“Kalau aku ingin pelayan lain membereskan mejaku sudah kulakukan dari tadi”
“Aku-mau-kau-yang-membereskannya!, Kau paham!” dengan kalimat sangat jelas Vardyn menjelaskan sambil menarik lengan Arlin sehingga tubuh gadis itu mendekat kearahnya dan pria itu menatap tajam mata Arlin dengan intens.Mata Arlin berbinar dan membulat menatap manik mata pria di depannya, wajah gadis itu agak mendongak keatas karena tubuhnya lebih mungil dibanding tubuh pria kekar di depannya dan tinggi kepalanya hanya sebatas leher pria itu, kini ketakutannya tidak bisa lagi disembunyikan.Arlin diam dengan ketakutan yang menyebar keseluruh tubuhnya.“Kau berada dirumahku, berarti kau juga pelayanku!” ujar Vardyn sambil melepaskan cengkraman tangannya di lengan Arlin.Dengan tangis tertahan yang hampir tumpah, Arlin beranjak ke meja kerja tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.Dengan keterpaksaan dan kekesalan yang sangat, Arlin membereskan dokumen, kertas, map dan pena yang berserakan, yang seolah barang-barang itu sengaja di buat berantakan.Arlin berfikir, tidak mungkin seorang yang selesai menulis meletakkan pulpennya di ujung mejanya dan jauh dari kertas, dan bukan hanya satu pulpen, tapi tiga pulpen yang tergeletak di arah yang berbeda. Juga kertas yang bergeletakkan yang diluar kebiasaan pekerjaan menulis seseorang.Vardyn melangkah menuju kursi kerja dengan sandaran lebih tinggi dari kepalanya. Pria itu duduk di belakang meja kerja yang Arlin tengah bereskan.Kini posisi Arlin berhadapan dengan Vardyn, Arlin berdiri sedangkan pria itu duduk dengan santainya.Merasa diperhatikan, Arlin yang masih membereskan kertas-kertas melirik dengan sekejap kearah Vardyn, dan ternyata benar saja, pria itu memang sedang memandangi Arlin, entah sejak kapan pria itu memperhatikan Arlin.Arlin yang merasa canggung dan risih tak bisa berbuat banyak, ia hanya bisa memalingkan wajahnya dan menunduk dengan tangan yang terus bergerak.Vardyn bersandar dengan siku yang bertumpu pada tangan kursi. Jemarinya memainkan dagunya sendiri, dan tatapannya mengarah kepada gadis di depannya.Tatapan yang mungkin memiliki pemikiran beragam di benak pria itu.Setelah beberapa saat, pekerjaan Arlin selesai. Semua telah tertata rapih. Tidak ada lagi alasan untuk Vardyn untuk menahannya disana, gadis itu sudah ingin buru-buru keluar dari ruangan itu.“Semua sudah selesai tuan, aku ingin kembali ke kamar nyonya Melinda, beliau harus terapi pagi ini” ucap Arlin dengan sedikit menunduk.“Kau sangat telaten mengurus istriku. Apa kau juga bisa telaten mengurus keperluanku?” ujar Vardyn masih bersandar pada sandaran kursi.“Maaf tuan, tapi sepertinya itu bukan tugasku” jawab Arlin tegas.“Itu akan menjadi tugasmu mulai sekarang. Aku akan menambahkan tiga kali lipat gajimu dari yang kau dapat dari wanita di kamar sana” kini Vardyn bangkit dari bersendernya dan menumpukan kedua lengannya pada meja.“Tapi tuan, aku tidak bisa, tugasku hanya mengurus dan merawat nyonya Melinda, lagipula bukankah tuan hanya akan tinggal beberapa hari saja dirumah ini?” ucap Arlin.“Kau itu ternyata gadis yang sok tahu. Siapa yang bilang bahwa aku akan tinggal beberapa hari disini?” tanya Vardyn.“Nyonya Melinda dan mbok Min bilang bahwa biasanya anda tidak akan lama jika kembali kerumah”“Ini rumahku. Lalu bagaimana jika aku menginginkan untuk tinggal lama disini?”Arlin hanya menunduk tak mampu lagi menjawab. Ia sudah ingin cepat-cepat berlalu dari sana.“Baiklah tuan, sepertinya aku harus ke kamar nyonya Melinda” ucap Arlin yang tanpa menunggu jawaban dan langsung bergegas keluar ruang kerja tersebut.Di luar ruangan tadi Arlin menghela nafas panjang. Akhirnya ia bisa menghindari ketakutannya.Arlin dengan segera menuju kamar Melinda. Tetapi ia tak menemukan wanita itu disana.‘Nyonya Melinda, kemana dia?’ gumam Arlin ditengah kebingungannya.Arlin melangkah dengan cepat menuju ke ruangan lain. ‘Kemana perginya nyonya Melinda’ gumam Arlin dalam batinnya.Ketika Arlin menuju ke dapur, ternyata Melinda tengah berusaha membuat teh sendiri di atas kursi rodanya.Wanita itu terlihat kepayahan dengan usahanya sendiri.“Nyonya!, anda ingin membuat apa?!, biar aku yang buatkan. Kenapa anda tak menungguku?” Arlin dengan sigap meraih gelas dan sendok yang di pegang oleh Melinda.“Aku tahu kau sedang di ruangan suamiku” ucap Melinda.“Iya nyonya, aku terpaksa membereskan meja kerja tuan. Oya, kemana mbok Min nyonya?, kenapa anda tidak menyuruhnya untuk membuatkan teh?” tanya Arlin.“Tidak apa, mbok Min sedang kepasar, pelayan yang lain juga sedang mengurus pekerjaannya” ucap Melinda.“Ehm!” sebuah deheman berat terdengar di belakang mereka.Spontan keduanya menoleh kearah suara. Ternyata Vardyn tengah bersender di tepi dinding dengan tangan melipat di dadanya.“Aku ingin bicara padamu Melinda” ujar Vardyn.“Baik” Melinda mendorong roda di kursinya ke sisi meja makan.Arlin masih menyiapkan teh untuk Melinda. Setelah beberapa saat selesai, Arlin meletakkan teh itu di depan Melinda dan akan bergegas pergi.“Aku permisi dulu nyonya” ucapnya sambil sedikit melirik kearah Vardyn yang juga menatapnya.“Ada apa?” tanya Melinda sedikit ketus tanpa melihat wajah tampan Vardyn.“Aku akan tinggal beberapa pekan lagi disini. Pekerjaanku masih bisa di tangani oleh asistenku” ucap Vardyn yang sudah duduk di kursi meja makan.“Tapi untuk apa kau berlama-lama disini? Bukankah kau tidak suka berada di dekatku?”“Hey, ini rumahku!, aku berhak tinggal disini semau yang kusuka” tubuh Vardyn agak maju sedikit menjelaskan kalimatnya pada Melinda.“Aku tahu!”“Aku ingin memiliki pewaris. Aku ingin memiliki keturunan” kalimat Vardyn tiba-tiba mengguncang Melinda. Wanita itu kaget mendengarnya tetapi dengan cepat ia menutupi terkejutnya dengan wajah datar.“Baiklah, menikahlah lagi dengan wanita lain, itu hakmu untuk menikah lagi, lagipula aku sudah tidak perduli dengan urusanmu dan aku sudah tidak memiliki rasa apapun denganmu, termasuk cemburu, rasa itu sudah mati beberapa tahun yang lalu”“Aku ingin kau yang mencarikannya” ucap Vardyn.“Kenapa harus aku yang mencarikan untukmu?!, tidak, carilah sendiri, itu urusanmu!” tukas Melinda sambil menautkan alisnya.“Kenapa setiap kali kita berbicara selalu saja seperti ini!” Vardyn sedikit menggebrak meja makan kemudian beranjak dari duduknya, berdiri kemudian berlalu dari ruangan tersebut.Melinda yang tinggal sendirian, memutar cangkir tehnya dengan satu tetes air mata yang jatuh melewati pipinya yang pucat.Sore menjelang,Arlin mendorong perlahan kursi roda Melinda di taman depan. Mereka menyusuri tanaman yang rindang dan sejuk di taman itu.Dari kejauhan ternyata Vardyn memperhatikan mereka di balik gorden jendela kamarnya. Tangannya yang melipat di dada dan tubuhnya yang sedikit bersandar pada dinding, seolah tengah memperhatikan sebuah pemandangan yang indah, tetapi matanya tengah tertuju pada gadis muda yang cantik di bawah sana.Melinda dan Arlin telah kembali ke kamar. Melinda merebahkan tubuhnya di ranjangnya, sedangkan Arlin bergegas menuju dapur untuk membawa pakaian kotor yang ada di kamar Melinda.Di dapur, Arlin mendapati mbok Min tengah membantu seorang pelayan memasak sebuah hidangan yang beda dari biasanya.“Masak apa mba?” tanya Arlin setelah beberapa saat yang lalu meletakkan pakaian kotor kedalam mesin cuci baju.“Ini non, menu spesial buat tuan Vardyn. Katanya dia mau masakan yang enak. Haduh non, kita ini kalau sudah diminta tuan untuk masak suka deg-degan, takut …” ucap pelayan yang biasa memasak di rumah tersebut yang tengah mengaduk-aduk masakannya.“Memangnya kenapa mba?, kok takut?” tanya Arlin dengan alis mengerut.“Ya soalnya kalau nda cocok sama lidah tuan, bisa-bisa kita kena damprat, hiii ngeri” ucap pelayan wanita itu sambil bergidik sendiri.“Hahaha, mba ini … ya kalau tidak enak di lidah tuan kita-kita saja yang makan” canda Arlin.“Ih non Arlin sih belum tau kelakuan tuan, tuan itu kalau sudah tidak suka maunya marah-marah”“Ya namanya juga Bos mba, wajarlah kalau sering marah-marah. Yaudah
Hari terakhir di rumah Melinda sebelum kepergian Arlin,Saat itu Vardyn tengah keluar untuk menemui relasi bisnis nya. Arlin akan berpamitan pada Melinda, tapi bersamaan dengan itu, seorang pria tinggi besar dan lumayan tampan menghampiri rumah besar itu.Arlin yang sudah berada di halaman depan yang telah siap dengan koper dan tas besarnya melihat dan berpapasan dengan pria itu, kemudian pria itu juga menatap Arlin agak lama.“Apa Melinda ada?, katakan padanya aku Fedri” tanyanya pada Arlin.“Ya, ada tuan, sebentar” ucap Arlin yang kemudian melangkah lagi ke dalam rumah.“Nyonya, ada seorang pria di depan ingin bertemu anda, namanya Fedri” ucap Arlin.Paras Melinda spontan berubah.“Fedri …” seolah melihat sebuah harapan, Melinda bersemangat dengan raut wajah yang sangat senang juga menyiratkan kebingungan.“S-suruh dia masuk Arlin, Arlin … terimakasih untuk semuanya” ucap Melinda.“Baik nyonya, oya, aku sekalian pamit nyonya, aku permisi” ucap Arlin untuk terakhirnya di rumah itu.Ar
"Um, apa aku harus berbicara berdiri seperti ini?" tukas Fedri.Arlin menghela nafas sesaat.“Hmm,baiklah, masuklah, tapi tolong sebentar saja ya tuan” ucap Arlin yang akhirnya mempersilahkan Fedri masuk.“Silahkan duduk” Arlin mempersilahkan Fedri duduk di sofa sederhana di rumah sewa yang juga sederhana.“Begini, apa kau tidak bisa kembali merawat nyonya Melinda?, dia sepertinya sedikit stress dengan kelakuan suaminya, sebaiknya ada seseorang yang bisa menghiburnya”Ucap Fedri dengan kedua lengan bertumpu pada lututnya.“Maaf tuan, tapi aku sudah memutuskan untuk tidak kembali kesana selama suami nyonya Melinda ada disana” ucap Arlin.“Hah?, apa itu berarti kau bermasalah dengan suami Melinda?” wajah Fedri tiba-tiba serius.“Ah, bukan, bukan seperti itu, tapi aku hanya tidak kuat dengan sikap tuan Vardyn, karenanya aku memutuskan untuk berhenti dari sana”“Benar dugaanku, ini semua pasti karena pria brengsek itu” geram Ferdi.“Tapi, ini juga tidak sepenuhnya salah tuan Vardyn, karena
Beberapa hari kemudian,“Duduklah nak. Siapa namamu tadi?” tanya seorang wanita tua, berambut coklat bercampur putih perak karena uban yang hampir merata menebar di rambutnya.“Aku Arlin nyonya” jawab gadis cantik berparas lembut itu yang tengah duduk di kursi kayu jati berukiran indah.“Ah ya, nak Arlin. Aku cuma punya tiga orang disini, supir pribadi, tukang kebun dan pelayan yang bertugas bersih-bersih. Jadi selebihnya adalah tugasmu, bagaimana nak Arlin? Apa kau sanggup dengan pekerjaan ini?” ucap wanita tua yang di kenal dengan sebutan nyonya Rubby.“Apa memasak termasuk pekerjaanku nyonya?” tanya Arlin memastikan.“Ya jika kau sanggup, karena selama ini aku hanya membeli makanan dari luar, kalau kau bisa memasak itu lebih bagus”“Baiklah, aku akan coba untuk mengerjakan sesuai kemampuanku nyonya”“Baiklah, terimakasih nak”“Oya nyonya, apa anda tinggal hanya sendirian?, maksudku apa anda memiliki keluarga yang lain?”“Suamiku sudah lama meninggal, dan aku memiliki seorang putra,
Jericho terus mencari gadis itu, sampai ia menemukannya, ternyata gadis itu sedang memberi makan kucing liar di kebun belakang, karena kebun belakang bisa di lalui dari pintu dapur.Arlin berjongkok memberi makan kucing di kebun belakang tersebut. Kemudian ia berdiri dan ketika membalik badan, jantungnya serasa copot, nafasnya seolah berhenti sejenak, matanya yang indah membulat sempurna.Seorang pria yang ia kenal, dengan sangat tiba-tiba menyergapnya sambil menutup mulut Arlin dengan telapak tangannya yang kokoh.Tangan sebelah pria itu menahan kepala Arlin dari belakang.Arlin tidak mampu berteriak. Mata gadis itu terlihat tegang membulat dan menyiratkan keterkejutan, ketika pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah Arlin dengan mulut gadis itu yang masih tersumbat telapak tangan kokoh pria itu.“Ssst!!, jangan berisik! Aku mau kau diam!” ucap pria itu dengan suara sedikit pelan.Dengan perlahan pria itu melepaskan tangannya dari mulut Arlin.“Kita bertemu lagi -pelayan-, sekarang kau
“Mau sampai kapan kau berdiri disitu?!” ucap pria itu lagi, kemudian ia memejamkan matanya dengan santai.“Aku akan memanggil si mbak saja untuk membereskan kamar anda” ucap Arlin yang akan beranjak keluar.“HEY!! DIAM DISITU!!” suara Vardyn tiba-tiba pecah menjadi keras, membuat Arlin terkejut lagi dan berhenti melangkah.“Aku mau kau yang mengerjakannya! Bukan si mbak!” perintah Vardyn yang terlihat sedikit geram.“Kenapa tuan selalu memperlakukan aku sebagai pelayan?!, aku adalah perawat nyonya Rubby!, Pe-ra-wat!, bukan pe-la-yan!” akhirnya Arlin bisa memuntahkan kekesalanya.“Apa bedanya itu disini, sama-sama bekerja untukku dan mamaku”Tiba-tiba nyonya Rubby sudah ada di belakang Arlin.“Ada apa nak?, kenapa sepertinya ada ribut-ribut?, apa putraku membentakmu?” tanya nyonya Rubby yang nafasnya sedikit tersengal karena sehabis menaiki tangga.Arlin spontan menoleh kebelakang.“Ah, nyonya?!”“Mama?!, kenapa ke atas?” Vardyn langsung bangkit dari berbaringnya.“Aku mendengar kalian
“Sebenarnya aku sangat senang dan kerasan disini nyonya, apalagi anda sangat baik padaku, tapi … ,sepertinya aku tidak bisa lama untuk bekerja disini” ucap Arlin yang masih bingung untuk mengungkapkan alasan yang sebenarnya kenapa ia ingin pergi dari sana.“Apa, jangan-jangan, karena kelakuan putraku?!” tiba-tiba mata Arlin memandang wajah wanita di hadapannya.“Apa yang dia lakukan padamu nak?, katakanlah?!” nyonya Rubi menguncang pundak Arlin.“D-dia tidak melakukan apa-apa nyonya, hanya saja, tuan Vardyn, maksudku tuan Jerico agak kasar memperlakukanku” ucap Arlin dengan suara lirih.“Hmm, maafkanlah putraku sayang, nanti aku akan bicara padanya. Tapi ingat!, kau jangan pergi dulu dari sini” nyonya Rubi buru-buru menemui Vardyn yang entah sedang berada dimana pria itu sekarang.Beberapa saat kemudian, Arlin yang tengah membuat teh hangat untuk dirinya sendiri di kagetkan dengan kehadiran Vardyn yang di geret lengannya untuk menghadap Arlin.“Apa-apaan ini ma?!” tanya Vardyn sambil m
“Kenapa anda jahat sekali!” geram Arlin.“Aku tidak jahat, tapi aku bisa jahat jika seseorang menolak keinginanku”“Kenapa anda memaksa sekali” “Sudahlah Arlin!, bisakah kau mengiyakan saja permintaanku!” tegas Vardyn.Arlin hanya menghela nafas panjang. “Baiklah!, tapi tolong jangan perlakukan aku dengan kasar” “Itu bukan otoritasmu untuk memerintahku, tugasmu adalah melayaniku dan mematuhiku, kau paham!” Vardyn menatap mata Arlin.“Tapi bagaimana tugasku sebagai perawat nyonya Rubi?” “Kau masih tetap menjadi perawat mamaku, kau tetap akan menerima gaji darinya, dan kau menjadi pelayanku, dan kau juga menerima gaji dariku, bukankah itu sesuatu yang menguntungkan untukmu?” tukas Vardyn .“Tidak juga, itu berarti pekerjaanku akan semakin berat” “Tidak berat, karena kau akan melayaniku ketika hanya aku pulang kesini, dan aku akan kembali ke apartemen untuk beberapa pekan”“Lalu, apa yang harus kulakukan sebagai pelayan anda?, apa aku harus menyiapkan makanan atau pakaian anda?” tany
Arlin diantar pulang oleh Rey. Di dalam mobil, mereka lebih banyak diam, memendam perasaan masing-masing.“Tuan Rey, besok kau tidak perlu repot untuk mengunjungiku dan menjagaku seperti ini. Aku tahu kesibukanmu” akhirnya satu kalimat terlontar dari bibir Arlin setelah sebelumnya beberapa saat hening.“Benarkah kau tidak membutuhkan aku?” tanya Rey seolah sindiran halus.Arlin hanya diam dan menunduk.Sepekan berlalu, Vardyn telah kembali ke sisi Arlin. Namun Arlin mendapati sikap Vardyn yang sedikit berubah, ia agak pendiam semenjak kepulangannya dari Luar Negeri.“Richo, kalau ada masalah mungkin kau bisa bercerita padaku” ucap Arlin di sela waktu santai mereka dan di temani suguhan teh melati hangat.“Masalah?, sepertinya tidak ada masalah. Oya, bagaimana kabar bu Siska?, kau bilang tempo hari ingin mengunjunginya?” tanya Vardyn sedikit mengalihkan pembicaraan.“Bu Siska sedang pulang kampung. Aku belum tau apa dia s
“Yup, ini kediaman kecilku” jawab Rey santai.“Kecil?” gumam Arlin.Mereka duduk di sofa mewah tadi. Arlin agak canggung dengan keadaanya. Ia seperti anak desa yang berada di istana megah.“Apa kau tinggal sendirian disini tuan Rey?” tanya Arlin masih menyimpan kekaguman luar biasa pada pribadi Rey yang sedikit demi sedikit terkuak.“Aku tinggal bersama anak buahku dan, ohya … tadi aku ingin mengenalkanmu pada Big Black” Rey mengisyaratkan jarinya pada pria yang berdiri tegak di dekat dinding.Pria itu menghampiri Rey dan menunduk karena Rey berbisik sesuatu padanya. Pria itu mengangguk kemudian berlalu dari sana.Tak lama kemudian, si pria tadi membawa seekor anak macan kumbang yang berbulu hitam mengkilat. Ia di rantai di lehernya. Matanya kuning menyeramkan. Tapi anak macan kumbang tersebut sungguh menggemaskan, bagai kucing hitam yang lucu.“Nah, kenalkan, dia Big Black” Rey menggendong Big Black kemudian mengelusnya. Hewan itu sangat penurut di tangan Rey.“I-ini piaraanmu?. Dia s
“Apa anda tidak sibuk tuan Rey?” tanya Arlin dengan keheranan yang belum sepenuhnya hilang.“Tidak, aku tidak sesibuk Vardyn” jawab Rey entang.“Anda selalu berkata seperti itu” kata Arlin sambil memalingkan wajahnya ke arah jendela.Sesampainya di kediaman bu Siska. Mereka turun dari mobil. Tapi Arlin melihat rumah bu Siska sepi dan seolah sudah ditinggal beberapa hari yang lalu, terbukti dari debu yang menempel di lantai teras.Seorang tetangga sempat menghampiri Arlin, seorang ibu sedang menggendong anak bayinya melangkah mendekat kearah Arlin.“Cari bu Siska ya, Mba?” tanya si ibu sopan.“Ah, iya bu, apa bu Siska pergi ya?” Arlin juga menjawab sopan.“Iya, bu Siska sedang pulang kampung, sudah beberapa hari yang lalu” ujar si ibu tersebut.“Oh, gtu ya bu. Saya gak tau bu. Baik, terimakasih ya bu, permisi” kata Arlin sambil sedikit menundukan kepalanya.“Iya, Mba sama-sama” Arlin mendekat
Kemudian Vardyn mendekati istrinya dan mereka menikmati kebersamaan di malam itu.Hari kepergian Vardyn ke Luar Negeri sedikit berat untuk Arlin, walau suaminya hanya pergi untuk beberapa pekan, tapi tetapi ia akan menjalani hari-harinya dengan sendirian.Arlin menatap punggung Vardyn ketika pria itu sudah akan beranjak ke mobil sedannya setelah sebelumnya mencium dan mengucapkan kata-kata perpisahaan sementara diantara mereka.Dari dalam pintu mobil yang kecanya terbuka, Vardyn menyembulkan kepalanya sambil menoleh ke belakang dan memberi lambaian tangan pada Arlin, sambil memekik agak keras, “Rey akan datang siang ini, sayang. Kau tunggu saja ya. Dah! aku pergi!”“Hah?! tuan Rey akan kesini siang ini?” ekspresi terkejut Arlin tidak sempat di saksikan suaminya, karena sudah berlalu dari sana.Arlin yang masih berdiri di posisinya masih tercengang dengan kata-kata terakhir dari Vardyn. “Dia serius akan mengirim tuan Rey untuk menemaniku”
“Vardyn, aku tahu kau masih memikirkan tentang penabrak mobilmu. Bagaimana jika pelaku penabrak mobilmu ditemukan?, apa yang akan kau lakukan?” tanya Rey.“Entahlah, mungkin aku ingin pelakunya merasakan apa yang aku rasakan. Kehilangan sebuah harapan, merasakan sakit yang mendalam” ujar Vardyn terdengar geram.Rey hanya diam dengan pernyataan sepupunya itu.“Oya Rey, sebenarnya aku ingin meminta tolong padamu, tapi aku khawatir kau tidak akan bersedia”Rey mengerutkan alisnya. “Memangnya kenapa aku harus tidak bersedia?,” tanya Rey penasaran.“Pekan ini aku harus pergi ke Luar Negeri. Ada bisnis yang harus kujalani. Aku khawatir jika meninggalkan Arlin sendirian. Maukah kau menjaganya sementara aku pergi?”“Hah?, apa kau gila Vardyn?!. Dia istrimu, mana mungkin aku menjaganya disini” tolak Rey dengan wajah heran.“Nah, kan. Aku sudah tahu jawabanmu” kata Vardyn datar.“Bukan begitu maksudku. Apa kau yakin istri
Entah darimana datangnya, aliran deras air mata yang tiba-tiba melucur jatuh membasahi selimut Arlin. Wanita itu sudah bisa menerka apa yang terjadi walau dokter belum menjelaskannya.“A-apa itu tentang bayiku dokter?” tanya Arlin, suaranya bergetar diiringi tangis yang mulai membuncah.“Maaf nyonya, iya benar, bayi anda tidak selamat, akibat guncangan hebat maka kandungan anda mengalami pendarahan, dan terpaksa kami harus mengangkat rahim anda karena beberapa resiko yang akan kami jelaskan nanti” jelas dokter yang membuat Arlin memecahkan tangisnya.Arlin menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Dengan segera bu Siska yang sudah mengetahui yang sebenarnya memeluk Arlin dengan erat.Tangisan Arlin tumpah dalam pelukan bu Siska, kini keduanya berduka dan menangis.“yang sabar ya sayang …” hanya itu yang mampu di ucapkan bu Siska dengan isak tangisnya dan suaranya yang bergetar hebat.Sedangkan Arlin hanya lemas dengan air mat
“Arlin!, jangan-jangan kau hamil!” Vardyn mengeraskan suaranya menandakan semangatnya.“Hamil?” ucap Arlin yang masih menahan mualnya.“Ayo bergegas, kita ke rumah sakit!” ucap Vardyn sambil melangkah cepat ke kamar untuk mengganti pakaian.“Benarkah dok?!, istriku hamil?” wajah kegembiraan Vardyn tak bisa di sembunyikan, ia sangat bahagia mendengar Arlin hamil, karena memang selama ini ia ingin sekali memiliki keturunan.“Ya pak, usia kandungan istri bapak baru berjalan satu minggu lebih, hampir dua minggu” jelas Dokter yang memeriksa Arlin.Arlin dan Vardyn saling memandang sambil tersenyum bahagia. Hari demi hari yang mereka lalui seolah semua sempurna. Arlin juga sangat beruntung karena Vardyn mencintainya sepenuh hati. Sikap pria itu kini sangat berbeda dengan ketika pertama kali ia bertemu.Usia kandungan Arlinpun semakin membesar, sudah tiga bulan wanita cantik itu mengandung benih Vardyn.“Sayang, bukankah ini terlalu cepat, pakaian bayi bisa kita beli ketika usia kandunganku
Arlin sedikit mendongak, ia menatap wajah Rey tanpa berkata apa-apa. Tanpa disadari mereka berdua mendekat.Rey memiringkan sedikit wajahnya, jemarinya memegang lembut leher belakang Arlin, mereka berdua menautkan bibir dalam sebuah rasa yang sama walau tak bisa bersatu.Arlin seolah tidak ingin saat itu berakhir, namun semua harus diakhiri.“Jaga dirimu baik-baik Arlin” Rey kembali mengecup kening Arlin dengan lembut. Karena bisa jadi setelah ini mereka tidak akan bertemu untuk waktu yang cukup lama.“Tuan Rey, aku…aku sangat mengagumimu” ucap Arlin lembut.“Aku juga … kau adalah wanita yang spesial untuk pria manapun” Rey mengelus pipi Arlin.“Apa kita akan bertemu lagi tuan Rey?” ucap Arlin lirih.“Aku harap begitu dan aku pasti selalu menginginkannya ” Rey menghela nafas.“Baiklah mari kita kembali ke dalam, mungkin Vardyn mencari kita” ujar Rey sambil berlalu dari hadapan Arlin, mungkin tak sanggup menatap lama gadis yang dicintainya itu.Arlin menatap punggung pria itu seolah ti
Vardyn yang datang dari arah belakang Arlin langsung menghampiri Rey. Mereka saling berpelukan. Rey mencoba menguatkan Vardyn dan memintanya untuk bersabar.“Bibi Rubby adalah wanita terbaik yang pernah kutemui” ujar Rey pada Vardyn sambil menepuk-nepuk punggung sepupunya.“Yah, kita semua kehilangan” ucap Vardyn.“Dia tidak bisa menghadiri pernikahan yang sangat diinginkannya, mama sangat ingin memiliki menantu Arlin, andaikata aku lebih awal mengenal Arlin”“Hey, tidak ada yang sia-sia, semua pasti sudah diatur seperti itu” ujar Rey “Jadi kapan pernikahanmu?”“Bulan depan semua sudah siap, Hey jangan bilang kau akan kembali ke luar negeri” ucap Vardyn sambil merangkul sepupunya.“Sayangnya, itu benar, aku harus kembali secepatnya” ucap Rey sambil menunduk kemudian melihat kearah Vardyn.“Ck!, kau sok sibuk!, apa tidak bisa sehari saja disini hadir di pernikahanku” decak Vardyn.“Hey, aku memang orang sibuk bun