"Apa maksud semua ini, Rafael? Apa? Mengapa kau mengajakku bertemu dengan mereka, apa maksudmu?" Alba tidak bisa menahan perasaannya saat ia dan Rafael sudah berada di ruang kerja pria itu. Mereka meninggalkan ruang rapat tanpa mempedulikan semua orang di sana lagi. "Maafkan aku, Alba. Aku juga tidak tahu mereka akan datang karena tidak ada yang membuat janji. Mendadak mereka muncul dan apa kau tidak mengingat mereka, Alba? Ayah dan ibumu, adik, dan ... suamimu ...." Suara Rafael mendadak bergetar saat menyebut kata suami. Alba yang mendengarnya ikut bergetar dan air mata langsung menggenang di pelupuk matanya. "Apa maksudmu, Rafael? Suamiku hanya kau, Rafael Williams! Aku tidak punya suami yang lain. Aku tidak mengingat semuanya dan ... aku baik-baik saja tanpa mengingat siapa pun, Rafael. Lagipula apa yang bisa membuktikan bahwa mereka keluargaku kalau aku mengingatnya saja tidak, hah? Mengapa kau memaksaku mengingat mereka?" Suara Alba terdengar frustasi kali ini sampai Rafae
"Kita harus membuat rencana lain, Kak Jackson! Kita tidak bisa diam saja seperti ini! Wanita itu benar-benar Kak Sophia, aku yakin itu, dan itu berarti dia akan kembali ke rumah ini, lalu kita akan mengulang semuanya dari awal lagi!" Gemma langsung mengajak Jackson bicara begitu mereka tiba di rumah. Sejak bertemu Alba, Gemma tidak bisa tenang. Begitu juga dengan Jackson yang tidak bisa berpikir lagi. "Sial! Biarkan aku berpikir, Gemma! Biarkan aku berpikir! Masalahnya ada pada Ayah yang ternyata sangat agresif begitu mengetahui tentang wanita itu." Sungguh, Jackson dan Gemma tidak menyangka Lewis yang selama ini begitu sabar bisa agresif sampai memukul Rafael tadi. Ini di luar perkiraan, karena itu, mereka pun harus bertindak dengan sangat hati-hati. Jackson pun terus mengembuskan napas panjangnya dan berusaha untuk tenang. "Dengar, Gemma! Sementara ini, bukankah dia amnesia? Itu akan lebih aman untuk kita dan kita bisa membatasi gerakannya. Kalau dia kembali nanti, jangan ijink
Sophia masih tidak bisa mengingat di mana dirinya berada saat ini. Namun, Sophia yang panik pun segera turun dari ranjangnya. Sophia mengedarkan pandangan ke sekeliling sebelum ia mencoba mengintip keluar kamar dan kosong. Rumah itu besar tapi sepi. Entah apa yang terjadi sebenarnya, tapi yang Sophia tahu hanyalah ia harus segera pergi dari sini. Sophia pun akhirnya meraih apa yang bisa ia raih. Tas tangan yang biasa Alba bawa. Entah mengapa Sophia merasa tas itu adalah miliknya, walaupun Sophia tidak ingat kapan ia memilikinya. Sophia pun membukanya dan ada dompet di sana dengan uang di dalamnya. "Baiklah, aku akan membawanya. Entah ada di mana ini, tapi aku harus pulang dan aku butuh uang," seru Sophia yang juga menyambar ponsel di meja. Untuk sesaat, Sophia kembali terdiam melihat fotonya di ponsel itu dengan seorang pria yang bukan Jackson."Siapa ini? Tapi sial! Itu tidak penting! Aku harus pergi dari sini!" seru Sophia dengan penuh tekad. Di sisi lain, Lewis sudah tidak tah
Jantung Sophia sudah berdebar tidak karuan saat pelayan dan Ivana mulai menghalanginya untuk pergi. Sophia pun masih begitu panik saat mendadak suara seorang pria terdengar bersamaan dengan suara sepatu berlari. Sontak Sophia menoleh dan air matanya langsung menggenang di pelupuk matanya saat ia melihat ayah dan suaminya di sana. Sophia masih belum mengingat jelas tentang semuanya, tapi ada perasaan seolah ia sudah lama sekali tidak bertemu dengan keluarganya dan pertemuan ini sangat mengharukan bagi Sophia. "Ayah! Ayah!" teriak Sophia yang membuat sang pelayan dan Ivana makin bingung. "Sophia!" teriak Lewis juga yang sudah berlari mendekati Sophia. Jackson sendiri ikut berlari dan saat security akhirnya ingin mencegah Jackson, pria itu pun melepaskan tinjunya memukul sang security. "Jangan sentuh aku!" "Tapi berhenti, Pak!" Buk!Jackson kembali memukul security itu, sedangkan Lewis dan pengacara membebaskan Sophia dari Ivana. Sophia langsung menghambur ke pelukan Lewis dan me
Ivana sudah begitu panik menghubungi ponsel Rafael untuk memberitahu apa yang terjadi di rumah, tapi sialnya, Rafael tidak mengangkat teleponnya."Ck, Rafael tidak mengangkat teleponnya. Onad juga. Apa yang mereka lakukan!" Ivana memekik kesal sambil membanting ponselnya. Ivana pun masih terus mengomel sampai tidak lama kemudian, akhirnya Yola pun datang ke sana terlambat dan Yola langsung membelalak mendengar bahwa Alba sudah pergi dari sana. Jantung Yola berdebar tidak karuan sampai tubuhnya gemetar, apalagi pelayan di sana menceritakan semuanya dengan begitu detail termasuk bagaimana para pria itu memanggil Alba dengan sebutan Sophia. "Apa? Alba sudah pergi? Alba pergi meninggalkan rumah?" lirih Yola yang tidak tahu lagi bagaimana mengungkapkan perasaannya. Cemas, takut, kehilangan, sedih, dan semuanya campur aduk sampai untuk sesaat ia sama sekali tidak tahu harus berkata apa dan berbuat apa. Ivana sendiri langsung mengomeli Yola. "Mengapa kau baru datang, hah? Alba pergi, ta
"Sekali lagi maaf, Pak! Kita akan membuat jadwal makan siang di lain waktu ya," seru Onad sungkan. "Oh, tenang saja, untuk bisnis kita, semuanya akan tetap berjalan seperti rencana. Jangan khawatir, Pak.""Terima kasih banyak, Pak," sahut Onad lagi yang begitu sungkan karena meninggalkan rekan bisnisnya begitu saja. Setelah menerima telepon dari Yola, Rafael pun langsung berlari ke mobilnya tanpa peduli apa pun. Bahkan, Rafael tidak berpamitan pada siapa pun sampai Onad menggantikannya berpamitan cepat pada semua orang yang ada di sana. Onad pun mengejar Rafael dan hampir saja ditinggalkan karena Rafael begitu terburu-buru pulang untuk mencari Alba. Untung saja Onad berhasil masuk ke mobil dan sampai saat ini, Rafael pun masih menyetir seperti kesetanan sampai Onad pun berpegangan begitu tegang. Sesekali Onad akan menoleh untuk bicara dengan Rafael namun Onad langsung terdiam saat melihat beberapa tetes air mata yang merebak di mata pria itu. Benar kata Yola kalau mereka tidak p
Suasana masih begitu tegang saat akhirnya Rafael dan Jackson berhadapan dengan tangan Rafael yang masih mencengkeram kerah kemeja Jackson. Onad yang melihatnya sudah begitu panik, namun kedua pria itu tetap belum mau menghentikan aksi mereka yang saling bertatapan dengan begitu tajam. Rafael sendiri masih terdiam dengan rahang yang mengeras. Tentu saja ia sudah tahu kalau Sophia Lewis adalah istri Jackson, tapi wanita itu juga adalah istri yang sangat Rafael cintai. "Apa pun itu, Pak Jackson! Tapi biarkan aku bertemu dengannya. Aku mau melihat Alba!" "Berhenti memanggilnya Alba! Dia Sophia. Alba hanyalah sosok wanita yang kau ciptakan untuk menjadi pendampingmu. Entah kau sudah melakukan kebohongan apa saja untuk memaksanya menikah denganmu, tapi setelah Sophia kembali pada kami, tidak akan kuijinkan kau menyentuhnya sedikit pun!" geram Jackson. Sungguh, masih banyak hal yang harus Jackson selidiki tentang semua ini, tapi saat ini, Jackson akan menempatkan dirinya di pihak Sophia
"Aku sangat merindukan Ibu." Sophia memeluk Jenni sambil berbaring di ranjangnya malam itu dan merasakan kehangatan yang rasanya sudah sangat lama tidak ia rasakan. "Ibu juga merindukanmu, Sophia," seru Jenni yang tidak berhenti menciumi anak kesayangannya itu. Ya, Sophia adalah anak kesayangannya. Walaupun sudah berusaha keras untuk adil, tapi tidak dapat dipungkiri, Sophia adalah anak kesayangannya. Bukan karena Sophia adalah anak kandungnya, sedangkan gemma bukan. Tapi memang sifat Sophia sendiri berbeda dengan Gemma. Sophia lebih tegas, mandiri, walaupun kadang terlihat ketus di luar, tapi hati Sophia begitu lembut. Berbeda dengan Gemma yang memiliki sifat yang sedikit pendendam dan iri hati. Ya, Gemma memiliki sifat seperti itu, tapi Jenni tetap menyayangi Gemma karena Jenni tidak pernah menganggap Gemma anak angkat lagi, tapi sudah seperti anak kandung. "Jangan pergi lagi, Sophia," ucap Jenni lagi. Sophia tersenyum dalam pelukan ibunya itu. "Tidak akan, Ibu. Tapi apa Ayah