Dietrich dan Natalie memilih untuk berbulan madu ke Caracas, ibu kota Venezuela. Tempat ini terletak di Lembah Cerro Avila, yang pegunungannya menjulang setinggi 8.000 meter dari permukaan Laut Karibia. Salah satu jet Lexstream milik Toussaint mendarat di bandara Simon Bolivar—dan pada saat turun dari pesawat, pasangan pengantin baru itu disambut dengan cuaca yang relatif hangat.Pernah dihuni oleh Suku Indian Toro Maimo, kota Caracas didirikan oleh bangsa Spanyol pada tahun 1567. Ada banyak tempat yang dapat dikunjungi oleh Dietrich dan Natalie untuk berjalan-jalan, tetapi hal yang paling pertama dan utama, tentu saja mereka berdua diantarkan langsung menuju salah satu resort terbaik di sana ... Patricia Royal Resort Caracas.Tempat itu merupakan resort modern yang cantik yang terletak di Caracas. Salah satu daya tarik utamanya adalah kolam renang outdoor dan restoran. Tempat ini memiliki pemandangan kota dan Gunung El Avila yang sangat indah.Dietrich cukup puas dengan pemilihan lok
Natalie berusaha bangun perlahan-lahan. Perempuan cantik itu sudah pernah bangkit secepat kilat, dan langsung merasa pusing tujuh keliling. Sebuah pengalaman menyebalkan yang tidak ingin ia ulangi lagi."Dietrich?" Suara Natalie agak menggema di seluruh suite.Namun, tidak ada sahutan.Wanita itu beranjak menuju sisi kamar yang lain ... dan menemukan bahwa ruangan itu sama sekali kosong. Lalu, Natalie bergerak untuk memeriksa balkon dengan hasil yang sama.Natalie mulai panik. Perempuan itu hendak berderap menuju nakas dan mengambil ponsel, tepat ketika pintu suite terbuka dari luar. Kemudian, sosok tinggi tegap Dietrich mulai terlihat."Dietrich!"Lelaki itu mengangkat kedua alis saat menyadari bahwa sang istri tampak seperti akan menangis. "Nat? Hei. Apa yang terjadi?""Dari mana saja kau?" Natalie menghambur ke pelukan sang suami, kemudian memberengut sembari membenamkan mukanya di dalam dekap hangat pria itu.Dietrich tertegun sejenak. Natalie bukan perempuan manja. Tidak pernah s
Ada banyak sekali hal tak terduga di dunia ini. Namun, salah satu hal paling tak terduga bagi Pablo Moreno adalah ketenangan Natalie Casiraghi. Lelaki itu ingin mengulang sekali lagi apa yang tadi sudah dikatakannya, tetapi sesaat kemudian, Natalie mendahuluinya."Senang sekali dapat bertemu lagi denganmu di sini, Pablo. Sudah lama kita tidak berjumpa, ya ‘kan? Lima tahun?"Bahkan, kalimat pertanyaan singkat yang terdengar tanpa makna itu diucapkan dengan begitu ringan.Pablo melirik Dietrich Toussaint sekilas—dan langsung menahan diri agar tidak gemetar. Pria itu marah. Marah besar. Hanya saja, berbeda dengan dulu, kali ini si presdir tampan terlihat lebih dapat menguasai diri.Pablo Moreno berdeham sedikit lalu mengembalikan perhatian pada Natalie. "Enam. Enam tahun. Aku terakhir menemuimu di Covent Garden, London, enam tahun lalu."Natalie mengangguk sopan. "Kau adalah teman yang baik, Pablo. Sudah lama tinggal di Venezuela?""Enam tahun." Pablo menjawab. Ada sekilas nada getir dal
Pada saat Natalie membuka mata di pagi hari, Dietrich rupanya sudah rapi. Lelaki itu telah menanggalkan segala jenis pakaian musim dinginnya semenjak tiba di Venezuela. Lantas kini ia tampil sangat santai dalam balutan kaus serta celana training."Bonjour—Selamat pagi." Lelaki itu menghampiri tempat tidur, kemudian duduk di sisi ranjang. Ia merendahkan tubuh untuk mengecup perut istrinya yang semakin hari mulai tampak lebih menonjol daripada sebelumnya. "Bagaimana kabar bayi kita hari ini?"Natalie tertawa pelan melihat itu semua. Perutnya terasa geli saat bibir Dietrich mendarat di sana. Namun, wanita cantik itu merasa gembira. Mood yang baik adalah awal yang baik bagi semua hal. "Bayimu baik-baik saja. Dia hanya merasa sedikit lapar.""Kau atau bayi kita yang merasa lapar?" Dietrich mendongak sedikit dari atas perut Nat agar dapat melihat wajah cantik sang istri lebih jelas.Natalie tertawa lagi. "Baiklah. Aku. Aku yang lapar. Nafsu makanku semakin meningkat akhir-akhir ini, mungkin
"Apakah aku berat? Kurasa berat badanku bertambah lumayan banyak akhir-akhir ini." Natalie bertanya takut-takut."Sama sekali tidak." Dietrich menaikkan tubuh Nat sedikit—sehingga wanita cantik itu praktis menjerit kecil dan tertawa—untuk membuktikan bahwa berat badannya sama sekali bukan masalah bagi Dietrich.Saat akhirnya mereka sampai di sebuah air terjun, matahari sudah semakin terik. Pakaian mereka berdua nyaris basah kuyup akibat keringat. Dan air terjun itu benar-benar seolah mengundang."Kata Hugo, airnya dingin sekali. Seperti air es. Kau mau mencobanya?" Dietrich nyengir kuda saat melihat Natalie masih memandang takjub tempat ini.Nat diturunkan di sebuah batu besar. Setelah itu, Dietrich melepas seluruh pakaian hingga hanya menyisakan sebuah celana pendek."Aku akan terjun," ucap lelaki itu—yang dibalas dengan mata terbelalak istrinya. "Kau mau ikut?""Tunggu, Di! Apakah kau yakin ini aman? Bagaimana jika ada anaconda yang tiba-tiba muncul dari dalam air? Mmm? Atau ... ula
Dietrich dan Natalie menghabiskan beberapa hari penuh keseruan di Venezuela. Selain pergi ke air terjun, mereka juga mengunjungi beberapa tempat menarik lain, seperti pasar tradisional yang agak berbeda dengan pasar-pasar di Eropa, kemudian berjemur di pantai dan memandang lurus ke Laut Karibia saat cuaca sedang bagus.Matahari khatulistiwa agak menyengat. Ketika Natalie duduk di tepi laut berbalut bikini dan kain pantai, Dietrich menggotong sebuah payung besar untuk menaungi perempuan itu.Natalie sontak tertawa. "Apa yang kau lakukan?""Kulitmu bisa terbakar," peringat Dietrich terdengar manis. "Kita tidak mau itu terjadi, ‘kan?"Nat tersenyum lebar. "Bagaimana denganmu? Punggungmu sudah memerah, Di. Sini, duduklah bersamaku."Dietrich tidak punya alasan untuk menolak. Lelaki itu bertelanjang dada dan hanya memakai celana pendek bergambar daun kelapa. Satu-satunya benda yang ia kenakan di tubuh bagian atas adalah kacamata hitam."Sepertinya kau betah berada di sini," kata Dietrich g
Mereka berdua pulang ke resort setelah matahari mulai terbenam. Laut Karibia indah sekali di sore hari. Sunset-nya membentangkan warna-warna yang kaya di langit. Natalie sampai tidak tahan untuk mengabadikan pemandangan itu melalui kamera ponselnya.Suite mereka terasa sejuk malam itu. Langit mendung menjanjikan hujan gerimis yang syahdu. Dietrich dan Natalie langsung masuk ke kamar mandi di dalam suite yang menyatu dengan alam terbuka. Tempat itu cantik sekali, shower room-nya dibatasi oleh bambu-bambu alami yang sudah dibersihkan dengan cermat. Bagian wastafel dibuat dari batu-batu alam. Begitu pula lantai kamar mandi yang disusun dari bebatuan berbagai ukuran—dan dapat sekaligus digunakan sebagai alat pijat telapak kaki.Natalie cekikikan kecil saat menyadari bahwa Dietrich mengikutinya ke dalam ruang pancuran. "Hei. Apa yang kau lakukan di sini, Di? Aku mau mandi!"Dietrich nyengir kuda. "Kau pikir apa yang ingin kulakukan? Tentu saja aku juga ingin mandi bersamamu."Natalie terta
Sepeninggal Dietrich, Natalie pergi ke sebuah walk in closet di sisi lain ruangan. Tanpa terasa, mereka berdua sudah berada di sini seminggu penuh—hingga lemari-lemari di ruang penyimpanan pakaian sudah praktis diisi penuh oleh berbagai macam pakaian musim panas. Nat sempat berbelanja di pasar tradisional dan menemukan pedagang-pedagang baju tipis yang sangat cocok dikenakan di siang hari yang panas.Natalie suka sekali menyusun barang berdasarkan kegunaannya. Pakaian-pakaian yang dibawanya dari Brussel, Paris, dan Monte Carlo sudah terlalu memakan tempat ... sehingga ia merasa butuh rak baru. Alhasil, perempuan cantik itu mengeluarkan beberapa pakaian dalam—bra dan celana dalam, lalu menggantikan tempat itu untuk baju-baju barunya dari Venezuela.Nah, sekarang, dia jadi membutuhkan tempat penyimpanan lain untuk pakaian dalamnya.Natalie keluar dari walk in closet setelah meraup beberapa helai pakaian dalamnya. Perempuan itu memindai sekitar ... untuk mencari tempat yang kira-kira dap
Natalie memang berada di dalam elemennya. Wanita cantik itu duduk di sebuah kursi rotan, di hadapan bunga-bunga bermekaran, pada dua musim semi selanjutnya. Ruangan di sekelilingnya besar, memiliki sirkulasi udara yang sangat baik, dan berbatasan langsung dengan halaman belakang. Sebuah kebun, penuh tanah berumput, yang sudah jarang ada di properti milik pribadi di Paris.Perempuan itu menarik napas dalam-dalam sembari tersenyum. Ini adalah aroma favoritnya sepanjang masa. Perpaduan lavendel, mawar, dan wisteria yang wangi semerbak bercampur menjadi satu di udara."Kau seharusnya menambahkan wisteria di acara pernikahanmu," kata seseorang yang datang dari belakangnya.Tanpa berbalik pun, Natalie sudah terlalu mengenal suara itu. "Menurutmu begitu, Madame Vernoux?"Seorang wanita pemilik kedai bunga terkenal di Paris ini, Madame Vernoux, mengambil tempat duduk di samping Natalie. Natalie adalah pelanggan favoritnya. Tak perlu mengatakan apa pun, tetapi Madame Vernoux selalu mengabaikan
"Ya. Ya … berhasil dengan pujian. Sempurna. Kau benar-benar nakal, Mon Amour." Dietrich masih terengah-engah. Namun, kejantanannya terasa menyembul sekali lagi. Menekan perut Natalie yang duduk di pangkuannya.Sial.Dietrich akhirnya tidak dapat menahannya lagi. Sang presdir tampan kini sepenuhnya menanggapi rayuan Natalie. Tangannya menelusup di balik piyama wanita cantik itu, menyentuh punggungnya yang halus.Bibir Natalie menuruni rahang Dietrich ... mengecap aroma di lehernya lalu, beralih sedikit ke belakang telinga lelaki itu—yang kini Natalie tahu, menjadi titik dimana Dietrich takkan bisa menolaknya. Natalie menjilat belakang telinga Dietrich yang seketika membuat lenguhan pria tampan itu keluar tertahan.Dietrich membenarkan posisi duduknya. Tangannya turun ... beralih menyibak bagian bawah piyama Natalie. Menjamah paha sang istri hingga membangkitkan sensasi geli yang menyenangkan.Dietrich menyentuh bagian lembap diantara kedua kaki Natalie. Wanita cantik itu benar-benar ti
Awalnya, Natalie merasa tidak yakin dengan apa yang akan dilakukannya. Berbagai macam ketakutan menyeruak di dalam hatinya. Bagaimana jika keluarga Toussaint menolaknya? Bagaimana jika mereka merasa terhina dengan apa yang telah dilakukannya? Namun, rupanya itu semua tidak terjadi.Natalie selalu diterima dengan tangan terbuka. Sejak dulu pun begitu. Semua orang bersikap baik padanya—bahkan seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Satu-satunya hal yang dapat dikeluhkan oleh Nat adalah pekerjaan suaminya.Well, masa bulan madu memang sudah berakhir, tapi bukankah terlalu cepat?Dietrich sibuk sekali. Meski tidak pergi ke mana-mana, tetapi lelaki itu selalu mengubur diri dalam pekerjaan. Sudah hampir dua bulan Natalie tinggal di dalam kastil Toussaint. Namun, perempuan itu bahkan lebih sering melihat Nasya dan Tata—serta Catherine, tentu saja—ketimbang suaminya sendiri."Dietrich berada di ruang kerjanya lagi?" Catherine menebak saat melihat raut wajah Natalie yang masam seusai makan malam.
"Tuan Dietrich, Nyonya Natalie ...."Dietrich dan Natalie menoleh di saat yang bersamaan, ketika mereka mendengar Ashley Morgans memanggil. Ketukan sepatu hak tinggi wanita itu bahkan sama sekali tidak terdengar saking kedua sejoli itu melupakan dunia seisinya dan hanya memperhatikan pasangannya.di sisi lain Ashley meringis saat melihat wajah Natalie Casiraghi memerah. Wanita bangsawan yang telah resmi menjadi majikannya setelah menikah dengan Dietrich itu terlihat malu dan penuh penyesalan."Ah, begini. Tuan Axel Senior memanggil saya untuk beberapa urusan pekerjaan di Brussel. Saya rasa ...." Ashley menunjuk Natalie dan Dietrich yang sudah dalam pose setengah berpelukan itu, lalu melanjutkan, "Saya rasa jasa saya sudah tidak dibutuhkan di sini. Bukan begitu?"Dietrich tersenyum dan mengangguk. "Paman Axel memanggilmu? Wah, kau benar-benar wanita yang sangat sibuk, Ash. Baiklah. Tentu saja kau boleh pergi. Aku akan segera mengirim hadiah ke nomor rekeningmu."Ashley Morgans mengangg
Natalie terkesiap kasar. Matanya mulai berair, tetapi pipinya bersemburat merah jambu.Dietrich tadi hampir menyemburkan tawa. Hampir. Beruntung, pria tampan itu dapat membekap mulutnya sendiri tepat waktu. Wah, wah. Ini benar-benar pertunjukan menarik. Seumur hidup, Dietrich belum pernah melihat Natalie mengamuk.Oh, jangan salah. Amukannya sungguh dahsyat—sampai semua orang di ruangan yang sama menahan napas. Namun, entah mengapa, di mata Dietrich, Natalie terlihat ... menggemaskan.Dan manis.Mon Dieu. Sekarang rona merah yang merayapi wajah hingga leher dan dada perempuan itu tampak terlalu menggiurkan untuk ditampik."Tentu saja tidak ...." Natalie menjawab dengan suara bergetar."Apakah kau tidak ingin aku menikah dengan Ashley Morgans?" Dietrich bertanya lagi.Natalie mulai menangis. "Itu ... urusanmu! Terserah padamu ingin menikah dengan siapa."Dietrich menggeram tidak puas. "Jadi, kau baik-baik saja mendengar aku akan menikah dengan orang lain? Come on. Setidaknya jujurlah p
Natalie cukup terkejut bagaimana berita-berita mencengangkan yang mengguncang dirinya hingga ke inti, belakangan ini tidak membuatnya langsung pingsan di tempat."Tunggu. Tunggu dulu. Kau akan ... menikah dengan Ashley?" Natalie mendelik tak percaya. "Ashley Morgans?"Dietrich melirik Ashley yang tampak kaku, serta gelisah, di tempatnya berdiri lalu mengembalikan perhatiannya pada Natalie. "Apakah ada yang salah dengan Ashley? Menurutmu ... ada yang kurang dari dia?"Natalie menelan ludah, lalu buru-buru menggeleng. "Tidak. Tentu saja bukan itu maksudku. Ash, aku tidak bermaksud apa-apa. Jangan salah paham. Aku ...."Natalie memutuskan untuk mengatur napasnya dulu sebentar, sebelum ia merasa semakin pusing dan agak tersengal. Wanita cantik itu kemudian mendongak dengan pandangan menantang pada Dietrich. Kebencian terpancar jelas di matanya."Kita bahkan belum resmi bercerai. Tapi, bisa-bisanya kau—" Natalie memejamkan mata dan menggigit bibir. Suara yang dihasilkan selanjutnya terdeng
Natalie ingin memikirkan sesuatu. Apa pun untuk mengalihkan kegelisahan yang terus melandanya sejak semalam. Sosok cantik tersebut tidak dapat tidur. Tidak bernafsu makan. Seluruh tubuhnya tidak bisa berfungsi dengan baik semenjak ia mendengar berita mencengangkan itu.Rasanya, Nat masih tidak percaya.Perempuan itu menghela napas panjang lalu melangkah masuk ke dalam shower room dan mengguyur dirinya sendiri dengan air hangat. Ia lelah. Yang diinginkannya adalah tidur. Tetapi, otaknya menolak berhenti berputar. Pikirannya penuh. Usaha memejamkan mata seperti apa pun tidak juga berhasil membuatnya terlelap. Jadi, Natalie memutuskan untuk pergi ke Lyubova saja.Meskipun tidak terlalu berhasil menutupi bengkak di matanya akibat terlalu banyak menangis, setidaknya Natalie berhasil sampai di kantornya tanpa kesulitan lain. Beberapa orang menyapanya hati-hati—seolah ia adalah barang pecah belah—dan beberapa lainnya menyembunyikan pandangan kasihan.Nat benci dua-duanya.Wanita cantik itu b
Di saat Natalie berpikir bahwa semuanya akan baik-baik saja dan kembali normal, Dietrich sungguh bersikap mengejutkan. Mengejutkan dan sialnya ... menyebalkan. Ini tidak mungkin, bukan?Natalie memejamkan mata, lalu berusaha mengingat kembali semuanya. Semua yang pernah pria itu lakukan dalam kurun waktu ... semenjak Natalie dapat mengingat.Dietrich selalu ada di sana. Menjadi bagian besar dalam hidup Natalie. Pria itu tidak pernah meninggalkannya sendirian. Keberadaannya dapat dirasakan oleh Natalie melalui banyak hal, meski mereka tinggal berjarak—lewat surat, e-mail, hadiah-hadiah yang dikirim random maupun terjadwal, serta pesan-pesan teks singkat yang terkadang masuk ke dalam ponsel Natalie tanpa tahu waktu.Yang jelas, Natalie tahu Dietrich tidak pernah dekat dengan perempuan lain. Perempuan dalam hidup lelaki itu hanya ada tiga. Ibunya, Catherine, dan Natalie. Banyak gadis-gadis bangsawan mengejar perhatiannya. Akan tetapi, Dietrich tidak pernah memberikan apa yang mereka ingi
Natalie kesal bukan main. Dasar Dietrich kurang ajar. Berani sekali lelaki itu mengganti password apartemen dan membuat Natalie mempermalukan diri sendiri di hadapan para resepsionis dan pegawai apartemen lainnya?Lihat saja. Perempuan itu akan membuat perhitungan. Sepertinya sudah sangat lama semenjak Dietrich merasakan kemarahan Natalie, ya?Siang itu, Natalie pergi ke Lyubova. Lalu, menunggu di sana bersama dengan teman-temannya, Chiara dan Achilleas, seolah tidak ada yang salah. Seolah tidak ada yang terjadi.Natalie berhasil mengalihkan pikirannya dari sang suami selama beberapa jam. Lyubova rupanya cukup sibuk di awal tahun. Setelah liburan Natal dan tahun baru selesai, kantor-kantor mulai beroperasi kembali. Banyak perusahaan yang memakai jasa mereka untuk membuat acara lalu ada sebuah pesanan pesta pernikahan.Natalie selalu super excited dengan pesanan pesta pernikahan."Siapa nama pengantinnya?" Natalie mulai memberondong Chiara dengan pertanyaan. "Apakah mereka jatuh cinta