"Om!" Alana menahan lengan Leo saat tubuhnya sempurna terbaring di atas tempat tidur."Tidurlah!" ucap Leo lembut sembari menyentuh punggung tangan Alana dan mengusapnya kecil."Maafkan aku."Leo tersenyum melihat wajah penuh sesal Alana. Dia memang kecewa dan marah saat ini. Namun, Leo tidak bisa marah pada Alana, apalagi melihat keponakannya itu sedang terluka. Dia pun mendaratkan satu kecupan pada pucuk kepala Alana sebagai jawaban permintaan maaf Alana."Tidurlah! Lupakan semua yang terjadi malam ini!" ucapnya sembari mengusap-usap rambut Alana.Tadinya Alana sudah terlelap saat di perjalanan, makanya Leo mengangkat dan membaringkan di tempat tidur. Hanya saja saat tubuhnya sempurna terbaring, tiba-tiba Alana membuka mata. Mungkin karena Leo kurang hati-hati saat membaringkannya. Maklum, meski tubuh Alana ramping, tetap saja Alana bukan keponakan kecilnya lagi. Jelas saja tubuhnya memiliki beban sendiri.Alana melepas tangan Leo dan membiarkan om kesayangannya itu keluar dari kama
“Alana, ayo bangun!” Leo menyibak selimut yang menutupi tubuh Alana.“Jam berapa ini, Om?” Alana masih tidak mau membuka mata. Bahkan tubuhnya sama sekali tidak bergerak. Meski Leo telah menyingkirkan selimut dari tubuhnya, tubuh ramping itu masih memeluk guling dengan hangatnya. Alana meringkuk sembari menenggelamkan wajah pada ujung guling.“Tidak usah tanya jam berapa! Buruan bangun dan cuci wajahmu!”Leo kembali meminta Alana bangun dengan cara menarik tangannya.“Om Leo, aku masih ngantuk.” Alana menepis tangan Leo dan kembali memeluk guling. Kali ini semakin erat dengan tubuh semakin melengkung.“Alana, bangun!” Leo kembali menarik tangan Alana.Alana menggeser tubuh menjauhi Leo.“Hari ini aku males ke kampus,” ucap Alana sembari mata terpejam.Leo tersenyum tipis. Dia tau keponakannya itu masih terluka, makanya tidak memiliki semangat untuk pergi ke kampus.Leo naik ke atas tempat tidur dan duduk di belakang Alana dengan tubuh serong menghadap Alana. Punggung Alana menjadi ti
“Hei, mau ke mana?”Eris mencengkeram lengan Alana saat Alana bangkit dari duduk hendak pergi. Dia pun berkata dengan sombongnya.“Lepaskan tanganku!” minta Alana dengan suara penuh penekanan.Alana sangat malas berurusan dengan Eris, wanita yang menjadikannya bahan taruhan. Mendengar suaranya saja rasanya sudah muak, apalagi melihat wajahnya. Eris memang memiliki wajah cantik yang digandrungi banyak laki-laki, terlebih mahasiswa di kampus mereka. Namun, kecantikan Eris sungguh memuakkan bagi Alana.Dulu, Alana sempat mengagumi kecantikannya, sama dengan yang lainnya. Hanya saja setelah Eris selalu mencari gara-gara dan masalah dengannya, seperti tidak menyukainya, sejak saat itu dia merasa muak.“Kenapa? Kamu merasa kalah dariku?” tanya Eris dengan wajah songong dan sombong. Bahkan dari wajah dan caranya berucap, Eris seperti sedang memandang Alana sebagai pecundang yang kalah bertanding dengannya. Dia pikir Alana menghindar karena tidak mau mengakui kekalahannya.Alana mendengus de
"Om Leo ... aku ingin menangis!" Melihat Leo berjalan dan datang ke arahnya, Alana langsung menyambut dan berhambur memeluk om kesayangannya dengan erat. Dia tidak peduli lagi dengan pandangan orang di sekitar taman. Dia juga tidak peduli dengan tanggapan mereka. Yang dia pedulikan adalah perasaannya yang hancur lebur.Leo sendiri kaget dan hampir saja tubuhnya terhuyung ke belakang mendapat pelukan tiba-tiba dari Alana. Dia hampir jatuh, untung kaki panjangnya sangat kuat dan otot-otot tubuhnya tangguh sehingga saat mendapat tubrukan tubuh Alana, Leo bisa menjaga keseimbangannya."Aku pingin nangis," ucap Alana lagi sembari mengeratkan pelukannya."Eits! Tahan!" Leo segera melepaskan pelukan Alana dengan mendorong kedua sisi pundak keponakannya itu. Dia juga menjaga jarak sepanjang tangannya sehingga tubuh Alana condong ke belakang. Meski begitu, tidak ada yang khawatir Alana akan terjatuh karena tangan kuat Leo menjaganya."Om Leo!" Mendapat penolaka
"Selamat pagi, Om," sapa Alana sembari menuruni anak tangga."Pagi," balas Leo sembari mengoles selai coklat di atas roti tawar, sembari melihat Alana berjalan mendekat. "Tumben sudah rapi?" imbuhnya sembari meletakkan sepotong roti pada piring di depan Alana, lalu kembali mengoles roti lain. Kali ini untuk dirinya sendiri."Emm. Hari ini aku ada kuliah pagi," jawab Alana, mengambil roti, lalu menggigitnya. "Om Leo antar aku kuliah, ya?" "Kenapa?" Leo heran. Biasanya Alana memilih pergi kuliah sendiri karena tidak mau merepotkannya. Apalagi kampusnya berlawanan arah dengan perusahaan Leo. Meminta Leo mengantar, sama saja membuat Leo menghabiskan waktu di jalan.Alana tersenyum tersipu, lalu memasukkan kembali potongan roti ke dalam mulutnya."Aku lagi ingin diantar Om Leo saja," jawab Alana."Yakin?" Leo memiringkan sedikit wajah memberi Alana tatapan tidak percaya."Tapi kalau Om Leo tidak mau, tidak apa-apa. Aku berangkat sendiri saja," ucap Alana
"Damian, tolong jemput aku di jalan Krispati!" Leo menghubungi Damian melalui telepon selularnya."Jalan Krispati? Kenapa kamu sampai sana?"Jelas saja Damian kaget dan penasaran mendengar nama jalan yang disebut Leo. Arah perusahaan mereka jelas tidak melalui jalan itu, tapi saat ini Leo ada di sana. Ada apa?"Aku kecelakaan," jawab Leo."Leo, jangan bercanda! Lalu, bagaimana kondisimu? Apa kamu terluka parah?" Bla ... bla ... bla ... dan masih banyak lagi pertanyaan Damian untuk Leo."Stop, Damian!" seru Leo. "Aku tidak apa-apa. Hanya mobilku yang penyok. Aku sudah panggil mobil derek," sambung Leo semakin kesal mendapat banyak pertanyaan dari Damian. Meski maksud Damian memberi perhatian dan khawatir, tapi mendengar pertanyaan yang banyak membuat kepalanya semakin terasa pusing dan sakit.Karena melamun, Leo mengalami kecelakaan. Mobilnya menghantam pembatas jalan. Untung laju kendaraannya tidak terlalu cepat sehingga tidak menimbulkan cidera yang serius.
"Selamat ulang tahun, Om Leo."Tiba-tiba Alana muncul dari arah pintu luar kamarnya sembari membawa kue ulang tahun. Di atasnya ada lilin menyala menunjukkan banyaknya angka umur Leo, sedangkan Leo yang masih panik dan cemas langsung terkejut dan shock. Di tangannya masih menggenggam telepon selular. Bahkan masih dalam posisi menghubungi nomor Alana. Jantungnya hampir lepas mencemaskan keponakannya. Dia pikir Alana kembali terhanyut dalam kesedihan sehingga melakukan sesuatu yang bisa membahayakannya. Namun, sekarang keponakannya itu berdiri di depan mata dengan senyum lebar, wajah ceria. Leo merasa lega, tapi juga kaget."Om Leo, kok malah bengong, sih?" Alana mendekat.Lamunan dan keterkejutan Leo langsung tergugah. Leo segera menyadarkan diri dengan memberikan senyum canggung, tapi senang. Dia senang karena keponakannya masih mengingat hari ulang tahunnya di saat dia sendiri tidak mempedulikannya."Alana?" lirih Leo dengan perasaan haru."Ayo, Om, make a wish! Buat permohonan, te
“Surprise!” seru Alana.Alana membentangkan lebar kedua tangan ke samping. Kaki jenjangnya yang hanya dibalut dengan hotpants perlahan melangkah mundur mendekati meja makan bundar dengan kain putih berumbai. Di atas meja telah ada dua piring terisi menu special, dua gelas minuman, vas kaca bening dengan mawar merah merekah dan harum. Tidak lupa dua lilin kecil menyala menambah suasana malam menjadi romantis.Senyum Alana lebar membuat semua yang terlihat semakin menjadi cantik. Alana yang Leo pikir sedang dalam kesedihan ternyata menyiapkan kejutanan untuknya. Menyiapkan makan malam yang bisa dikatakan romantis. Makan malam di halaman belakang dengan latar belakang kolam renang. Lampu taman menambah cahaya terpancar dengan indah.“Alana, ini semua?”Leo belum bisa percaya atas semua yang dilihat di depan matanya saat ini. Dia tidak pernah menduga Alana akan memberinya kejutan seindah dan seromantis ini. Keponakan kecilnya dulu, kini sudah besar dan sudah bisa mendesain makan malam yan