Ghiyas tengah memesan kopi di kantin. Tepat saat Gabby dan Kevin datang. Kebetulan sekali, mereka jadi lebih sering berduaan sekarang saat Rendi juga sibuk sendiri seperti Ghiyas.
“Lo enggak lihat Naya datang kemarin?” tanya Gabby tiba-tiba saat berdiri di dekat Ghiyas.
Ghiyas terdiam sejenak. “Ya, gue lihat. Dia sama kalian. Mungkin ke depannya akan terus begitu.”
Kevin kemudian menyinggung senyumnya seraya menatap ke arah Ghiyas yang mungkin kesal karena mereka dekat dengan Naya. Ghiyas tengah memusuhi Naya.
“Gue berusaha baik sama Naya, karena gue mau keponakan gue baik-baik aja. Sekarang keponakan gue udah muncul kaki sama tangannya,” balas Kevin dengan suara rendah.
“Gue juga. Gue enggak peduli, dia hamil anak lo apa bukan. Tapi di mata gue, gue enggak akan lebih menyesal begitu tahu kalau itu bukan anak lo dari pada ternyata itu anak lo. Gue enggak mau sampai menyesal karena enggak pernah berbuat baik
Hari ini, karena Fely akan pulang cepat, Naya menunggunya di rumah sakit. Mereka berencana untuk menonton di bioskop. Naya menunggu sambil duduk di taman rumah sakit. Karena merasa haus, Naya memasuki rumah sakit untuk mencari vending machine untuk memenuhi rasa harusnya.Naya membeli sebuah kopi. Dan tepat saat itu, Ghiyas mendekat untuk membeli minuman juga. Begitu Naya menoleh ke belakang, dia agak terkejut mendapati Ghiyas di depannya. Dan Ghiyas juga sedikit terkejut begitu mengetahui Naya yang berada di depannya itu.“Kamu ... Apa yang kamu lakukan lagi di sini? Saya sudah bilang, jangan temui saya,” ucap Ghiyas.“Idih, kepedean! Orang dia lagi nungguin saya buat ke bioskop bareng sekarang.”Suara Fely berhasil membuat keduanya menoleh. Dan Fely kemudian mendekati mereka berdua. Naya tengah memegangi kopi yang baru saja dia beli dari vending machine“Naya di sini bukan mau ketemu Mas, kok. Naya
Naya datang lagi ke rumah sakit. Dengan alasan akan makan siang bersama dengan Fely. Padahal dia datang untuk melihat Ghiyas lagi. Dia memikirkan apa yang bisa menarik perhatian Ghiyas.Jika kopi lagi, mungkin Ghiyas tak akan menegurnya lagi. Sesuatu yang bisa membuat Ghiyas menegurnya selanjutnya. Dia bahkan mencari tahu di internet untuk itu. Dan dia menemukan soda, yang berisiko membuatnya melahirkan secara prematur. Toh, dia tak akan meminumnya.Naya hanya memegangi kaleng minuman bersoda di kafetaria. Dan dia akhirnya melihat Ghiyas bersama dengan Rendi, mengobrol santai sambil lewat ke arahnya. Naya mencoba mencari perhatian dengan membuka kaleng soda tersebut.Sayangnya, Ghiyas tak melihatnya dan justru menghampiri perawat yang kemarin. Mereka saling sapa dengan senyuman di wajah mereka dan kemudian pergi bersama.Itu membuat Naya menggigit bibirnya dan menaruh minuman itu dengan perasaan kecewa.***Dan belakangan ini, Ghiyas memang
Naya mengerjapkan matanya beberapa kali. Dan lihatnya sosok Ghiyas yang kini duduk di dekatnya. Naya mencium aroma kayu putih, dan melihat tangan Ghiyas yang sedang memeganginya di dekat wajahnya. Naya melihat ke sekeliling, tempat yang asing baginya.Melihat Naya yang sadar, Ghiyas mengambilkan teh manis yang hangat, yang disediakan oleh para staf di sana. Ghiyas mendekatkan gelasnya mendekati Naya. Naya menatap Ghiyas sejenak sebelum dia meminumnya lewat sedotan.Tangan Ghiyas terulur untuk memegangi pipinya. Dan dia merasa pipi Naya sangat dingin saat itu.“Lain kali jangan keseringan bergadang! Kamu bisa kelelahan akut yang nanti berefek pada janinnya yang ikut melemah!” ujar Ghiyas sambil menaruh gelas berisi teh hangat.Setelah Naya merasa baikan, Ghiyas mengantarkan Naya untuk pulang. Naya tidak menggunakan mobil ke supermarket karena jaraknya cukup dekat dengan apartemennya.Ghiyas mengantarkan Naya dengan mobilnya, sekalian dia
Naya berjalan menuju ke perusahaan di mana dia diterima. Letaknya cukup jauh dari apartemennya hari itu. Dan Naya tampak sangat rapi untuk bekerja. Dia tak akan menyia-nyiakan kesempatannya.Begitu memasuki gedung yang dia tuju, Naya memperhatikan orang-orang di sekitarnya yang mulai menatap ke arahnya, mungkin karena dia asing bagi mereka. Dan Naya segera memasuki kantor atasannya untuk segera melapor.Dan tampak seorang pria dengan tubuh gempal menyambutnya di belakang meja. Dia tersenyum menatap Naya yang tampak agak ragu saat melihat senyumannya. Mengerikan sekali.“Selamat pagi, saya Naya, yang mendapatkan surel dari Anda—Tuan Gerry tadi malam,” sapa Naya.“Ah, iya. Kamu Naya itu. Kamu menyatakan jika kamu sedang mengandung sebagai kekurangan kamu. Tapi yang saya lihat, itu justru kelebihan kamu.” Pria itu terkekeh kecil sambil memperhatikan tubuh Naya yang memiliki postur tegap dengan perutnya yang tengah menonjol itu.
Fely tak pernah melihat Naya lagi di sekitar apartemen. Karena jaraknya hanya dua gedung berbeda, biasanya Fely lihat Naya. Dia seolah menghilang beberapa hari ini setelah mereka bertengkar.Biasanya dia akan bertemu Naya di pagi atau sore. Naya selalu menunggunya, mungkin karena kesepian. Kini, bahkan Naya tak muncul selama beberapa hari. Membuatnya agak khawatir namun tetap enggan menemui Naya langsung ke apartemen, lebih berharap berpapasan.Begitu pula yang dirasakan Ghiyas, Rendi, Kevin dan Gabby. Setidaknya mereka akan melihat Naya untuk bertemu dengan Fely atau duduk di taman seorang diri. Dia tak terlihat lagi.“Tumben enggak ada yang nguntit lo.” Rendi melirik ke arah Ghiyas.“Mungkin dia menyerah dan pulang ke rumah orang tuanya,” jawab Ghiyas agak santai.Gabby dan Kevin yang sedang berjalan ke arah mereka juga tampaknya ingin menanyakan tentang Naya. Membuat Ghiyas hendak menghindar, namun Gabby langsung menahann
Dipukuli dan ditendang, ini seolah benar-benar hukuman yang Tuhan berikan untuk Naya. Dan yang bisa Naya lakukan di sana hanya meringkuk kecil dengan meringkuk, berusaha melindungi perutnya. Dia tak ingin bayinya turut kenapa-napa. Hanya ini satu-satunya harapan dirinya kembali pada Ghiyas, walau membutuhkan waktu yang cukup lama.Dengan wajahnya yang bonyok, bengkak sana sini dengan darah di sekitar wajahnya, Naya berjalan dengan terseok-seok mencari apartemennya. Dia tak tahu itu di mana. Tempatnya seperti sangat jauh dari tempatnya berasal. Belum lagi pandangannya samar malam itu karena pening.Yang dia cari sekarang hanya satu, bantuan. Namun kelihatannya tak satu pun orang di trotoar hari itu. Dan tak ada yang mau memberikannya tumpangan untuk pulang. Hingga sebuah mobil polisi berhenti di dekatnya dan menatapi Naya yang kelihatan baru dirampok sekaligus dianiaya.Polisi itu membawa Naya ke rumah sakit dengan segera. Dan sialnya, rumah sakit itu tempat sahabatnya bekerja, tempat
Naya merapikan tempat tidurnya. Dia tak ingin berlama-lama di rumah sakit. Dan enggan jika harus bertemu dengan Ghiyas, barang kali Gabby tetap memberitahu keadaannya pada Ghiyas nanti. Walau sebenarnya dia juga ingin mendapatkan perhatian Ghiyas di saat seperti ini.Naya berjalan keluar sore itu. Bisa dibilang, dia kabur. Namun, begitu dia berbelok ke lorong lain, dia berpapasan dengan seorang dokter. Untungnya mereka tak bertabrakan. Meski Naya cukup siaga untuk langsung melindungi perutnya. Spontan tangannya melingkar di perutnya.Naya mendongkrak dan menatap dokter itu. Ghiyas. Dan Ghiyas juga cukup terkejut karena hampir menabrak Naya. Ghiyas melihat bagaimana wajah Naya yang bonyok. Dia kaget, melihat sesuatu telah terjadi menimpa Naya, entah kapan.Ghiyas melihat bagaimana Naya siaga dengan melindungi perutnya. Dan Naya kemudian menunduk sambil membiarkan sebagian rambutnya tergerai untuk menutup wajahnya. Dia mengambil jalur sebelah kiri dan berjalan den
Malam itu, Naya pergi dari apartemennya untuk membeli makan malam. Dia berjalan keluar apartemennya. Tanpa dia sadari jika tak lama kemudian Fely datang untuk menjenguknya sesuai permintaan Gabby. Naya mendekati salah satu restoran ayam terdekat dari apartemennya.Restoran itu agak masuk ke dalam gang. Biasanya ramai, namun malam itu tampak agak sepi. Dia memasuki restoran ayam itu dan mendekati tempat pemesanan makanan. Dia pun memesan sebuah paket yang sedang dia inginkan untuk makan malamnya. Keinginan bayinya.Setelah memesan dan membayar pesanannya, Naya menunggu sebentar hingga makanannya siap. Naya segera menerimanya dan hendak pulang untuk memakannya di apartemen. Namun, begitu dia keluar dari restoran ayam, Naya terdiam sambil menatap orang yang hendak masuk.“Naya?” Gerry, atasannya yang sudah mencarinya seharian ini karena tidak masuk kerja.“Dari mana saja kamu, sampai tidak masuk hari ini? Padahal saya menunggu kamu, loh.&rd
Teriakan Naya menggema di lorong rumah sakit. Dan di ruang persalinan, Naya memegang kuat brankar. Dengan Ghiyas yang berada di sisinya, mengusap halus kepala Naya. Pandangan Naya menuju ke arah kakinya yang terbuka lebar. Membuka jalan lahir untuk bayinya yang sudah tak sabar ingin keluar. Dengan keringat yang membanjiri kening bahkan hingga menetes ke pipinya.Begitu tangis bayi memecah keadaan yang mencekam itu, Ghiyas menengadahkan kepalanya. Untuk melihat bayi yang sekarang dipegangi dokter yang membantu persalinan saat itu.Senyum pria itu mengembang lebar. Matanya melirik ke arah sang istri yang kini menghela nafasnya dan berusaha menstabilkan nafasnya lagi. Kecupan mendarat berkali-kali di kepala Naya begitu Ghiyas merasakan perasaan lega dan melepaskan rasa bahagia yang dia rasakan.“Fadelico Sangga Donzello Eduardo. Itu, kan?” Ghiyas menatapi Naya yang masih terengah.Sorot mata Naya menatap Ghiyas dan menganggukkan kepalanya sambil
Ghiyas menenangkan Naya sampai Naya akhirnya tenang, setelah setengah jam. Dan dia bisa kembali berbaring untuk memejamkan matanya. Sambil mendekap Naya yang masih sesenggukan, Ghiyas berusaha untuk tidur lagi. Sementara Naya terus menatapi Ghiyas.“Naya tanyain Gabby, loh. Awas aja, kalau ternyata Mas enggak ke rumah sakit,” ancam Naya.“Iya, tanya aja sana! Orang catatan panggilannya Gabby juga masih ada di handphone Mas. Kamu mau tanya pihak rumah sakit juga boleh. Mau lihat catatan kerja Mas juga boleh.”“Naya mimpi Mas ninggalin Naya, buat orang lain. Mas bakal kayak gitu sama Naya?”“Enggak, Nay. Sama siapa, coba? Mas udah tua, siapa lagi yang mau sama Mas kalau bukan kamu?”“Banyak. Mas ganteng, kok. Mas awet muda, makanya Naya demen. Pasti banyak juga yang demen sama Mas di luar sana. Bukan Naya doang.”“Enggak, Sayang. Jangan ngajak ngobrol dulu, dong! Mas ngantuk, ni
Naya tengah menunggu Ghiyas pulang, karena Ghiyas akan membawakan beberapa makanan yang sedang ingin dia makan. Ya, dia tengah mengidam dan baru saja menghubungi suaminya yang sedang dalam perjalanan pulang, untuk menitip beberapa makanan.“Assalamu’alaikum.” Ghiyas datang membawakan pesanan istrinya yang tengah mengidam.“Wa’alaikumsalam,” jawab Naya seraya menghampiri Ghiyas dan salim padanya.Ghiyas langsung menyodorkan apa yang dia bawa, membuat Naya tersenyum lebar. Naya menerimanya dan menyajikannya di meja. Ghiyas duduk di sofa sambil menatapi Naya yang belakangan ini kehilangan nafsu makannya, namun punya keinginan yang kuat untuk mencicipi berbagai makanan.“Makannya sedikit-sedikit, nanti mual lagi kalau kebanyakan,” ujar Ghiyas.“Enggak akan. Soalnya Naya mau banget makan ini semua,” jawab Naya dengan yakin.Naya memakan setiap makanan yang dibawakan Ghiyas. Dan Ghiyas se
Naya berbaring di brankar. Matanya tertuju pada dokter yang sekarang menyingkap bajunya dan agak menurunkan sedikit celananya. Ghiyas menemani Naya di ruangan itu, untuk mengecek bayinya. Naya melihat ke arah monitor, tak sabar untuk melihat bayinya.Dokter menuangkan gel di atas perut Naya dan mengusapnya dengan alat ultrasound. Dan tampak kondisi rahim Naya di monitor. Dengan kantung janinnya yang sudah terlihat.“Usia kandungannya masih sekitar 4 minggu, belum terdeteksi detak jantungnya,” kata dokter.Ghiyas menganggukkan kepalanya membenarkan. Ghiyas tersenyum sambil melirik Naya yang menatap ke arah monitor terus. Ghiyas tahu bagaimana perasaan Naya sekarang, sejak rahimnya bersih lagi, Naya sudah menantikan kehadiran bayinya. Hingga sekarang, dia muncul.Setelah dari ruangan dokter, Naya menunggu vitamin yang telah diresepkan di farmasi sambil membaca jurnal kehamilan. Dia sudah pernah membacanya, namun entah kenapa rasanya senang memba
“Nay?!” Fely menatap Naya dengan tak percaya, dan melirik ke arah perutnya sendiri yang buncit.“Ini apa?” Ghiyas terkekeh bingung sambil menatapi dua potongan kain yang tak dikenalinya.Naya hanya tersenyum geli melihat reaksi Ghiyas. Sementara yang lainnya sekarang juga demikian, dengan perasaan gemas karena Ghiyas masih belum menyadari apa yang ingin Naya katakan dari hadiahnya itu. Bahkan Kevin sekarang mengerti apa yang menjadi hadiah ulang tahun Ghiyas.“Lebih jelasnya, lihat apa lagi yang ada di bagian bawahnya,” ucap Naya sambil tersenyum.Ghiyas mengernyit dan menarik kertas lain yang menghalangi. Dan dia menemukan sesuatu yang membuat ekspresinya langsung hilang seketika. Ghiyas meraih benda yang sudah lama tak ia lihat lagi. Dan alat seukuran stik es krim itu kini berada di genggaman Ghiyas lebih cepat.“Oh?!” Ghiyas kemudian menatap ke arah Naya dengan penuh keterkejutan.Naya terta
Ghiyas yang ingin tahu apa yang sebenarnya dilakukan Naya, kini hendak membuka pintu. Namun, pintunya terkunci. Dan membuat Ghiyas menggedor-gedor pintunya secara tidak ramah.“Naya! Naya, buka pintunya!” ucap Ghiyas dengan suara yang tinggi.Namun, belum ada yang membukakan pintu untuknya. Akhirnya Ghiyas bahkan memukul pintu dengan perasaan marah. Mengeluarkan segala yang dia pendam belakangan ini. Rasa lelahnya yang datang entah dari mana, emosinya yang mendadak tak lagi stabil.“Naya! Naya, dengar Mas?! Naya, buka pintunya, sekarang!” sentak Ghiyas.Gabby di sana termangu, menatapi Ghiyas. Dia jadi agak khawatir sekarang pada Naya. Dan dalam benaknya bertanya, kenapa Ghiyas seperti ini dan apakah Naya selama ini baik-baik saja?Dan begitu seseorang membuka kunci rumahnya, tanpa membukakan pintu, Ghiyas langsung membukanya. Dan secara tak langsung membanting pintu itu. Perasaan seperti waktu itu, saat memergoki Naya bersa
“Kondisi Naya makin hari makin baik. Sampai dia pulih total, bahkan sekarang Naya jauh lebih baik dari sebelumnya. Lo suami yang baik buat dia.” Gabby melirik Ghiyas sambil tersenyum.“Gue cuman mau mendoakan yang terbaik buat lo sama Naya ke depannya. Makanya, gue mau juga didoain balik, tentang hubungan gue sama Gabby,” ucap Kevin seraya memegangi tangan Gabby.Kevin menggenggam tangan Gabby dan kemudian mengangkatnya, memamerkannya pada Ghiyas. Rendi langsung menyentil tangan Kevin hingga Kevin mendesis kesakitan dan buru-buru melepaskan tangannya dari Gabby. Gabby sendiri hanya terkekeh melihat pacarnya yang dinistakan itu.“Jangan terlalu romantis sekarang, habis nikah nanti bosan duluan,” tegur Rendi.“Emang kalau enggak romantis-romantisan sebelum nikah, nanti enggak akan bosan?” tanya Kevin.“Pastilah. Nanti banyak masalah, karena sama-sama merasa bosan dan mencari orang lain yang lebih
Setelah tiga bulan berlalu, Naya sudah mampu untuk berjalan seperti biasa. Dan Naya sudah kembali beraktivitas seperti biasa sebagai istri rumah tangga. Mengurusi Ghiyas jauh lebih baik dari sebelumnya. Ghiyas melihat perubahan drastis dari Naya.Sayangnya, Ghiyas sering kali mendapati Naya yang bengong di jendela. Dia pasti bosan di rumah. Dan melihat Naya yang mencari kesibukan dengan membaca buku, atau mengikuti kegiatan secara daring, Ghiyas jadi tak tega terus membuat Naya mengurung diri di rumah.“Nay, kamu ada keinginan buat kerja lagi?” tanya Ghiyas sambil duduk di kasur.Ghiyas memandang Naya yang tengah asyik dengan buku bacaannya. Dan Naya segera mengalihkan pandangannya pada Ghiyas. Dia tersenyum dan menggeleng pelan.“Sebenarnya, Naya agak takut buat kerja di kantor. Tapi, menurut Mas gimana?” tanya Naya.“Kamu tahu, Mas enggak pernah ngelarang kamu bekerja, selama kamu enggak terpaku sama pekerjaan kamu.
“Kak, Kakak berarti keguguran udah dua kali dong, ya?”Ardan bertanya sambil menuangkan susu ke gelas dan menyodorkannya pada Naya yang duduk di meja makan sambil menatap ke arah televisi. Dia tengah menikmati acara kesukaannya di sana.“Iya,” jawab Naya seadanya.“Kak Ghiyas belum pulang, Kak?” tanya Ardan sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.“Belum, makanya Kakak minta kamu di sini dulu. Kamu kayaknya buru-buru banget,” ucap Naya.“Enggak juga. Cuman ... Kakak enggak takut apa sama Kak Ghiyas? Aku dengar dari Mama, katanya Kakak memang cuek banget sama Kak Ghiyas. Kak Ghiyas emang enggak pernah marah sama Kakak ya, kok pada bilang Kak Ghiyas baik banget?” tanya Ardan.Naya mengernyitkan dahinya. “Kamu sekenal apa sama kakak iparmu? Bahkan semua orang juga tahu Mas Ghiyas orangnya baik banget.“ Naya lantas terkekeh karena ucapan adiknya itu.“Mungkin memang