“Ehm, yang habis honeymoon, kayaknya sih masih capek gitu habis digempur habis-habisan, ya?”Suara celetukan Leon seketika membuat Yura memutar kedua bola matanya dengan malas. Perempuan itu baru saja tiba di kantornya, setelah menikmati bubur ayam di depan kantor bersama suaminya.“Apa? Puas lo udah ngeluarin baju-baju gue dan menggantinya semua dengan lingerie? Otak lo emang kadang-kadang nggak masuk akal, ya!”Leon tertawa terbahak-bahak. “Tapi lo suka, kan?” katanya sembari mengerling jahil.“Menurut ngana aja? Ngangkang terus capek juga kali, El.”Yura lantas duduk di kursinya, lalu mulai menyalakan komputernya. Baru kemarin Yura dan Krisna mendarat sempurna di Jakarta, dan hari ini dia mulai kembali bekerja.“Dapat apa aja di sana?”“Nggak ada-ada, El. Jangankan cowok ganteng, signal aja nggak ada di sana!”“Kok lo jadi genit gini? Gue aduin sama Krisna lo, ya!” ancam Leon dengan cepat.“Hish, kayaknya lo dapat keuntungan banyak banget selama jadi kaki tangan Abang, ya? Dibayar
“Ra, sejak kapan lo di sini?”Yura mendongakkan wajah sembari menekan dadanya kuat-kuat. Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang, belum lama ini dia dan Krisna sempat membahas soal ibu kandungnya, dan fakta apa yang baru saja didengarnya membuat perempuan itu kehilangan kata-kata.“Sorry, Frey. Gue tadi mau ke toilet dan nggak sengaja dengar lo—” Yura menggigit bibirnya bagian dalam. “—ngomongin Abang.”Freya terhenyak selama beberapa saat. Pun ketika Reno tiba-tiba ikut keluar dari ruangannya. Tatapan keduanya bertemu selama beberapa saat.Bukan salah Yura mendengar semua apa yang baru saja dibicarakan mereka. Kondisi ruangan mereka yang pintunya tidak tertutup rapat, membuat siapapun yang melintas di sana mendengar semuanya. “Saya akan menjelaskan semuanya sama kamu, Ra. Tapi saya nggak nyangka kalau kamu akan mendengarnya lebih cepat.”“Maaf, Pak Reno. Saya tadi benar-benar nggak sengaja dan—”“It’s okay.” Reno mengulas senyuman, lalu dia menoleh ke arah Freya. “Frey, untuk meeting
“Abang!”Suara panggilan Yura sontak membuat pria yang baru saja melewati pintu depan restoran itu menoleh. Krisna menerbitkan senyumannya saat melangkah menghampiri mereka.Krisna dengan pakaian casual dan kacamata hitam yang membingkai di wajahnya, kini berdiri di samping meja yang mereka duduki. Agak terkejut saat melihat istrinya tidak sendirian di sana, melainkan ada Reno dan Freya di sana.Sudah ada beberapa minuman di atas meja, menandakan bahwa mereka memang sudah lama menunggu kehadiran Krisna. Jalanan yang sempat dilaluinya memang sempat macet parah.“Hai, Mas…” sapa Freya.“Macet banget ya—”Belum Yura menyelesaikan kalimatnya, Krisna yang sudah mendudukkan diri tepat di samping Yura, dengan cepat pria itu mencium bibirnya tanpa peduli jika Reno dan Freya ada di hadapannya.Yura seketika membelalak. “Abang!”“Apaan sih? Masa cium istrinya sendiri nggak boleh?”“Nggak gitu! Kan ada Pak Reno sama Freya. Kalau mereka pengen gimana?”“Sialan, Ra!”“Pak Krisna, apa kabar?”“Kita
“Abang bingung mau bawa apa buat Opa, Ra. Enaknya dibelikan apa, ya?”Mereka baru saja tiba di salah satu pusat perbelanjaan terbesar yang ada di kawasan Jakarta. Hari ini adalah hari ulang tahun Opa Lesmana, dan Krisna tidak tahu harus membelikan hadiah apa untuk sang opa.“Jam tangan aja gimana?”“Bisa juga, sih. Cuma kadang-kadang Abang tuh cuma kepikirannya, Opa punya uang banyak dan dia bisa membeli apa saja yang dia mau. Jadi kadang, bingung mau dibelikan apa.”“Lain dong, Bang. Opa mungkin bisa membeli apapun yang dia mau, tapi Opa nggak bisa membeli barang itu dengan ketulusan orang yang memberinya.”Krisna menerbitkan senyumannya. Merasa tertampar oleh ucapan Yura. “Iya juga, ya?”“Dah yuk! Kita cari jam tangan buat Opa?”Yura menggamit tangannya di lengan Krisna, keduanya melangkah menuju salah satu toko jam tangan ternama di sana.“Gimana kalau ini? Desainnya too old, tapi klasik dan berkarakter. Cocok banget dipakai untuk seumuran Opa, Bang.”“Bagus, Sayang. Itu aja kalau
“Hei, are you okay?” Wajah murung Yura, sejenak mengalihkan perhatian Krisna. Mereka baru saja menyelesaikan makan malam bersama. “Kita pulang sekarang?”“Abang harus ketemu sama Opa, kan?”“Abang bisa menundanya, Ra. Abang justru khawatir sama kamu.”Yura menggelengkan kepalanya. Meskipun kini kepalanya terasa penuh, tapi sebisa mungkin dia tidak menunjukkannya di depan suaminya.“Aku baik-baik saja, Bang. Abang bisa ketemu sama Opa dulu. Aku tunggu di kamar gimana?”“Kamu yakin?”“Ya, Bang. Aku nggak apa-apa, kok.”Krisna terpaksa mengangguk. “Oke, Abang nggak akan lama. Kamu langsung istirahat ke kamar aja, ya?”“Iya.”Setelah mengatakan hal itu, Krisna membiarkan Yura naik ke kamarnya. Sementara dia melangkah menuju ruang keluarga, di mana sudah ada Opa Lesmana, Davin, dan Maura di sana.“Opa…”Opa Lesmana mendongakkan wajah, lalu mengulas senyuman. Krisna melangkah menghampiri mereka, lalu duduk tepat di samping Maura. “Ada apa, Bang?”“Ada yang mau aku omongin, Opa.”“Soal apa?
“Pak Reno yakin?” Pertanyaan itu meluncur bebas dari bibir Yura. Sore itu, Yura baru saja menyelesaikan wawancaranya dengan salah satu staf Shadow Group, dan Reno sengaja mengajaknya bicara sebelum perempuan itu memutuskan untuk pulang.“Ya, saya yakin, Ra.” Reno mengulas senyuman. “Kamu nggak usah khawatir, saya sendiri yang akan bertanggung jawab penuh atas rencana ini.”Akhir-akhir ini Yura sedang banyak pikiran. Tapi dia tidak mungkin menolak saat Reno meminta bantuannya. “Saya bisa bantu apa, Pak?”“Nggak ada, Ra. Saya memanggil kamu ke sini, karena memang cuma pengen ngasih tahu kamu, kalau nanti malam, saya dan mama akan datang ke acara gala dinner Diva Corporations.”“Baik, Pak. Maaf kalau saya nggak bisa bantu apa-apa.”“It’s okay, Ra.” Reno terkekeh. “By the way, thank you.”“Saya bahkan nggak melakukan apa-apa, Pak. Nggak usah berlebihan, deh.”Reno mengulas senyuman. “Sampai ketemu malam nanti.”Usai berbincang dengan Reno, Yura melangkah meninggalkan ruangan pria itu. De
“Ra, lagi di mana?”Yura lantas mengangkat wajahnya saat suara Reno terdengar di seberang sana. Matanya mengedar ke sekitar, seolah tahu jika Reno tengah berada di sekitarnya dan mencari keberadaannya.“Udah di dalam ballroom, Pak. Bapak di mana?”“Krisna?”“Dia ke toilet tadi, Pak. Bapak sudah sampai?”“Oh, oke. Sebentar lagi saya masuk. Sampai ketemu di sana, ya.”Yura lantas bangkit dari duduknya, jantungnya mendadak berdebar kencang. Yura tidak bisa membayangkan bagaimana pertemuan Krisna dan ibu kandungnya kali ini. Riak wajahnya seketika berubah, kepalanya mendadak pening.“Sayang, ada apa?”Maura yang melihat perubahan raut wajah Yura, lantas bangkit dan menghampiri perempuan itu.“Ma…” Yura memang belum menceritakan hal ini kepada Maura sebelumnya. “Abang, Ma…”“Kenapa Abang, Ra? Duduk dulu.” Maura meraih segelas minuman yang ada di atas meja, lalu mengangsurkannya ke arah Yura. “Diminum dulu, Sayang.”Beruntung suasana ballroom malam itu gelap, mengingat bahwa cahaya sengaja
“Ma, maaf udah bikin Mama pagi-pagi datang ke rumah. Semalaman Abang nggak keluar dari ruang kerjanya, Ma. Abang juga nggak mau dibujuk sama aku. Aku khawatir, Ma.”Maura yang baru saja datang, lantas mengangguk. Sejak pertemuan Krisna dan Dinda semalam, Maura tahu jika Krisna tidak akan baik-baik saja. Namun dia tidak menyangka jika dampaknya akan separah ini.“Dia udah tahu semuanya?”Yura mengangguk. “Ya, Ma. Pak Reno memberikan catatan medis milik ibu kandungnya Abang, dan karena itu juga Abang memilih mengurung diri.”“Mama akan mencoba membujuknya, Ra. Kamu nggak usah khawatir, ya?”“Aku siapin buat sarapan ya, Ma. Semoga Abang bisa dibujuk buat makan, karena sejak semalam Abang belum makan apapun, Ma.”“Iya, Sayang. Mama ke atas dulu kalau begitu.”Yura mengangguk sekali lagi, membiarkan Maura naik ke lantai dua untuk menemui Krisna yang sejak semalam mengurung diri di ruangannya. Sementara Yura melangkah menuju dapur. Dengan perasaan berkecamuk, Maura berdiri tepat di depan p