"Jangan bertele-tele! Katakan saja apa ingin kau ucapkan!" tegur Aldrick tidak ingin berbasa-basi. Liam menarik nafas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan, kemudian pria itu menatap sahabatnya yang sedang berdiri di hadapannya. "Natalie, mengalami pendarahan yang mengakibatkan janin yang ia kandung tidak dapat kami selamatkan dan kondisinya saat ini sedang berada dalam masa kritis akibat kehabisan banyak darah. Tim medis juga akan melakukan beberapa pemeriksaan karena sepertinya pasien mempunyai penyakit yang sedang diidap," jelas Liam panjang lebar. Sedangkan Aldrick sendiri yang baru saja mendengar hal itu, wajah pria itu sama sekali tak berubah dan menampakkan wajah sedih karena baru saja kehilangan calon anaknya. Melihat reaksi sahabatnya membuat Liam merasa geram, bagaimana bisa ada seorang pria yang sama sekali tidak memiliki belas kasih pikirnya. "Maxim, akan mengurus segala sesuatu tentang wanita itu, karena besok aku harus ke Roma untuk perjalan bisnis," ucap Ald
"Tidak akan ada yang bisa keluar dari Mansion tanpa izin dariku! Apalagi orang itu adalah dirimu!" ucap Aldrick menatap dingin pada wajah Natalie. Ditatap seperti itu membuat wanita itu hanya mampu mencengkram selimut dengan sangat erat, menunduk ketakutan dengan tubuh yang mulai bergetar. Wanita itu mulai mengingat kembali penyiksaan yang dilakukan oleh pria yang sedang berdiri tak jauh dari tempat tidur. Melihat gelagak ketakutan gadis itu, Liam segera menggenggam tangan Natalie dan mulai menenangkannya. "Tenanglah, ada aku disini. Dia tidak akan berani berbuat sesuatu padamu," Liam berucap sambil menatap Natalie dengan tatapan teduhnya. "Pastikan kondisinya akan segera membaik dan dia akan aku bawa kembali ke Mansionku!" Aldrick berucap dengan tegas. "Dokter…" cicit Natalie melihat ke arah Liam. Liam sendiri hanya memberikan senyuman kepada gadis itu. "Tidak ada alasan untukmu lagi agar bisa membawanya ke tempatmu karena anak yang dikandung telah tiada. Jadi dia sudah bukan
"Jangan tegang seperti itu. Aku hanya bercanda," ucap Liam sambil tertawa ketika melihat raut wajah terkejut Natalie. Mendengar hal itu membuat Natalie tersenyum canggung. Liam kemudian menuntun Natalie menuju dimana kamar wanita itu berada. "Ini kamarmu, kuharap kamu cocok dengan dekorasi dan nuansanya," ujar Liam tersenyum hangat. Natalie membalas senyuman pria itu, "Tidak, aku bisa tinggal dan tidur dimana saja tanpa melihat kondisi ruangan dan juga aku justru semakin merasa merepotkan," imbuh wanita itu merasa sungkan. "Sudahlah tidak perlu merasa sungkan seperti itu, anggap saja kamu tinggal di rumah sendiri," balas Liam. "Ya sudah kalau begitu aku keluar dulu. Beristirahatlah," sambungnya lagi lalu berjalan keluar dari kamar Natalie. Di pagi hari Natalie, bangun lebih awal. Wanita itu berjalan menuruni anak tangga dan menuju dapur. Di rumah ini memang Liam tidak mempekerjakan seorang asisten rumah tangga karena berpikir dia hanya tinggal sendiri dan pekerjaan rumah juga
"Natalie, malam ini aku ada acara peresmian salah satu rekan kerjaku. Apakah kamu bisa menemaniku?" tanya Liam. Mendengar pertanyaan Liam membuat Natalie terkekeh, "Kenapa kamu tertawa? Apa ada yang salah dengan pertanyaanku?" Liam kembali bertanya dengan wajah bingungnya. Natalie menyahut, "Tidak ada yang salah dengan pertanyaanmu. Hanya saja kamu salah mengajak orang. Bagaimana bisa kamu mengajak wanita sepertiku untuk datang ke acara rekan kerjamu," "Memangnya apa yang salah dengan dirimu? Kamu bukan wanita cacat yang tidak berjalan, lalu apa salahnya aku mengajak dirimu," "Aku ini wanita rendah yang tidak pantas untuk kamu ajak kemana-mana, Liam," jawab Natalie merasa dirinya sangat rendah dan tidak pantas dibawa kemanapun. Malam hari pun tiba di sebuah gedung mewah saat ini diselenggarakan sebuah pesta peresmian salah satu perusahaan.Seorang pria dengan setelan tuxedo berwarna hitam, baru saja turun dari mobil bersama dengan seorang wanita memakai gaun berwarna merah yang
"Hei! Ada apa denganmu?" tanya Aldrick yang baru memasuki toilet ketika ia mendengar suara kaca pecah. Natalie, yang hampir saja terhuyung di atas lantai saat ini sedang berada dalam dekapan Aldrick. Tidak dapat menjawab karena saat ini Natalie kesulitan untuk bernafas, kesadarannya pun mulai hilang. Aldrick merogoh saku jasnya lalu mengambil ponselnya dan menelpon Maxim. "Siapkan mobil kita pulang sekarang!" perintahnya lalu langsung mematikan sambungan telepon. Aldrick, langsung menggendong Natalie dan berjalan keluar dari toilet dan menuju pintu keluar. Di depan gedung Maxim sudah menunggu dengan mobilnya, lalu dengan sigap membuka pintu mobil saat melihat kedatangan majikannya. Sementara di dalam gedung Liam, yang merasa aneh karena sudah lama Natalie ke toilet tapi belum juga kembali. Pria itu dibuat cemas dan akhirnya memutuskan untuk memeriksa ke toilet. Namun disana dia tidak menemukan keberadaan orang yang dicari. "Permisi! Apa ada yang melihat wanita memakai gaun ber
Mendengar bahwa Natalie, keracunan membuat Liam terkejut tapi tidak dengan Aldrick yang hanya memasang wajah tenang. Bukan tanpa alasan pria itu bersikap demikian. Tapi dia sudah mencurigai seseorang yang berbuat demikian kepada Natalie. "Lalu apakah Natalie harus dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut?" tanya Liam kepada Dokter wanita yang saat ini masih memeriksa Natalie. "Untuk saat ini mungkin beliau bisa di rawat di rumah saja, saya akan menginfus pasien agar sisa-sisa racun dari dalam tubuhnya bisa keluar. Tapi jika dalam waktu 24 jam kondisi pasien memburuk, maka sebaiknya langsung dibawa ke rumah sakit," ucap sang Dokter dan mulai memasangkan selang infus di pergelangan tangan Natalie. Setelah melakukan tugasnya Dokter wanita itu pun pamit pergi dan kini hanya ada Aldrick dan juga Liam yang saat ini memandang ke arah Natalie. "Pulanglah!" ucap Aldrick. Liam melipat kedua tangan di depan dada, "Kau mengusirku?" Aldrick mengedikkan kedua bahunya d
Natalie Sherina, gadis berusia 22 tahun yang hidup Sebatang Kara di kota besar yang berada di Italia tepatnya di ibukota Roma. "Selamat menikmati tuan dan nyonya," ucap sang gadis yang saat ini memakai pakaian pelayan khas Cafe. Natalie merupakan seorang pelayan cafe yang berada di kota tersebut, di usianya yang masih sangat muda dirinya sudah harus menanggung beban dan juga cara bertahan hidup di kerasnya kehidupan yang berada di kota itu. Hidup seorang diri tanpa tahu dari mana asal usulnya, membuat sang gadis harus bisa hidup dengan Mandiri. Setelah seharian bekerja di cafe kini waktunya ia pulang, di depan Cafe ternyata ia telah Ditunggu oleh sahabatnya Lusi, Iya adalah satu-satunya sahabat dan sudah dianggap seperti saudara sendiri oleh Natalie. Mereka berkenalan di saat waktu kuliah dulu. Sore ini kedua wanita itu berencana untuk makan malam di sebuah restoran. Tak butuh waktu lama mereka pun telah tiba di restoran dan masuk ke dalam lalu memesan makanan. "Natalie, apa kau
"Pelayan! Apa yang kalian lakukan!""Bersihkan semua kekacauan itu atau aku akan memberi kalian hukuman!" teriak Aldrick dengan mata yang masih tertutup. Bibi Elma datang dengan nafas ngos-ngosan saat mendengar teriakan dari majikannya, kepala pelayan itu masuk kedalam kamar Aldrick dan melihat Natalie yang terjatuh di atas lantai. "Astaga! Apa yang terjadi padamu, Nona," bisik Elma.Wanita paruh baya itu berjalan keluar kamar dan memanggil penjaga untuk mengangkat tubuh Natalie yang tak sadarkan diri. "Cepat bawa dia ke rumah sakit," perintah Elma saat melihat Natalie yang berlumuran darah. Setelah memerintahkan para penjaga untuk membawa Natalie ke rumah sakit, wanita itu kembali masuk kedalam kamar dan membersihkan bekas darah juga benda yang berantakan. Setelah beberapa jam Aldrick pun bangun dan segera menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Saat telah selesai mandi lelaki itu keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melingkar pada bagian bawah tubuhnya, tak senga