Grisse segera mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Rencananya ia akan merekam apa yang dikatakan Vidwan kemudian mengirimkannya pada Krish. Setelah aplikasi perekam dalam ponselnya siap, Grisse menyapukan pandangan ke seluruh ruangan. Ia mencari tempat yang tepat sekaligus aman untuk menyembunyikan ponselnya. Klik. Suara pintu yang dibuka mengejutkan Grisse. Sudah tidak ada waktu lagi untuk mencari tempat paling aman untuk ponselnya. Grisse akhirnya menyembunyikan ponsel di balik bantal sofa yang kemudian ia sandari.“Hai.” Grisse beranjak dari duduknya untuk menyambut Vidwan. Sebenarnya, gadis itu gemetar luar biasa, namun ia berusaha menutupi dengan terus mengulas senyum. Beruntung Vidwan tidak menaruh curiga pada Grisse. Laki-laki itu melangkah mendekati Grisse lalu mencium pipi kanan dan kirinya bergantian.“Sudah lama menunggu?” Tanya Vidwan berbasa-basi. Grisse menggeleng gugup. Ia sengaja tidak bersuara karena takut suaranya bergetar sehingga membuat Vidwan curiga.“Kau mau
Napas Grisse mulai tersengal akibat jantungnya yang memompa darah lebih cepat. Sementara otaknya sibuk menduga di mana ia berada sekarang. Mobil yang membawanya telah berhenti cukup lama, tapi penculiknya belum memerintahkan dirinya untuk turun.Di mana aku?Ke mana penculik ini membawaku?Jangan-jangan penculik ini tidak membawaku pada Vidwan.Mendapati benaknya mempunyai pikiran seperti itu membuat Grisse menggigil. Jika itu benar adanya, artinya Grisse benar-benar diculik. Ia dibawa kabur oleh si penculik, bukannya diserahkan pada Vidwan.Panik mulai menyerang Grisse ketika ia menyadari bahwa hal seperti itu berpotensi untuk terjadi. Ia mencoba memberontak dengan mengentakkan kakinya, menggerakkan tubuhnya, serta mencoba berteriak meskipun itu mustahil adanya. Dalam pikiran Grisse, ia harus bisa membebaskan diri. Ia harus segera mencari bantuan atau pergi ke kantor polisi.Krish. Grisse teringat Krish. Bukankah laki-laki itu mengatakan bahwa ia akan berjaga di sekitar kampus? Jika
Grisse bermaksud memohon pada si penculik agar dilepaskan, namun hal itu urung ia lakukan ketika merasakan dua tangan maskulin itu kembali menggerayangi pahanya. Lidah Grisse kelu. Segala bentuk perlawanan yang sebelumnya ada kini musnah, berganti desahan yang menunjukkan kenikmatan.Oh, kau murahan sekali, Grisse. Semudah itu kau takluk pada orang asing.Kau yakin dia Krish?Tanpa sadar Grisse menjawab ya untuk pertanyaan yang hanya ada dalam hatinya. Gerakan tangan Krish sempat terhenti karena suara Grisse, namun ketika ditunggu beberapa saat, Grisse tidak mengatakan apa pun lagi, Krish pun kembali melanjutkan aksinya.Andai laki-laki itu bukan Krish, apa yang akan kau lakukan? Tetap menikmati sentuhannya? Dasar kau murahan, Grisse.Grisse menggeleng untuk mengusir hujatan-hujatan dari dalam dirinya. Ia memang tidak bisa melihat siapa laki-laki yang bersamanya, tapi hati kecil grisse percaya bahwa Krishlah laki-laki itu. Krishlah yang berpura-pura sebagai penculik.Gelenyar nikmat k
"Jangan ke mana-mana!" Ujar Krish yang kontan disambut kernyitan kening oleh Grisse."Kenapa?" Ada nada protes dalam suara Grisse."Kau harus tetap di sini sampai hari pemotretan ilustrasi tiba." Jawaban Krish mematik kebingungan lagi di wajah Grisse. Gadis itu hendak kembali membuka mulut, namun dengan cepat Krish menempelkan telunjuknya di bibir Grisse.“Sstt, jangan bertanya lagi. Ini semua demi kebaikanmu.” Krish kemudian melangkah mendekati tangga.“Apa susahnya memberi penjelasan, Krish!” Pekik Grisse kesal. Krish tetap menuruni anak tangga dan mengabaikan Grisse.Tepat ketika Krish mencapai lantai satu rumahnya, ponselnya berdering nyaring. Melihat nama Vidwan muncul dalam layar ponselnya membuat Krish terdiam. Ia menimbang sejenak, perlu atau tidakkah untuk menerima panggilan Vidwan. Nyatanya, Krish harus menerima panggilan itu karena ponselnya tidak mau berhenti mengeluarkan nada dering yang cukup nyaring.“Krish.” Sapa Vidwan di ujung lain panggilan. Krish hanya menjawab den
"Kau bisa membahayakan dirimu sendiri, Grisse." Desis Krish yang jelas terlihat sedang menahan amarah. "Bagaimana jika seandainya penculik yang sebenarnya membawamu kabur?" Imbuh Krish. Laki-laki itu terus menunjukkan kemungkinan demi kemungkinan buruk atau bahkan terburuk yang bisa menimpa Grisse. "Aku benar-benar mengkhawatirkanmu." Nada bicara Krish terdengar nelangsa. Setelahnya Krish meraih Grisse lalu membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Krish memang tidak mengada-ada. Apa yang baru saja ia katakan bisa terjadi pada Grisse. Krish bersyukur karena rencananya berhasil. Kegelisahan akibat pikirannya yang tidak tenang kini benar-benar tidak terbukti. Grisse masih tetap bergeming. Gadis itu tahu bahwa Krish begitu mengkhawatirkannya. Jantung Krish yang berdetak cepat dapat Grisse rasakan dengan jelas. Grisse memilih diam, tidak menjawab apa pun. Hanya otak gadis itu yang sedari tadi membenarkan setiap ucapan Krish. "Kumohon jangan marah padaku." Bisik Krish lembut. Grisse masih
Krish memilih kursi meja makan sebagai tempat untuk mereka duduk berhadapan. Grisse langsung duduk sambil kembali memeluk lututnya. Sejak masuk ke dalam rumah sampai akhirnya kembali duduk mencangkung, Grisse memilih untuk menutup mulutnya rapat-rapat. Gadis itu juga tidak mengatakan apa pun. Ia lebih memilih menunggu klarifikasi Krish untuk pertanyaan juga pernyataannya mengenai Ola. “Aku tidak menyangka Ola akan datang.” Buka Krish yang duduk sambil mencondongkan tubuhnya. Kedua tangan Krish terjalin lalu ia letakkan di atas lutut. Grisse hanya menanggapi kalimat krish dengan senyum sinis. “Aku dan Ola, kami sudah selesai.” Lanjut Krish sambil tetap mempertahankan pandangannya pada Grisse. Gadis itu refleks menundukkan pandangan, seolah sengaja menghindari bertemu pandang dengan Krish. “Kumohon percaya padaku, Grisse.” Krish mengurai jalinan tangannya kemudian menyentuh tangan Grisse. “Aku tidak bohong dengan status single-ku. Aku memang tidak punya kekasih. Tidak ada gadis yang
"Krish, bisa kita bicara?" Tanya Vidwan begitu memastikan pintu di belakangnya tertutup rapat. Krish tidak menjawab. Ia hanya melihat Vidwan sekilas lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Dengan langkah ringan, Vidwan mendekati Krish. Laki-laki itu tidak terlihat canggung sedikit pun meskipun tubuhnya tanpa busana."Aku terpikir membuat video juga." Ujar Vidwan yang langsung terdiam karena Krish terlihat sengaja mengabaikan dirinya. Vidwan mencoba bersabar meskipun Krish tidak juga segera merespons apa yang baru saja ia katakan. Krish memang terlihat sibuk dengan kameranya juga beberapa peralatan penunjang pemotretan. Entah, laki-laki itu memang sibuk sungguhan atau hanya berpura-pura sibuk. "Krish, aku mengajakmu bicara! Dari tadi!" Musnah sudah kesabaran yang dipupuk Vidwan. Krish telah menjelma menjadi sosok yang sangat menyebalkan."Aku mendengarkan." Jawab Krish dingin. Ia kembali melanjutkan aktivitasnya, mengecek peralatan untuk pemotretan ilustrasi."Aku tidak hanya butuh dide
“Wow… wow…, apa-apaan ini?” Ola yang tetiba muncul dari balik pintu sukses mengejutkan Grisse, Vidwan, juga Krish. Sebagai ekspresi kesal karena adanya interupsi dari Ola, Krish dan Vidwan berdecak nyaris bersamaan. Sementara Grisse, tangan gadis itu sibuk menjangkau selimut untuk menutupi kembali tubuh polosnya.“Grisse?” Ola tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya begitu pandangannya menangkap sosok Grisse yang tengah duduk di atas ranjang. “Apa yang kau lakukan di sini?” Tanya Ola penuh rasa ingin tahu. Grisse tidak menjawab. Gadis itu justru menundukkan pandangannya, seolah malu karena tepergok Ola dalam kondisi telanjang di depan dua pria.“Siapa kamu?” Tanya Vidwan dengan suara keras. Ola kemudian mengalihkan pandangannya pada sosok Vidwan yang juga tanpa pakaian.“Bukankah kamu…” Ola tanpa sadar mengacungkan telunjuknya pada Vidwan. Ia sedang mencoba mengingat sosok laki-laki di hadapannya. Yang seolah tidak malu menunjukkan dirinya yang tanpa busana.“Ah, Anda Guru Vidwan y
“Pagi!” Sapa Krish ketika Grisse membuka kedua matanya perlahan. Grisse menjawab kemudian menggeliat, mencoba meregangkan tubuhnya yang terasa pegal luar biasa. “Kau pasti kelelahan.” Imbuh Krish sambil memandang penuh ketertarikan pada wajah Grisse. Satu tangan laki-laki itu bergerak perlahan, menyingkirkan anak rambut dari wajah khas bangun tidur sang kekasih. Grisse tersenyum kemudian mengangguk. Bagaimana tidak kelelahan jika sepanjang malam mereka sibuk bergulat di atas ranjang. Bagi Grisse, Krish seperti menggila tadi malam. Stamina laki-laki itu mendadak menjadi luar biasa. Padahal Grisse seratus persen yakin bahwa Krish tidak mengonsumsi apa pun sebelumnya. Tidak ada jenis makanan afrodisiak dalam menu makan malam mereka kemarin. Krish juga terkesan enggan membiarkan waktu berlalu begitu saja, terbuang percuma istilahnya. Dan yang terpenting dari semuanya, dari semua kenangan indah yang diciptakannya bersama Krish tadi malam adalah perasaan Grisse. Ya, Grisse merasa senang b
Grisse menatap sedih bangunan rumah Krish yang setiap sudutnya dikenalnya dengan baik. Tidak, bukan hanya baik tapi bisa dikatakan sangat baik. Rumah Krish telah menjelma menjadi tempat terfavorit bagi Grisse sehingga ada rasa tidak rela ketika ia mendapati kenyataan bahwa dirinya akan segera meninggalkan rumah itu.Krish yang telah melepas sabuk pengamannya, melihat ke arah Grisse yang sedari tadi sangat irit bicara. Gadis di sampingnya itu terlihat lebih pendiam dari biasanya. Sangat kentara jika pikirannya tengah berkecamuk saat ini. “Ada apa?” Pertanyaan Krish membuat Grisse menoleh. Gadis itu mengerjap beberapa kali, berusaha menahan bulir bening yang telah menggenang di kelopak matanya, sebelum akhirnya menggeleng. Krish ingin kembali bersuara, tapi urung ketika Grisse dengan gerakan cepat melepas sabuk pengaman lalu membuka pintu mobil.“Kurasa kopermu tidak perlu diturunkan.” Saran Krish ketika tangan Grisse telah menyentuh pintu bagasi. “Aku membutuhkan beberapa pakaian unt
Grisse tidak menggubris pertanyaan Krish. Gadis itu lebih memilih mengepak barang-barangnya dengan cepat. Beruntung, barang yang dimiliki Grisse tidak terlalu banyak. Sejak awal sebelum berangkat, Grisse memang bertekad untuk tidak membawa terlalu banyak barang. Ia berusaha seefisien mungkin. Berusaha menyediakan seluas mungkin ruang kosong dalam kopernya. Semua itu dilakukan Grisse agar ia bisa membawa buku-buku yang dibelinya selama menjadi peserta program pertukaran mahasiswa. Sementara Krish, laki-laki itu yang sangat tahu jika dirinya diabaikan oleh Grisse, akhirnya lebih memilih untuk mengamati Grisse berkemas. Diam-diam, Krish memuji kepiawaian Grisse dalam mengepak barang-barangnya yang bisa muat dalam satu koper besar. Krish menjadi sangat tertarik ketika Grisse melipat kaos-kaosnya menjadi super kecil hingga kemudian dijejalkan di sela-sela barang lainnya. Krish sempat menahan napas ketika dengan susah payah Grisse akhirnya berhasil menutup koper dan menguncinya.“Hah….” Hel
Grisse masih bergeming. Pertanyaan Aditi jelas membuatnya tersudut. Di saat seperti ini, Grisse sangat berharap Vidwan buka suara untuk mengklarifikasi semuanya. "Grisse…." Hati-hati, Aditi memanggil nama Grisse sambil menyentuh punggung tangan gadis itu lembut. Aditi terlihat sangat tegang. Sangat kentara jika Aditi sebenarnya juga takut mendengar jawaban Grisse. Antara takut dan tidak siap, tepatnya."Oh, itu…." Grisse berusaha menjawab dengan suara sejernih mungkin. Sedikit saja terdengar getar dalam suaranya akan membuat Aditi curiga. Grisse sengaja menggantung kalimatnya, berusaha mengulur waktu. Gadis itu sibuk memutar otak untuk menemukan jawaban yang menurutnya terbaik."Aku tidak tahu. Aku hanya diminta mengantarkannya ke kantor Pencatatan Pernikahan." Tanpa Grisse dan Aditi duga, Vidwan akhirnya buka suara. Sayangnya, Grisse justru tidak suka mendengar jawaban Vidwan.Sialan!Berengsek!Serta berbagai kata makian lainnya, Grisse tujukan pada Vidwan meskipun dalam hati.Adit
“Krish… kau sudah siap?” Tanya Grisse dari arah meja makan. Gadis itu sudah rapi dalam balutan kemeja warna putih dengan rok pensil berwarna hitam sebatas lutut. Sebuah blazer berwarna senada dengan rok diletakkan Grisse pada salah satu sandaran kursi makan. Krish menyahut sambil menuruni anak tangan dengan setengah berlari.“Kemeja dan dasi?” Tanya Grisse keheranan melihat penampilan Krish. Tidak biasanya Krish bekerja dengan “kostum” seperti ini: Kemeja lengan panjang polos berwarna putih tulang yang terlihat serasi dengan dasi motif garis dengan warna dasar abu tua. Celana hitam dari bahan kain dengan bekas lipatan berupa garis vertikal di bagian depan celana membuat penampilan Krish sempurna. Penampilan Krish ini tentu saja berbanding terbalik dengan kebiasaan laki-laki itu. Andalan Krish, untuk urusan pakaian kerja, biasanya adalah kaos hitam dipadu dengan kemeja motif kotak dari bahan flanel yang tidak dikancingkan serta celana jin.“Ada apa dengan… penampilanmu, Krish?” Pertany
“Hey, kau sudah bangun?” Sapa Krish, tepat ketika Grisse menyandarkan punggungnya pada kepala tempat tidur. Grisse menjawab pertanyaan Krish dengan senyuman disertai anggukan pelan.“Hai, Krish.” Balas Grisse sambil menatap sosok Krish yang sedikit berkeringat. Bulir-bulir keringat tampak meleleh dari kening Krish.“Selamat pagi, Sayang.” Sapa Krish. Laki-laki itu kemudian menyeka peluh di keningnya dengan punggung tangan. “Selamat pagi. Ke marilah, Krish.” Pinta Grisse sambil menepuk sisi kanan tubuhnya. Krish menurut. Perlahan, ia melangkah mendekat ke arah Grisse. Ekspresi wajah Krish penuh tanya. Ia memang penasaran dengan permintaan Grisse untuk mendekat pada gadis itu.“Beri aku pelukan selamat pagi, Krish.” Lanjut Grisse sambil merentangkan kedua lengannya, menyambut Krish ke dalam pelukannya. “Tentu, tapi maaf aku sangat berkeringat.” Balas Krish sambil membungkuk sekaligus mencondongkan tubuhnya.“Tidak masalah. Aku juga baru bangun tidur. Tubuhku pun masih bau.” Grisse ber
Grisse memperlihatkan kekecewaan di wajahnya dengan teramat jelas. Pertanyaan yang baru saya ia lontarkan hanya dijawab dengan gelengan cepat Krish. Laki-laki itu memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Grisse. Krish lebih suka menyimpan semuanya sendiri, menjadikannya rahasia yang akan dijaganya sampai batas waktu yang tidak Grisse ketahui.“Krish….” Desis Grisse sambil mencoba peruntungannya satu kali lagi. Dan sayangnya, Krish juga masih teguh dengan pendiriannya.“Aku tidak merencanakan apa pun.”Bohong! Kau pasti merencanakan sesuatu, Krish!Napas Grisse berubah tersengal. Ia seolah baru selesai melontarkan kalimat makian pada Krish. Padahal kenyataannya, kemarahan Grisse tidak pernah ia luapkan. Grisse hanya mampu marah dalam hati. Sudut terkecil hatinya mengatakan bahwa Krish pasti punya alasan untuk tidak mengatakan apa pun. Kejutankah?Krish pasti tahu bahwa Grisse sangat menyukai kejutan, tapi kejutan seperti apa yang akan diberikan Krish kali ini? Seandainya memang benar
“Mencariku?” Tanya Grisse dengan wajah semringah. Sepasang bibir gadis itu membentuk lengkung sempurna. Melukiskan senyum yang secara instan membuat wajah manisnya terlihat semakin manis. Laki-laki yang disapa Grisse dengan sebuah pertanyaan singkat itu sontak menoleh ke arahnya. “Tentu saja!” Jawab Krish lantang. Seolah enggan didahului detik yang akan berlalu, Krish segera mendekati Grisse yang berdiri tidak jauh darinya.“Bagaimana, apa jadwal presentasimu sudah keluar?” Tanya Krish sambil melingkarkan lengannya ke pinggang Grisse. Grisse memandangi tangan Krish yang telah mendarat di pinggangnya. Gadis itu kemudian meraih tangan Krish lalu menyingkirkannya dari tempatnya semula.“Kita di tempat umum, Krish.” Bisik Grisse dengan suara lembut namun tegas. Krish hanya nyengir kuda. “Aku tidak peduli. Justru aku ingin mereka tahu tentang hubungan kita.” “Jangan konyol, Krish. Aku tidak ingin membuat seluruh kampus heboh.” Grisse mulai menekuk wajahnya. Gadis itu kesal. Grisse tidak
"Aku harus bertemu Vidwan!" Ujar Grisse dalam gerakan bibir yang teramat samar. Gadis itu kemudian membawa langkahnya menyusuri koridor yang menghubungkan seluruh ruangan dalam gedung kampus tersebut. Langkahnya mantap, semantap pendiriannya untuk menuntaskan apa yang mengganjal dalam hatinya setelah mendengar percakapan Krish dengan Vidwan tadi. Sebelumnya, Grisse memang sudah bertekad untuk mengakhiri semua hal yang berhubungan dengan Vidwan. Ia merasa harus menyudahi semua kisah yang melibatkan Vidwan di dalamnya. Grisse hanya tidak ingin bayangan Vidwan akan mengikutinya terus hingga ia tiba di negara asalnya.Ya, Grisse akan segera meninggalkan negara ini dalam waktu dekat. Program yang diikutinya hampir berakhir dan tidak lama setelahnya izin tinggalnya juga akan habis masa berlakunya. Hal-hal itulah yang membuat Grisse membulatkan tekadnya untuk menemui Vidwan. Kau adalah masa lalu! Kalimat itu terus-menerus didengungkan oleh Grisse. Sudah seperti merapal mantra saja bagi Gri