Hantaran Diminta Kembali"Dijemput kemana?" tanya Lila cepat. Ia merasa sedikit cemas. Apa Rizal baik-baik saja? "Kita harus buru-buru, Non, bisakah Non bersiap sekarang?" pinta Yuda kalem, tapi ia terlihat tak sabar. "Baiklah, aku segera berganti baju," sahut Lila segera beranjak. Di depan kamar Reni sudah menunggunya. "Reni, siapkan-"Belum selesai Lila berkata, "Semua sudah saya siapkan di dalam, Non tinggal pakai!"sahut Reni membuka pintu kamar. Lila segera masuk. Benar saja, baju, hijab dan tasnya sudah tersedia di atas ranjang. Bahkan sandal heels itu juga ada di sana. "Reenii, ini baju apa?" seru Lila kesal. Reni membuka pintu kamar dan segera mendekat. "Pakai saja Non, daripada telat milih baju," sahut Reni sambil mendekat, membantu Lila menarik resliting yang ada di bagian bekakang bajunya itu. "Tapi bagaimana kalau aku salah kostum," tanya Lila sambil mengganti bajunya. Tak ada jawaban dari Reni. "Ini baju pesta, bagaimana aku bisa pakai ini ke rumah sakit?"t
Hantaran Diminta Kembali Lila menatap cincin yang diletakkan Rizal di atas map kertas itu. Dan Rizal melepaskan genggamannya pada jari Lila. Lila menarik tangannya pelan. Kini jemarinya bertautan erat di bawah meja. Benaknya dipenuhi berbagai pertanyaan. Apa Rizal bermaksud mengakhiri hubungan mereka sekarang? Saat Lila merasa hubungan mereka telah membaik dan sikap pria itu lebih peduli padanya. Lila masih ragu tentang perasaannya pada Rizal, ia hanya menjalankan kodratnya sebagai istri saja selama ini. Tapi kenapa dadanya sedikit sesak, ya? Lila meneguk ludah saat Rizal mengulurkan map itu sambil menatap tajam. Terbayang nasib orangtuanya, kakak iparnya yang baru saja bekerja di kafe milik Rizal. Apakah nasib mereka juga akan sama dengan pernikahannya nanti. Sama-sama kandas. "Maafkan, Lila, ya, jika semua harus berakhir sekarang!"Monolog Lila dengan hati sedih. "Kenapa tegang begitu?" tanya Rizal dengan nada pelan, tatapan matanya tajam membuat Lila gugup. Lila han
Hantaran Diminta Kembali Rizal berjalan menuju ranjang dengan langkah pelan, seolah takut suara langkahnya mengganggu seseorang yang masih bergelung selimut di atas tempat tidur. Rizal menatap sosok itu sambil tersenyum kecil. Pelan ia menempelkan tangannya yang dingin ke pipi gadis itu. Seketika Lila tersentak. "Aah, ganggu aja!" gerutunya kesal sambil kembali memeluk guling. "Kau tidak bangun?"tanya Rizal sambil menyentuh bahu Lila. Wanita itu hanya menggeleng dengan mata tertutup. Rizal hanya menggeleng pelan. Pelan tangan Rizal terulur mengelus rambut basah itu. Salahnya kenapa ia membuat istrinya itu kelelahan. Ia memang keterlaluan, setelah ia mendapat malam terbaiknya semalam. Rizal masih melanjutkan kemesraan itu selepas subuh. Rizal seolah tak bisa jauh dari wanita itu.Kini ia bisa tersenyum hanya dengan melihat gadis itu tidur di sampingnya dengan nyaman. Tapi ia merasa Lila sedikit acuh. Wanita itu tak menunjukkan perasaannya padanya. Dan kadang membuat Rizal
Hantaran Diminta Kembali"Suasananya sejuk banget, ya!" Ucap Lila sambil mengedarkan pandangan ke sekitar villa. Bangunan villa yang simple dikelilingi tanaman teh yang menghijau terlihat seperti hamparan permadani yang tebal dan empuk. Menyejukkan mata siapa saja yang melihat. "Indah dan sejuk, Mbak!" sahut Mbak Astrid menimpali. Wanita itu mengedarkan pandangan dengan takjub."Ayo kita masuk!" ucap Rizal sambil berjalan mendekati Lila dan keluarga Bu Astrid. "Kita satu vila ya, Pak?" tanya Bu Astrid sambil menyeret travel bag-nya. "Ya, kita akan satu tempat penginapan dengan teman sekantor, tidak random," sahut Rizal sambil menarik koper milik Lila sebelum tangan Lila sempat mengambilnya. Sementara koper Rizal sendiri sudah berada di tangan Yuda. Mereka memasuki vila berdasarkan rombongan dari kantor pusat atau kantor cabang. Yuda tahu pasti Rizal yang meminta panitia merubah aturan itu untuk menghindari mereka satu tempat penginapan dengan Selvi. "Bu Lila tahu, wanita yang m
Hantaran Diminta Kembali Lila menatap satu persatu wajah wanita yang menatap Rizal dengan tatapan menggoda itu. Para wanita itu seolah tak melihat dirinyaSementara Rizal terlihat tidak nyaman. "Kenapa anda terlihat marah sekali? Apa anda takut Nyonya Lila marah?" tanya Selvi.Matanya melirik sinis pada Lila."Kalau kalian masih bertingkah seperti ini, aku akan menyuruh panitia mengusir kalian semua karena mengganggu kenyamananku!" ancam Rizal dengan nada dingin. "Wow! Sabar Pak Rizal, anda ini kaku sekali!" sahut Selvi. Wanita itu mengangkat tangan sambil mundur.Wajah Lila seketika terlihat lebih tenang. Justru para wanita itu terlihat malu dan kesal. Selvi melirik pada Lila dengan geram. Lila tak menghiraukannya dan mengikuti langkah Rizal. Selvi mendengkus marah, tatapannya tertuju pada kedua tangan pasangan itu yang saling bertautan. "Apa sih kelebihan Lila daripada aku?"seru Selvi gusar. Wanita itu merasa terhina, karena Rizal lebih memilih wanita lain."Cantik tid
Hantaran Diminta Kembali Rizal memasuki kamar dengan wajah kesal. Hampir saja ia dan Lila menahan malu jika salah kostum saat mengikuti pesta kebun. Rizal sudah bisa membayangkan nyinyiran orang-orang pada mereka. Apalagi Selvi dan gang-nya ada di tempat itu. Rizal mungkin bisa saja santai, tapi ia tidak tahu bagaimana reaksi Lila nanti. Rizal begitu marah kenapa hanya ia yang tidak tahu tentang perubahan dress code itu diganti dengan tema lain. Kenapa tak ada yang memberitahu? Meskipun ada panitia dan koordinator pelaksana, mereka tetap akan berdiskusi pada Rizal untuk mencapai keputusan final. Kali ini di luar kebiasaan mereka. Rizal yakin ini cara seseorang yang ingin membuat ia dan Lila malu di depan umum. "Ayo, kita ganti baju!" ucap Lila.Wanita itu masih terlihat tenang mengulurkan satu stel baju kepada Rizal. "Kita tidak akan datang!" sahut Rizal tegas seraya melepas jasnya dan menggantung di kapstok. "Tapi, Mas, ini acara kantor. Acara ramah tamah dan-""Bukan acara
Hantaran Diminta Kembali"Karena ini ajang pertemuan keluarga, jadi saya ingin memperkenalkan Lila, istri saya, semoga kalian menerima Lila menjadi keluarga baru kita dan mendoakan yang baik untuk kami," ucap Rizal sambil menatap Lila. Rizal menatap wanita di hadapannya itu lekat. Lila hanya tersenyum manis. Semua orang yang menyaksikan ikut tersenyum, merasa ikut bahagia dan tak sedikit yang merasa iri. Sedangkan sebagian yang lain merasa heran. Mereka ada yang tidak mengerti kapan pernikahan terjadi, ada yang heran kenapa sampai Rizal bercerai dengan Selvi dan menikahi Lila, istrinya yang baru. Suara-suara itu menjadi bisik-bisik riuh rendah seperti dengungan lebah. Beberapa orang melirik ke arah Selvi. Sementara wanita itu berusaha bersikap wajar, meski mimik tegang di wajahnya tetap tak bisa disembunyikan.Dengan mantap dan tenang, Rizal mengumumkan wanita yang kini mendampinginya. Terlihat pria itu dengan bangga menggandeng wanita yang disebut sebagai isterinya itu. Tatapan
Hantaran Diminta Kembali"Sudah, aku enggak apa-apa!" ucap Lila sambil mengambil handuk yang dibawa Rizal. Rizal merebut balik, dan menyusut air yang membasahi wajah istrinya."Diamlah, aku akan membantumu!"kata Rizal sambil menyusut air kepala Lila. Ia juga membantu melepas cardigan basah itu. Pria itu fokus pada satu orang."Aku akan ke kamar mandi!"sahut Lila sambil berdiri. Lututnya terasa lemas karena menggigil. "Sudah, di sini saja, biar aku yang membantu," cegah Rizal sambil berdiri. Sedikit canggung Lila melepas satu persatu bajunya. Sesekali ia melirik pria yang terus menatapnya itu. Bukan tatapan yang bernafsu, tapi tatapan iba dan cemas. Apakah Rizal mengkhawatirkannya? Lila mulai mengenakan bathrope tebal itu. "Apa mereka mengganggumu?" tanya Rizal sambil menyimpulkan tali bathrope Lila."Aku tidak tahu!"jawab Lila singkat. Rizal menggamit lengannya dan mengajaknya ke tempat tidur. "Tidak usah ditutupi, siapa yang mendorongmu?"tanya Rizal sambil menyelimuti tubuh
Hantaran Diminta Kembali"Yud, cepat, ya!" seru Rizal dengan gusar. Ia menatap Lila yang nampak duduk dengan gelisah sambil beberapa kali menghembuskan nafas dengan cepat. "Ambil nafas, sayang!" ucap Rizal sambil mengusap keringat di dahi Lila. "Ambil nafas mulu, sudah ngos-ngosan ini!" seru Lila marah sambil melirik dengan tatapan tajam. Rizal bungkam seketika. "Iya, sabar, ya!" ucap Rizal tetap bersikap tenang sambil mengelus pinggang Lila. Dengan cepat Lila melesakkan dirinya dalam pelukan Rizal. Mencoba tenang dan menikmati sensari nyeri dan mulas yang semakin terasa. "Tenang, ya!" kata Rizal kembali sambil melirik ke depan. Jalanan di depan terlihat padat dan gelap. Banyak lampu terlihat di depan mereka, menandakan kondisi jalan yang sedang ramai. Lila diam, merasakan dada suaminya yang berdegub keras tak beraturan. Menandakan pria itu juga panik dan merasakan ketegangan yang sama. "Macet, pak!" keluh Yuda sambil membuang nafas kasar. Ia melirik Lila di jok belakang den
Hantaran Diminta Kembali Lila menajamkan pandangannya saat ia melihat sosok berbaju putih dengan rok lilit batik berwarna hitam itu, terlihat sibuk di antara meja prasmanan. "Yulia!" seru Lila tak percaya. Gadis yang dipanggil segera menoleh dengan cepat dan tampak terkejut. "Lila! Oh ... maaf, Nyonya!" Yulia menyapa dengan gelagapan. Lila tampak terkejut, ia mendekati Yulia dan menggamit lengan Yulia untuk ke pinggir ruangan. "Ngapain manggil Nyonya?" Lila bertanya sambil mendongakkan dagu. Yulia tersenyum kikuk. "Eh, Nyonya-" Yulia menyebut lagi panggilan resmi itu dengan kaku. "Kenapa harus bersikap formal begitu, kalau teman, ya, sapa saja seperti biasa, Mbak," sela Rizal sambil mendekat. "Maaf, Pak, kan para tamu tamu di sini semua orang terhormat," Sahut Yulia malu-malu sambil membenahi celemek kecil yang melingkari pinggangnya. "Saya kok malah sok akrab sama ...." Yulia tidak melanjutkan ucapannya. "Ya ampun! bisa-bisanya, ya kepikiran begitu?"sergah Lila kes
Hantaran Diminta Kembali Lila berdiri menghadap kaca besar di kamarnya. Ia menipiskan bibir melihat bentuk tubuhnya yang terpantul di kaca itu. Kemudian melempar pandangan ke arah ranjang dengan lelah. Tampak setumpuk baju tergeletak di atas ranjang. "Belum siap, juga?" Rizal berjalan memasuki memasuki kamar dan melihat istrinya itu masih belum bersiap. "Kenapa? Bajunya sudah jelek semua?" Rizal bertanya dengan nada lembut sambil mengamati gaun-gaun itu. "Bukan bajunya yang jelek, aku yang yang terlihat jelek," keluh Lila sambil menatap lagi bayangan dirinya di cermin. Rizal tersenyum menatap wanita yang tengah hamil besar itu. Wanita yang memakai gaun sutra yang flowy itu sudah terlihat begitu anggun dan cantik di matanya. "Kamu cantik dan seksi sekali!" Rizal berkata sambil mengambil selembar scarf untuk Lila. Namun Lila tidak terpengaruh pujian itu. Ia hanya mengira Rizal hanya sedang menghiburnya saja. Menurut Lila, mana ada wanita hamil dengan perut membuncit dan b
Hantaran Diminta Kembali Dimas tersentak, bibirnya sampai terbuka saking terkejutnya. "Bangun, nggak! cari kerja sana!" Sari menghardik sambil menunjukan jari ke pintu ke pintu."Kau tahu aku juga setiap hari pergi melamar kerja," sahut Dimas seraya bangkit dari ranjangnya Ia melihat Sari sudah mengenakan seragam warna khakinya. Wanita hamil itu sudah siap bekerja. "Aku menyuruhmu kerja, bukan hanya mencari kerja!" Sari berseru marah. "Aku kan sudah berusaha, Sari!" Dimas menyahut sambil meruyak rambut dengan kasar. "Berusaha itu ada hasilnya, tapi ini tidak!" Sari memotong dengan suara melengking. "Ingat, aku hampir melahirkan, Mas dan aku masih terus bekerja, bahkan cari obyekan ke sana kemari demi cicilan mobilmu," seru Sari makin emosional. "Iya, iya, aku akan kerja!" Dimas menyahut gusar."Aku seperti ini juga gara-gara kamu!" Dimas balik berteriak dan segera beranjak menuju ke kamar mandi dan menutupnya dengan keras. Bu Eni yang sedang menjemur baju di samping ruma
Hantaran Diminta Kembali Selvi memasuki mobilnya dengan wajah ceria. Sebuah telepon pagi ini membawa kabar yang membuat mood-nya seketika membaik. Tumben pria angkuh itu menelpon, meminta dirinya datang ke kantornya jam sepuluh pagi ini. Rizal tak perlu memohon, Selvi seketika menyanggupi akan datang saat itu juga."Tentu, dengan seneng hati," sahut Selvi dengan nada manja. Selvi melonjak girang, melempar ponsel di atas ranjang dan gegas menuju kamar mandi, memakai baju terbaik dan sedikit mengekspos keindahan tubuhnya, menyemprotkan parfum beraroma seksi seluruh tubuhnya, bahkan ia sibuk memilih sepatu dan tas termahalnya. Semua harus istimewa demi memenuhi panggilan Rizal. "Kamu yakin mau datang memenuhi panggilan Pak Rizal?" Elsa bertanya ragu. Melirik Selvi yang asyik mengemudi sambil bersenandung. "Tentu saja, kapan lagi aku memuaskan rindu pada Zal, kalau tidak mendatanginya pagi ini," sahut Selvi seraya mengibaskan rambut panjangnya. "Entahlah, aku merasa ia akan
Hantaran Diminta Kembali Rizal perlahan membuka pintu kamar. Ia tersenyum melihat sosok yang berbaring di atas ranjang. Lila sudah pulas dengan posisi seenaknya. Kakinya bahkan menggantung begitu saja. Rizal mendekat dan membenahi posisi kaki Lila yang menggantung. Rizal terkejut saat melihat kaki Lila agak bengkak. Diusapnya pelan kaki itu, membuat Lila terusik. Ia hanya menggerakkan kaki dan kembali pulas. Rizal berdiri dan beranjak keluar dari kamar. Rizal segera menuju ruang tengah, karena masih mendengar suara dari televisi dari ruang itu. Ibu dan bapak masih duduk sambil selonjoran di sofa. Rizal dan Lila memang memutuskan menginap di rumah mertuanya itu. "Kenapa belum tidur, Mas?" Bapak bertanya pada menantunya itu. Rizal dengan santai duduk di dekat kaki ibu mertuanya. Bu Eni tersenyum, kebiasaan Rizal saat kecil dulu masih tak berubah hingga ia menjadi dewasa."Belum ngantuk, Pak," sahut Rizal sambil menoleh pada ibu yang kini membenahi letak jilbabnya. "Buk,
Hantaran Diminta Kembali Lila menyalami para tamunya dengan wajah ceria. Sementara para mereka mengucapkan terima kasih dan mendoakan kebaikan untuk Lila. Para tamu mendapat hidangan yang berlimpah dan mendapat sufenir yang mewah.Lila dan Rizal telah menjamu tamunya dengan baik. Mereka tidak membedakan antara tamu relasi Rizal atau para warga kampung dan keluarga, semua berbaur bersama dalam satu ruangan. Hanya berbeda tempat antara tamu pria dan wanita saja. Satu hal yang tak akan mereka lupakan dalam acara itu adalah upaya Sari yang hampir mencelakai Lila dengan mencoba mencampur pil penggugur kandungan itu pada minuman Lila. Para tamu dan tetangga kini sibuk bergunjing, bagaimana nasib Sari setelah ini, apakah wanita hamil itu akan mendekam di penjara untuk waktu yang lama. "Kalau aku yang jadi Lila, akan aku laporkan si Sari ke kantor polisi," bisik Bu Eneng dengan ketus. "Iya, Bu. Ini kejahatan yang direncakanan, efek obat itu berbahaya sekali, Bu!" sahut Bu Ema, wani
Hantaran Diminta Kembali"Pinternya, playing victim!" Yuda berdecak muak. "Aku tidak bersalah!" Sari berteriak histeris mengundang kerumunan para tamu. Mereka merubung, ingin mengetahui perselisihan dua keluarga yang memang sudah sejak lama mereka ketahui itu. Sudah bukan rahasia lagi jika dua keluarga itu tidak akur. Ada yang pro dan kontra, meski tak sedikit yang ikut membenci keluarga Lila karena hasutan Bi Pur dan rasa dengki mereka."Jangan asal menuduh, Mas, kalau tak ada bukti!" Seorang wanita yang merupakan tetangga mereka ikut mendukung. "Bukti ini kurang jelas?" Sentak Yuda menunjukkan pecahan gelas dan butiran tablet yang hampir larut itu. "Pasti ada orang lain yang meletakkan di sana, dan kebetulan Sari yang mengambilkan minuman untuk Lila!" seru Bi Pur berang. "Maksud baik dibalas fitnah!" imbuh Bi Pur memanaskan suasana. "Sungguh aku tidak bersalah, Bu, aku difitnah!" Sari menangis tersedu-sedu sambil bersimpuh. Para tamu yang kebanyakan ibu-ibu itu merasa jat
Hantaran Diminta Kembali Sari takjub melihat suasana acara empat bulanan itu, Kemeriahannya seperti sebuah pesta pernikahan. "Duh, ini berlebihan! mereka mau pamer kalau sudah jadi keluarga sultan!" Bi Pur bergumam nyinyir.Sari hanya diam, dongkol sekaligus iri melibas hatinya. Acara empat bulanan kehamilan Sari tidak semeriah acara ini, biasa saja. Hanya pengajian ibu-ibu kampung. Mereka memasuki tenda yang penuh hiasan bunga segar itu. Seluruh bagian dan isi tenda yang berhias kelambu satin dengan warna pink dan putih itu tak luput dari perhatian mereka. Lila menjadi seorang ratu dengan pakaian yang indah, duduk di kursi putih dikelilingi bunga dan didampingi, suami, orangtua, mertua, bahkan bahkan ipar dan semua keponakannya yang semua memakai baju bernuansa biru muda. Lila seperti ratu dengan kecantikan paripurna. Rizal terlihat beberapa kali melirik dan tersenyum menatap istrinya. Mereka terlihat sangat bahagia. "Perasaan, si Lila makin cantik, ya?"Salsa, adik bu