Pagi itu Lalita turun dengan pakaian formalnya, dia yang benar-benar bosan memutuskan pergi ke kantor lebih awal dari kesepakatannya bersama Arga kemarin. "Kenapa berpakaian seperti ini?" Arga menatap Lalita tajam. "Saya masuk hari ini saja ya Mas, udah nggak papa kok." Wanita meyakinkan suaminya apabila dirinya sudah siap kerja. Awalnya Arga tidak setuju tapi Lalita terus memaksa sehingga dia pun menurut. "Baiklah." Saking senangnya diijinkan kerja lebih awal, Lalita menjatuhkan sebuah kecupan di bibir suaminya. Niatnya hanya ingin mengecup sekilas tapi Arga malah memegangi tubuhnya. Lalita melongo, dia berusaha melepas bibirnya tapi tangan Arga seolah mengunci dan tidak membiarkan tubuhnya bergerak. Alhasil, keduanya tetap dalam posisinya dalam waktu yang lama. Yang tanpa mereka sadari ada langkah kaki datang mendekat. "Aish kalian ini, kenapa mesra-mesraan diluar." Pria tua itu menarik kursi. Panik ada Kakek Lalita menggigit bibir Arga hingga suaminya memekik kesakit
"Lalita menuduhku Arga!" Kania tak terima. "Tadi jelas-jelas ada yang menjegal kakiku Mas," sambil melihat Kania. Kania dan Lalita terus berdebat hingga Arga melerai mereka dengan ucapannya. "Sudah! sudah! kita lihat CCTV saja untuk lebih jelasnya!" Arga meminta Damar untuk menunjukkan CCTV dan setelah CCTV dilihat dapat terlihat apa yang sebenarnya terjadi. "Lihat, kan... bukan aku yang menjegal dan membuat istrimu jatuh." Kania tersenyum puas, sebab CCTV yang baru saja disaksikan oleh Arga, Lalita dan juga dirinya memang tidak memperlihatkan perannya dalam membuat Lalita terjungkal. Melihat hal itu, Lalita diam-diam mengepalkan tangannya. Sebab, dia yakin jika benar Kania lah orang yang telah membuatnya celaka. CCTV mungkin tidak menangkap, karena kaki Kania tertutup oleh bagian gaunnya yang menjuntai hingga lantai. "Tapi Mas, aku merasa ada kaki yang menjegal kakiku." Lalita tetap bersikeras. Kania menatap Lalita dengan kesal, dengan mata yang berkaca dia berbicara lirih.
"Mas." Lalita memanggil Arga yang melamun. Panggilan Lalita sontak membuat pria itu menoleh, "Iya Sayang." Senyuman manis dia lempar ke istrinya. "Kamu memikirkan apa?" tanya Lalita lalu duduk di hadapan suaminya. Arga menggeleng, dia mengelak bahwa dirinya tengah melamun. "Aku tidak memikirkan apa-apa." Meski tau bila suaminya berbohong tapi wanita itu tidak bertanya kembali. "Ya sudah ayo makan siang, aku sudah lapar." Dia berusaha mencairkan suasana dengan mengatakan lapar karena dia tahu Arga pasti akan segera bertindak ketika dia lapar. Tapi.... Respon kali ini berbeda. "Kita makan roti ini saja, pekerjaanku masih banyak." Sambil menyodorkan roti gulung abon pemberian Kania tadi. Dengan tersenyum ketir, Lalita menatap sang suami yang kini malah membuka laptopnya. "Ya sudah aku keluar sendiri, kamu saja yang makan roti ini." Arga yang biasanya selalu perhatian kali ini sedikit berbeda, dia mempersilahkan Lalita keluar makan siang sendiri tanpa ada niatan untuk
Lalita membalikkan badan hendak pergi, tapi tiba-tiba dia berubah pikiran, dia masuk ke dalam dan melihat suaminya bercanda gurau dengan Kania. Mereka yang asik makan tidak memperhatikan Lalita yang masuk, wanita itu berjalan terus dan langsung duduk di samping Damar. "Kenapa saya tidak diberitahu? jika ada acara makan-makan seperti ini?" Damar yang tengah makan jadi tersedak, pria itu tak menduga bila Lalita menyusul sendiri. "Nona Lalita." Damar menjadi pucat pasi. Sementara Damar pucat pasi, Lalita justru tersenyum wanita itu kemudian menatap nanar suaminya yang malah disuapi oleh Kania. Damar menjelaskan apabila ini adalah rencana para petinggi kantor yang ingin merayakan ulang tahun Arga. "Memang kamu sengaja tidak diberitahu agar tidak menimbulkan kecurigaan dan inilah alasan tadi aku mengajak kamu ikut kami." Wanita itu kembali tersenyum. Arga kini gantian menyuapi Kania dan saat itulah dia menengok ke belakang. "Sayang!" Dia segera meletakkan makanan yang
Keesokan harinya di jam makan siang, Rangga dan Gilang datang ke Winata Group. Kedua pria tampan ini kehadirannya di kantor Arga cukup membuat heboh, apalagi sikap Rangga yang hangat pada staf sahabatnya. Berbeda dengan Arga, Rangga selalu membalas sapaan para staf meskipun sapaan mereka hanya sekedar iseng saja.Di depan ruangan CEO kini mereka berada, begitu masuk kedua bola mata Rangga memutar mencari keberadaan Lalita.Melihat Rangga, Arga tersenyum puas. "Syukurlah aku sudah menyuruh Lalita pergi makan siang terlebih dahulu." Batin Arga.Pria itu senyum sendiri merasa bangga akan kecerdasannya yang memilki ide brilian sehingga Rangga tidak melihat istrinya.Sekian menit dari kehadiran Rangga dan Gilang, Damar turut bergabung."Mohon maaf Pak Arga, Pak Hutama keluar makan siang. Apa tidak sebaiknya kita juga makan siang." Damar menyarankan makan siang.Arga nampak kecewa padahal rencananya dia meeting di jam makan siang sehingga Rangga dan Lalita tidak bertemu."Benar kata Pak Dam
Rasa kesal Arga terus bergejolak tatkala teringat akan tatapan Rangga yang begitu hangat terhadap Lalita."Ah, sial!" Pria itu membanting berkasnya.Melihat perilaku sang suami, Lalita pun bangkit lalu berjalan ke meja sang suami."Kenapa sih Mas?" Wanita itu berdiri di samping Arga."Aku masih kesal sama Rangga." Ucapnya ketus.Lalita menghela nafas dalam-dalam, hanya sebuah tatapan sangat dipermasalahkan lantas bagaimana sikapnya dengan Kania?"Kenapa sih Mas kamu jadikan masalah. Toh kami juga tidak ada hubungan apa-apa." Mendengar kalimat itu mata tajam Arga segera melesat, "Jelas jadi masalah, Rangga menyukai kamu Sayang!" Emosi pria itu merangkak naik.Lalita tersenyum, "Nggak enak kan Mas rasanya." Sambil menatap Arga dengan nanar.Raut wajah kesal tiba-tiba berubah menjadi raut wajah bingung, bahkan alisnya mengkerut. "Apa maksud kamu?!""Ya begitu yang aku rasakan ketika Kania dekat sama kamu." "Tapi kan aku dan Kania hanya berteman Sayang jelas berbeda apabila dibanding ka
Keduanya sama-sama berpikir sekarang, Lalita mulai ragu dengan perasaan Arga terhadapnya. Entah ini hanya sekedar rasa cemburu atau memang Arga tidak mencintainya. Ramai dengan pikirannya tak terasa dia menggeleng.Hal ini membuat Rangga menoleh. "Kamu kenapa?" Pertanyaan terlontar. Lalita kembali menggeleng sambil menatap Rangga. Tak ingin Lalita bersedih, Rangga membawa istri sahabatnya ke sebuah danau. Danau itu adalah danau buatan yang ada di dalam komplek perumahan elite miliknya. "Di kota yang sangat ramai seperti ini, saya tak menyangka ada danau indah nan asri begini Pak." Wanita itu tak percaya dengan apa yang dia lihat. Rangga tersenyum kemudian dia mengajak Lalita untuk turun. "Tunggu Pak," Dia berteriak sambil berusaha melepas safety belt. "Ada apa?" Tanya Rangga yang menutup kembali pintu mobilnya. "Sulit sekali dilepas Pak," sahut Lalita. Pria itu mendekatkan tubuhnya, berusaha membantu Lalita yang dalam kesusahan. Jarak keduanya begitu dekat, hingga Lalita
"Siapa yang berbohong kakek memang tidak enak badan." Meski sudah ketangkap basah tapi Arga masih saja mangkir. Lalita hanya bisa menghela nafas, dia maklum karena memang begitulah suaminya. Karena tak ingin mengganggu waktu istirahat sang Kakek, Lalita pamit kembali ke kamarnya. Tau istrinya berjalan keluar, Arga pun segera menyusul meninggalkan kakek yang heran akan sikap cucu serta cucu menantunya. "Sayang tunggu." Langkah lebarnya membuat Arga dengan cepat bisa menyusul sang istri. Lalita tetap berjalan tanpa menggubris Arga yang kini berada di sampingnya. "Kamu kenapa sih!" Pria itu mulai protes dengan sikap tak peduli Lalita. "Aku lelah Mas," jawab Lalita pelan. Lelah fisik, lelah hati serta lelah pikiran benar-benar membuat Lalita malas berbicara. Setelah di kamar, Lalita merebahkan dirinya di tempat tidur, dia ingin mengistirahatkan sejenak pikirannya. Sementara itu, Arga yang masih kesal mencoba meluapkan amarahnya kepada sang istri. "Lain kali jangan keluar sa