"Apakah aku berat? Kurasa berat badanku bertambah lumayan banyak akhir-akhir ini." Natalie bertanya takut-takut."Sama sekali tidak." Dietrich menaikkan tubuh Nat sedikit—sehingga wanita cantik itu praktis menjerit kecil dan tertawa—untuk membuktikan bahwa berat badannya sama sekali bukan masalah bagi Dietrich.Saat akhirnya mereka sampai di sebuah air terjun, matahari sudah semakin terik. Pakaian mereka berdua nyaris basah kuyup akibat keringat. Dan air terjun itu benar-benar seolah mengundang."Kata Hugo, airnya dingin sekali. Seperti air es. Kau mau mencobanya?" Dietrich nyengir kuda saat melihat Natalie masih memandang takjub tempat ini.Nat diturunkan di sebuah batu besar. Setelah itu, Dietrich melepas seluruh pakaian hingga hanya menyisakan sebuah celana pendek."Aku akan terjun," ucap lelaki itu—yang dibalas dengan mata terbelalak istrinya. "Kau mau ikut?""Tunggu, Di! Apakah kau yakin ini aman? Bagaimana jika ada anaconda yang tiba-tiba muncul dari dalam air? Mmm? Atau ... ula
Dietrich dan Natalie menghabiskan beberapa hari penuh keseruan di Venezuela. Selain pergi ke air terjun, mereka juga mengunjungi beberapa tempat menarik lain, seperti pasar tradisional yang agak berbeda dengan pasar-pasar di Eropa, kemudian berjemur di pantai dan memandang lurus ke Laut Karibia saat cuaca sedang bagus.Matahari khatulistiwa agak menyengat. Ketika Natalie duduk di tepi laut berbalut bikini dan kain pantai, Dietrich menggotong sebuah payung besar untuk menaungi perempuan itu.Natalie sontak tertawa. "Apa yang kau lakukan?""Kulitmu bisa terbakar," peringat Dietrich terdengar manis. "Kita tidak mau itu terjadi, ‘kan?"Nat tersenyum lebar. "Bagaimana denganmu? Punggungmu sudah memerah, Di. Sini, duduklah bersamaku."Dietrich tidak punya alasan untuk menolak. Lelaki itu bertelanjang dada dan hanya memakai celana pendek bergambar daun kelapa. Satu-satunya benda yang ia kenakan di tubuh bagian atas adalah kacamata hitam."Sepertinya kau betah berada di sini," kata Dietrich g
Mereka berdua pulang ke resort setelah matahari mulai terbenam. Laut Karibia indah sekali di sore hari. Sunset-nya membentangkan warna-warna yang kaya di langit. Natalie sampai tidak tahan untuk mengabadikan pemandangan itu melalui kamera ponselnya.Suite mereka terasa sejuk malam itu. Langit mendung menjanjikan hujan gerimis yang syahdu. Dietrich dan Natalie langsung masuk ke kamar mandi di dalam suite yang menyatu dengan alam terbuka. Tempat itu cantik sekali, shower room-nya dibatasi oleh bambu-bambu alami yang sudah dibersihkan dengan cermat. Bagian wastafel dibuat dari batu-batu alam. Begitu pula lantai kamar mandi yang disusun dari bebatuan berbagai ukuran—dan dapat sekaligus digunakan sebagai alat pijat telapak kaki.Natalie cekikikan kecil saat menyadari bahwa Dietrich mengikutinya ke dalam ruang pancuran. "Hei. Apa yang kau lakukan di sini, Di? Aku mau mandi!"Dietrich nyengir kuda. "Kau pikir apa yang ingin kulakukan? Tentu saja aku juga ingin mandi bersamamu."Natalie terta
Sepeninggal Dietrich, Natalie pergi ke sebuah walk in closet di sisi lain ruangan. Tanpa terasa, mereka berdua sudah berada di sini seminggu penuh—hingga lemari-lemari di ruang penyimpanan pakaian sudah praktis diisi penuh oleh berbagai macam pakaian musim panas. Nat sempat berbelanja di pasar tradisional dan menemukan pedagang-pedagang baju tipis yang sangat cocok dikenakan di siang hari yang panas.Natalie suka sekali menyusun barang berdasarkan kegunaannya. Pakaian-pakaian yang dibawanya dari Brussel, Paris, dan Monte Carlo sudah terlalu memakan tempat ... sehingga ia merasa butuh rak baru. Alhasil, perempuan cantik itu mengeluarkan beberapa pakaian dalam—bra dan celana dalam, lalu menggantikan tempat itu untuk baju-baju barunya dari Venezuela.Nah, sekarang, dia jadi membutuhkan tempat penyimpanan lain untuk pakaian dalamnya.Natalie keluar dari walk in closet setelah meraup beberapa helai pakaian dalamnya. Perempuan itu memindai sekitar ... untuk mencari tempat yang kira-kira dap
Pagi berikutnya, Natalie bangun lebih dulu dibandingkan sang suami. Perempuan cantik itu duduk di sebuah meja rias besar, memandang pantulan dirinya di cermin. Jemarinya terulur untuk meraih sebuah lipstik berwarna agak gelap sesuatu yang padan dengan suasana hatinya.Kemudian, Natalie memandang keseluruhan dirinya. Sosok yang balik menatapnya itu tampak muda, cantik, dan penuh tekad. Nat nyaris tidak mengenali dirinya sendiri karena tidak ada yang lembut dari sorot matanya di sana."Mmm ... Nat ...."Natalie menoleh saat mendengar suara parau nan seksi yang dihasilkan oleh suaminya setelah tidur nyenyak. Segala hal yang tegas dan kasar di wajahnya tadi sirna begitu saja. Digantikan oleh senyuman lebar dan pandangan sayang. "Oh, kau sudah bangun."Dietrich meregangkan badan seperti kucing. Matanya masih setengah memejam, tetapi bibirnya melengkungkan sebuah senyuman. "Kembalilah ke tempat tidur bersamaku."Natalie memejamkan mata sekilas. Dieu. Betapa inginnya ia melakukan itu. "Ada s
"Apa yang sudah kau lakukan pada suamiku adalah tindak kriminal. Aku bisa membuatmu mendekam di penjara, Pablo Moreno!" hardik Natalie dengan napas memburu. Di belakangnya, sekelompok pasukan pengawal bersenjata siap membela.Pablo menghela napas panjang. "Kita butuh berbicara dulu. Mari, silakan masuk. Kalian juga. Oh, dan suamimu tidak ikut? Apakah dia tidak tahu kau datang kemari ... menemui seorang laki-laki?"Natalie mengangkat dagunya—dan tampak semakin cantik karena sikap ramah serta lemah lembutnya selama ini berganti menjadi ketegasan yang Pablo tidak tahu itu ada dalam diri Nat. "Tentu saja Dietrich tidak perlu tahu. Aku tidak mau dia merasa pusing dengan hal-hal remeh seperti ini. Dia adalah orang yang sangat penting—bagi perekonomian dunia dan bagiku."Pablo terdiam. "Baiklah. Silakan masuk, kalian semua. Tetanggaku tidak akan suka melihat keributan di depan rumah."Natalie mengangguk. Perempuan cantik itu membawa pasukannya masuk ke dalam mengikuti Pablo Moreno yang tampa
"Natalie! Dieu, ke mana saja kau? Aku sudah selesai meeting—dan hasilnya menakjubkan. Kami akan memperluas jaringan hotel di Venezuela selama setahun ke depan. Apakah saat-saat berbelanjamu menyenangkan?" Dietrich bangkit dari sofa dan menutup laptop saat melihat sang istri datang dengan beberapa bodyguard wanita yang menenteng banyak sekali paperbag hasil belanja.Natalie mendekat dengan cepat. Perempuan cantik itu melemparkan tangan ke sekeliling leher sang suami, sedangkan Dietrich merengkuh dan membenamkan wajah di ceruk lehernya. "Wah, benarkah? Haruskah aku mengucapkan selamat? Kau memang hebat, Di!"Dietrich tampak bangga dengan dirinya sendiri. Ya Tuhan, sudah berapa lama ini berlangsung? Lelaki itu selalu mengharapkan ini setelah melakukan hal-hal yang prestisius—pengakuan dan pujian dari Nat. Seolah ia hidup hanya untuk itu.Mengapa selama ini Dietrich tidak menyadarinya? Dia sungguh bisa gila jika Natalie waktu itu benar-benar menikah dengan orang lain. Membayangkan itu di
"Vladimir Alexandrov baru saja memberi tahuku bahwa hari perkiraan lahir anak-anaknya sudah dekat. Keluarga Toussaint sudah akan berangkat ke Rusia. Tapi, aku ingin bertanya padamu dulu sebelum memutuskan apa pun. Bagaimana menurutmu? Apakah kita ikut berangkat ke St. Petersburg? Atau kita masih tinggal di sini untuk beberapa lama lagi?"Dietrich Toussaint kembali pada istrinya setelah memesan makan siang dan menerima telepon lain dari adik iparnya. Lelaki itu tampak riang. Sumringah. Senyumannya teramat lebar menandakan kebahagiaan menyambut calon keponakan-keponakan barunya.Ia menghampiri sisi ranjang istrinya, kemudian menggenggam jemari perempuan cantik itu lembut. "Mereka baru akan lahir, tetapi aku sudah tidak sabar menanti mereka dewasa. Kurasa, mereka akan sama ugal-ugalannya dengan kedua kakak mereka," ucapnya. "Dan mereka akan menjadi sepupu-sepupu yang baik untuk anak kita."Natalie menelan ludah. Sekilas, Dietrich sempat melihat kilau kesedihan di mata wanita cantik itu,
Monte Carlo, Monaco.Sudah hampir sebulan berlalu semenjak Natalie kehilangan bayinya. Tak ada satu hari pun berlalu tanpa ia mendapatkan surat berisi permohonan maaf—permintaan agar wanita cantik itu mau memberikan kesempatan sekali lagi pada pernikahan—yang datang bersama buket bunga dan cokelat dari Dietrich.Terkadang, buket itu juga disisipi boneka-boneka beruang mini yang dipesan khusus dari tempat Vladimir memesankan Teddy Bear pembawa tomat milik Nasya dan Tata. Boneka-boneka itu, si beruang mini, selalu memiliki tiga item dalam satu serinya. Beruang ayah, beruang ibu, dan beruang anak laki-laki. Si beruang ayah dan beruang ibu memiliki warna mata Dietrich dan Natalie. Serta, warna rambut mereka sebagai corak bulu di seluruh badan.Pada sebuah surat yang dikirimkan beberapa waktu lalu, Natalie hampir tersenyum. Hampir saja, jika perempuan itu tidak ingat bahwa dirinya sedang berada dalam masa berkabung.Mon Amour, tulis Dietrich.Jangan bersedih lagi. Musim dingin yang menyeba
Dietrich kembali ke Brussel sendirian, setelah Natalie dibawa pulang ke Monte Carlo malam itu ... tanpa berpamitan. Seluruh keluarga Toussaint masih berada di istana musim panas Babushka. Vladimir dan Catherine berencana menghentikan pesta yang berlangsung untuk menyambut kelahiran kedua putra mereka—demi menghormati Dietrich dan menyatakan bahwa mereka turut berduka atas kehilangan yang Dietrich dan Natalie rasakan.Namun, Dietrich menolak. Fyodor dan Mykola berhak mendapatkan semua pesta itu. Begitu pula dengan Catherine—yang meski sudah memiliki empat anak, tetapi baru pertama kali merasakan bahwa pengalaman melahirkannya dirayakan. Jadi, malam itu juga Dietrich mengemasi barang-barangnya kemudian bertolak menuju bandara Pulkovo untuk selanjutnya terbang kembali ke rumah.Ke kastil Toussaint.Malam di awal bulan Januari itu gelap dan sungguh tanpa bintang. Membeku ... menggigit hingga ke dalam sukma. Dietrich menatap hampa semuanya melalui jendela pesawat—dan limosin yang dikemudik
"Kau dengar sendiri apa yang dikatakan oleh putriku." Dietrich mendengar Tuan Casiraghi—ayah mertuanya—berjalan mendekat tatkala Natalie tertidur di dalam kamar rawat inapnya.Ya. Dietrich tidak tuli. Tentu saja dia mendengar semuanya."Kami akan membawanya pulang ke Monte Carlo," kata Tuan Casiraghi di depan semua orang. "Urusan perceraian nanti akan diselesaikan oleh tim pengacara yang kami tunjuk."Dietrich termenung. Semua yang terjadi padanya hari ini benar-benar terasa bagai mimpi yang jauh—sebuah mimpi buruk. Lelaki itu mengerling pada Natalie yang masih berada di atas bed pasien, namun sosok cantik itu telah mengalihkan pandangan ke arah lain.Bagaimana semuanya bisa menjadi seperti ini? Bagaimana cintanya dapat menyerah pada hubungan mereka berdua di saat mereka sama-sama kehilangan?Di saat seluruh ruangan hening selama beberapa saat, Dietrich tahu bahwa semua orang sedang menunggu jawabannya. Maka, ia mengangguk. Ia tidak sanggup mengatakan apa pun. Dan ia menahan diri agar
Derap kaki Dietrich menggema di seluruh lorong rumah sakit, diikuti langkah kedua orang tuanya—Anthony Toussaint dan Lady Louise. Raut penuh kepanikan tampak jelas di wajah pria tampan itu. Tubuhnya yang tinggi dan tegap berpacu lebih dulu dibandingkan dengan siapa pun untuk mencapai ruang operasi tempat istrinya berada.Operasi masih berlangsung. Ruang tunggu di depannya lengang. Sunyi. Seolah mengejek lelaki itu dalam keheningan yang menyakitkan."Duduklah dulu dan tenangkan dirimu, Dietrich," bujuk Anthony Toussaint. "Kita doakan saja agar semuanya berjalan lancar dan Natalie baik-baik saja."Lady Louise sependapat dengan sang suami. "Aku sudah menghubungi Stéphanie. Dia dan keluarganya sudah dalam perjalanan kemari."Kedua tangan Dietrich lari ke kepala untuk meremas rambutnya sendiri. Kemudian, turun ke bagian tengkuk, dan berakhir membentuk sebuah kepalan yang diarahkannya ke mulut pria tampan itu sendiri. Kekalutan melanda dirinya—sampai paru-parunya mulai terasa kesulitan untu
Pada saat mobil telah berhenti di depan ruang gawat darurat rumah sakit, Natalie tidak sempat berpikir lagi. Segalanya terasa bagai mimpi—bagaimana dia diangkat dan diletakkan di sebuah brankar. Brankar tersebut didorong ke dalam, lalu Dokter Özge tampak berbicara dengan beberapa petugas medis dan dalam sekejap Natalie dimasukkan menuju sekat pemeriksaan.Sebuah gelengan pelan yang dilakukan oleh Dokter Özge sesaat setelah pemeriksaan menghancurkan hati Natalie bahkan sebelum sang dokter sempat berbicara."Nyonya Natalie maafkan saya. Saya tidak menemukan detak jantung janin Anda lagi." Dokter Özge berkata gamblang.Penegasan itu membuat Natalie sontak terisak. Tangisannya pecah begitu saja—tanpa bisa ditahan lagi. Ini adalah hal yang menakutkan. Tidak, bukan. Sesungguhnya, ini adalah hal yang paling ia takutkan. Bahkan sejak awal kehamilan, Natalie tidak pernah merasa percaya diri bahwa semua akan baik-baik saja. Seolah dia sudah tahu bahwa ini akan terjadi."Nyonya," Dokter Özge men
"Apa yang Anda rasakan?"Pertanyaan Dokter Özge menyentakkan Natalie kembali pada kenyataan. Wanita itu melarikan tangan ke belakang leher, lalu mengusap keringat dingin yang terus membasahi kerah sweater-nya di sana sembari menelan ludah. "Tidak ada."Dokter Özge mengangguk. "Nyonya .... Sering kali kita tidak memerhatikan. Namun, apa yang kita rasakan tidak selalu itulah yang bayi kita rasakan. Anda mungkin tidak merasa lelah ... atau mungkin tidak sadar bahwa Anda sebenarnya sedang stres. Banyak sekali hal yang bisa memicu timbulnya flek. Pemeriksaan oleh dokter Anda di Venezuela menunjukkan beberapa gejala yang tidak bagus. Namun, jangan khawatir. Bukan berarti sekarang kondisinya belum membaik."Natalie mengangguk, kemudian memejamkan mata. Sebelah tangannya mengusap lembut perutnya. Wanita cantik itu berusaha merasakan. Apa pun—entah itu hingar bingar suara musik di kejauhan, kembang api yang terus memeriahkan langit musim dingin, suhu udara yang semakin menurun seiring bertamba
Pada saat Natalie sampai di kamar tempat Catherine dan anak-anaknya berada, Dokter Özge membuka pintu dan keluar sebelum Natalie sempat menyentuh gagang pintu. Wanita berkacamata tebal itu agak terkejut, tetapi senang melihat kedatangan Natalie."Nyonya Toussaint!" Dokter Özge berseru lalu kedua tangannya meraih pundak Natalie. "Saya mendengar banyak hal tentang pernikahan Anda yang sensasional. Selamat, Nyonya. Semoga pernikahan Anda mendapatkan keberkahan dan langgeng. Anda ingin menjenguk Nyonya Alexandrov?"Natalie tersenyum. "Terima kasih. Ya, Dok. Saya kemari untuk melihat bayi-bayi Catherine."Dokter Özge mengangguk. "Bagaimana dengan kehamilan Anda sendiri? Apakah semuanya baik-baik saja?"Natalie terdiam agak lama."Nyonya? Apakah ada yang bisa saya bantu? Anda tampak ... sedikit pucat." Dokter Özge membantu Natalie untuk duduk di sebuah kursi di lorong. "Apakah ada masalah?"Natalie menelan ludah. "Saya sempat memeriksakan kandungan sebelum terbang kemari, tetapi ... dokter
Natalie tidak berani banyak bergerak. Dokter kandungan yang diam-diam ia temui di Venezuela meresepkan serangkaian obat penguat kandungan dan beberapa vitamin tambahan, serta memberikan saran untuk beristirahat sebanyak mungkin demi menghindari stres.Yang terakhir adalah yang paling sulit. Natalie tidak merasa stres akan apa pun, tetapi entah mengapa dokter mengatakan itu. Badannya pun tidak terasa lelah bahkan setelah perjalanan panjang dari Brussel ke New York, kawin lari ke Las Vegas, kembali ke Monte Carlo, berbulan madu ke Caracas, kemudian sekarang sedang dalam penerbangan lanjutan dari Brussel menuju St. Petersburg."Selamat datang di Rusia, Tuan-Tuan dan Nyonya-Nyonya sekalian!" Erik—tangan kanan Vladimir Alexandrov—menyambut kedatangan pesawat jet pribadi terbesar milik Alexandrov, Lexstream One, yang ditugaskan khusus menjemput keluarga Toussaint—di bandar udara Pulkovo, dengan senyum ramah yang kini tidak lagi tampak seperti seringaian beruang di mata Natalie.Dietrich men
"Vladimir Alexandrov baru saja memberi tahuku bahwa hari perkiraan lahir anak-anaknya sudah dekat. Keluarga Toussaint sudah akan berangkat ke Rusia. Tapi, aku ingin bertanya padamu dulu sebelum memutuskan apa pun. Bagaimana menurutmu? Apakah kita ikut berangkat ke St. Petersburg? Atau kita masih tinggal di sini untuk beberapa lama lagi?"Dietrich Toussaint kembali pada istrinya setelah memesan makan siang dan menerima telepon lain dari adik iparnya. Lelaki itu tampak riang. Sumringah. Senyumannya teramat lebar menandakan kebahagiaan menyambut calon keponakan-keponakan barunya.Ia menghampiri sisi ranjang istrinya, kemudian menggenggam jemari perempuan cantik itu lembut. "Mereka baru akan lahir, tetapi aku sudah tidak sabar menanti mereka dewasa. Kurasa, mereka akan sama ugal-ugalannya dengan kedua kakak mereka," ucapnya. "Dan mereka akan menjadi sepupu-sepupu yang baik untuk anak kita."Natalie menelan ludah. Sekilas, Dietrich sempat melihat kilau kesedihan di mata wanita cantik itu,