Satu minggu berlalu, karena orang tua Elle menggunakan pengiriman ekspress. Hari ini semua barang pesanannya tiba tanpa kekurangan. Bahkan kedua orang tua Elle memberikan perlengkapan yang mendukung untuk perkebunan nantinya.“Hufftt… Akhirnya selesai juga…” seru Elle begitu merapikan pupuk dan bibit di dalam ruang penyimpanan.Sedangkan Ludwig dan rekan - rekannya bertugas mengangkat barang - barang berat. Mereka juga di bantu oleh beberapa warga lokal.“Pak Dokter…!” seru kepala desa tiba – tiba.“Iya?”“Maaf, apa saya bisa minta waktu anda sebentar? Ada tamu yang baru saja tiba. Dan saya sedikit kesulitan untuk berkomunikasi.” Ujar Kepala Desa dengan tidak enak hati karena harus menyusahkan Ludwig kembali.“Tentu saja Pak, tunggu aku di sana. Aku akan membersihkan tangan terlebih dahulu.”“Baik Pak Dokter,” Kepala desa pun berlalu menemui tamu yang di maksud.Ludwig segera membersihkan tangannya. Menengok kiri dan kanan mencari Elle.“Hanz, kamu lihat Elle?”“Sepertinya masih di Gu
“Ada apa?” tanyanya berusaha tenang.“Aku mau mandi, tapi tidak ada air.” Ucap Pauline sambil memegang handuknya di depan dadanya.“Oh iya maaf, aku lupa bilang. Kalau kamu mau air. Kamu harus memompa air disini.” Jelas Ludwig sambil menunjukka pompa yang ada di dekat kamar mandi. Tanpa Ludwig tahu ternyata Pauline sudah menyusulnya.Begitu Ludwing berbalik betapa terkejutnya, Pauline sudah ada di belakangnya. “Hmm, iya. Tapi apa bisa kamu ajar aku caranya memompa.”“Damn! Kenapa dia hanya mengenakan handuk seperti ini.” Seru Ludwig dalam hati.“Hmm, baiklah…” ujar Ludwig. Dan memberikan contoh cara memompa air.“Ok, biar aku coba!” seru Pauline dengan bersemangat. Wanita manis, mungil tapi menonjol di beberapa area itu terlihat begitu bersemangat mengikuti tutorial cara memompa air.Pauline kemudian memompa air seperti yang di lakukan Ludwig, tapi hal tersebut sangat berbahaya dengan jantung dan boa Ludwig. Bagaimana tidak. Setiak Pauline mengangkat tangannya, handuk tersebut akan i
“Hai salam kenal,” sapa Elle ramah kepada Pauline.Pauline tidak menyangka kalau Ludwig terang – terangan seperti itu. “Oh hai, aku Pauline. Salam kenal. Kebetulan aku kenalan lama dari Ludwig.”Elle tersenyum, “Oh ya? Senang berkenalan denganmu Pauline. Ini aku ada bawakan sarapa untukmu. Semoga kamu menyukainya.” Ucap Elle sambil menyodorkan satu box wadah makanan kepada Pauline.Pauline menerimanya, “Terima kasih Elle, aku pasti akan menyukainya.”“Ok kalau begitu, kamu nanti bicarakan dengan kepala desa tentang apa yang ingin kamu lakukan di sini.” Ujar Ludwig kepada Pauline lalu menengok ke Elle. “Ayo sayang, mereka pasti sudah menunggu kita.” Sambung Ludwig berbicara dengan lembut kepada Elle.“Iya sayang,”“Kami duluan ya Pauline…” pamit Elle kepada Ella. Namun baru tiga langkah, Pauline memanggil Ludwig.“Lud!”Langkah kaki Ludwig dan Elle berhenti lalu menengok ke belakang.“Ya?”“Uhm, apa bisa kamu yang bimbing aku selama aku di sini?” ujar Pauline yang langsung membuat Ludw
Sudah pukul lima sore. Dengan gaun tidur yang tipis, Bella menunggu suaminya yang sudah dua bulan ini menjabat sebagai seorang CEO. Suami yang selalu tepat waktu tiba di rumah setelah selesai bekerja walau sesibuk apapun.Ini adalah tahun ke empat mereka menjadi suami istri. Sejak duduk di bangku SMA pada tahun ketiga mereka berdua menjadi dua sejoli yang tidak terpisahkan. Pasangan yang begitu sempurna.Steve William pemuda tampan, yang memiliki raut wajah yang tegas dan berkulit putih. Tubuh tinggi dan atletis. Pemuda yang memiliki berprestasi dalam mata pelajaran dan olahraga.Bella Sophia gadis cantik dan imut. Serta memiliki tubuh yang seksi dan proposional. Kulit putih dan bersih bagai susu. Yang menjadikan Bella primadona di sekolah.Mereka memutuskan menikah setelah lulus kuliah. Di mana masa pacaran mereka yang tidak sehat. Sejak SMA kelas tiga mereka melakukan hubungan selayaknya suami istri. Dan Steve lah yang mengambil kesucian Bella.Bella yang sangat mencintai Steve pun
Di sebuah Coffeeshop, Bella menunggu sahabatnya sambil menyesap Ice Americano.Bella yang hanyut dalam pikiran tidak sadar ketika sahabatnya sudah berdiri didepannya."Bella ?" panggil Giselle dengan senyuman manis di wajahnya."Giselle ?!" kaget Bella dan berdiri menyambut sahabatnya. Dan saling mengecup kedua pipi, kiri kanan.Giselle duduk tepat di depan Bella dan memicingkan matanya. Seolah menyelidik apa yang Bella risaukan."Kamu ada masalah ?" tanya Giselle to the point.Dengan sedikit keraguan, Bella ingin bercerita kepada sahabatnya ini, tapi dia cukup malu. Namun, saat ini hanya Giselle lah tempatnya untuk berbagi cerita dan berkeluh kesah.Sambil memainkan kedua telunjuknya, Bella berucap pelan "Hmm… Sebenarnya aku dan Steve sudah hampir dua tahun ini tidak melakukan hubungan intim.""A-Apaaa?!" teriak Giselle setelah mendengar apa yang diucapkan Bella."Sssttt...!" desis Bella menyuruh Giselle untuk tenang, karena kini mata para pengunjung yang lain menatap mereka."Sorry,
Di waktu yang sama, saat ini Steve sedang menunggu istrinya untuk datang ke kantor. Steve memilih keluar untuk menunggu istrinya di depan perusahaan."Sayang...!!" seru Bella yang baru keluar dari mobilnya.Steve tersenyum dan menghampiri istrinya. Dipeluknya Bella dengan erat seperti seorang kekasih yang dilanda rindu. Membuat Bella tersipu malu."Apa kau kesusahan datang ke kantor..?" tanya Steve dan membawa Bella masuk ke dalam perusahaan."Tidak sayang, tapi… tidak masalah aku datang ke perusahaan…?" balas Bella sedikit meragu, karena ini pertama kali dirinya datang ke Kantor suaminya setelah melakukan merge bersama sahabatnya."Tentu saja sayang," ujar Steve sambil memeluk pinggang Bella dengan posesif.Semua mata staff memandang ke arah atasannya yang sedang berjalan beriringan dengan wanita yang begitu cantik. Mereka tertegun melihat betapa cantik dan imutnya sosok istri yang selama ini menjadi rumor seisi kantor. Bahwa istri dari CEO mereka Steve William sangat memukau."Sunggu
Tibalah hari sabtu sore, dimana Steve dan Bella kini sedang bersiap-siap untuk pergi ke rumah Austin."Kamu sangat tampan Steve !" kagum Bella sambil membantu Steve memakaikan jaket kulitnya yang berwarna coklat."Dan kau selalu sangat cantik dan mempesona...!" balas Steve dan mendekatkan wajahnya kewajah Bella.CupSteve mengecup pipi Bella sekilas.Bella yang berharap mendapatkan ciuman panas di bibir hanya tersenyum masam. Dan membuang wajah kecewanya, tidak ingin Steve melihat moodnya yang berubah karena hal seperti itu.*****Ting Tong"Hai Bro!" sapa Austin senang melihat Steve dan Bella yang datang."Selamat Bro!" seru Steve dan membalas pelukan sahabatnya."Selamat Austin..." ucap Bella dan memberikan sebuah paper bag untuk Austin."Terima kasih Steve, Bella !" jawab Austin dan meraih pemberian dari Bella."Kenapa kalian repot-repot segala membawa bingkisan seperti ini!" senyum Austin."Ayoo masuk...!" lanjut Austin, lalu mengantar Steve dan Bella ke dalam rumahnya.Terlihat t
"AUSTIN?!" Bella yang hendak menoleh dan di saat bersamaan, jemari di dalam intinya tiba-tiba di keluarkan.Lalu dengan cepat, jemari Austin kembali masuk, "Ahhhh!! Tidak! Kita harus berhenti!" batin Bella yang begitu terangsang, karena jemari tersebut masuk semakin dalam dan dalam terus keluar masuk di bagian inti kewanitaannya."Tunggu! Tubuhku! Ahhh!!" desah Bella menggigit tangannya sendiri menahan desahannya.Tubuhnya terasa begitu menggila akibat permainan jari Austin. Sekujur tubuhnya begitu geli menggelitik, desiran darahnya semakin memuncak. Bella merasa ada sesuatu di bawah sana yang akan tumpah."Kalau dia seperti ini, aku bisa muncrat !" batin Bella menahan getaran tubuhnya dan mulai mengunci tubuhnya menanti puncaknya yang sedikit lagi tercapai.Tapi, tanpa di duga Austin mengeluarkan jemarinya dan bangkit dari sisi Bella, pria itu menjauh darinya dan kembali ke sofa untuk beristirahat."Apa maksudnya ini! Kenapa dia berhenti!! Apa yang harus aku lakukan sekarang ?!""Ast
“Hai salam kenal,” sapa Elle ramah kepada Pauline.Pauline tidak menyangka kalau Ludwig terang – terangan seperti itu. “Oh hai, aku Pauline. Salam kenal. Kebetulan aku kenalan lama dari Ludwig.”Elle tersenyum, “Oh ya? Senang berkenalan denganmu Pauline. Ini aku ada bawakan sarapa untukmu. Semoga kamu menyukainya.” Ucap Elle sambil menyodorkan satu box wadah makanan kepada Pauline.Pauline menerimanya, “Terima kasih Elle, aku pasti akan menyukainya.”“Ok kalau begitu, kamu nanti bicarakan dengan kepala desa tentang apa yang ingin kamu lakukan di sini.” Ujar Ludwig kepada Pauline lalu menengok ke Elle. “Ayo sayang, mereka pasti sudah menunggu kita.” Sambung Ludwig berbicara dengan lembut kepada Elle.“Iya sayang,”“Kami duluan ya Pauline…” pamit Elle kepada Ella. Namun baru tiga langkah, Pauline memanggil Ludwig.“Lud!”Langkah kaki Ludwig dan Elle berhenti lalu menengok ke belakang.“Ya?”“Uhm, apa bisa kamu yang bimbing aku selama aku di sini?” ujar Pauline yang langsung membuat Ludw
“Ada apa?” tanyanya berusaha tenang.“Aku mau mandi, tapi tidak ada air.” Ucap Pauline sambil memegang handuknya di depan dadanya.“Oh iya maaf, aku lupa bilang. Kalau kamu mau air. Kamu harus memompa air disini.” Jelas Ludwig sambil menunjukka pompa yang ada di dekat kamar mandi. Tanpa Ludwig tahu ternyata Pauline sudah menyusulnya.Begitu Ludwing berbalik betapa terkejutnya, Pauline sudah ada di belakangnya. “Hmm, iya. Tapi apa bisa kamu ajar aku caranya memompa.”“Damn! Kenapa dia hanya mengenakan handuk seperti ini.” Seru Ludwig dalam hati.“Hmm, baiklah…” ujar Ludwig. Dan memberikan contoh cara memompa air.“Ok, biar aku coba!” seru Pauline dengan bersemangat. Wanita manis, mungil tapi menonjol di beberapa area itu terlihat begitu bersemangat mengikuti tutorial cara memompa air.Pauline kemudian memompa air seperti yang di lakukan Ludwig, tapi hal tersebut sangat berbahaya dengan jantung dan boa Ludwig. Bagaimana tidak. Setiak Pauline mengangkat tangannya, handuk tersebut akan i
Satu minggu berlalu, karena orang tua Elle menggunakan pengiriman ekspress. Hari ini semua barang pesanannya tiba tanpa kekurangan. Bahkan kedua orang tua Elle memberikan perlengkapan yang mendukung untuk perkebunan nantinya.“Hufftt… Akhirnya selesai juga…” seru Elle begitu merapikan pupuk dan bibit di dalam ruang penyimpanan.Sedangkan Ludwig dan rekan - rekannya bertugas mengangkat barang - barang berat. Mereka juga di bantu oleh beberapa warga lokal.“Pak Dokter…!” seru kepala desa tiba – tiba.“Iya?”“Maaf, apa saya bisa minta waktu anda sebentar? Ada tamu yang baru saja tiba. Dan saya sedikit kesulitan untuk berkomunikasi.” Ujar Kepala Desa dengan tidak enak hati karena harus menyusahkan Ludwig kembali.“Tentu saja Pak, tunggu aku di sana. Aku akan membersihkan tangan terlebih dahulu.”“Baik Pak Dokter,” Kepala desa pun berlalu menemui tamu yang di maksud.Ludwig segera membersihkan tangannya. Menengok kiri dan kanan mencari Elle.“Hanz, kamu lihat Elle?”“Sepertinya masih di Gu
Satu bulan pun berlalu. Ludwig dan Elle sudah hidup bersama. Mereka sudah seperti selayaknya pasangan yang tidak terpisahkan. Para warga lokal juga sangat menyayangi Elle dan Ludwig.“Sayang, sudah dulu… Besok lagi kamu lanjut ya…?” ucap Ludwig lembut menghampiri Elle yang saat ini melukis hanya dengan menggunakan gaun tidur yang begitu tipis.“Hmm… dikit lagi sayang, tinggal satu arsiran lagi.” Balas Elle dengan manja.Ludwig menghampiri kekasihnya itu dan memeluknya dari belakang lalu menyandarkan dagunya di pundak Elle. Mencumbu dan menghirup aroma manis dari tubuh kekasihnya.“Sayang, geli….” Rengek manja Elle di ganggu oleh Ludwig.“Lanjut saja, aku temanin.” Ujar Ludwig.Elle mengerecutkan bibirnya, “Bagaimana bisa lanjut kalau kamu seperti ini?”Ludwig tertawa kecil. “Iyah.. iyah… Kamu lanjutkan dulu, aku siapkan air minum dan vitamin.” Sebelum keluar Ludwig mengecup puncak kepala Elle. Pria itu keluar mangambil segelas air dan vitamin untuk mereka berdua.Dan di saat Ludwig m
“Hmm, kamu benar. Takdir kembali mempertemukan kita berdua.”Ludwig mengambil tangan Elle. Menggenggamnya dengan lembut. Elle tersenyum dan ikut menggenggam tangan nya. Mereka berdua berjalan dalam diam menikmati hamparan bintang di atas langit. Hingga mereka tiba di depan rumah.Mereka berdua masuk ke dalam rumah. Ludwig mengantar Elle sampai di depan pintu kamar wanita cantik itu. Jantung Elle berdebar begitu cepat.Elle membuka pintu kamarnya, namun Ludwig masih enggan melepaskan wanita cantik itu. Rasa rindunya belum rela berpisah dengan Elle.Begitu Elle melangkah kakinya masuk, Ludwig menarik tangan Elle. “El…”Jantung Elle berdegup semakin cepat, “Ya?”Ludwig tersenyum lembut, “Bukan hanya karena takdir seperti yang kamu katakan. Aku mengatakan ini karena aku sungguh mencintaimu, sampai detik ini. Perasaanku padamu tidak pernah berkurang. Yang ada aku semakin merindukanmu di setiap helaan nafasku.”“Maukah kamu mau menjadi kekasihku El?” tanya Ludwig menatap lurus manik indah
Elle keluar dari kamarnya setelah berpakaian dan menyusul Ludwig yang ada di dapur.“Mau makan apa? Pizza, Burger, Spaghetti, atau Steak?” tanya Ludwig sambil tersenyum.Wanita berhazel itu seketika terbengong, “Apa semuanya ada di sini?” gumamnya dalam hati.“Tapi karena kamu pertama kali ke desa ini, aku akan perkenalkan kamu dengan makanan yang ada di sini.” Sambung Ludwig sambil mengeluarkan dua piring sayur lengkap dengan ubi rebus sebagai asupan karbohidrat mereka sambil tersenyum dan mengedipkan satu matanya, menggoda Elle.Elle akhirnya sadar kalau saat ini Ludwig sedang menggodanya, Kemudian wanita cantik itu berdiri dan meninggalkan Ludwig begitu saja.Ludwig dapat mendengar suara ribut – ribut dari dalam kamar Elle. Dan tidak lama kemudian Elle keluar dengan membawa beberapa kotak makanan yang cukup besar.Wanita cantik itu menatanya di atas meja dengan rapi. Elle mengeluarkan empat macam lauk yang membuat Ludwig terkejut.Elle duduk dan tersenyum, “Malam ini kita makan in
Elle sontak menoleh ke asal suara dan blush… Wajahnya kembali memerah karena tepat di depannya ada Ludwig dengan senyuman manisnya tengah melihatnya. Jarak wajah mereka begitu dekat.“Ludwig? Kamu sudah selesai?”“Iya, dan kenapa kamu ada di sini bukannya beristirahat?” balas Ludwig lalu berdiri terlebih dahulu, sambil membantu Elle untuk berdiri dengan mengulurkan tangannya.Elle menerima bantuan Ludwig dan meraih tangan pria tampan di depannya.“Terima kasih,” Elle berdiri. Dengan sigap Ludwid mengambil lukisan yang ada di tangan Elle.“Aku kesini karena aku sempat berpikir kenapa orang yang mengatakan suka padaku tidak kunjung datang setelah aku ada di sini padahal sudah lebih 3 jam sejak dia meninggalkan aku.”“Hmm, aku jadi ragu kalau dia sungguh menyukaiku,” sambung Elle menggoda Ludwig.Ludwig seketika panik, “Bu… bukan begitu… Maaf… bukan mak – ““Hahahhaa…” Elle tertawa melihat wajah panik Ludwig.“Kamu menggodaku?”Wanita cantik berhazel biru itu mengangkat bahunya, “Hmm…”“
Ludwig langsung menghampiri Elle begitu melihat wanita pujaannya itu. Pria itu benar – benar di buat shock tapi juga bahagia.“Kamu di sini Elle?” tanya pria itu masih tidak percaya.Elle tersenyum dan mengangguk.Kepala desa bingung melihat Pak Dokter terlihat akrab dengan tamunya.“Ehm, Pak Dokter.” Imbuh Kepala Desa.“Ah iya Pak. Maaf. Lalu bagaimana Pak?” tanya Ludwig begitu sadar. Membuat Elle tertawa kecil.“Begini Pak, saya mau menjelaskan rumah tinggal untuk Nona Elle, beliau akan tinggal di rumah yang – ““Tidak perlu Pak, Nona Elle akan tinggal bersamaku.” Potong Ludwig dengan cepat.Tentu saja Elle terkejut, begitu juga dengan Kepala Desa.“Ludwig? Kenapa aku tinggal denganmu?” seru Elle.“Iya, aku sangat sibuk setiap harinya. Setidaknya kalau kamu di rumah singgahku. Aku akan merasa jauh lebih tenang menjagamu dari para kawanan serigala seperti mereka.” Jelas Ludwig sambil menunjuk ke arah tiga pria yang tengah melihat mereka dengan wajah penuh tawa.Elle menoleh ke arah
Begitu Elle tiba di rumah Cath. Wanita cantik itu mulai mengurus dokumen – dokumen yang ia perlukan untuk bisa berkeliling dengan bebas di Afrika. Setidaknya butuh waktu seminggu baru ia bisa mulai beraktifitas. Selama satu minggu ini pula Elle terlihat akrab dengan anak – anak di sekitar lingkungan tempat tinggal Cath.Elle setiap hari duduk di depan rumah dan melukis suasana yang ada di depan matanya. Baik tawa polos anak – anak yang tidak paham dengan kondisi mereka saat ini dan raut muram dari beberapa anak yang merasa kelaparan.Hal inilah yang membuat dada Elle merasa miris akan kemiskinan di negara yang ia pijak sekarang.“Huftt seandainya semua orang kaya di dunia ini menyisihkan kekayaan mereka untuk berinvestasi atau memperbaiki system kehidupan di negara ini, aku pikir mereka semua bisa berkembang.” Gumam Elle menghela nafas di suatu sore. Tapi entahlah. Apa memang ini adalah solusinya atau memang tidak ada solusi sama sekali.“Hei Elle, kamu di luar?”“Hai Cath, iya nih la