Hantaran Diminta Kembali Lila tidak banyak bersuara. Ia hanya beberapa kali melirik Rizal yang asyik mengemudi tanpa bicara sama sekali. Raut wajah pria itu terlihat muram meski ia menyatakan bahagia karena kehamilan Lila. Inikah ujian yang harus mereka terima lagi setelah teror Selvi berhenti. "Sepertinya ada tamu!"Lila berkata ketika melihat sebuah motor yang sedang terparkir di halaman rumah mereka. "Itu Bapak sama ibu!" seru Lila dengan riang melihat bapak dan ibunya sudah duduk di bangku teras itu. Rizal memasukkan mobilnya langsung ke garasi. Bapak menghampiri dan membantu Lila keluar dari mobilnya. "Kalian dari mana?" tanya Ibu Ia menyongsong mereka yang baru menapakkan kaki di beranda rumah itu. "Dari rumah sakit, Bu!" sahut LilaWanita itu segera menyambut tangan sang ibu."Apa kakimu masih sakit?" Ibu bertanya dengan nada khawatir. Lalu tatapannya beralih pada Rizal yang baru muncul sambil memakai tas selempang berwarna pink itu. Mata ibu tertuju pada tas mi
Hantaran Diminta Kembali Rizal menghenyakkan tubuh di sofa empuk itu. Matanya langsung terpejam dan tangannya terkulai begitu saja. Ia merasa badannya begitu lelah seperti tak bertenaga.Lila mendekat dan menatap iba. Ia berjongkok dan melepas sepatu Rizal. Pria itu terkejut, spontan menarik kakinya dan segera bangkit."Kamu jangan jongkok-jongkok begitu, apa nggak sakit perutnya?" Rizal menarik kedua tangan istrinya dan mengajaknya duduk di sampingnya.Rizal melepas sepatunya sendiri dan membiarkannya begitu saja. "Sudah makan hari ini?" tanya Rizal Ia sambil menatap Lila lekat-lekat."Sudah," sahut Lila singkat. "Tadi siang aku makan spagetti bikinan Putri, enak banget!" lanjut Lila bersemangat. "Kamu mau?" Rizal seketika menelan ludah ketika Lila menyebut nama makanan itu. Terbayang bentuknya, rasa kenyalnya dan seolah ia telah mencium aroma oregano yang membuatnya mual. Putri datang membawa secangkir kopi panas. "Buatkan aku jeruk peras saja, ya, perutku mual!" pinta
Hantaran Diminta Kembali Lila menyilangkan tangan di dada, sambil menatap sosok yang masih bergelung selimut itu. "Mas! Jadi nggak?" seru Lila kesal. Rizal bergumam tak jelas. Matanya juga tidak terbuka."Sayang!" Lila berseru sekali lagi. Rizal membuka matanya yang berat, mengerjap ketika melihat Lila menarik kasar selimutnya. "Udah jam sembilan masa masih ngantuk aja, sih!" Lila melempar selimut itu kesal. "Kenapa jadi marah-marah melulu, sih," gerutu Rizal kesal sambil bangkit. Ia tidak berdiri tapi hanya duduk di ranjang dengan wajah mat setengah terpejam.Lila diam sambil memalingkan muka, menyadari tingkahnya terlalu berlebihan. Ia seharusnya toleran karena suaminya yang sedang mengalami sindrom cauvade itu. Ia tentu lebih menderita mengalami morning sick setiap hari. Sedangkan Lila bisa santai, segar bugar tanpa merasakan apapun. "Kamu, kan sudah janji mau mengantar beli pizza di warung," ucap Lila dengan nada merajuk. Wajah galaknya berganti menjadi cemberut."
Hantaran Diminta Kembali Selvi masih tertawa terbahak-bahak bersama para wanita se-gangnya itu.Suara ke tiga wanita itu begitu riuh hingga mengundang tatapan pengunjung lain yang merasa terganggu atas ulah mereka."Aku nggak membayangkan bagaimana kagetnya wanita udik itu saat menerima bill!" Selvi berkata sambil menutup mulut. Ia melirik ke arah Lila dengan sinis, tapi wanita itu tak menghiraukannya sama sekali."Wanita itu pasti menyesel seumur hidup," Teman wanitanya berkata sambil tergelak. Hanya Elsa yang tampak tak berani terlalu banyak bersuara. Karena ia tahu Rizal masih tetap aman menjalani masa jabatannya. Tawa mereka seketika terhenti, saat melihat Rizal tampak berdiri setelah mengulurkan tip pada waitress. Rizal juga masih terlihat menenteng beberapa kotak pizza yang dibawa pulang. "Ayo kita pulang!" Selvi berkata sambil melambai pada waitress itu. "Buru-buru amat, sih!" Elsa tergesa meraih cangkir minumannya. "Aku penasaran mau naik apa mereka pulang nanti," u
Hantaran Diminta Kembali Selvi merasa sedikit berdebar ketika menyadari Rizal dan Lila menatapnya. Rasanya ia belum bisa benar-benar melupakan pria tampan itu meski seribu pria siap mendampinginya menjadi pengganti. Hatinya masih cemburu dan sakit saat melihat ternyata telah berpaling darinya. Bukan Rizal yang ia benci, tapi ia justru sangat membenci wanita yang bisa merebut Rizal saat ini.Pasangan itu kini berjalan semakin mendekat. Terbayang peristiwa di restoran pizza yang cukup membuatnya malu. Rasanya seumur hidup ia tidak akan melupakan itu. Lila dan Arizal tampak tenang, tidak seperti Selvi yang tampak jengah ketika pasangan itu mendekatinya."Kita ketemu lagi," gumam Rizal begitu mereka berhadapan. Pria itu sudah menunjukkan wajah yang tak ramah.Tampak Lila menyenggol Rizal, memberi tanda agar suaminya itu tidak mencari gara-gara dengan Selvi. Wanita itu melihat gerakan Lila, ia menatap Lila dengan mata sinis. "Kau selalu sok bersikap seperti malaikat untuk di ha
Hantaran Diminta Kembali Sepanjang jalan Lila hanya diam dan melamun. Ucapan ibu di telepon tadi pagi membuatnya sedih. Semua berawal dari rencana ibu yang ingin membuat acara tiga bulanan kehamilan Lila di rumah ibu. "Nggak usah, Buk. Acara pengajiannya dilakukan di rumah mas Rizal saja, karena Mas Rizal ingin mengundang teman-temannya di acara syukuran nanti,"kilah Lila menolak dengan halus rencana ibu. "Kenapa kalau di rumah kita?" sergah ibu."Apa kamu malu membawa teman kerja Nak Rizal ke rumah?"Nada suara ibu terdengar emosional. Lila terkejut mendengar reaksi ibu yang berlebihan. "Kamu bahkan sudah jarang pulang sejak tinggal di rumah suamimu!" ucapan ibu membuat Lila bersedih. Ia memang sudah lama tidak pulang. Padahal mereka tinggal dalam satu kota saja dan lama tak saling berkunjung. Banyaknya peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini, juga jadwal pekerjaan Rizal yang padat disusul acara mengidam Rizal yang merepotkan, membuat Lila mengesampingkan rasa kangennya
Hantaran Diminta Kembali Lila tertawa tergelak melihat foto itu. Ia menggelengkan kepalanya, merasa heran. Begitu dibutuhkannya sebuah pengakuan sampai rela membodohi diri sendiri. Apa untungnya memamerkan pencapaian dan menunjukkan gengsi yang tinggi hanya demi diakui menjadi orang yang sukses."Dikiranya kita ini kampungan banget, gitu, nggak pernah piknik kemanapun," ucap Mbak Nita sambil menggelengkan kepala. "Apa mbak tidak menunjukan foto Mas Heru ini pada Bi Pur?" Lila bertanya sambil meletakkan ponsel kakaknya. "Enggak, sih. Tapi aku memasang foto mas Heru di storyku, rupanya Sari lihat juga!" jawab Mbak Nita sambil tertawa. Ia sudah membayangkan bagaimana reaksi Sari."Kalian saling menyimpan nomer ponsel masing-masing?"Lila bertanya dengan nada takjub. Lila merasa melewatkan banyak hal."Iyalah, mereka yang minta, ya aku berikan!" Mbak Nita menjawab santai. "Orang kayak mereka tidak bisa ditanggapi omongannya, biarkan saja, lama-lama juga ketahuan bohongnya," sa
Hantaran Diminta Kembali Rizal mengeluarkan lembaran uang berwarna merah yang masih kaku itu dari dompetnya. Mengulurkan pada Bu Eneng. Rizal segera mengambil dua kantung kresek besar yang terlihat berat itu. "Mas, ini kembaliannya," Bu Eneng kini mengulurkan uang kembalian Rizal. "Ambil aja, deh, Bu," ucap Rizal datar. Tangan kanan kirinya sudah sarat bawaan dan ia malas berada lebih lama di tempat itu. "Wah, makasih banyak, ya?" Wajah Bu Eneng seketika berbinar cerah. Girang mendapat pembeli seroyal itu. Rizal membalikkan badan. Tapi ia terkejut melihat orang yang sedang berjalan menuju ke arahnya. "Tambah cabe dan gula merah, ya, Bu!" Bu Eni berseru sambil berjalan mendekat."Buat apa Bu Eni, kok banyak belanjanya?"Bu Eneng bertanya sambil mengambil barang yang diminta ibu"Lila minta bikinkan rujak buah, Bu!" Ibu berkata sambil mengambil dua buah mangga itu. "Wah, Lila hamil, ya?" tanya Jeng Santi menyelidik. "Iya, Bu," sahut Ibu singkat. Ia terlihat malas berb
Hantaran Diminta Kembali"Yud, cepat, ya!" seru Rizal dengan gusar. Ia menatap Lila yang nampak duduk dengan gelisah sambil beberapa kali menghembuskan nafas dengan cepat. "Ambil nafas, sayang!" ucap Rizal sambil mengusap keringat di dahi Lila. "Ambil nafas mulu, sudah ngos-ngosan ini!" seru Lila marah sambil melirik dengan tatapan tajam. Rizal bungkam seketika. "Iya, sabar, ya!" ucap Rizal tetap bersikap tenang sambil mengelus pinggang Lila. Dengan cepat Lila melesakkan dirinya dalam pelukan Rizal. Mencoba tenang dan menikmati sensari nyeri dan mulas yang semakin terasa. "Tenang, ya!" kata Rizal kembali sambil melirik ke depan. Jalanan di depan terlihat padat dan gelap. Banyak lampu terlihat di depan mereka, menandakan kondisi jalan yang sedang ramai. Lila diam, merasakan dada suaminya yang berdegub keras tak beraturan. Menandakan pria itu juga panik dan merasakan ketegangan yang sama. "Macet, pak!" keluh Yuda sambil membuang nafas kasar. Ia melirik Lila di jok belakang den
Hantaran Diminta Kembali Lila menajamkan pandangannya saat ia melihat sosok berbaju putih dengan rok lilit batik berwarna hitam itu, terlihat sibuk di antara meja prasmanan. "Yulia!" seru Lila tak percaya. Gadis yang dipanggil segera menoleh dengan cepat dan tampak terkejut. "Lila! Oh ... maaf, Nyonya!" Yulia menyapa dengan gelagapan. Lila tampak terkejut, ia mendekati Yulia dan menggamit lengan Yulia untuk ke pinggir ruangan. "Ngapain manggil Nyonya?" Lila bertanya sambil mendongakkan dagu. Yulia tersenyum kikuk. "Eh, Nyonya-" Yulia menyebut lagi panggilan resmi itu dengan kaku. "Kenapa harus bersikap formal begitu, kalau teman, ya, sapa saja seperti biasa, Mbak," sela Rizal sambil mendekat. "Maaf, Pak, kan para tamu tamu di sini semua orang terhormat," Sahut Yulia malu-malu sambil membenahi celemek kecil yang melingkari pinggangnya. "Saya kok malah sok akrab sama ...." Yulia tidak melanjutkan ucapannya. "Ya ampun! bisa-bisanya, ya kepikiran begitu?"sergah Lila kes
Hantaran Diminta Kembali Lila berdiri menghadap kaca besar di kamarnya. Ia menipiskan bibir melihat bentuk tubuhnya yang terpantul di kaca itu. Kemudian melempar pandangan ke arah ranjang dengan lelah. Tampak setumpuk baju tergeletak di atas ranjang. "Belum siap, juga?" Rizal berjalan memasuki memasuki kamar dan melihat istrinya itu masih belum bersiap. "Kenapa? Bajunya sudah jelek semua?" Rizal bertanya dengan nada lembut sambil mengamati gaun-gaun itu. "Bukan bajunya yang jelek, aku yang yang terlihat jelek," keluh Lila sambil menatap lagi bayangan dirinya di cermin. Rizal tersenyum menatap wanita yang tengah hamil besar itu. Wanita yang memakai gaun sutra yang flowy itu sudah terlihat begitu anggun dan cantik di matanya. "Kamu cantik dan seksi sekali!" Rizal berkata sambil mengambil selembar scarf untuk Lila. Namun Lila tidak terpengaruh pujian itu. Ia hanya mengira Rizal hanya sedang menghiburnya saja. Menurut Lila, mana ada wanita hamil dengan perut membuncit dan b
Hantaran Diminta Kembali Dimas tersentak, bibirnya sampai terbuka saking terkejutnya. "Bangun, nggak! cari kerja sana!" Sari menghardik sambil menunjukan jari ke pintu ke pintu."Kau tahu aku juga setiap hari pergi melamar kerja," sahut Dimas seraya bangkit dari ranjangnya Ia melihat Sari sudah mengenakan seragam warna khakinya. Wanita hamil itu sudah siap bekerja. "Aku menyuruhmu kerja, bukan hanya mencari kerja!" Sari berseru marah. "Aku kan sudah berusaha, Sari!" Dimas menyahut sambil meruyak rambut dengan kasar. "Berusaha itu ada hasilnya, tapi ini tidak!" Sari memotong dengan suara melengking. "Ingat, aku hampir melahirkan, Mas dan aku masih terus bekerja, bahkan cari obyekan ke sana kemari demi cicilan mobilmu," seru Sari makin emosional. "Iya, iya, aku akan kerja!" Dimas menyahut gusar."Aku seperti ini juga gara-gara kamu!" Dimas balik berteriak dan segera beranjak menuju ke kamar mandi dan menutupnya dengan keras. Bu Eni yang sedang menjemur baju di samping ruma
Hantaran Diminta Kembali Selvi memasuki mobilnya dengan wajah ceria. Sebuah telepon pagi ini membawa kabar yang membuat mood-nya seketika membaik. Tumben pria angkuh itu menelpon, meminta dirinya datang ke kantornya jam sepuluh pagi ini. Rizal tak perlu memohon, Selvi seketika menyanggupi akan datang saat itu juga."Tentu, dengan seneng hati," sahut Selvi dengan nada manja. Selvi melonjak girang, melempar ponsel di atas ranjang dan gegas menuju kamar mandi, memakai baju terbaik dan sedikit mengekspos keindahan tubuhnya, menyemprotkan parfum beraroma seksi seluruh tubuhnya, bahkan ia sibuk memilih sepatu dan tas termahalnya. Semua harus istimewa demi memenuhi panggilan Rizal. "Kamu yakin mau datang memenuhi panggilan Pak Rizal?" Elsa bertanya ragu. Melirik Selvi yang asyik mengemudi sambil bersenandung. "Tentu saja, kapan lagi aku memuaskan rindu pada Zal, kalau tidak mendatanginya pagi ini," sahut Selvi seraya mengibaskan rambut panjangnya. "Entahlah, aku merasa ia akan
Hantaran Diminta Kembali Rizal perlahan membuka pintu kamar. Ia tersenyum melihat sosok yang berbaring di atas ranjang. Lila sudah pulas dengan posisi seenaknya. Kakinya bahkan menggantung begitu saja. Rizal mendekat dan membenahi posisi kaki Lila yang menggantung. Rizal terkejut saat melihat kaki Lila agak bengkak. Diusapnya pelan kaki itu, membuat Lila terusik. Ia hanya menggerakkan kaki dan kembali pulas. Rizal berdiri dan beranjak keluar dari kamar. Rizal segera menuju ruang tengah, karena masih mendengar suara dari televisi dari ruang itu. Ibu dan bapak masih duduk sambil selonjoran di sofa. Rizal dan Lila memang memutuskan menginap di rumah mertuanya itu. "Kenapa belum tidur, Mas?" Bapak bertanya pada menantunya itu. Rizal dengan santai duduk di dekat kaki ibu mertuanya. Bu Eni tersenyum, kebiasaan Rizal saat kecil dulu masih tak berubah hingga ia menjadi dewasa."Belum ngantuk, Pak," sahut Rizal sambil menoleh pada ibu yang kini membenahi letak jilbabnya. "Buk,
Hantaran Diminta Kembali Lila menyalami para tamunya dengan wajah ceria. Sementara para mereka mengucapkan terima kasih dan mendoakan kebaikan untuk Lila. Para tamu mendapat hidangan yang berlimpah dan mendapat sufenir yang mewah.Lila dan Rizal telah menjamu tamunya dengan baik. Mereka tidak membedakan antara tamu relasi Rizal atau para warga kampung dan keluarga, semua berbaur bersama dalam satu ruangan. Hanya berbeda tempat antara tamu pria dan wanita saja. Satu hal yang tak akan mereka lupakan dalam acara itu adalah upaya Sari yang hampir mencelakai Lila dengan mencoba mencampur pil penggugur kandungan itu pada minuman Lila. Para tamu dan tetangga kini sibuk bergunjing, bagaimana nasib Sari setelah ini, apakah wanita hamil itu akan mendekam di penjara untuk waktu yang lama. "Kalau aku yang jadi Lila, akan aku laporkan si Sari ke kantor polisi," bisik Bu Eneng dengan ketus. "Iya, Bu. Ini kejahatan yang direncakanan, efek obat itu berbahaya sekali, Bu!" sahut Bu Ema, wani
Hantaran Diminta Kembali"Pinternya, playing victim!" Yuda berdecak muak. "Aku tidak bersalah!" Sari berteriak histeris mengundang kerumunan para tamu. Mereka merubung, ingin mengetahui perselisihan dua keluarga yang memang sudah sejak lama mereka ketahui itu. Sudah bukan rahasia lagi jika dua keluarga itu tidak akur. Ada yang pro dan kontra, meski tak sedikit yang ikut membenci keluarga Lila karena hasutan Bi Pur dan rasa dengki mereka."Jangan asal menuduh, Mas, kalau tak ada bukti!" Seorang wanita yang merupakan tetangga mereka ikut mendukung. "Bukti ini kurang jelas?" Sentak Yuda menunjukkan pecahan gelas dan butiran tablet yang hampir larut itu. "Pasti ada orang lain yang meletakkan di sana, dan kebetulan Sari yang mengambilkan minuman untuk Lila!" seru Bi Pur berang. "Maksud baik dibalas fitnah!" imbuh Bi Pur memanaskan suasana. "Sungguh aku tidak bersalah, Bu, aku difitnah!" Sari menangis tersedu-sedu sambil bersimpuh. Para tamu yang kebanyakan ibu-ibu itu merasa jat
Hantaran Diminta Kembali Sari takjub melihat suasana acara empat bulanan itu, Kemeriahannya seperti sebuah pesta pernikahan. "Duh, ini berlebihan! mereka mau pamer kalau sudah jadi keluarga sultan!" Bi Pur bergumam nyinyir.Sari hanya diam, dongkol sekaligus iri melibas hatinya. Acara empat bulanan kehamilan Sari tidak semeriah acara ini, biasa saja. Hanya pengajian ibu-ibu kampung. Mereka memasuki tenda yang penuh hiasan bunga segar itu. Seluruh bagian dan isi tenda yang berhias kelambu satin dengan warna pink dan putih itu tak luput dari perhatian mereka. Lila menjadi seorang ratu dengan pakaian yang indah, duduk di kursi putih dikelilingi bunga dan didampingi, suami, orangtua, mertua, bahkan bahkan ipar dan semua keponakannya yang semua memakai baju bernuansa biru muda. Lila seperti ratu dengan kecantikan paripurna. Rizal terlihat beberapa kali melirik dan tersenyum menatap istrinya. Mereka terlihat sangat bahagia. "Perasaan, si Lila makin cantik, ya?"Salsa, adik bu