya merasa enggan mengetuk pintu kamar Bimo, untuk mengingatkannya tentang acara penting kantornya hari itu.Ya, Lidya ternyata masih merasa jengah dan risih, karena mengingat kejadian semalam bersama Bimo di kamarnya. Namun Lidya juga takut Bimo masih tertidur pulas di dalam kamar. Akhirnya, Lidya pun menyuruh Bi Inah, untuk mengetuk kamar Bimo. Tok, tok, tok..! "Mas Bimo. Non Lidya sudah menanti di meja makan," ujar Bi Inah setelah mengetuk pintu kamar Bimo. Sementara dari ruang makan. Lidya yang telah duduk di
"Hei..! M-mas Bimo..! K-kau kena.. Mmhhf..!... Seruan Lidya sontak langsung terbungkam, saat dengan cepat Bimo melumat bibirnya. Ya, rasa kerinduan yang aneh dan tak tertahankan, tiba-tiba saja melanda hati Bimo. Bagaikan seorang pria yang sekian lamanya tak bertemu dengan kekasihnya. Dan hal itu terjadi murni karena dorongan dari hati Bimo, dan bukan karena kutukan Ki Brajangkala. "Mmffh..! Mas B-bimo.. Hhh.. hhh..! I-ini..?!" seru lirih terbata Lidya, setelah menarik wajahnya dari lumatan bibir Bimo, hatinya sungguh tergetar tak karuan. "Kamu cantik sekali Lidya. Aku merindukanmu. Mmffh..!" Bimo bergumam lirih, seraya kembali merencah bbir merekah Lidya dalam lumatan bibirnya. 'Ada apa dengan dirimu Mas Bimo..? Mengapa tiba-tiba seperti ini..?' bathin Lidya heran dan bingung. Namun satu hal yang tak bisa dipungkirinya, dirinya juga menginginkan hal itu terjadi. "Mmhh...". dan pertahanan Lidya pun ikut lepas. Perlahan gadis cantik itu pun memejamkan matanya, pasrah meresapi se
Tentu saja aura hijau itu menghilang, karena Lidya tidak sedang menggenggam tas tangannya, yang diletakkan di dalam kamarnya. Ya, Lidya memang sama sekali tak menyangka, jika benda wasiat dari neneknya itulah hal yang menyebabkan dirinya diselimuti aura hijau.Sebuah pancaran aura yang tak terlihat oleh orang awam biasa, namun sangat jelas terlihat bagi orang-orang yang mata bathinnya telah terbuka. "Mas Bimo, apakah sampai saat ini belum ada wanita yang menjadi kekasihmu..? Aku takut dia salah paham, jika dia tahu kau menemaniku malam ini," tanya Lidya hati-hati. "Ahh, Lidya mengapa kau tanyakan hal itu? Jika aku sudah memiliki kekasih, maka pastilah kau termasuk orang yang pertama mengetahuinya," sahut Bimo tersenyum tenang. "Lalu bagaimana dengan Devi..? Mas Bimo pernah bilang, tak lama lagi akan mendirikan sebuah Biro Konsultan bersamanya..?" ujar Lidya, mencoba terus menyelami hati Bimo. "Devi hanya sebatas sahabat dan rekan kerja saja Lidya, tak ada yang spesial antara hubu
"Bangsat..!!" Dor..! Dor..! ... Dorr..!!! Makian keraas Ponco langsung diringi letusan sepasang senjatanya ke arah dada dan wajah Yoga. Yang diikuti pula oleh tembakkan kedua orang bawahannya. Namun... Clankh..! ... Claankh..!! Kesemua peluru yang melesat itu bagai menghantam sebuah tembok baja, lalu peluru itu langsung luruh dan jatuh ke lantai markas. "Hahh..?!! K-kebal.. Seth..! Yoga pun tak menyia-nyiakan keterkejutan dan keterpakuan ketiga lawannya itu. Dia pun melesat cepat dan memutar satu persatu leher ketiga lawannya, dalam kecepatan yang tak bisa diikuti oleh mata biasa. Klaghk..! ... KraghK..!! "Kekkhsk..!!" Brughk..! ... Brukh..!! Hanya suara tersedak yang terdengar hampir bersamaan, diringi dengan ambruknya Ponco dan kedua orang kepercayaannya itu dengan leher terkulai patah..! Ya, Ponco, ketua gank Blantix dan kedua orang kepercayaannya telah tewas di tangan Yoga..! Sementara tawuran masih berlangsung dengan berat sebelah, di halaman markas Blantix itu. Saat..
Ngnngg...! Cit..! Slakh..! Bimo hentikan motornya di depan pagar kediaman nenek Lidya, yang saat itu penuh dengan kendaraan para pelayat yang datang. Bimo bergegas mselewati gerbang pagar rumah yang terbuka lebar, dan melangkah melewati taman menuju ke pintu utama, saat... "Mas Bimo..!" seruan dan suara yang sangat dikenalnya, sontak menghentikan langkah Bimo. Dia pun menoleh ke arah kanan, tempat asal suara tersebut. "Lidya, kau di sana," ujar Bimo, saat dilihatnya Lidya yang sedang duduk sendiri di sisi sebuah gazebo taman. Bimo pun langsung menghampiri Lidya itu. Dan... 'Ahh..! Aura hijau apa itu..?!' terkejut bathin Bimo, saat melihat selimut aura hijau yang nampak melapisi sosok Lidya malam itu.Sontak Bimo langsung pertajam mata bathinnya menatap ke arah Lidya. 'Hmm. Bukan aura yang membahayakan, bahkan kecantikkan Lidya malah tambah bersinar saja di mataku', bathin Bimo, akhirnya dia tak mempermasalahkan aura hijau pada diri Lidya. "Lidya. Yang tabah ya," ujar lembut Bim