Kali ini Pamela benar-benar membuka pintu dan keluar.Setelah meninggalkan kamar mandi, Pamela membungkuk dan mencium putranya sebelum pergi dari balkon.Alex menggerakkan kursi roda dan perlahan keluar dari kamar mandi. Dia melihat ke arah balkon sambil berpikir, lalu menoleh untuk melihat satu set piama baru di atas kasur ....Heri memiringkan kepalanya dan berkata, "Ayah, Ibu pergi dengan agak marah, 'kan?"Alex juga bisa melihat gadis itu agak emosi saat pergi, tetapi sekarang dia tidak bisa keluar untuk mengejarnya.Sambil menghela napas, Alex menunduk dan bertanya kepada putranya, "Apa yang biasanya ibumu lakukan?"Heri berpikir sejenak. "Hm ... biasanya Ibu sibuk dengan pekerjaan, mengurus kami dan mencari Ayah."Sorot mata Alex sangat dalam. "Dia mencari ayahmu?"Heri mengangguk. "Ya! Ibu sudah mencari keberadaan Ayah, tapi belum ada kabar tentang ayahku, haist!"Alex menyipitkan mata dan entah apa yang dia rasakan.Heri tiba-tiba mendekati Alex, sepasang matanya yang besar pen
Saat berbicara, Marlon juga menaikkan jendela mobil ....Entah mengapa Adsila tersipu, lalu mengerutkan kening dan bertanya kepadanya, "Apa yang membuatmu gugup?"Marlon mendekat dan berkata, "Besok kita akan menikah, apa kamu nggak gugup?"Ekspresi Adsila membeku dan dia menggerakkan sudut bibirnya. "Nggak juga ...."Sebelum semuanya benar-benar terjadi, Adsila tidak percaya Marlon benar-benar akan menikahinya. Dia hanya merasa sekarang Marlon sedang menggoda lagi.Marlon berpura-pura kecewa. "Hei, sepertinya cuma aku yang gugup. Kamu nggak peduli dengan pernikahan kita!"Adsila tidak tahan terus seperti ini dengannya. "Sudahlah, ini sudah larut. Antarlah aku pulang!"Marlon sangat tidak berdaya, tetapi dialah yang merindukan Adsila yang pernah menghargai segalanya tentang dirinya dan inilah yang pantas dia dapatkan ....Haist!...Dua hari kemudian.Bandara Kota Marila.Sophia datang menjemput pesawat ayahnya sendirian, meninggalkan Alex dan anaknya yang mengalami masalah kaki menung
Saat ini Theo menyadari putri kecilnya sudah tidak ada lagi di dekatnya dan langsung mengerutkan alisnya. "Sonya di mana?"Silvia sadar dan melihat ke belakang, hanya untuk menyadari kalau putrinya telah hilang."Apa yang terjadi? Barusan Sonya ada di belakangku!"Theo yakin putri kecilnya telah menghilang, dia memalingkan wajah sebelum berbalik untuk memerintahkan bawahan yang menemaninya."Ngapain melamun di sana!? Ayo cepat cari Nona Muda!"Semua bawahan langsung menjawab, "Baik!"Kemudian, mereka siap berpisah untuk melakukan pencarian ....Saat ini suara seorang gadis manis terdengar. "Jangan cari lagi! Aku di sini!"Saat semua orang mendengar suara tersebut, mereka melihat Sonya yang telah tumbuh jauh lebih tinggi mengenakan pakaian olahraga dengan tangan di saku celana sambil mengunyah permen karet di mulutnya dan berjalan dengan langkah cepat.Silvia langsung menarik putrinya ke sisinya. "Sonya, dari mana saja kamu? Bandaranya sangat besar dan ini bukan tempat yang kamu kenal.
Sophia ingat Ayah tidak pernah begitu perhatian pada ibunya sebelumnya.Semakin memikirkannya, Sophia semakin marah.Theo tidak menyadari emosi tersembunyi putri sulungnya. Dia memeluk bahu putri bungsunya untuk menghampiri putri sulungnya dan baru ingat untuk memperhatikan Sophia ....Melihat tidak ada apa pun di sekitar Sophia, Theo mengerutkan keningnya dengan kesal. "Apa yang terjadi? Cuma kamu yang datang? Mana pria dan anak itu?"Sophia sadar kembali dan menjelaskan kepada ayahnya, "Ayah, kaki Alex nggak bisa digerakan, jadi aku nggak memintanya untuk ikut denganku. Anakku juga ada di rumah bersamanya!"Theo mendengus. "Bukankah ada kursi roda untuk orang yang kakinya nggak bisa digerakkan? Setelah mertua datang, dia bahkan nggak bersikeras untuk datang menjemput? Dasar pria bodoh!"Sophia tidak suka mendengar ayahnya berbicara tentang Alex seperti itu dan mengerutkan kening. "Ayah, jangan bicara seperti itu tentang Alex! Jangan lupa bagaimana kaki Alex menjadi seperti ini dan di
Sonya mengerutkan kening. "Aku nggak berbohong, kenapa aku harus meminta maaf? Guru di sekolah mengajariku untuk berbicara jujur!"Silvia tercengang dan tidak tahu harus berkata apa tentang putrinya.Wajah Sophia memerah karena marah dan dia hanya berharap bisa memukul seseorang, kemudian menatap ayahnya dengan sedih dan marah, "Ayah! Ayah sudah mendengar semuanya! Bagaimana Bibi Silvia mengajari Sonya untuk mengancamku seperti itu!?"Theo mengerutkan kening. Dia tidak bisa memihak siapa pun ....Apalagi putri bungsunya tanpa sengaja mengungkap fakta yang menyakiti hati Sophia saat membelanya."Sophia, Sonya masih muda, anggap saja dia masih kecil! Nanti Ayah dan Bibi Sophia akan mengajarinya dengan baik. Ini tempat umum, ayo pergi ke hotel dulu!"Sophia menahan rasa mualnya dan merasa sangat tidak nyaman, tetapi ayahnya telah berkata demikian dan dia tidak bisa lagi melakukan apa pun. Sophia terpaksa menenangkan amarah di hatinya, kemudian membawa ayahnya keluar dari bandara untuk kem
"Ayah, tapi aku ...."Theo tidak ingin terus membicarakan masalah masa lalu dengan putrinya dan melambaikan tangannya sambil menyela, "Sudahlah! Ayah cuma berharap kamu jangan berdebat dengan adikmu. Ayah cuma memiliki dua anak perempuan dan nggak mau melihat ada perselisihan di antara hubungan kalian berdua."Sophia hanya bisa mengangguk dengan enggan. "Oke, aku bisa mengerti suasana hati Ayah. Aku nggak akan marah pada adik dan kelak akan rukun dengannya."Theo menepuk pundak Sophia dengan gembira. "Ini baru benar, anak baik!"Sophia diam-diam menahan amarah di hatinya dan berpikir setelah dia berhasil mewarisi semua harta ayahnya, dia akan membuat perhitungan dengan sepasang ibu dan anak itu.Mereka tiba di hotel setelah satu jam lebih kemudian.Theo menginap di hotel yang sama dengan putrinya. Setelah memerintahkan anak buahnya untuk meletakkan barang bawaan mereka, dia membawa istri dan putrinya yang masih kecil, ke kamar Sophia untuk menemui menantu yang sudah lama tidak dia temu
Begitu mendengar mainan Manusia Robot, Heri tidak tahan lagi lagi. Dia meletakkan tangan kecilnya di tangan gadis yang menyebut dirinya "bibi" dan mengikutinya keluar .......Pintu balkon kamar tidur terbuka dan angin sejuk bertiup dari luar.Begitu Sophia masuk, dia langsung menghampiri dan menutup pintu balkon. "Alex, wajar kamu masuk angin! Hari ini mendung dan kamu masih membuka pintu balkon lebar-lebar, kamu pasti masuk angin!"Tatapan Alex yang dalam menatap ke arah balkon dengan tenang.Apakah Alex lupa menutup pintu balkon saat masuk setelah rehabilitasi?Untungnya Sophia tidak curiga.Setelah menutup pintu balkon, dia berbalik dan membantunya. "Ayo, biar kubantu membaringkanmu di atas kasur dan menutupi dirimu dengan selimut agar tetap hangat. Dokter akan segera datang!"Alex mengangkat tangannya dan menolak Sophia sebelum berkata, "Aku baik-baik saja, nggak perlu memanggil dokter. Kamu pergilah temani ayahmu. Kalian sudah lama nggak bertemu, pasti punya banyak hal untuk dibi
Pamela duduk begitu saja di tepi kasur. "Ini akhir pekan dan nggak kerja. Aku bosan."Sorot mata Alex menjadi kelam lagi. "Lain kali jangan datang di pagi hari. Aku tahu kamu gesit, tapi berbahaya untuk masuk melalui jendela setiap saat, jadi berhati-hatilah."Pamela mengangkat kakinya. "Karena aku berani datang, aku punya kemampuan untuk nggak ketahuan!"Alex tidak bisa berbuat apa-apa dan nada suaranya jelas muram. "Oke, aku nggak bisa mengendalikanmu. Lakukan apapun yang kamu mau."Pamela menatapnya dengan tidak percaya. "Kamu marah?"Wajah Alex serius, dia mengarahkan kursi roda ke jendela dari lantai ke langit-langit dan melihat ke luar jendela dengan tenang. "Nggak."Pamela menurunkan kakinya dan berjalan mendekat, memutar kursi roda Alex dan memaksanya untuk menghadapnya. "Hei! Kamu masih berani marah padaku?"Alex menegakkan kepala dan menatapnya. "Kenapa aku marah? Kamu cuma melakukan apa yang ingin kamu lakukan, jadi aku nggak punya hak untuk ikut campur, 'kan?"Pamela mengan
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen