Wahh... Siapa tuh cameonya... Ada yang kenal?
Bab 36“Sialan? Siapa yang sialan hubby?”Austin menoleh dan tersenyum lembut, “Gerald, love.” Jawabnya dengan wajah tersenyum lebar.Bella, istri dari Austin mengerutkan kening, “Kalian kalau ketemu seperti tom and jerry!”“Hahahha…” Austin berjalan dengan Langkah lebar dan meraih pinggang istrinya, “Kenapa gak bilang kalau mau datang ke kantor? Lalu siapa yang antar? Kamu gak nyetir sendiri ‘kan?”Bella menghela napas dan tertawa geli, ia berjinjit dan memberikan ciuman lembut di bibir suaminya, “Memangnya tidak boleh kasih kejutan ke suami? Dan aku datang dengan Della, so aku gak nyetir, ok?”Austin tersenyum lebar, “Thank you sayang,” balasnya dan menciumi bibir istrinya, “lalu, Dimana my boy? Kenapa gak ikut, love?”“Arion di mansion utama, hubby. Seperti biasa, Mommy dan Daddy begitu tiba dari perjalanan bisnis akan langsung mengambil Arion.”“Hem, ok sayang.”“Oh iya, apa kamu masih ingat wanita yang Gerald cari?”Bella mengangguk pelan, “Irene ‘kan? Kenapa hubby?”“Benar.”“Tu
Bab 37Setelah berbisik, Gerald benar-benar melahap Irene kembali, membuat Irene kembali mendesah. Tubuhnya yang kuat dan berotot menindih Irene, membuatnya merasa seperti terjebak dalam pelukan yang tidak bisa ia tinggalkan.Mata Gerald yang biasanya tegas dan dingin, kini terlihat seperti api yang membakar, namun dengan sentuhan lembut yang membuat Irene merasa seperti di atas awan.Irene terus memanggil nama Gerald, suaranya terdengar lemah namun penuh gairah. Dan Irene terus saja mendengar panggilan dari Gerald kepadanya dengan panggilan sayang."Oh damn! Sayang! Kamu sangat ketat!" Suaranya parau, terdengar seperti perintah, namun dengan nada yang lembut dan sarat akan gairah.Gerald memacu tubuhnya, menghujam miliknya dengan kuat dan cepat. Irene mendesah kuat, tubuhnya bergetar dengan keras, seperti akan meledak dalam kenikmatan yang tidak terhingga. Setiap gesekan kulit mereka terasa sangat nikmat.Mereka bergerak seperti satu kesatuan, irama yang sempurna, hingga akhirnya, mer
"Ugh, sakit!" Seruan Irene menggema kala ia terduduk di tempat tidur sembari mengusap bagian tubuhnya yang terasa perih.Ia menghela napas berat, ingin merutuki nasibnya yang terombang-ambing selama ini.Karena obsesi Bertha-Ibu tirinya, ia harus selalu bersembunyi dari tuntutan Bertha yang ingin menjodohkannya dengan beberapa pengusaha kaya raya yang telah berumur. Bahkan tanpa segan menyewa orang untuk menyeretnya pulang. Semua demi kepentingan membayar hutang-hutangnya bermain kasino setelah meninggalnya sang Ayah.Tetapi di kala oasis yang melanda, Owen-sahabatnya semasa kecil datang melamarnya, "Irene, menikahlah denganku, aku sangat mencintaimu sejak dulu. Dan kamu tidak perlu khawatir dengan Ibu tirimu, aku yang akan membayar semua hutang piutangnya agar kamu tidak lagi berhubungan dengannya."Sebuah lamaran dari pria mapan dan tampan yang telah ia cintai selama ini, seketika membuat Irene tersentuh, dan membuatnya berpikir bahwa pria itu bisa memberinya masa depan yang lebih b
Irene terkejut. Tubuhnya membeku seketika, seolah kata-kata Owen baru saja merampas semua kehangatan yang tersisa dari tubuhnya. Wajahnya memucat, bibirnya bergetar saat mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menanggapi pernyataan suaminya. Bagaimana bisa Owen, pria yang selama ini ia cintai dan percayai, mengucapkan sesuatu yang lebih keji dari apa yang pernah dilakukan oleh ibu tirinya?"Apa maksud kamu, Owen?" suaranya terdengar serak, hampir seperti bisikan yang tercekik. Matanya yang besar, kini dipenuhi oleh rasa sakit dan ketidakpercayaan, menatap Owen berharap menemukan secercah penyesalan atau kesalahan dalam ucapannya.Namun, Owen tampak mengabaikan pertanyaan Irene. "Besok ikut aku ke suatu tempat dan pakai pakaian terbaikmu, Irene," katanya dingin sambil berdiri, seolah-olah tidak ada yang salah dengan permintaannya."Owen, kau belum menjawab pertanyaanku!" Irene menaikkan nada suaranya, menatap Owen dengan intens.Dengan manik berwarna coklat gelap ia menatap Irene de
“Aoch!” Irene memijit keningnya yang terasa perih, ia perlahan membuka matanya, “Ini dimana?” wanita cantik itu terkejut melihat ruangan yang asing bahkan pandangannya membulat saat mendapati tubuhnya telah mengenakan gaun berwarna merah maroon yang sangat seksi.“Tunggu! Jangan bilang... Ini—“ Irene terhenti saat mendengar suara yang sangat dikenalnya.“Irene,” suara Owen membuat Irene mendongak dan melihat suaminya berdiri di depan pintu.“Owen? Jelaskan! Apa semua ini!” hardik Irene dengan sorot mata tajam, penuh kemarahan dan kebingungan.Owen melangkah masuk ke dalam ruangan dan berdiri tepat di depan Irene.“Owen... Ayo pulang! Aku tidak mau di sini!” lirih Irene, matanya menatap pria di depannya dengan penuh rasa kecewa. Pria yang ia pikir akan menjadi pelindung dan sumber kebahagiaannya kini terasa seperti orang asing. Hatinya remuk, namun ia tetap berharap Owen akan mendengarnya dan membawanya pergi dari tempat ini, meski hanya ada setitik harapan.Owen menghela napas panjang
Irene terkejut mendengar suara berat pria yang saat ini berbisik di telinganya, terasa familiar, suara yang tak dapat ia lupakan, suara seorang pria yang sudah mengambil ciuman pertamanya saat itu, "Tu-tuan Gerald?" paraunya.Pria bertopeng itu pun cukup terkejut saat Irene masih mengingatnya, ia tersenyum tipis dan merengkuh pinggang Irene, membuat tubuh mereka semakin rapat, "Mulai detik ini, tidak kuizinkan orang lain memilikimu!"Deg! Irene terperanjat. "Ma-maaf-"Tanpa melanjutkan perkataan Irene, Gerald meraih dagu Irene, menyapu bibir wanita cantik di depannya. Irene kembali dibuat terkejut, "Ciuman ini..." Irene segera tersadar dan menarik tubuhnya.Irene dapat melihat senyuman tipis tersirat di wajah pria bertopeng di depannya. Tanpa diduga Gerald membuka jas yang ia kenakan dan menaruh di bahu Irene, menutup pakaian seksi yang melekat ditubuh Irene. lalu meraih tangan Irene, membawanya turun dari atas panggung.Owen menajamkan pandangan dan pendengarannya, "Apa yang mereka b
Gerald kembali mencumbu Irene penuh damba, liar dan menuntut. Tanpa Irene duga, pria bertubuh atletis itu mengangkat tubuhnya ala bridal, "Tidak disini." Kemudian ia melangkah menuju salah satu ruangan. Irene yang diangkat ala bridal cukup terkejut hingga spontan mengaitkan kedua tangannya di leher Gerald agar tubuhnya tidak terjatuh.Hingga Irene kembali terpesona dengan kamar yang sangat luas dan mewah itu, di sana terlihat ranjang berukuran sangat besar dengan sprei berwarna silver. Interior yang di dominasi warna navy dan silver, elegan dan maskulin. Irene merasa seperti terjebak dalam mimpi yang tidak terkontrol.Di saat ia terpana dengan ruangan, suara Gerald kembali membuatnya tersentak, "Malam ini, kau hanya harus fokus padaku, Irene." Suaranya terdengar seperti perintah, membuat Irene merasa seperti boneka yang dikendalikan.Deg! "Sejak kapan aku di atas tempat tidur?" batinnya, sadar jika saat ini yang telah berbaring di atas ranjang, dan posisi Gerald yang mengukungnya. Ire
“...tapi, malam ini, aku tidak menyesal sama sekali bertemu denganmu, Irene.” Gerald menatap tajam manik indah Irene. “Dan, maaf aku terlambat datang padamu.”Ia mengambil selimut, menutupi tubuh Irene yang polos itu.“Apa maksud kamu?” tanya Irene, tidak paham dengan perkataan Gerald yang terakhir. “Minta maaf untuk apa? Dan kenapa kamu mau menemuiku, Tu—”“Gerald,” Gerald menyela, tidak menyukai panggilan Irene yang terdengar sangat asing.Irene terdiam, ragu menatap Gerald. Tatapannya membuat Gerald ingin sekali menggodanya.“Bukannya kita sepasang kekasih?”Irene seketika membelalakkan matanya. “Ba-bagaimana…” kemudian ia membekap mulutnya dan dan menutup wajahnya. Kembali mengingat kejadian pertama kali mereka bertemu.Wajahnya merona dan terasa panas, pertemuan singkat yang tidak bisa Irene pungkiri sangat berkesan padanya. Tapi karena permasalahan keluarganya saat itu. Ia tak lagi memikirkan pria yang pernah menolongnya saat itu. Karena bantuan Gerald saat itu, ia berhasil lepa
Bab 37Setelah berbisik, Gerald benar-benar melahap Irene kembali, membuat Irene kembali mendesah. Tubuhnya yang kuat dan berotot menindih Irene, membuatnya merasa seperti terjebak dalam pelukan yang tidak bisa ia tinggalkan.Mata Gerald yang biasanya tegas dan dingin, kini terlihat seperti api yang membakar, namun dengan sentuhan lembut yang membuat Irene merasa seperti di atas awan.Irene terus memanggil nama Gerald, suaranya terdengar lemah namun penuh gairah. Dan Irene terus saja mendengar panggilan dari Gerald kepadanya dengan panggilan sayang."Oh damn! Sayang! Kamu sangat ketat!" Suaranya parau, terdengar seperti perintah, namun dengan nada yang lembut dan sarat akan gairah.Gerald memacu tubuhnya, menghujam miliknya dengan kuat dan cepat. Irene mendesah kuat, tubuhnya bergetar dengan keras, seperti akan meledak dalam kenikmatan yang tidak terhingga. Setiap gesekan kulit mereka terasa sangat nikmat.Mereka bergerak seperti satu kesatuan, irama yang sempurna, hingga akhirnya, mer
Bab 36“Sialan? Siapa yang sialan hubby?”Austin menoleh dan tersenyum lembut, “Gerald, love.” Jawabnya dengan wajah tersenyum lebar.Bella, istri dari Austin mengerutkan kening, “Kalian kalau ketemu seperti tom and jerry!”“Hahahha…” Austin berjalan dengan Langkah lebar dan meraih pinggang istrinya, “Kenapa gak bilang kalau mau datang ke kantor? Lalu siapa yang antar? Kamu gak nyetir sendiri ‘kan?”Bella menghela napas dan tertawa geli, ia berjinjit dan memberikan ciuman lembut di bibir suaminya, “Memangnya tidak boleh kasih kejutan ke suami? Dan aku datang dengan Della, so aku gak nyetir, ok?”Austin tersenyum lebar, “Thank you sayang,” balasnya dan menciumi bibir istrinya, “lalu, Dimana my boy? Kenapa gak ikut, love?”“Arion di mansion utama, hubby. Seperti biasa, Mommy dan Daddy begitu tiba dari perjalanan bisnis akan langsung mengambil Arion.”“Hem, ok sayang.”“Oh iya, apa kamu masih ingat wanita yang Gerald cari?”Bella mengangguk pelan, “Irene ‘kan? Kenapa hubby?”“Benar.”“Tu
Bab 35“Ngh… Ya… ya… Aku janji… Ah! Aku janji Gerald…” Irene menyahut di sela helaan desahan nafasnya.Gerald tersenyum puas, gairahnya semakin membuncah, ia menjilati punggung Irene dan meraih kedua tangan wanita cantik itu, membuat tubuh Irene melayang.Ia bergerak, kembali menghujam Irene jauh lebih cepat dan kuat."Ah! Gerald melakukannya sangat intens... tapi rasanya sungguh luar biasa..." batin Irene mendesah dengan mulut terbuka. Rambutnya terjunati indah, bahkan ia merasa malu dengan posisinya saat ini, melihat kedua payudaranya bergerak seirama dengan tubuhnya.“Oh damn! Irene!” Hasrat Gerald tak dapat ia tahan, iaterus menghujam Irene, keringat mengucur dari keningnya, penampilan Irene saat ini terlihat begitu erotis.Paparan sinar matahari pagi membuat tubuh Irene yang basah terlihat berkilau, bahkan ia dapat melihat uap panas dari mulut wanitanya itu.“Ge-gerald… Ngh! Ah!”“Iya… Iya sayang!” Gerald dengan cepat menarik tubuhnya, lalu memutar tubuh Irene, di ciumnya Irene de
Bab 34"A-apa saat ini dia cemburu?" batin Irene menatap wajah Gerald yang memerah. Mata Gerald yang biasanya tenang, kini terlihat berbeda, seperti ada api yang membakar di dalamnya.Gerald terus menghujam liang kewanitaan Irene, setiap gerakannya membuat Irene merasa seperti terbang. Ia merengkuh Irene, menariknya lebih dekat, sebelum menyesap payudara Irene yang masih terguncang dari sentuhan sebelumnya. Lidahnya menyapu puting payudara, membuat Irene mendesah keras."Oh Gerald, kalau kau seperti ini... Ah!" Irene meremas bantal yang ada di atasnya, tubuhnya bergetar dengan keras. Ia tidak bisa menahan desahan, tidak bisa menahan tubuhnya yang bergetar dengan kenikmatan.Tubuh mereka basah, keringat yang bercampur dengan cairan cinta. Gerald menjilati setiap inci kulit kenyal Irene, "Ah Gerald." Irene terus mendesah dan mengerang, tubuhnya seperti tergantung di udara, tidak bisa bergerak."Kenapa rasanya milik Gerald kian membesar di dalam sana..." batin Irene merasakan milik Geral
Bab 33❤🔥 Panas... Panas... ~~ Happy reading ^^"Uhm Gerald..." Irene mendesah halus saat Gerald mulai menjilati kulitnya yang kenyal. Mulai dari ujung jari hingga ke bagian lipatan lengannya. Setiap sentuhan bibir Gerald membuat Irene merasa sendi-sendinya tergelitik. Ia tidak bisa menahan desahan halus yang keluar dari bibirnya, menandakan betapa nikmatnya sentuhan Gerald.Gerald terus menjelajahi tubuh Irene, naik ke atas, menjilati leher yang jenjang, lalu berhenti di pangkal telinga.Irene menggigit bibirnya, menahan desahan yang semakin keras. Tangan Gerald merayap ke belakang, membuka kancing baju Irene satu per satu, menyingkapkan bra yang menopang payudaranya yang montok.Dengan gerakan yang santai, Gerald membuka kait bra Irene, melepaskan payudaranya yang indah. Mata Gerald terpesona melihat keindahan itu, sebelum ia menunduk, menjilati puting payudara Irene.Irene mendesah, menutup mata, mengerang. Tubuhnya terasa seperti terbakar, api yang tidak bisa ia padamkan.Tangan G
Bab 32"Aku... Aku yang menginginkannya. I’m obsessed with your lips, Irene!" Suara berat Gerald membuat seluruh bulu kuduk Irene bergidik. Tatapan mata mereka saling bertemu, Gerald kembali mencumbu Irene, bahkan kedua tangannya yang lebar telah merengkuh erat punggung Irene, membuat jarak mereka semakin tipis. Ciuman mereka kini lebih intens, lebih liar, dan lebih panas.Gerald benar-benar melahap bibir Irene penuh damba, bibir mereka berdua terus saling menyesap dan melumat, lidah mereka bertaut, bahkan suara nafas terengah-engah memperlihatkan betapa liar dan panasnya ciuman mereka. Irene merasa seperti terlarut dalam ombak gairah yang dalam, tidak bisa berpikir jernih lagi.Hingga Gerald menyudahi dan berbisik parau tepat di depan bibir Irene, "Sungguh! Sungguh aku ingin memakanmu sekarang, Irene!" Irene diam, hanya suara nafasnya yang terengah-engah menjadi jawaban bagaimana intensnya mereka berciuman. Wajahnya bersemu merah, mata yang terpejam masih merasakan getaran ciuman mer
Bab 31Gerald tersenyum lembut, mengusap pipi basah Irene, “Perjanjian ini tidak memiliki akhir.” Matanya yang dalam menatap Irene, seolah menyimpan makna yang lebih dalam dari kata-kata yang diucapkan. Irene merasa ada getaran aneh di dalam hatinya, namun tidak bisa memastikan apa itu.Irene menatap manik Gerald yang kini menatapnya begitu hangat, “Maksud kamu apa Gerald?” Suaranya lirih, mencoba memahami apa yang tersembunyi di balik senyum Gerald. Namun, Gerald tidak menjawab pertanyaannya.Pria tampan itu merangkul Irene, memeluk wanita cantik itu, mengusap punggung Irene dengan lembut. "Bagaimana kalau kita sarapan dulu?" Suaranya yang dalam dan hangat membuat Irene merasa sedikit lebih tenang, meskipun masih ada keraguan di dalam hatinya.Ia membantu Irene berdiri, dan membawa wanita cantik itu untuk berjalan ke arah meja makan. Di mana tersedia beberapa hidangan untuk dua orang, dengan dekorasi yang elegan dan suasana yang nyaman. Aroma masakan yang lezat memenuhi udara.Gerald
Gerald tersenyum tipis, ia mengedipkan mata, "Kalian tunggu di kamar." Instruksinya singkat, namun cukup untuk membuat kedua wanita cantik dan seksi itu tertawa gembira."Baik Tuan Gerald..." kemudian mereka berjalan dengan anggun, menuju kamar yang Gerald tunjuk tadi. Mereka menghilang dari pandangan, meninggalkan Owen yang masih terpaku pada adegan yang baru saja terjadi.Gerald tersenyum smirk melihat pandangan Owen yang mengikuti dua wanita panggilannya itu, "Bagaimana Owen?" Suaranya mengalihkan perhatian Owen, membuatnya tersentak dan kembali menghadap Gerald."Ah iya, Tuan Gerald." Owen berusaha tersenyum, namun di dalam hatinya, ia berpikir, semoga penilaiannya tidak salah. "Yah, semua laki-laki sama saja. Wanita seksi dan cantik! Mereka pasti suka!" Batinnya yang seketika memikirkan seseorang yang sangat pas untuk melangsungkan kerjasama ini. Seseorang yang bisa membuat Gerald terpikat dan menerima tawarannya."Ma-maaf sebelumnya Tuan Gerald," Owen memulai, suaranya sedikit ra
Sehari sebelumnya...Pagi itu, setelah bercinta dengan Irene, Gerald pergi menemui Owen. Asistentnya, Victor telah mengatur segalanya dengan rapi, memastikan pertemuan ini berlangsung tanpa hambatan. Di Harold Hotel, Gerald tiba dan masuk ke presidential suite, di mana ada ruang kerja di dalamnya. Suasana mewah dan elegan menyambutnya, bahkan manajer Hotel yang langsung menyambutnya.Ia sengaja memilih Hotel sahabatnya itu agar rahasianya tetap terjaga.Begitu masuk ke dalam kamar presidential suite, di sana terlihat seorang pria dengan rambut blonde dan kulit pucat, yang tidak lain adalah Owen Caruso.Gerald berjalan dengan penuh percaya diri, sembari memperbaiki kancing jasnya, "Anda yang bernama Owen Caruso?" Suaranya kuat dan berwibawa, tidak membiarkan keraguan sedikit pun.Owen, yang baru pertama kali bertemu dengan Gerald, langsung paham jika pria di depannya ini bukanlah pria sembarangan. Dengan instingnya, ia segera membungkuk dan mengulurkan tangan, "Be-benar Tuan." Jawab Ow