Gina tampak menunduk setelah percakapannya dengan Vero. Kini ia menatap kosong area dapur tempat melaksanakan makan siang bergantian dengan Alya.
Hati kecilnya seolah terkikis ingin marah pada kenyataan, tapi ia memikirkan ia pun pantas mendapatkan yang sudah menjadi impiannya sejak sekian lama. Perasaan yang telah lama tersakiti, telah diberi warna oleh Revan.
Pria yang sudah memberikannya banyak warna.
Alya tampak membawa bekal, ia memang sudah terbiasa selalu membawa bekal ke Toko. Ia menatap Gina yang tengah melamunkan entah apa. Ia terlihat gelisah, mengembuskan napas kelelahan yang tidak berhenti.
Alya tahu perasaannya.
"Gina," panggilnya menyentuh pundak lembut.
"Eh ... Alya, apa kau tidak memiliki pelanggan di depan?"
"Lagi kosong."
Alya memberesi bekalnya, Gina hanya menatap dengan tatapan kosong.
&nbs
Revan meraih kemeja putihnya, ia mengenakan ke tubuh sempurna yang banyak digilai para wanita. Ia tahu, jika tubuhnya banyak diidamkan kaum hawa termasuk Gina. Ia telah merasakan betapa nikmat ia dalam kungkungan pria tersebut.Ia ingin memutuskan bertemu Gina, ia ingin menunjukkan sikap kalau ia juga berhak memberikan perhatian terhadap Gina. Ia sisir dengan rapi rambutnya ke belakang. Ia tersenyum pulas sambil menyemprotkan cologne. Reavn begitu memukau, bak sedang ingin menyatakan cinta pada wanita yang begitu ia cintai.Revan memang bukanlah tipikal pria yang sukanya mengumbar pesona di hadapan banyak wanita. Sekali ia mencintai, ia akan mencintai satu orang wanita tanpa memikirkan syarat apa untuk sekadar mencintainya saja. Revan memiliki kelembutan luar biasa, ia akan senang membantu kaum wanita yang tertindas.Kecuali dengan Gina, ia memang membantu tapi ia jatuh cinta.Ah!
Vero benar-benar kalut kalau saja memang Revan memiliki wanita lain selainGina menyusun rapi roti yang baru masuk, ia tersenyum penuh raut wajah tersungging memesona. Tampilan yang memperlihatkan kalau ia akan baik saja. Mencintai Revan tanpa siapa pun yang tau. Tidak. Alya mengetahui dan apa saja tentang Gina.Revan akhirnya sampai di Toko Roti, memendarkan pandangannya dan menatap Gina dengan lembut. Seulas senyum tercetak menawan dari pahatan wajah Revan. Embusan napas tertoreh elegan dari bibir sensualnya."Hai," sapanya.Gina menoleh, susah payah menelan saliva. Ia menatap lama wajah tampan dilapisi kulit legam eksotis. Dia memang pria bule yang khas.Gina Syakilla menatap Revan sambil meletakkan kue yang hendak ia susun."Revan, kau sedang apa? K-kenapa?" Gina sedikit gugup."Bertemu denganmu," jawab Revan.Alya yang menatap mereka syok, hanya bisa termangu dan tidak menyangka kalau Revan mulai terangan b
Gina menatap dengan pandangan tak berkedip sedikit pun. Mulutnya tengah terkatup setelah menyadari kalau Aston-suaminya yang memanggil."Istriku?!" Aston tersenyum bak pria iblis sedang memenangkan kehadiran."K-kau sedang apa?"Aston mengernyit, "Hubungan kita kurang baik belakangan ini, kenapa kau seperti tidak menyukai kehadiranku? Kau tergganggu?"Gina menarik napas, tatapan merah nanar. Menggeleng gelisah karena sulit mengatakan apa pun saat ini. Bukankah seharusnya bertemu Revan malam ini?Ke mana pria tersebut?"B-bukan, aku hanya kaget kau hampir tidak pernah laggi menjemputku. Hanya merasa bingung dan kaget.""Gina sayang, aku tau ... aku melakukan banyak kesalahan padamu. Aku juga ingin membuatmu tetap nyaman.""Maksud ucapanmu?""Eh, begini, aku sedang menunggumu pulang. Aku sudah menantikan jam pulangmu. Tapi, aku berkeliling dahulu tadi ke kota."Tubuh Gina mulai gemetar, apa yang baru saja Aston katakan? Ia masih tidak percaya kalau su
Revan menggertakkan gigi, masih di lokasi tempat Gina dan Aston tengah berbincang seolah tidak menyadari kehadirannya. Tidak akan tinggal diam, padahal tadi dia sudah sangat gempar ingin membuat Gina mempercayai dan membawa wanita ia cintai tersebut jauh dari jangkauan orang.Baiklah, kalau memang Gina dan Aston menginginkan persaingan di mulai dengan senang hati Revan menerima dan sangat siap untuk menyerang secara halus. Segala perbuatan merebut tidak harus terangan terlihat.Hati-hati tapi mematikan.Bila perlu mematikan secara perlahan hingga ke jantung. Ia mengalah malam ini, tapi tidak dengan hari berikutnya. Akan ia balas, Revan pun menghidupkan mesin mobil dan memundurkan perlahan.Dencitan demi dencitan terdengar nyaring, ia sedikit kasar sambil membunyikkan gas-rem beberapa kali memberitahu kalau ia siap menyerang.Ia pergi meninggalkan lokasi, menjauh dari Gina beberapa saat. Gina tau, mobil yang baru saja pergi tersebut milik
Vero yang merasa hidupnya hancur berkeping tak berhenti menangis pilu, tadi itu? Ia merasa kebahagiaan itu hanya miliknya sejenak tidak selamanya. Beginikah hasil ketika mengetahui sang tunangan tak lagi mencintai sepenuh hati?Tidak bisa ia bayangkan jika ia dan Revan harus berpisah.Baru kemarin mereka bahagia, bertunangan dan kini pria berstatus tunangannya harus merenggang menyakitkan. Tanpa ia sadari, sang ibu menyadari kesedihan Vero yang tampak menutupi kalau hati sedang kalut.Sebagai ibu yang paham tentang keadaan Vero, ia berdiri di ambang pintu dan menyaksikan bagaimana Vero menahan sedih tapi ingin mencuatkan semua. Ia mencoba membaur, tersenyum kecil."Begadang sayang?" Anita memasuki kamar."Eh, Mama--" Vero langsung mengusap air mata secepat mungkin.Mencatut wajah sang putri dari cermin, ia mengusap punggug Vero. Ia yakin, melalui sentuhan ini ia sedang memberi koneksi Vero agar mengatakan tentang isi hati sebenar
Pagi ini Revan menikmati sarapan pagi, tapi setelah berpikiran semalaman kalau Gina bersentuhan lagi dengan Aston-suaminya. Jujur, ia marah dan tidak rela demi apa pun membiarkan Gina berpaling darinya.Ia sudah menekankan di hati, Gina akan tetap menjadi milik Revan utuh. Tidak akan membiarkan kesakitan dihati wanita yang begitu ia cintai tersebut.Bayang-bayang percintaan panas mneyeruak dalam pikiran Revan, sentuhan yang ia berikan membuat Gina ikhlas lahir batin bahkan tidak ada kata menyesal atau mara ia ungkapkan entah karena menikmati atau sentuhan seperti inilah yang ia inginkan sesungguhnya.Revan sudah berjanji pada hati kecil, kalau Gina akan tetap menjadi wanita terbahagia. Ia sudah bertekat untuk menjalani perlahan hingga waktu tiba membawa Gina sejauh-jauhnya dari Aston. Pria iu sudah menyiakan Gina yang seharusnya ia hujani dengan penuh cinta."Ehem-- pikirin apaan? Bengong begitu, kosong pandangan." Alline nyeletuk.Revan
Di perusahaan cabang di Indonesia, Revan tengah mengetuk pena di meja kerja dengan terletak jelas cetakan jabatan CEO perusahaan yang ia geluti sejak lama. Menunduk memikirkan suatu hal. Ya, masa waktu Revan di negara ini akan segera berakhir. Tidak terasa sebentar lagi, ia akan kembali ke New York tapi kali ini tidak pulang sendiri atau bersama Vero tapi bersama dengan Gina. Wanita berbeda dari yang ia nyatakan di hati kecil dahulu.Setelah menjalani beberapa meeting, Revan memilih kembali ke rumah. Ingin bertemu Gina, masih belum menemukan waktu yang tepat.Sembari menyetiir, Revan memikirkan bagaimana perkataan yang pantas ia katakan nanti pada Vero. Sesampai di rumah, ia menuju pantry meneguk beberapa tegukan air putih dan menetralkan pikiran berkecamuk. Ia meletak kasar gelas tersebut, ia meremat rambut sehingga teracak serta kegelisahan mulai menyerang perlahan."Tumben siangan begini sudah pulang kamu," ucap Alline mengagetkan Revan.Revan menoleh sejenak wajah Alline yang mas
Gina Syakilla, itu namanya. Tentu saja nama yang sangat indah dan terasa sejuk ketika diucapkan. Bahkan seindah matanya yang berwarna cokelat terang, Gina berusia 20 tahun.Masih muda, energik, kelembutan hati yang luar biasa.Wanita itu terbiasa dipanggil dengan Sebutan 'Gin' atau 'Gina'.Ah, parasnya yang sangat cantik mampu membuat pria manapun terpelongo bahkan ter-kaku untuk beberapa detik melihat kecantikan alaminya. Memiliki watak penuh kelembutan pun yang alami juga.Tinggi yang pas untuk ukuran tubuhnya, 160cm.Ada hal yang lebih penting sebenarnya, Gina telah memiliki kekasih bernama Aston Nugraha. Pria dengan karakter yang urakan, berantakan, usia yang terpaut jauh lebih tua 2 tahun dari Gina. Memiliki warna mata hitam pekat, tinggi Aston sekitar 175cm. Untuk jenis tipe pria sepertinya cukup pas memang.Wajah yang baby face, meski memiliki tatapan mata selalu terlihat sinis dan tajam. Aston banyak diminati para wanita single, suda
Di perusahaan cabang di Indonesia, Revan tengah mengetuk pena di meja kerja dengan terletak jelas cetakan jabatan CEO perusahaan yang ia geluti sejak lama. Menunduk memikirkan suatu hal. Ya, masa waktu Revan di negara ini akan segera berakhir. Tidak terasa sebentar lagi, ia akan kembali ke New York tapi kali ini tidak pulang sendiri atau bersama Vero tapi bersama dengan Gina. Wanita berbeda dari yang ia nyatakan di hati kecil dahulu.Setelah menjalani beberapa meeting, Revan memilih kembali ke rumah. Ingin bertemu Gina, masih belum menemukan waktu yang tepat.Sembari menyetiir, Revan memikirkan bagaimana perkataan yang pantas ia katakan nanti pada Vero. Sesampai di rumah, ia menuju pantry meneguk beberapa tegukan air putih dan menetralkan pikiran berkecamuk. Ia meletak kasar gelas tersebut, ia meremat rambut sehingga teracak serta kegelisahan mulai menyerang perlahan."Tumben siangan begini sudah pulang kamu," ucap Alline mengagetkan Revan.Revan menoleh sejenak wajah Alline yang mas
Pagi ini Revan menikmati sarapan pagi, tapi setelah berpikiran semalaman kalau Gina bersentuhan lagi dengan Aston-suaminya. Jujur, ia marah dan tidak rela demi apa pun membiarkan Gina berpaling darinya.Ia sudah menekankan di hati, Gina akan tetap menjadi milik Revan utuh. Tidak akan membiarkan kesakitan dihati wanita yang begitu ia cintai tersebut.Bayang-bayang percintaan panas mneyeruak dalam pikiran Revan, sentuhan yang ia berikan membuat Gina ikhlas lahir batin bahkan tidak ada kata menyesal atau mara ia ungkapkan entah karena menikmati atau sentuhan seperti inilah yang ia inginkan sesungguhnya.Revan sudah berjanji pada hati kecil, kalau Gina akan tetap menjadi wanita terbahagia. Ia sudah bertekat untuk menjalani perlahan hingga waktu tiba membawa Gina sejauh-jauhnya dari Aston. Pria iu sudah menyiakan Gina yang seharusnya ia hujani dengan penuh cinta."Ehem-- pikirin apaan? Bengong begitu, kosong pandangan." Alline nyeletuk.Revan
Vero yang merasa hidupnya hancur berkeping tak berhenti menangis pilu, tadi itu? Ia merasa kebahagiaan itu hanya miliknya sejenak tidak selamanya. Beginikah hasil ketika mengetahui sang tunangan tak lagi mencintai sepenuh hati?Tidak bisa ia bayangkan jika ia dan Revan harus berpisah.Baru kemarin mereka bahagia, bertunangan dan kini pria berstatus tunangannya harus merenggang menyakitkan. Tanpa ia sadari, sang ibu menyadari kesedihan Vero yang tampak menutupi kalau hati sedang kalut.Sebagai ibu yang paham tentang keadaan Vero, ia berdiri di ambang pintu dan menyaksikan bagaimana Vero menahan sedih tapi ingin mencuatkan semua. Ia mencoba membaur, tersenyum kecil."Begadang sayang?" Anita memasuki kamar."Eh, Mama--" Vero langsung mengusap air mata secepat mungkin.Mencatut wajah sang putri dari cermin, ia mengusap punggug Vero. Ia yakin, melalui sentuhan ini ia sedang memberi koneksi Vero agar mengatakan tentang isi hati sebenar
Revan menggertakkan gigi, masih di lokasi tempat Gina dan Aston tengah berbincang seolah tidak menyadari kehadirannya. Tidak akan tinggal diam, padahal tadi dia sudah sangat gempar ingin membuat Gina mempercayai dan membawa wanita ia cintai tersebut jauh dari jangkauan orang.Baiklah, kalau memang Gina dan Aston menginginkan persaingan di mulai dengan senang hati Revan menerima dan sangat siap untuk menyerang secara halus. Segala perbuatan merebut tidak harus terangan terlihat.Hati-hati tapi mematikan.Bila perlu mematikan secara perlahan hingga ke jantung. Ia mengalah malam ini, tapi tidak dengan hari berikutnya. Akan ia balas, Revan pun menghidupkan mesin mobil dan memundurkan perlahan.Dencitan demi dencitan terdengar nyaring, ia sedikit kasar sambil membunyikkan gas-rem beberapa kali memberitahu kalau ia siap menyerang.Ia pergi meninggalkan lokasi, menjauh dari Gina beberapa saat. Gina tau, mobil yang baru saja pergi tersebut milik
Gina menatap dengan pandangan tak berkedip sedikit pun. Mulutnya tengah terkatup setelah menyadari kalau Aston-suaminya yang memanggil."Istriku?!" Aston tersenyum bak pria iblis sedang memenangkan kehadiran."K-kau sedang apa?"Aston mengernyit, "Hubungan kita kurang baik belakangan ini, kenapa kau seperti tidak menyukai kehadiranku? Kau tergganggu?"Gina menarik napas, tatapan merah nanar. Menggeleng gelisah karena sulit mengatakan apa pun saat ini. Bukankah seharusnya bertemu Revan malam ini?Ke mana pria tersebut?"B-bukan, aku hanya kaget kau hampir tidak pernah laggi menjemputku. Hanya merasa bingung dan kaget.""Gina sayang, aku tau ... aku melakukan banyak kesalahan padamu. Aku juga ingin membuatmu tetap nyaman.""Maksud ucapanmu?""Eh, begini, aku sedang menunggumu pulang. Aku sudah menantikan jam pulangmu. Tapi, aku berkeliling dahulu tadi ke kota."Tubuh Gina mulai gemetar, apa yang baru saja Aston katakan? Ia masih tidak percaya kalau su
Vero benar-benar kalut kalau saja memang Revan memiliki wanita lain selainGina menyusun rapi roti yang baru masuk, ia tersenyum penuh raut wajah tersungging memesona. Tampilan yang memperlihatkan kalau ia akan baik saja. Mencintai Revan tanpa siapa pun yang tau. Tidak. Alya mengetahui dan apa saja tentang Gina.Revan akhirnya sampai di Toko Roti, memendarkan pandangannya dan menatap Gina dengan lembut. Seulas senyum tercetak menawan dari pahatan wajah Revan. Embusan napas tertoreh elegan dari bibir sensualnya."Hai," sapanya.Gina menoleh, susah payah menelan saliva. Ia menatap lama wajah tampan dilapisi kulit legam eksotis. Dia memang pria bule yang khas.Gina Syakilla menatap Revan sambil meletakkan kue yang hendak ia susun."Revan, kau sedang apa? K-kenapa?" Gina sedikit gugup."Bertemu denganmu," jawab Revan.Alya yang menatap mereka syok, hanya bisa termangu dan tidak menyangka kalau Revan mulai terangan b
Revan meraih kemeja putihnya, ia mengenakan ke tubuh sempurna yang banyak digilai para wanita. Ia tahu, jika tubuhnya banyak diidamkan kaum hawa termasuk Gina. Ia telah merasakan betapa nikmat ia dalam kungkungan pria tersebut.Ia ingin memutuskan bertemu Gina, ia ingin menunjukkan sikap kalau ia juga berhak memberikan perhatian terhadap Gina. Ia sisir dengan rapi rambutnya ke belakang. Ia tersenyum pulas sambil menyemprotkan cologne. Reavn begitu memukau, bak sedang ingin menyatakan cinta pada wanita yang begitu ia cintai.Revan memang bukanlah tipikal pria yang sukanya mengumbar pesona di hadapan banyak wanita. Sekali ia mencintai, ia akan mencintai satu orang wanita tanpa memikirkan syarat apa untuk sekadar mencintainya saja. Revan memiliki kelembutan luar biasa, ia akan senang membantu kaum wanita yang tertindas.Kecuali dengan Gina, ia memang membantu tapi ia jatuh cinta.Ah!
Gina tampak menunduk setelah percakapannya dengan Vero. Kini ia menatap kosong area dapur tempat melaksanakan makan siang bergantian dengan Alya.Hati kecilnya seolah terkikis ingin marah pada kenyataan, tapi ia memikirkan ia pun pantas mendapatkan yang sudah menjadi impiannya sejak sekian lama. Perasaan yang telah lama tersakiti, telah diberi warna oleh Revan.Pria yang sudah memberikannya banyak warna.Alya tampak membawa bekal, ia memang sudah terbiasa selalu membawa bekal ke Toko. Ia menatap Gina yang tengah melamunkan entah apa. Ia terlihat gelisah, mengembuskan napas kelelahan yang tidak berhenti.Alya tahu perasaannya."Gina," panggilnya menyentuh pundak lembut."Eh ... Alya, apa kau tidak memiliki pelanggan di depan?""Lagi kosong."Alya memberesi bekalnya, Gina hanya menatap dengan tatapan kosong.&nbs
Semenjak pengakuan Gina kemarin, Alya masih tidak menyangka bahkan perasaan mereka semakin gugup juga sulit mengungkapkan hal apapun lagi. Alya menatap Gina ragu namun ia tidak bisa menyalahkan Gina karena ia memang pantas diberi perhatian oleh pria asing.Sangat disayangkan, jika pria itu sudah dimiliki orang lain tak lain pelanggan yang mereka anggap kakak. Sulit mengartikan namun inilah kenyataan hidup yang harus Gina jalani."Gina, Re—""Gina? Alya?" Vero menyapa.Deg!Belum sempat Gina menyebut nama Revan, Vero telah hadir di antara mereka. Melihat Vero rasanya ia tidak memiliki kuasa untuk mengucapkan tentang Revan lagi, ia menatap Alya berharap merahasiakan hal ini."Hey, apa yang terjadi dengan kalian? Kalian tampak menegang sekali," ucap Vero dengan senyum tipis.Alya mempertunjukkan wajah menyimpan perasaan kaku, menegang