“Nyonya, kau kenal wanita itu?” ucap Ezhar sambil menunjuk Karina.
Maira menoleh. “Ezhar, dia selingkuhan, Dion.”
Ezhar semakin tercengang, apa dia mimpi atau pendengarannya yang terganggu. Mengingat dirinya saja Maira tak bisa, tetapi dalam sekali lihat Maira bisa mengenali Karina.
“Dari mana, Anda tahu, Nyonya?”
Maira bingung bagaimana menjawab pertanyaan Ezhar, ia sendiri pun tak tahu kenapa ia bisa mengenali Karina.
“Aku tak tahu,” jawab Maira yang terlihat bingung.
Ezhar menoleh ke arah Karina, tak lupa ia mengacungkan jempolnya sebagai tanda jika Karina sukses dalam rencana ini. Wanita itu pun melakukan hal yang sama dengan Ezhar tanpa membuat Dion yang berada di sampingnya curiga.
Senyum penuh kemenangan pun tergambar jelas di wajahnya, untuk kedua kalinya ia sukses membuat Maira merasa kalah. Tak mau Dion curiga, Karina pun mengajak sang suami untuk segera meninggalkan tempat itu
Sejak hari itu masa-masa indah mereka kembali tercipta. Tanpa rasa ragu Ezhar memberikan perhatian dan cintanya pada Maira, ia mempergunakan kesempatan emas ini untuk merebut kembali hati Maira.Tak terasa dua bulan sudah berlalu semenjak Maira amnesia. Setiap hari Ezhar melakukan hal yang sama saat ia mencoba mencuri hati Maira dulu. Dalam keadaan mengingat sebagian ingatannya terutama saat ia ingat siapa Karina membuat Maira memilih lebih dekat dengan Ezhar. Kedatangan Dion pun sama sekali tak membuatnya bahagia. Apalagi setelah ia mengklaim jika dirinya telah mencintai Ezhar. Semua perasaannya seakan hanya untuk si supir tampan itu.Ia tak memedulikan lagi ingatan masa lalunya yang masih buram itu. Yang ia tahu saat ini ia mencintai Ezhar meski semua itu masih ia pendam. Ia ingin sekali lelaki yang ia cintai itu menyatakan perasaannya, karena ia lupa bagaimana rasa bahagia saat orang yang ia cintai menyatakannya.Ezhar dapat membaca semua dari wajah Maira, ap
Ezhar spontan memencet remot yang ada di tangannya, dan musik pun berhenti seketika kala Maira mengucapkan kata maaf. Ezhar berdiri kembali, ia sangat terkejut dengan jawaban yang Maira berikan. Ia pikir wanita itu akan menerimanya, akan tetapi keadaan ini di luar pemikirannya. Bahkan ini lebih buruk dari lamarannya waktu itu.“Maaf, aku yang salah. Beraninya aku mencintai majikan ku yang sudah mempunyai pasangan. Aku memang kurang ajar,” ucapnya penuh kekecewaan.Maira hanya terdiam, ia sama sekali tak mendengarkan ucapan Ezhar karena bayangan pengkhianatan Dion dan Karina memenuhi kepalanya. Maira berpikir apakah hubungannya dengan Dion masih bisa di pertahankan?“Jika aku menerima, Ezhar itu sama saja tak ada bedanya aku dengan, Dion. Tapi ... Aku mencintai, Ezhar dan aku bahagia jika bersamanya,” ucap Maira dalam hati.“Aku tahu kau ragu, tapi aku harap kau mengikuti isi hatimu.” Imbuh Ezhar yang jelas membuat Maira
Seperti janjinya pada Ezhar, Karina mulai melancarkan rencananya, ia mengingat semua momen yang paling berkesan bagi Maira. Ia pun ingat saat ia mendatangi rumah Dion dulu, dan meminta Maira melepaskan Dion untuknya. Namun, wanita itu kekeh tak mau melepaskannya.Karena penolakan Maira, Karina pun merencanakan sesuatu yang membuat Dion membenci istri pertamanya hingga saat ini.Dengan penuh percaya diri, Karina mendatangi kediaman Dion. Marah, itu pasti saat ia harus membiarkan wanita yang ia anggap sebagai penggalang dulu dan susah payah ia singkirkan malah kembali lagi ke rumah suaminya.“Aku akan menyingkirkan mu untuk yang kedua kalinya, Maira!” gumam Karina saat sampai di depan pintu rumah itu.Pandangannya mulai menyapu ke segala arah untuk mencari keberadaan Maira. Tak lama mbok Rati pun keluar dari dapur untuk melihat siapa yang datang.Sekuat tenaga mbok Rati menahan amarahnya saat kembali melihat wanita yang sudah menghancurka
Maira dan mbok Rati menaiki taksi untuk menuju rumah orang tua Maira. Sepanjang perjalanan Maira memikirkan apa yang baru saja terjadi. Rasanya semua itu tak asing baginya. Ia kembali memaksa otaknya untuk mengingat semua masa lalunya. Hingga rasa sakit yang kerap ia rasakan kembali terasa, bahkan kali ini rasa sakit itu membuat kepala Maira seperti mau pecah. Ia terus memegangi kepalanya, karena rasa sakit itu tak seperti biasanya. Tetapi Maira masih memaksakan ingatannya kembali, apalagi saat satu per satu bayangan masa lalunya muncul.“Ada apa, Nyonya?” mbok Rati mulai panik saat melihat Maira memegangi kepalanya.Maira tak menjawab, ia sedang berjuang menahan rasa sakit itu karena ingin tahu akan masa lalunya. Ia masih ingin bertahan dengan rasa sakit itu asal bisa mengingat masalalu nya, akan tetapi tubuhnya tak sejalan dengan keinginannya. Tiba-tiba saja tubuh Maira lemas, matanya perlahan menutup.Membuat mbok Rati semakin panik.&ldquo
Kabar baik tentang ingatan Maira yang sudah kembali, Ezhar bagikan pada semua keluarga. Baik orang tua Maira dan orang tuanya sangat bahagia mendengar kabar ini. Apalagi mbok Rati, ia sampai menitipkan air mata saat mendengar kabar itu.Siang ini dokter sudah mengizinkan Maira pulang, karena tak ada masalah dengan kesehatannya.Tanpa di perintah Roy sudah menunggu mereka di parkiran, ia ikut bahagia dengan kembalinya ingatan Maira. Ia hampir saja menjadi bahan amukan Ezhar, karena dia adalah salah satu lelaki yang diingat Maira. Ezhar menuduhnya telah melakukan sesuatu yang buruk, karena saat itu hanya kenangan buruk yang Maira ingat.Untung saja ia bisa mencari akal agar Ezhar tak terus marah padanya. Jadi untuk membuktikan semua ia langsung datang ke rumah sakit setelah mendengar kabar jika Maira akan pulang.Wajah Ezhar tampak masam saat melihat Roy dengan senyumnya. Meski Roy sudah menjelaskan semua, tetap saja ia masih curiga pada sahabatnya itu.
Maira mengikuti Ezhar untuk beristirahat di kamarnya. Namun, ada hal yang masih mengganjal di hatinya.“Tania, kemana dia? Dan kenapa saat, Hani akan menjawab pertanyaan ku, Ezhar menghentikannya?” ucap Maira dalam hati.“Aku akan kembali ke kantor, kau istirahatlah. Jika ada apa-apa hubungi aku,” ucap Ezhar sembari mencium keningnya.Maira hanya mengangguk dan tersenyum, otaknya pun langsung bekerja setelah mobil Ezhar terdengar meninggalkan halaman rumah.“Bagus, ini kesempatan ku mencari tahu yang sebenarnya.” Maira meraih tas nya dan segera turun.“Mau ke mana, Nyonya?” tanya mbok Rati yang tiba-tiba muncul di hadapannya.“Mau jalan-jalan sebentar, Mbok.” Maira melanjutkan langkahnya tanpa memedulikan apa yang dipikirkan mbok Rati.Dengan menaiki taksi Maira mendatangi kediaman Hani. Ia berpikir jika hanya Hani yang bisa memberitahunya tentang semua kebenaran yang tak ia
Maira benar-benar pergi dari kantor Ezhar, bukan hanya itu ia pulang ke rumah kekasihnya dan segera membereskan semua pakaiannya. Kali ini ia akan memberikan pelajaran bagi Ezhar. Ia tahu bahkan sangat tahu jika lelaki itu sangat mencintainya, akan tetapi apa yang di lakukan Ezhar salah, bahkan sangat salah.“Lho ada apa, Nyonya?” tanya mbok Rati bingung, karena Maira membereskan barang-barangnya.“Aku mau pulang ke rumah ibu. Tolong sampaikan ke, Ezhar ya, Mbok,” pamit Maira.Ia ingin membuktikan jika ancamannya bukan hanya sekedar untuk menggertak Ezhar. Tapi, ia hanya ingin menegakkan kebenaran. Nyatanya Tania tak bersalah dalam kecelakaan yang membuatnya koma. Tapi, tanpa mendengarkan alasannya, Ezhar sudah membulatkan keputusannya yang tak akan pernah membebaskan Tania. Karena ia menganggap wanita itu adalah dalang dibalik kecelakaan itu.“Nyonya!” panggil mbok Rati sambil mengejar langkah Maira.Namun, wani
Ezhar melepas pelukan Maira, ia juga melangkah keluar dari rumah Maira. Tentu saja wanita itu sangat terkejut. Pikiran negatif pun mulai bermunculan di kepalanya.“Ezhar ...!” teriak Maira.Namun, Ezhar tetap melanjutkan langkahnya meninggalkan Maira.“Ezhar ...!” teriak Maira, ia berharap lelaki itu menghentikan langkahnya. Akan tetapi lelaki itu sudah hilang dari penglihatannya.Ia duduk bersimpuh di lantai dapur, ia tak habis pikir dengan sikap Ezhar. Ia kira lelaki itu mencintainya dan merindukannya. Tapi kenapa Ezhar malah meninggalkannya?“Kenapa semua lelaki sama!” teriak Maira kesal.“Tidak, Maira,” ucap seorang wanita yang berjalan mendekat ke arah Maira.Maira mendongakkan kepalanya saat mendengar suara yang tak asing baginya, ia tak percaya dengan apa yang ada di hadapannya. Perlahan ia berdiri dan berjalan menghampiri wanita itu.“Tania,” lirihnya.&