Tidak pernah terbayangkan dalam hidup Dietrich bahwa dia akan menikahi Natalie. Apa lagi, akan bertemu dengan keluarga Bibi Stéphanie dengan maksud dan tujuan ingin meminta maaf karena telah membawa putri berharga mereka kawin lari di Las Vegas. Sekarang, semuanya menjadi runyam. Bahkan, pria tampan itu terancam akan memiliki lebih banyak lebam pada wajah dan rahangnya.Namun, Dietrich tidak peduli. Lelaki itu dikenal sebagai makhluk egois yang mementingkan penampilan tampannya di atas segalanya. Tetapi, sungguh. Kali ini dia tidak peduli apakah dia akan dipukul sampai habis atau apa pun—karena Dietrich benar-benar merasa pantas untuk mendapatkannya."Mon Amour ...." Dietrich meraih tangan Natalie.Natalie—yang tengah memperhatikan ponsel dan menggulir pemberitaan heboh di media tentang pernikahannya yang batal dengan Douglas Kennedy—menoleh. "Mmm?""Kira-kira Nathaniel akan memukulku berapa kali?" Dietrich memandang Natalie was-was. Sebelah tangannya menyentuh pipinya yang memiliki b
Monako di musim dingin terasa sangat nyaman bagi Dietrich. Udara di sini relatif hangat—dibandingkan bumi belahan utara tempat dia biasa tinggal. Monte Carlo, sebuah kota yang memiliki kediaman Princess Stéphanie di dalamnya, adalah salah satu tempat yang dapat dikatakan memiliki kenangan-kenangan indah untuknya.Well, kecuali saat Natalie mengembalikan cincin pemberiannya di pinggir pantai. Dietrich jelas membenci saat itu.Kediaman Princess Stéphanie sangat terkenal. Meski rumah itu milik pribadi, Mr. Casiraghi setuju membukanya untuk umum dalam perayaan-perayaan tertentu. Misalnya saja, acara ulang tahun sang istri di tanggal tiga belas September atau, perayaan hari jadi pernikahan mereka berdua.Dietrich selalu datang dengan keluarganya. Tidak ada alasan untuk tidak datang. Dietrich dan papanya, Anthony Toussaint, jelas kalah telak jika Catherine sudah merengek atau Lady Louise yang mengomel karena tidak ingin ketinggalan acara temannya.Dietrich melenggang bebas ke mana pun di ru
Dietrich tersenyum lega. "Papa Casiraghi, kau memang yang terbaik."Mr. Casiraghi terkekeh senang. "Ayo, kemarilah. Kita duduk dan minum cokelat panas bersama. Di luar sana dingin sekali. Paling tidak, di dalam rumah harus hangat."Dietrich dan Natalie ikut duduk di sofa-sofa besar bersama keluarga Natalie yang lain. Pintu telah ditutup dan perapian elektronik sudah dinyalakan. Cokelat panas—seperti yang dijanjikan oleh Mr. Casiraghi—terhidang tak lama kemudian.Princess Stéphanie merangkul Natalie. "Apakah kalian merekam proses pernikahannya? Sejak dulu, aku menganggap pernikahan private adalah yang terbaik. Sayang sekali aku tidak bisa melakukannya, karena aku adalah anak raja. Namun, aku senang Natalie bisa melakukan itu denganmu, Dietrich," ucap Princess Stéphanie.Kalimat itu sontak membuat Dietrich hampir tersedak cokelat panas. "Bibi—maksudku, Mama Stéphie—serius?"Princess Stéphanie terkekeh. "Ya. Aku sebetulnya tidak terlalu suka jadi tontonan. Natalie pun begitu. Benar, ‘kan
Dietrich tenggelam dalam lamunan, sampai saat ia dan Natalie telah berdua saja di dalam kamar yang dulunya adalah kamar pribadi perempuan itu. Natalie sibuk sendiri merapikan barang-barang lama yang menurutnya tidak patut dilihat oleh Dietrich. Menyembunyikan tumpukan buku harian di sebuah laci besar, misalnya.Sementara itu, pikiran Dietrich melayang pada kata-kata Nathaniel. Ah, sial. Lelaki itu berpikir dengan begitu arogan, bahwa semua yang dilakukannya selama ini sudah cukup rapi. Tetapi, ternyata, ada orang lain yang dapat mengendusnya."Dietrich?" Natalie memanggil pelan. "Apakah kau keberatan dengan boneka-boneka ini? Kamar kita berdua tidak seharusnya diisi dengan boneka, ya?" Wanita cantik itu menunjuk sederetan boneka Barbie lengkap dengan rumah besarnya di salah satu sisi ruangan.Natalie memang sudah meninggalkan Monte Carlo sejak lulus sekolah menengah. Dia menghabiskan masa remaja akhir dan masa dewasa awalnya di Paris. Bersekolah bersama kedua sahabatnya, Catherine dan
"Ayo kita buat rencana honeymoon," kata Dietrich pada keesokan harinya. "Mama Stéphie dan Papa Casiraghi sudah memberikan izin padaku untuk membawamu pergi, Mon Amour ."Pria itu menggotong sebuah gulungan besar bersama Gabriel yang ternyata adalah sebuah peta dunia berukuran super besar. Kedua lelaki tampan itu menggelarnya di ruang tengah. Ruangan di mana Natalie dan seluruh keluarga yang lain sedang berkumpul.Princess Stéphanie berdiri dengan antusiasme tinggi. "Bulan madu! Wah, itu terdengar menyenangkan sekali, Dietrich! Bagaimana cara kalian memilih tempat tujuan wisata?"Dietrich dan Gabriel saling berpandangan, kemudian sama-sama mengangguk."Kita serahkan semuanya pada Natalie," jawab Gabriel yang membuat Natalie membelalakkan mata."Aku?" Nat menunjuk dirinya sendiri. "Tapi—"Dietrich menghampiri sang istri, kemudian tersenyum manis sambil mengulurkan tangan. Saat Natalie meletakkan tangan di dalam genggamannya, Dietrich membawa perempuan cantik itu berdiri dan melangkah me
Dietrich dan Natalie memilih untuk berbulan madu ke Caracas, ibu kota Venezuela. Tempat ini terletak di Lembah Cerro Avila, yang pegunungannya menjulang setinggi 8.000 meter dari permukaan Laut Karibia. Salah satu jet Lexstream milik Toussaint mendarat di bandara Simon Bolivar—dan pada saat turun dari pesawat, pasangan pengantin baru itu disambut dengan cuaca yang relatif hangat.Pernah dihuni oleh Suku Indian Toro Maimo, kota Caracas didirikan oleh bangsa Spanyol pada tahun 1567. Ada banyak tempat yang dapat dikunjungi oleh Dietrich dan Natalie untuk berjalan-jalan, tetapi hal yang paling pertama dan utama, tentu saja mereka berdua diantarkan langsung menuju salah satu resort terbaik di sana ... Patricia Royal Resort Caracas.Tempat itu merupakan resort modern yang cantik yang terletak di Caracas. Salah satu daya tarik utamanya adalah kolam renang outdoor dan restoran. Tempat ini memiliki pemandangan kota dan Gunung El Avila yang sangat indah.Dietrich cukup puas dengan pemilihan lok
Natalie berusaha bangun perlahan-lahan. Perempuan cantik itu sudah pernah bangkit secepat kilat, dan langsung merasa pusing tujuh keliling. Sebuah pengalaman menyebalkan yang tidak ingin ia ulangi lagi."Dietrich?" Suara Natalie agak menggema di seluruh suite.Namun, tidak ada sahutan.Wanita itu beranjak menuju sisi kamar yang lain ... dan menemukan bahwa ruangan itu sama sekali kosong. Lalu, Natalie bergerak untuk memeriksa balkon dengan hasil yang sama.Natalie mulai panik. Perempuan itu hendak berderap menuju nakas dan mengambil ponsel, tepat ketika pintu suite terbuka dari luar. Kemudian, sosok tinggi tegap Dietrich mulai terlihat."Dietrich!"Lelaki itu mengangkat kedua alis saat menyadari bahwa sang istri tampak seperti akan menangis. "Nat? Hei. Apa yang terjadi?""Dari mana saja kau?" Natalie menghambur ke pelukan sang suami, kemudian memberengut sembari membenamkan mukanya di dalam dekap hangat pria itu.Dietrich tertegun sejenak. Natalie bukan perempuan manja. Tidak pernah s
Ada banyak sekali hal tak terduga di dunia ini. Namun, salah satu hal paling tak terduga bagi Pablo Moreno adalah ketenangan Natalie Casiraghi. Lelaki itu ingin mengulang sekali lagi apa yang tadi sudah dikatakannya, tetapi sesaat kemudian, Natalie mendahuluinya."Senang sekali dapat bertemu lagi denganmu di sini, Pablo. Sudah lama kita tidak berjumpa, ya ‘kan? Lima tahun?"Bahkan, kalimat pertanyaan singkat yang terdengar tanpa makna itu diucapkan dengan begitu ringan.Pablo melirik Dietrich Toussaint sekilas—dan langsung menahan diri agar tidak gemetar. Pria itu marah. Marah besar. Hanya saja, berbeda dengan dulu, kali ini si presdir tampan terlihat lebih dapat menguasai diri.Pablo Moreno berdeham sedikit lalu mengembalikan perhatian pada Natalie. "Enam. Enam tahun. Aku terakhir menemuimu di Covent Garden, London, enam tahun lalu."Natalie mengangguk sopan. "Kau adalah teman yang baik, Pablo. Sudah lama tinggal di Venezuela?""Enam tahun." Pablo menjawab. Ada sekilas nada getir dal
Monte Carlo, Monaco.Sudah hampir sebulan berlalu semenjak Natalie kehilangan bayinya. Tak ada satu hari pun berlalu tanpa ia mendapatkan surat berisi permohonan maaf—permintaan agar wanita cantik itu mau memberikan kesempatan sekali lagi pada pernikahan—yang datang bersama buket bunga dan cokelat dari Dietrich.Terkadang, buket itu juga disisipi boneka-boneka beruang mini yang dipesan khusus dari tempat Vladimir memesankan Teddy Bear pembawa tomat milik Nasya dan Tata. Boneka-boneka itu, si beruang mini, selalu memiliki tiga item dalam satu serinya. Beruang ayah, beruang ibu, dan beruang anak laki-laki. Si beruang ayah dan beruang ibu memiliki warna mata Dietrich dan Natalie. Serta, warna rambut mereka sebagai corak bulu di seluruh badan.Pada sebuah surat yang dikirimkan beberapa waktu lalu, Natalie hampir tersenyum. Hampir saja, jika perempuan itu tidak ingat bahwa dirinya sedang berada dalam masa berkabung.Mon Amour, tulis Dietrich.Jangan bersedih lagi. Musim dingin yang menyeba
Dietrich kembali ke Brussel sendirian, setelah Natalie dibawa pulang ke Monte Carlo malam itu ... tanpa berpamitan. Seluruh keluarga Toussaint masih berada di istana musim panas Babushka. Vladimir dan Catherine berencana menghentikan pesta yang berlangsung untuk menyambut kelahiran kedua putra mereka—demi menghormati Dietrich dan menyatakan bahwa mereka turut berduka atas kehilangan yang Dietrich dan Natalie rasakan.Namun, Dietrich menolak. Fyodor dan Mykola berhak mendapatkan semua pesta itu. Begitu pula dengan Catherine—yang meski sudah memiliki empat anak, tetapi baru pertama kali merasakan bahwa pengalaman melahirkannya dirayakan. Jadi, malam itu juga Dietrich mengemasi barang-barangnya kemudian bertolak menuju bandara Pulkovo untuk selanjutnya terbang kembali ke rumah.Ke kastil Toussaint.Malam di awal bulan Januari itu gelap dan sungguh tanpa bintang. Membeku ... menggigit hingga ke dalam sukma. Dietrich menatap hampa semuanya melalui jendela pesawat—dan limosin yang dikemudik
"Kau dengar sendiri apa yang dikatakan oleh putriku." Dietrich mendengar Tuan Casiraghi—ayah mertuanya—berjalan mendekat tatkala Natalie tertidur di dalam kamar rawat inapnya.Ya. Dietrich tidak tuli. Tentu saja dia mendengar semuanya."Kami akan membawanya pulang ke Monte Carlo," kata Tuan Casiraghi di depan semua orang. "Urusan perceraian nanti akan diselesaikan oleh tim pengacara yang kami tunjuk."Dietrich termenung. Semua yang terjadi padanya hari ini benar-benar terasa bagai mimpi yang jauh—sebuah mimpi buruk. Lelaki itu mengerling pada Natalie yang masih berada di atas bed pasien, namun sosok cantik itu telah mengalihkan pandangan ke arah lain.Bagaimana semuanya bisa menjadi seperti ini? Bagaimana cintanya dapat menyerah pada hubungan mereka berdua di saat mereka sama-sama kehilangan?Di saat seluruh ruangan hening selama beberapa saat, Dietrich tahu bahwa semua orang sedang menunggu jawabannya. Maka, ia mengangguk. Ia tidak sanggup mengatakan apa pun. Dan ia menahan diri agar
Derap kaki Dietrich menggema di seluruh lorong rumah sakit, diikuti langkah kedua orang tuanya—Anthony Toussaint dan Lady Louise. Raut penuh kepanikan tampak jelas di wajah pria tampan itu. Tubuhnya yang tinggi dan tegap berpacu lebih dulu dibandingkan dengan siapa pun untuk mencapai ruang operasi tempat istrinya berada.Operasi masih berlangsung. Ruang tunggu di depannya lengang. Sunyi. Seolah mengejek lelaki itu dalam keheningan yang menyakitkan."Duduklah dulu dan tenangkan dirimu, Dietrich," bujuk Anthony Toussaint. "Kita doakan saja agar semuanya berjalan lancar dan Natalie baik-baik saja."Lady Louise sependapat dengan sang suami. "Aku sudah menghubungi Stéphanie. Dia dan keluarganya sudah dalam perjalanan kemari."Kedua tangan Dietrich lari ke kepala untuk meremas rambutnya sendiri. Kemudian, turun ke bagian tengkuk, dan berakhir membentuk sebuah kepalan yang diarahkannya ke mulut pria tampan itu sendiri. Kekalutan melanda dirinya—sampai paru-parunya mulai terasa kesulitan untu
Pada saat mobil telah berhenti di depan ruang gawat darurat rumah sakit, Natalie tidak sempat berpikir lagi. Segalanya terasa bagai mimpi—bagaimana dia diangkat dan diletakkan di sebuah brankar. Brankar tersebut didorong ke dalam, lalu Dokter Özge tampak berbicara dengan beberapa petugas medis dan dalam sekejap Natalie dimasukkan menuju sekat pemeriksaan.Sebuah gelengan pelan yang dilakukan oleh Dokter Özge sesaat setelah pemeriksaan menghancurkan hati Natalie bahkan sebelum sang dokter sempat berbicara."Nyonya Natalie maafkan saya. Saya tidak menemukan detak jantung janin Anda lagi." Dokter Özge berkata gamblang.Penegasan itu membuat Natalie sontak terisak. Tangisannya pecah begitu saja—tanpa bisa ditahan lagi. Ini adalah hal yang menakutkan. Tidak, bukan. Sesungguhnya, ini adalah hal yang paling ia takutkan. Bahkan sejak awal kehamilan, Natalie tidak pernah merasa percaya diri bahwa semua akan baik-baik saja. Seolah dia sudah tahu bahwa ini akan terjadi."Nyonya," Dokter Özge men
"Apa yang Anda rasakan?"Pertanyaan Dokter Özge menyentakkan Natalie kembali pada kenyataan. Wanita itu melarikan tangan ke belakang leher, lalu mengusap keringat dingin yang terus membasahi kerah sweater-nya di sana sembari menelan ludah. "Tidak ada."Dokter Özge mengangguk. "Nyonya .... Sering kali kita tidak memerhatikan. Namun, apa yang kita rasakan tidak selalu itulah yang bayi kita rasakan. Anda mungkin tidak merasa lelah ... atau mungkin tidak sadar bahwa Anda sebenarnya sedang stres. Banyak sekali hal yang bisa memicu timbulnya flek. Pemeriksaan oleh dokter Anda di Venezuela menunjukkan beberapa gejala yang tidak bagus. Namun, jangan khawatir. Bukan berarti sekarang kondisinya belum membaik."Natalie mengangguk, kemudian memejamkan mata. Sebelah tangannya mengusap lembut perutnya. Wanita cantik itu berusaha merasakan. Apa pun—entah itu hingar bingar suara musik di kejauhan, kembang api yang terus memeriahkan langit musim dingin, suhu udara yang semakin menurun seiring bertamba
Pada saat Natalie sampai di kamar tempat Catherine dan anak-anaknya berada, Dokter Özge membuka pintu dan keluar sebelum Natalie sempat menyentuh gagang pintu. Wanita berkacamata tebal itu agak terkejut, tetapi senang melihat kedatangan Natalie."Nyonya Toussaint!" Dokter Özge berseru lalu kedua tangannya meraih pundak Natalie. "Saya mendengar banyak hal tentang pernikahan Anda yang sensasional. Selamat, Nyonya. Semoga pernikahan Anda mendapatkan keberkahan dan langgeng. Anda ingin menjenguk Nyonya Alexandrov?"Natalie tersenyum. "Terima kasih. Ya, Dok. Saya kemari untuk melihat bayi-bayi Catherine."Dokter Özge mengangguk. "Bagaimana dengan kehamilan Anda sendiri? Apakah semuanya baik-baik saja?"Natalie terdiam agak lama."Nyonya? Apakah ada yang bisa saya bantu? Anda tampak ... sedikit pucat." Dokter Özge membantu Natalie untuk duduk di sebuah kursi di lorong. "Apakah ada masalah?"Natalie menelan ludah. "Saya sempat memeriksakan kandungan sebelum terbang kemari, tetapi ... dokter
Natalie tidak berani banyak bergerak. Dokter kandungan yang diam-diam ia temui di Venezuela meresepkan serangkaian obat penguat kandungan dan beberapa vitamin tambahan, serta memberikan saran untuk beristirahat sebanyak mungkin demi menghindari stres.Yang terakhir adalah yang paling sulit. Natalie tidak merasa stres akan apa pun, tetapi entah mengapa dokter mengatakan itu. Badannya pun tidak terasa lelah bahkan setelah perjalanan panjang dari Brussel ke New York, kawin lari ke Las Vegas, kembali ke Monte Carlo, berbulan madu ke Caracas, kemudian sekarang sedang dalam penerbangan lanjutan dari Brussel menuju St. Petersburg."Selamat datang di Rusia, Tuan-Tuan dan Nyonya-Nyonya sekalian!" Erik—tangan kanan Vladimir Alexandrov—menyambut kedatangan pesawat jet pribadi terbesar milik Alexandrov, Lexstream One, yang ditugaskan khusus menjemput keluarga Toussaint—di bandar udara Pulkovo, dengan senyum ramah yang kini tidak lagi tampak seperti seringaian beruang di mata Natalie.Dietrich men
"Vladimir Alexandrov baru saja memberi tahuku bahwa hari perkiraan lahir anak-anaknya sudah dekat. Keluarga Toussaint sudah akan berangkat ke Rusia. Tapi, aku ingin bertanya padamu dulu sebelum memutuskan apa pun. Bagaimana menurutmu? Apakah kita ikut berangkat ke St. Petersburg? Atau kita masih tinggal di sini untuk beberapa lama lagi?"Dietrich Toussaint kembali pada istrinya setelah memesan makan siang dan menerima telepon lain dari adik iparnya. Lelaki itu tampak riang. Sumringah. Senyumannya teramat lebar menandakan kebahagiaan menyambut calon keponakan-keponakan barunya.Ia menghampiri sisi ranjang istrinya, kemudian menggenggam jemari perempuan cantik itu lembut. "Mereka baru akan lahir, tetapi aku sudah tidak sabar menanti mereka dewasa. Kurasa, mereka akan sama ugal-ugalannya dengan kedua kakak mereka," ucapnya. "Dan mereka akan menjadi sepupu-sepupu yang baik untuk anak kita."Natalie menelan ludah. Sekilas, Dietrich sempat melihat kilau kesedihan di mata wanita cantik itu,