Di departemen rawat inap anak-anak rumah sakit.Saat Agam membawa Pamela memasuki bangsal, Revan sedang duduk di ranjang sambil memakan apel yang dikupas oleh Olivia dengan linglung.Melihat Pamela memasuki bangsal, ekspresi panik dua lansia Keluarga Dirgantara baru tampak rileks ...."Pamela juga sudah sadar, ya!""Syukurlah, syukurlah kamu sudah sadar!"Pamela hanya menganggukkan kepalanya kepada dua lansia itu. Kemudian, dia melepaskan dirinya dari genggaman Agam dan berjalan dengan cepat menuju ke sisi ranjang. Melihat Revan dalam kondisi baik-baik saja, dia langsung berlinang air mata.'Syukurlah! Revan baik-baik saja. Dia benar-benar baik-baik saja ....'Begitu melihat Pamela, Revan langsung merasa apel dalam genggamannya tidak enak lagi. Dia meletakkan apel itu di samping, lalu merentangkan kedua tangannya dan melemparkan dirinya ke dalam pelukan Pamela. "Ibu .... Aku mengira aku nggak akan bisa bertemu Ibu lagi ...."Pamela memeluk sosok putra yang hampir saja menghilang dari h
Revan mengedipkan matanya dan berkata, "Oke!"Pamela membiarkan Revan setengah berbaring di kepala tempat tidur, lalu menutupi bocah itu dengan selimut. Kemudian, dia baru mulai berbicara."Revan, kejadian hari ini adalah kejadian nggak terduga. Kelak, kejadian seperti ini nggak akan terulang lagi. Kamu harus mengingat pengalaman yang kamu peroleh dari kejadian kali ini. Kelak, kamu harus lebih waspada lagi. Tapi, berjanjilah pada Ibu, kamu jangan sampai trauma karena kejadian ini, ya?"Pamela sedang mengarahkan putranya karena takut kondisi mental putranya terganggu karena kejadian ini.Mendengar ucapan ibunya, Revan menunjukkan ekspresi sedih dan berkata, "Tapi .... Sangat menakutkan .... Setiap kali aku memejamkan mataku, aku teringat saat-saat wanita jahat itu memukulku .... Ibu, kelak bisakah aku ikut bersama Ibu sepanjang waktu? Bisakah aku nggak terpisah dari Ibu selamanya ...."Melihat putranya yang sebelumnya periang dan selalu bersikap dewasa itu menjadi ketakutan seperti ini
Mendengar Pamela mengatakan tidak merasa jijik padanya, Revan baru benar-benar terlihat lega.Sebenarnya, dia sendiri juga jijik pada dirinya sendiri dan merasa tindakannya itu sangat kotor ....Seolah-olah teringat akan sesuatu, Pamela bertanya lagi, "Kalau begitu, saat Ibu menemukanmu, kamu sudah nggak bernapas, apa kamu juga sengaja berpura-pura melakukan hal itu?"Revan menganggukkan kepalanya dan berkata dengan jujur, "Awalnya, aku memang sengaja berpura-pura melakukannya. Saat Ibu belum tiba, wanita itu terus memukulku dan menendangku, aku sengaja menahan napasku agar dia mengira aku sudah mati dan meninggalkanku begitu saja. Dengan begitu, aku sudah bisa pergi mencari Ibu! Setelahnya, aku mendengar suara Ibu meneriakkan namaku, tapi aku nggak berani memercayai hal itu nyata. Aku takut hanya sedang berhalusinasi, jadi aku nggak membuka mataku ...."Pamela merasa sangat senang, dia tertawa dan berkata, "Bagus, bagus. Kerja yang bagus, Sayang. Di usiamu yang masih sekecil ini, bisa
Justin memapah ayahnya bangkit dari sofa, lalu mengikuti kecepatan langkah kaki ayahnya dan menemani ayahnya berjalan ke arah pintu ....Saat melewati Ariel, Justin mencondongkan tubuhnya mendekati wanita itu dan berbisik, "Aku akan mengantar ayahku ke mobil terlebih dahulu. Nanti aku akan kembali lagi untuk menemuimu. Tunggu aku, ya!"Setelah menganggukkan kepalanya, Ariel mengalihkan pandangannya dan membenarkan posisi kacamatanya, lalu lanjut mengobrol bersama Marlon dan Adsila.Setelah Justin dan Marko keluar dari bangsal, Marlon terkekeh dan berkata dengan nada bercanda, "Ariel, kulihat Tuan Muda Justin sangat serius denganmu. Bagaimana kalau kamu mempertimbangkan untuk menyusul langkah kami dan menikah?"Saat berbicara, Marlon merangkul Adsila. Keduanya terlihat mesra dan bahagia.Ariel memutar matanya dan berkata, "Apa sekarang adalah saatnya untuk membahas hal seperti itu? Keluarga Bos sudah tertimpa masalah sebesar ini, Bos juga baru sadar, bisa-bisanya kamu bercanda di saat s
Makin lama, Marko merasa dirinya seperti sudah bisa menebak sesuatu. Tiba-tiba, dia menggenggam lengan putranya dengan erat dan berkata, "Cepat! Tadi lantai berapa? Cepat bawa aku naik ke atas sekali lagi!"Justin menatap ayahnya dengan tatapan sedikit kebingungan dan berkata, "Ayah, ada apa dengan Ayah? Apa Ayah juga mengenal bocah perempuan itu? Atau mungkin ada hal lain yang Ayah ketahui?"Marko sudah tidak sempat memberikan penjelasan apa pun pada putranya lagi. "Sekarang bukan saatnya untuk menjelaskan. Intinya, sekarang kamu harus cepat membawaku ke lantai atas untuk melihatnya! Kita harus segera menemukan bangsal di mana bocah perempuan itu berada!"Melihat ayahnya panik setengah mati, Justin juga tidak banyak bertanya lagi. Dia membawa ayahnya masuk kembali ke dalam lift dan menekan tombol lift lantai mereka tadi.Setelah kembali ke lantai di mana mereka berada tadi, Marko berjalan keluar dari lift dengan tergesa-gesa dan berkata, "Justin, barusan kamu lihat bocah perempuan itu
Sonya menganggukkan kepalanya dengan patuh.Begitu Silvia membuka pintu bangsal dan berjalan keluar dari bangsal, dia melihat Marko yang sedang berdiri mondar-mandir di depan pintu. Seketika itu pula, langkah kakinya terhenti ...."Bagaimana kamu bisa ...."Silvia menatap Marko dengan tatapan terkejut, lalu menoleh melihat Quenne yang sedang berbaring di tempat tidur ....Quenne masih mencengkeram dadanya, berusaha untuk mengendalikan napasnya yang terasa sesak. Dia mendapati langkah kaki sahabatnya terhenti, juga tidak mendengar suara pintu ditutup. Karena itulah, dia mengalihkan pandangannya ke arah pintu bangsal. Seketika itu pula, sorot matanya dipenuhi oleh keterkejutan!Orang yang sudah tidak ditemui selama hampir dua puluh tahun tiba-tiba muncul di hadapannya. Ekspresi heran tampak jelas di wajah kedua belah pihak.Waktu seakan berhenti selama satu menit. Quenne mengalihkan pandangannya dan berkata pada Silvia dengan dingin, "Silvia, tutup pintunya!"Begitu mendengar ucapan saha
Melihat Silvia juga berjalan keluar dari bangsal, Marko berjalan menghampirinya dan bertanya, "Apa yang terjadi padanya? Apa dia sakit?"Silvia menatap Marko dengan tatapan sedikit kesal, nada bicaranya juga sedikit kurang enak didengar. "Dia nggak sakit, dia terluka."Begitu mendengar ucapan Silvia, sorot mata terkejut sekaligus khawatir tampak jelas di mata Marko. "Dia terluka? Mengapa dia bisa terluka? Siapa yang melukainya?"Silvia berkata dengan ekspresi muram, "Kamu! Kamu yang membuatnya terluka!"Marko tercengang. Dilanda rasa bersalah, dia sampai tidak bisa berkata-kata.Silvia melanjutkan. "Semua penderitaan yang dialami Quenne berawal karena kamu! Kalau bukan karena Keluarga Yanuar yang mendorong Quenne menemui jalan buntu, dia juga nggak perlu menitipkan putrinya kepada orang lain dengan terpaksa. Pamela juga nggak perlu mengalami banyak penderitaan sejak kecil, Quenne juga nggak perlu mencari perhitungan kepada keluarga itu demi putrinya dan nggak akan terluka karena ditika
Begitu mendengar ayahnya menyebut Vila Pakas, Justin terkejut. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, "Ayah, apa Ayah ingin pergi menemui ibuku?"Marko menganggukkan kepalanya dan berkata, "Ya, ada beberapa hal yang ingin kutanyakan padanya."Justin benar-benar tidak berdaya. Dia berkata, "Ayah, apa Ayah harus pergi menanyakannya sekarang juga? Dengan kondisi tubuh Ayah sekarang, Ayah nggak boleh kelelahan ...."Marko berkata dengan tegas, "Cepat antar aku ke sana! Kalau aku nggak menanyakan hal-hal ini dengan jelas, pulang ke rumah pun nggak ada gunanya! Aku nggak akan bisa tidur! Justin, cepat putar balik!"Justin membuka mulutnya, hendak membujuk ayahnya. Namun, pada akhirnya dia memilih untuk diam. Dia menginstruksikan sopir untuk putar balik, menuju ke Vila Pakas.Selama bertahun-tahun ini, ibunya tinggal di Vila Pakas. Sesungguhnya, ibunya bisa tinggal di sana karena telah melakukan kesalahan, jadi berakhir dengan "dikurung" oleh kakek, nenek dan ayahnya di sana ....Selama bebe
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen