Satu hari pun berlalu. Ludwig, Elle, dan rekan – rekannya membantu para warga lokal terutama anak – anak dan wanita untuk mengungsi di desa sebelah. Mereka melewati hutan yang menjadi pemisah karena tidak ingin menjadi perhatian kalau mereka melewati jalur utama.Dan sekarang tinggal para pria yang tinggal di desa. “Sebaiknya kalian juga ikut berlindung di desa sebelah atau ke dalam hutan,” ujar Ludwig kepada para pria di depannya.“Saya tidak akan meninggalkan dokter, tanpa dokter mungkin saya sudah kehilangan nyawa dari beberapa tahun yang lalu.” ujar salah satu warga.“Saya juga tidak akan meninggalkan dokter dan ibu Elle serta rekan dokter yang lain, tanpa kalian desa kami tidak akan seperti ini. Anak saya dan istri saya menjadi sehat berkat anda Dokter. Jadi anggap saja ini sebagai balas budi saya.”Satu per satu warga menolak untuk pergi dan mengucapkan rasa terima kasih dan kesetiaan mereka terhadap Ludwig.Elle memeluk lengan suaminya. Matanya berkaca – kaca mendengar penutura
Kembali ke waktu sekarang…“Buruan dong sayang… Nanti siang lagi baru main dengan twins,” gumam Bella mengusap kepala suaminya yang tidak ingin beranjak dari perut nya yang sudah semakin membesar. Bahkan saat ini usia kehamilan Bella baru masuk bulan ke empat tapi ukurannya hampir menyamai saat dia 8 bulan. Semuanya menjadi dua kali lipat.“Heemmm… Kamu istirahat di rumah saja ya? Masalah kerjaan biar Della saja yang tangani.”Pria tampan itu masih enggan untuk beranjak dari kasur sambil memeluk perut Istrinya sambil memberikan kecupan.“Iya iya… Ya udah bangun dong kalau gitu. Jas kamu jadi kusut tuh.”Tapi pria tampan itu masih bergeming dan memperat pelukannya. Hingga terdengar.“Daddy! Buruan… Arion telat ke sekolah!” Tanpa menunggu lama pria tapan itu segera bangkit dari rebahannya dan merapikan jasnya lalu menyahut, “ Ok Boy! Daddy sudah siap dari tadi!” Bella tertawa renyah melihat kelakuan suaminya. Lalu terlihat Arion masuk ke dalam kamar untuk berpamitan kepada Bella.“Mo
Austin baru saja tiba di perusahaannya, Orion Corporation, sebuah gedung megah berlantai 30 yang mencakar langit. Begitu memasuki lobi, para karyawan menyapanya dengan ramah dan hormat. Austin tersenyum dan membalas sapaan mereka sebelum melanjutkan langkah menuju lift.Ethan langsung menyambut Austin, “Tuan,” ucapnya pelan dengan sedikit membungkuk. Lalu mengikuti langkah Austin.Dengan cepat, lift membawa Austin, Ethan dan Max ke lantai 18, lantai khusus yang didedikasikan untuk ruang kerjanya sebagai CEO. Begitu pintu lift terbuka, Austin melangkah masuk ke ruang kerjanya yang elegan dan mewah. Ruangan itu dilengkapi dengan sofa coklat empuk yang menambah kenyamanan, serta meja kerja besar yang menunjukkan otoritas dan kepercayaan diri.Desain ruangan ini sangat unik, dengan ornamen abstrak kayu yang menghiasi bagian plafon, menciptakan suasana yang hangat dan inspiratif. Austin duduk di belakang meja kerjanya, Ethan memberikan dokumen-dokumen yang harus di tandatangi oleh Austin.
Pintu bel berbunyi, Bella yang saat ini di ruangan kerjanya keluar sesaat dan menanti pelayan rumah membuka pintu.Bella melihat jam tangannya. “Loh, siapa yang datang di jam seperti ini? Della juga tidak bilang kalau dia ingin datang ke rumah,”Wanita cantik itu hanya menunggu di depan ruangan kerjanya. Dan seketika matanya membelalak tak percaya, “Jennifer!! Kamu di sini!!!” serunya dengan wajah berbinar-binar.“Yes! I’m here Bella!!” Jennifer berjalan cepat dan membuka tangannya lebar-lebar memeluk Bella dengan hati-hati.“Oh my Bel!!! Perut kamu besar banget!!! “ Jennifer terpana melihat perut Bella yang membulat, “Ini sungguh menggemaskan!” ucapnya sambil mengusap lembut perut Bella.“Hahaha… Iya!” Bella ikut mengusap perutnya dan tertawa kecil.“Padahal saat Video Call tidak sebesar ini! Ini benaran cuma kembar? Siapa tau triple gitu kan?”seloroh Jennifer.“Haii… kamu ini! Ayo masuk,” Bella mengajak Jennifer masuk ke ruang kerjanya, tetapi sebelumnya dia meminta pelayan rumah un
Tepat jam 11 pagi, Austin menyelesaikan semua meetingnya. Adapun pekerjaan yang belum selesai akan di tangani oleh Ethan.Karena bagi Austin jam 11 pagi adalah jam sacral yang tidak bleh ia lewatkan selama satu tahun ke depan.“Biar aku saja yang menyetir, kamu urus secepatnya data yang dari Bryan.” Uajr Austin meminta kunci mobilnya.Max menyerahkan kunci mobil Roll Royce berwarna silver milik Austin. “Baik Tuan.”Dengan wajah bahagia, Austin masuk ke dalam mobil Rolls Royce nya yang mewah. Suara mesin yang halus menambah kenyamanan saat ia menyalakan mobil. Setiap hari Austin sangat menantikan saat ini, menjemput putranya, Arion, di sekolah. Bagi Austin, momen ini adalah salah satu yang paling ia sukai dalam hidupnya.Austin melajukan kendaraan, menikmati perjalanan sekitar tiga puluh menit menuju sekolah Arion. Di sepanjang perjalanan, ia memperhatikan pemandangan indah di sekitarnya, merenung tentang betapa beruntungnya ia memiliki keluarga yang ia cintai dan sebentar lagi akan ad
Sudah pukul lima sore. Dengan gaun tidur yang tipis, Bella menunggu suaminya yang sudah dua bulan ini menjabat sebagai seorang CEO. Suami yang selalu tepat waktu tiba di rumah setelah selesai bekerja walau sesibuk apapun.Ini adalah tahun ke empat mereka menjadi suami istri. Sejak duduk di bangku SMA pada tahun ketiga mereka berdua menjadi dua sejoli yang tidak terpisahkan. Pasangan yang begitu sempurna.Steve William pemuda tampan, yang memiliki raut wajah yang tegas dan berkulit putih. Tubuh tinggi dan atletis. Pemuda yang memiliki berprestasi dalam mata pelajaran dan olahraga.Bella Sophia gadis cantik dan imut. Serta memiliki tubuh yang seksi dan proposional. Kulit putih dan bersih bagai susu. Yang menjadikan Bella primadona di sekolah.Mereka memutuskan menikah setelah lulus kuliah. Di mana masa pacaran mereka yang tidak sehat. Sejak SMA kelas tiga mereka melakukan hubungan selayaknya suami istri. Dan Steve lah yang mengambil kesucian Bella.Bella yang sangat mencintai Steve pun
Di sebuah Coffeeshop, Bella menunggu sahabatnya sambil menyesap Ice Americano.Bella yang hanyut dalam pikiran tidak sadar ketika sahabatnya sudah berdiri didepannya."Bella ?" panggil Giselle dengan senyuman manis di wajahnya."Giselle ?!" kaget Bella dan berdiri menyambut sahabatnya. Dan saling mengecup kedua pipi, kiri kanan.Giselle duduk tepat di depan Bella dan memicingkan matanya. Seolah menyelidik apa yang Bella risaukan."Kamu ada masalah ?" tanya Giselle to the point.Dengan sedikit keraguan, Bella ingin bercerita kepada sahabatnya ini, tapi dia cukup malu. Namun, saat ini hanya Giselle lah tempatnya untuk berbagi cerita dan berkeluh kesah.Sambil memainkan kedua telunjuknya, Bella berucap pelan "Hmm… Sebenarnya aku dan Steve sudah hampir dua tahun ini tidak melakukan hubungan intim.""A-Apaaa?!" teriak Giselle setelah mendengar apa yang diucapkan Bella."Sssttt...!" desis Bella menyuruh Giselle untuk tenang, karena kini mata para pengunjung yang lain menatap mereka."Sorry,
Di waktu yang sama, saat ini Steve sedang menunggu istrinya untuk datang ke kantor. Steve memilih keluar untuk menunggu istrinya di depan perusahaan."Sayang...!!" seru Bella yang baru keluar dari mobilnya.Steve tersenyum dan menghampiri istrinya. Dipeluknya Bella dengan erat seperti seorang kekasih yang dilanda rindu. Membuat Bella tersipu malu."Apa kau kesusahan datang ke kantor..?" tanya Steve dan membawa Bella masuk ke dalam perusahaan."Tidak sayang, tapi… tidak masalah aku datang ke perusahaan…?" balas Bella sedikit meragu, karena ini pertama kali dirinya datang ke Kantor suaminya setelah melakukan merge bersama sahabatnya."Tentu saja sayang," ujar Steve sambil memeluk pinggang Bella dengan posesif.Semua mata staff memandang ke arah atasannya yang sedang berjalan beriringan dengan wanita yang begitu cantik. Mereka tertegun melihat betapa cantik dan imutnya sosok istri yang selama ini menjadi rumor seisi kantor. Bahwa istri dari CEO mereka Steve William sangat memukau."Sunggu
Tepat jam 11 pagi, Austin menyelesaikan semua meetingnya. Adapun pekerjaan yang belum selesai akan di tangani oleh Ethan.Karena bagi Austin jam 11 pagi adalah jam sacral yang tidak bleh ia lewatkan selama satu tahun ke depan.“Biar aku saja yang menyetir, kamu urus secepatnya data yang dari Bryan.” Uajr Austin meminta kunci mobilnya.Max menyerahkan kunci mobil Roll Royce berwarna silver milik Austin. “Baik Tuan.”Dengan wajah bahagia, Austin masuk ke dalam mobil Rolls Royce nya yang mewah. Suara mesin yang halus menambah kenyamanan saat ia menyalakan mobil. Setiap hari Austin sangat menantikan saat ini, menjemput putranya, Arion, di sekolah. Bagi Austin, momen ini adalah salah satu yang paling ia sukai dalam hidupnya.Austin melajukan kendaraan, menikmati perjalanan sekitar tiga puluh menit menuju sekolah Arion. Di sepanjang perjalanan, ia memperhatikan pemandangan indah di sekitarnya, merenung tentang betapa beruntungnya ia memiliki keluarga yang ia cintai dan sebentar lagi akan ad
Pintu bel berbunyi, Bella yang saat ini di ruangan kerjanya keluar sesaat dan menanti pelayan rumah membuka pintu.Bella melihat jam tangannya. “Loh, siapa yang datang di jam seperti ini? Della juga tidak bilang kalau dia ingin datang ke rumah,”Wanita cantik itu hanya menunggu di depan ruangan kerjanya. Dan seketika matanya membelalak tak percaya, “Jennifer!! Kamu di sini!!!” serunya dengan wajah berbinar-binar.“Yes! I’m here Bella!!” Jennifer berjalan cepat dan membuka tangannya lebar-lebar memeluk Bella dengan hati-hati.“Oh my Bel!!! Perut kamu besar banget!!! “ Jennifer terpana melihat perut Bella yang membulat, “Ini sungguh menggemaskan!” ucapnya sambil mengusap lembut perut Bella.“Hahaha… Iya!” Bella ikut mengusap perutnya dan tertawa kecil.“Padahal saat Video Call tidak sebesar ini! Ini benaran cuma kembar? Siapa tau triple gitu kan?”seloroh Jennifer.“Haii… kamu ini! Ayo masuk,” Bella mengajak Jennifer masuk ke ruang kerjanya, tetapi sebelumnya dia meminta pelayan rumah un
Austin baru saja tiba di perusahaannya, Orion Corporation, sebuah gedung megah berlantai 30 yang mencakar langit. Begitu memasuki lobi, para karyawan menyapanya dengan ramah dan hormat. Austin tersenyum dan membalas sapaan mereka sebelum melanjutkan langkah menuju lift.Ethan langsung menyambut Austin, “Tuan,” ucapnya pelan dengan sedikit membungkuk. Lalu mengikuti langkah Austin.Dengan cepat, lift membawa Austin, Ethan dan Max ke lantai 18, lantai khusus yang didedikasikan untuk ruang kerjanya sebagai CEO. Begitu pintu lift terbuka, Austin melangkah masuk ke ruang kerjanya yang elegan dan mewah. Ruangan itu dilengkapi dengan sofa coklat empuk yang menambah kenyamanan, serta meja kerja besar yang menunjukkan otoritas dan kepercayaan diri.Desain ruangan ini sangat unik, dengan ornamen abstrak kayu yang menghiasi bagian plafon, menciptakan suasana yang hangat dan inspiratif. Austin duduk di belakang meja kerjanya, Ethan memberikan dokumen-dokumen yang harus di tandatangi oleh Austin.
Kembali ke waktu sekarang…“Buruan dong sayang… Nanti siang lagi baru main dengan twins,” gumam Bella mengusap kepala suaminya yang tidak ingin beranjak dari perut nya yang sudah semakin membesar. Bahkan saat ini usia kehamilan Bella baru masuk bulan ke empat tapi ukurannya hampir menyamai saat dia 8 bulan. Semuanya menjadi dua kali lipat.“Heemmm… Kamu istirahat di rumah saja ya? Masalah kerjaan biar Della saja yang tangani.”Pria tampan itu masih enggan untuk beranjak dari kasur sambil memeluk perut Istrinya sambil memberikan kecupan.“Iya iya… Ya udah bangun dong kalau gitu. Jas kamu jadi kusut tuh.”Tapi pria tampan itu masih bergeming dan memperat pelukannya. Hingga terdengar.“Daddy! Buruan… Arion telat ke sekolah!” Tanpa menunggu lama pria tapan itu segera bangkit dari rebahannya dan merapikan jasnya lalu menyahut, “ Ok Boy! Daddy sudah siap dari tadi!” Bella tertawa renyah melihat kelakuan suaminya. Lalu terlihat Arion masuk ke dalam kamar untuk berpamitan kepada Bella.“Mo
Satu hari pun berlalu. Ludwig, Elle, dan rekan – rekannya membantu para warga lokal terutama anak – anak dan wanita untuk mengungsi di desa sebelah. Mereka melewati hutan yang menjadi pemisah karena tidak ingin menjadi perhatian kalau mereka melewati jalur utama.Dan sekarang tinggal para pria yang tinggal di desa. “Sebaiknya kalian juga ikut berlindung di desa sebelah atau ke dalam hutan,” ujar Ludwig kepada para pria di depannya.“Saya tidak akan meninggalkan dokter, tanpa dokter mungkin saya sudah kehilangan nyawa dari beberapa tahun yang lalu.” ujar salah satu warga.“Saya juga tidak akan meninggalkan dokter dan ibu Elle serta rekan dokter yang lain, tanpa kalian desa kami tidak akan seperti ini. Anak saya dan istri saya menjadi sehat berkat anda Dokter. Jadi anggap saja ini sebagai balas budi saya.”Satu per satu warga menolak untuk pergi dan mengucapkan rasa terima kasih dan kesetiaan mereka terhadap Ludwig.Elle memeluk lengan suaminya. Matanya berkaca – kaca mendengar penutura
Setelah perkenalan, Gunadi ikut bergabung dan mengobrol bersama. “Kalian lihatlah! Kami ini selalu adil menjadi saudara!”Ludwig dan rekan – rekannya menjadi bingung dengan ucapan Arthur.“Kamu lihat luka di lengan Gunnadi? Itu adalah luka tembakan yang ia terima saat ingin menyelamatkan aku. Setelah aku mendapatkan luka tembakan di sini!” sambung Ludwig dambil menunjuk luka di perutnya.“Hahahah… Karena seperti itulah saudara !” sahut Gunnadi.Elle dan Bella juga ikut bergabung. Begitu juga dengan pasangan mereka masing – masing.Hanya dalam sekejap rasa kekeluargaan antara mereka begitu terasa.“Hmm baiklah. Sepertinya ini sudah waktunya.” Tukas Arthur sambil melihat ke semua orang secara bergantian.Suasana yang tadinya begitu riuh berubah menjadi sepi. Semua orang terdiam. Arthur berdiri dari duduknya, “Ayolah! Ini bukan pertemuan terakhir kita.”“Hmm… Kamu benar. Kita akan bertemu lagi cepat atau lambat.”Arthur kemudian berlutut dan menghampiri Bella. “Bella, paman besarmu ini
Ludwig tercengang sedetik, dia cukup terkejut dengan penuturan pria besar di depannya yang dia tidak kenali siapa namanya. Yang dia tahu hanya nama dari pasukan ini. Pasukan pemberontak yang memang bermarkas tidak jauh dari desa merek, mungkin berjarak kurang lebih 2 – 3 jam, sama seperti mereka ke Pusat Kota.“Hey! Buka penutup ini!” seru pria itu sambil menodongkan senjata laras panjang ke arah Ludwig.“Ah iya…” Ludwig pun segera menarik ke atas penutup bendungan air itu lalu menyingkir ke samping dengan perasaan khawatir.Pria bersenjata itu memicingkan matanya. Namun dirinya tidak dapat melihat apa – apa ke dalam air yang gelap.Dan tiba – tiba saja pria itu mengarahkan senjatanya ke arah bendungan dan seketika itu pula membeku karena suara tembakan bertubi – tubi di arahkan ke dalam air.Tidak mendapatkan hasil dari tembakan beruntunnya. Pria itu berhenti dan melihat lagi ke dalam air. Hingga pria itu berjalan keluar. Ludwig segera ke pintu bendungan air dan melihat sekilas, lalu
Tiga hari pun berlalu, kondisi Arthur pun semakin membaik. Selama masa pengobatan, Arthur tinggal bersama Ludwig dan Elle karena keberadaan Arthur di desa mereka tidak boleh sampe ketahuan oleh pihak dari lawan Arthur.Hanya dalam waktu tiga hari, Arthur sudah sangat akrab dengan Ludwig, Elle, Hanz, Bruno dan Stefan. Apalagi dengan si kecil Bella yang terus bermain di pundak Arthur. Gadis kecil itu begitu manja dengan Arthur. Seperti saat ini Bella tengah memanjati pundak Arthur yang tengah duduk di sofa.“Siap?!” seru Atrhur begitu posisi Bella sudah duduk dengan benar.“Ciaaappp Paman besalll!” Bella tertawa senang begitu Arthur berdiri dan berlari kecil.Ludwig hanya menggelengkan kepalanya, “Hey, luka kamu belum kering, jangan terlalu banyak bergerak!” seru Ludwig kepada Arthur.“Aisss… ini hanya luka kecil! Kesenangan gadis kecil ku ini lebih penting!!!” balas Arthur cuek dan masih terus bermain dengan Bella.Elle yang sedang membuat minuman di dapur, keluar dan berjalan dengan s
Ludwig menghentikan mobilnya tepat di sisi pohon. “Kamu tunggu di sini saja sayang,” ujarnya sebelum turun.“Hem iya sayang,” jawab Elle, lalu memperbaiki posisi tidur Bella yang ada dalam pangkuannya.Ludwig turun dari mobil tidak lupa membawa tas dokternya yang selalu dia sediakan di mobil.Dengan perlahan dia mendekati pria besar yang tengah bersandar di dahan pohon.“Permi – “Deg! Ludwig terkejut begitu pria di depannya menodongkan senjata tepat di depan wajahnya.Dirinya seketika mengangkat tangannya. “Tenang… Aku bukan musuh kamu, aku seorang dokter!” ujar Ludwig.Mata elang pria di depannya terlihat begitu beringas. “Jangan bergerak,” serunya.“Kamu harus segera di tolong,” imbuh Ludwig sambil menunjuk ke luka tembakan di bagian perut pria tersebut.“Lihat, aku tidak bawa senjata apapun.” Sambung Ludwig sambil mengangkat bajunya.“Biar aku menolongmu…”Pria besar itu pun menurunkan senjatanya, “Memangnya kamu dokter dari desa mana?”Ludwig menyebutkan nama Desa yang ia tempat