Hantaran Diminta Kembali Reni membuka pintu pagar sesegera mungkin. Mobil mewah itu segera saja masuk melewatinya. Mobil terparkir begitu saja di depan garasi dan sang pemilik berjalan tergesa-gesa memasuki rumah. Reni mendekat dan menutup pintu mobil itu. Rizal segera berjalan cepat menuju kamar utama.Kosong. Ia tidak melihat Lila ada di kamar itu. Rizal segera keluar kamar. "Non Lila kemana?" tanya Rizal begitu berpapasan dengan Reni di kuar kamar. "Non Lila di atas, mungkin sedang olahraga!" sahut Reni sambil menunduk. "Olahraga?"Rizal mengerutkan kening. Rizal memang mempunyai treadmill dan homegym yang ia letakkan di lantai atas.Rizal segera menaiki tangga menuju lantai atas dengan langkah lebar. Ia merasa tak sabar menemui Lila. Langkahnya kembali melambat. Ia harus stay cool dan berwibawa.Ketika hampir mencapai ujung tangga, Rizal sudah mendengar tawa cekikikan itu.Rizal bergeming. Rizal melihat Lila tertawa tergelak sambil duduk di atas matras. Sementara Putr
. Hantaran Diminta Kembali "Kenapa menelpon?" tanya Rizal dengan suara menekan. "Lah, siapa dulu yang tadi menelpon dan mengirim banyak chat?" sembur suara di seberang balik bertanya. "Maaf, aku sedang di luar bersama Lila!"jawab Rizal sambil menoleh ke tempat Lila berada. Gadis itu tampak sibuk dengan ponselnya. Mungkin ia sedang mengambil foto dari semua makanan yang ada di hadapannya itu. "Pantes saja kamu bolak balik meriject panggilanku," sahut suara itu sewot. "Begini, Hen, tulis pesan saja tentang yang kita bicarakan tadi, nanti aku baca!" ucap Rizal dengan suara setengah berbisik. "Oke, Tuan!" Terdengar suara jawaban malas dan segera saja sambungan telepon itu terputus. Rizal kembali mengantongi ponselnya dan gegas kembali ke meja Lila. "Kenapa tidak makan?"tanya Rizal ketika ia melihat Lila masih sibuk dengan ponselnya. "Aku sedang mengambil foto makananku!" sahut Lila sambil tersenyum. Rizal mengamati Lila kembali menikmati makanannya. Sementara ponzel itu masi
Hantaran Diminta Kembali"Lilaa!" Lengkingan penuh amarah itu menggema memenuhi ruangan. Dengan berang Selvi membanting ponselnya. Ponsel itu hancur berserak di lantai. "Ini ponsel ke tiga yang kau hancurkan," ucap Elsa dengan nada dingin. "Kau seharusnya sadar kemarahanmu itu merugikan!" ucap Elsa sambil menyilangkan kedua kakinya. "Percuma kau meladeni gadis kampungan itu," sambung Elsa sambil meneguk diet cokenya. "Lalu aku harus apa? menyerah?" seru Selvi marah. "Aku tidak bisa membiarkan orang lain merebut Rizal dariku!" ucap Selvi dengan nafas memburu. "Kalau begitu bermainlah yang benar, yang anggun," seru Elga kesal. "Jangan bertindak kampungan dan kasar seperti tadi," nasehat Elga sambil menatap Selvi. Selvi memicingkan mata. Ia kini menatap tajam Elsa sambil menyilangkan tangan di dada. "Dia wanita kampung, dia tidak terlalu peka dengan semua peringatan kasarmu itu. Ia hanya menganggap kamu itu wanita yang kalah!" ucap Elsa dengan nada dingin. Selvi mulai tert
Hantaran Diminta Kembali Aiza segera memasuki mobil. Tangannya sigap melajukan mobil keluar dari halaman rumah Lila. Ia melambaikan tangan sekali lagi pada Lila yang masih berdiri di halaman rumahnya. Aiza tertawa lebar. "Kenapa tertawa?" tanya Bu Anggraini sambil menutup kaca mobil. "Entah, Aiza merasa kasihan sama mbak Lila,"ucap Aiza sambil menahan senyum. "Duh, iya, ya. Gimana kalau ia minum air itu dan Rizal belum pulang, kan dia bisa tersiksa itu!" sahut Bu Anggraini miris. "Kita dosa, nggak sih?" Tanya Bu Anggraini sambil menoleh pada Aiza. "Ya, iya!"Aiza berkata sambil menahan senyum. "Rasanya kita tidak usah ikut campur lagi, Bu!" ucap Aiza sambil menahan senyum. "Lo, kenapa? Ibu bermaksud baik, kok," Sanggah Bu Anggraini heran."Tapi ibu tahu enggak vitamin yang diminum mbak Lila tadi?" tanya Aiza dengan mata tetap fokus mengemudi. "Enggak, apa itu pil KB? Tapi sepertinya bukan?" ucap Bu Anggraini ragu."Ibu sama saja dengan mbak Lila, polos!" sahut Aiza sam
Hantaran Diminta Kembali Para gadis cantik berpenampilan rapi dan menarik telah berdiri berjajar menyambut tamu. Sekuriti berbaju hitam membawa HT berkeliaran untuk mengamankan acara dan mengawal para tamu penting. Para wartawan dan reporter dari stasiun televisi juga sudah memasuki tempat acara. Selvi melihat tenda mewah itu, beberapa pejabat yang penting bahkan hadir di acara itu. Hal itu menunjukkan bahwa Rizal sosok yang cukup diperhitungkan di kota itu.Selvi dengan langkah mantap menuju tempat acara itu. Ia ikut kagum melihat karier Rizal yang semakin menanjak. Ia juga mendengar berapa rumor tentang berapa omset dan bisnis sampingan apa yang dimiliki pria itu sekarang. Hal itu yang membuat Selvi menyesal telah melepaskan pria yang ia nilai terlalu mengungkung kebebasannya. Pria posesif yang Selvi pikir akan menghambat kariernya, namun kini Rizal justru semakin cemerlang tanpanya. Selvi dengan langkah mantap mendekati meja penerima tamu itu. "Kartu undangannya, Bu?" t
Hantaran Diminta Kembali Selvi melempar bantal kursi itu. Ia begitu marah dan malu. Wanita itu terduduk di lantai dengan wajah kusut masai. Rambutnya yang telah ditata MUA profesional itu telah acak-acakan, riasannya telah terhapus airmata yang mengalir deras itu. Ia tidak menyangka hari yang ia impikan akan indah itu menjadi begitu memalukan. Asisten sok keren itu juga berlaku kurang sopan padanya. Berani-beraninya pria itu mengusir dirinya dan menjauhkannya dari Rizal. Siaran di televisi tentang konferensi pers itu juga cukup membuatnya terpuruk. Bagaimana Rizal dengan tersenyum penuh arti menyebut nama wanita kampungan itu. Wanita yang tak sebanding dengan dirinya. Ia adalah Selvi, wanita yang kaya sejak kecil, ia dari keluarga terhormat dan ia wanita karier yang sukses. Orangtuanya sangat memanjakannya dan ia tidak pernah mendapat perlakuan buruk dari siapapun. Dan wanita bernama Lila itu, hanya dari keluarga miskin dan rakyat jelata dan dengan bangga Rizal menyebut n
Hantaran Diminta Kembali"Dijemput kemana?" tanya Lila cepat. Ia merasa sedikit cemas. Apa Rizal baik-baik saja? "Kita harus buru-buru, Non, bisakah Non bersiap sekarang?" pinta Yuda kalem, tapi ia terlihat tak sabar. "Baiklah, aku segera berganti baju," sahut Lila segera beranjak. Di depan kamar Reni sudah menunggunya. "Reni, siapkan-"Belum selesai Lila berkata, "Semua sudah saya siapkan di dalam, Non tinggal pakai!"sahut Reni membuka pintu kamar. Lila segera masuk. Benar saja, baju, hijab dan tasnya sudah tersedia di atas ranjang. Bahkan sandal heels itu juga ada di sana. "Reenii, ini baju apa?" seru Lila kesal. Reni membuka pintu kamar dan segera mendekat. "Pakai saja Non, daripada telat milih baju," sahut Reni sambil mendekat, membantu Lila menarik resliting yang ada di bagian bekakang bajunya itu. "Tapi bagaimana kalau aku salah kostum," tanya Lila sambil mengganti bajunya. Tak ada jawaban dari Reni. "Ini baju pesta, bagaimana aku bisa pakai ini ke rumah sakit?"t
Hantaran Diminta Kembali Lila menatap cincin yang diletakkan Rizal di atas map kertas itu. Dan Rizal melepaskan genggamannya pada jari Lila. Lila menarik tangannya pelan. Kini jemarinya bertautan erat di bawah meja. Benaknya dipenuhi berbagai pertanyaan. Apa Rizal bermaksud mengakhiri hubungan mereka sekarang? Saat Lila merasa hubungan mereka telah membaik dan sikap pria itu lebih peduli padanya. Lila masih ragu tentang perasaannya pada Rizal, ia hanya menjalankan kodratnya sebagai istri saja selama ini. Tapi kenapa dadanya sedikit sesak, ya? Lila meneguk ludah saat Rizal mengulurkan map itu sambil menatap tajam. Terbayang nasib orangtuanya, kakak iparnya yang baru saja bekerja di kafe milik Rizal. Apakah nasib mereka juga akan sama dengan pernikahannya nanti. Sama-sama kandas. "Maafkan, Lila, ya, jika semua harus berakhir sekarang!"Monolog Lila dengan hati sedih. "Kenapa tegang begitu?" tanya Rizal dengan nada pelan, tatapan matanya tajam membuat Lila gugup. Lila han
Hantaran Diminta Kembali"Yud, cepat, ya!" seru Rizal dengan gusar. Ia menatap Lila yang nampak duduk dengan gelisah sambil beberapa kali menghembuskan nafas dengan cepat. "Ambil nafas, sayang!" ucap Rizal sambil mengusap keringat di dahi Lila. "Ambil nafas mulu, sudah ngos-ngosan ini!" seru Lila marah sambil melirik dengan tatapan tajam. Rizal bungkam seketika. "Iya, sabar, ya!" ucap Rizal tetap bersikap tenang sambil mengelus pinggang Lila. Dengan cepat Lila melesakkan dirinya dalam pelukan Rizal. Mencoba tenang dan menikmati sensari nyeri dan mulas yang semakin terasa. "Tenang, ya!" kata Rizal kembali sambil melirik ke depan. Jalanan di depan terlihat padat dan gelap. Banyak lampu terlihat di depan mereka, menandakan kondisi jalan yang sedang ramai. Lila diam, merasakan dada suaminya yang berdegub keras tak beraturan. Menandakan pria itu juga panik dan merasakan ketegangan yang sama. "Macet, pak!" keluh Yuda sambil membuang nafas kasar. Ia melirik Lila di jok belakang den
Hantaran Diminta Kembali Lila menajamkan pandangannya saat ia melihat sosok berbaju putih dengan rok lilit batik berwarna hitam itu, terlihat sibuk di antara meja prasmanan. "Yulia!" seru Lila tak percaya. Gadis yang dipanggil segera menoleh dengan cepat dan tampak terkejut. "Lila! Oh ... maaf, Nyonya!" Yulia menyapa dengan gelagapan. Lila tampak terkejut, ia mendekati Yulia dan menggamit lengan Yulia untuk ke pinggir ruangan. "Ngapain manggil Nyonya?" Lila bertanya sambil mendongakkan dagu. Yulia tersenyum kikuk. "Eh, Nyonya-" Yulia menyebut lagi panggilan resmi itu dengan kaku. "Kenapa harus bersikap formal begitu, kalau teman, ya, sapa saja seperti biasa, Mbak," sela Rizal sambil mendekat. "Maaf, Pak, kan para tamu tamu di sini semua orang terhormat," Sahut Yulia malu-malu sambil membenahi celemek kecil yang melingkari pinggangnya. "Saya kok malah sok akrab sama ...." Yulia tidak melanjutkan ucapannya. "Ya ampun! bisa-bisanya, ya kepikiran begitu?"sergah Lila kes
Hantaran Diminta Kembali Lila berdiri menghadap kaca besar di kamarnya. Ia menipiskan bibir melihat bentuk tubuhnya yang terpantul di kaca itu. Kemudian melempar pandangan ke arah ranjang dengan lelah. Tampak setumpuk baju tergeletak di atas ranjang. "Belum siap, juga?" Rizal berjalan memasuki memasuki kamar dan melihat istrinya itu masih belum bersiap. "Kenapa? Bajunya sudah jelek semua?" Rizal bertanya dengan nada lembut sambil mengamati gaun-gaun itu. "Bukan bajunya yang jelek, aku yang yang terlihat jelek," keluh Lila sambil menatap lagi bayangan dirinya di cermin. Rizal tersenyum menatap wanita yang tengah hamil besar itu. Wanita yang memakai gaun sutra yang flowy itu sudah terlihat begitu anggun dan cantik di matanya. "Kamu cantik dan seksi sekali!" Rizal berkata sambil mengambil selembar scarf untuk Lila. Namun Lila tidak terpengaruh pujian itu. Ia hanya mengira Rizal hanya sedang menghiburnya saja. Menurut Lila, mana ada wanita hamil dengan perut membuncit dan b
Hantaran Diminta Kembali Dimas tersentak, bibirnya sampai terbuka saking terkejutnya. "Bangun, nggak! cari kerja sana!" Sari menghardik sambil menunjukan jari ke pintu ke pintu."Kau tahu aku juga setiap hari pergi melamar kerja," sahut Dimas seraya bangkit dari ranjangnya Ia melihat Sari sudah mengenakan seragam warna khakinya. Wanita hamil itu sudah siap bekerja. "Aku menyuruhmu kerja, bukan hanya mencari kerja!" Sari berseru marah. "Aku kan sudah berusaha, Sari!" Dimas menyahut sambil meruyak rambut dengan kasar. "Berusaha itu ada hasilnya, tapi ini tidak!" Sari memotong dengan suara melengking. "Ingat, aku hampir melahirkan, Mas dan aku masih terus bekerja, bahkan cari obyekan ke sana kemari demi cicilan mobilmu," seru Sari makin emosional. "Iya, iya, aku akan kerja!" Dimas menyahut gusar."Aku seperti ini juga gara-gara kamu!" Dimas balik berteriak dan segera beranjak menuju ke kamar mandi dan menutupnya dengan keras. Bu Eni yang sedang menjemur baju di samping ruma
Hantaran Diminta Kembali Selvi memasuki mobilnya dengan wajah ceria. Sebuah telepon pagi ini membawa kabar yang membuat mood-nya seketika membaik. Tumben pria angkuh itu menelpon, meminta dirinya datang ke kantornya jam sepuluh pagi ini. Rizal tak perlu memohon, Selvi seketika menyanggupi akan datang saat itu juga."Tentu, dengan seneng hati," sahut Selvi dengan nada manja. Selvi melonjak girang, melempar ponsel di atas ranjang dan gegas menuju kamar mandi, memakai baju terbaik dan sedikit mengekspos keindahan tubuhnya, menyemprotkan parfum beraroma seksi seluruh tubuhnya, bahkan ia sibuk memilih sepatu dan tas termahalnya. Semua harus istimewa demi memenuhi panggilan Rizal. "Kamu yakin mau datang memenuhi panggilan Pak Rizal?" Elsa bertanya ragu. Melirik Selvi yang asyik mengemudi sambil bersenandung. "Tentu saja, kapan lagi aku memuaskan rindu pada Zal, kalau tidak mendatanginya pagi ini," sahut Selvi seraya mengibaskan rambut panjangnya. "Entahlah, aku merasa ia akan
Hantaran Diminta Kembali Rizal perlahan membuka pintu kamar. Ia tersenyum melihat sosok yang berbaring di atas ranjang. Lila sudah pulas dengan posisi seenaknya. Kakinya bahkan menggantung begitu saja. Rizal mendekat dan membenahi posisi kaki Lila yang menggantung. Rizal terkejut saat melihat kaki Lila agak bengkak. Diusapnya pelan kaki itu, membuat Lila terusik. Ia hanya menggerakkan kaki dan kembali pulas. Rizal berdiri dan beranjak keluar dari kamar. Rizal segera menuju ruang tengah, karena masih mendengar suara dari televisi dari ruang itu. Ibu dan bapak masih duduk sambil selonjoran di sofa. Rizal dan Lila memang memutuskan menginap di rumah mertuanya itu. "Kenapa belum tidur, Mas?" Bapak bertanya pada menantunya itu. Rizal dengan santai duduk di dekat kaki ibu mertuanya. Bu Eni tersenyum, kebiasaan Rizal saat kecil dulu masih tak berubah hingga ia menjadi dewasa."Belum ngantuk, Pak," sahut Rizal sambil menoleh pada ibu yang kini membenahi letak jilbabnya. "Buk,
Hantaran Diminta Kembali Lila menyalami para tamunya dengan wajah ceria. Sementara para mereka mengucapkan terima kasih dan mendoakan kebaikan untuk Lila. Para tamu mendapat hidangan yang berlimpah dan mendapat sufenir yang mewah.Lila dan Rizal telah menjamu tamunya dengan baik. Mereka tidak membedakan antara tamu relasi Rizal atau para warga kampung dan keluarga, semua berbaur bersama dalam satu ruangan. Hanya berbeda tempat antara tamu pria dan wanita saja. Satu hal yang tak akan mereka lupakan dalam acara itu adalah upaya Sari yang hampir mencelakai Lila dengan mencoba mencampur pil penggugur kandungan itu pada minuman Lila. Para tamu dan tetangga kini sibuk bergunjing, bagaimana nasib Sari setelah ini, apakah wanita hamil itu akan mendekam di penjara untuk waktu yang lama. "Kalau aku yang jadi Lila, akan aku laporkan si Sari ke kantor polisi," bisik Bu Eneng dengan ketus. "Iya, Bu. Ini kejahatan yang direncakanan, efek obat itu berbahaya sekali, Bu!" sahut Bu Ema, wani
Hantaran Diminta Kembali"Pinternya, playing victim!" Yuda berdecak muak. "Aku tidak bersalah!" Sari berteriak histeris mengundang kerumunan para tamu. Mereka merubung, ingin mengetahui perselisihan dua keluarga yang memang sudah sejak lama mereka ketahui itu. Sudah bukan rahasia lagi jika dua keluarga itu tidak akur. Ada yang pro dan kontra, meski tak sedikit yang ikut membenci keluarga Lila karena hasutan Bi Pur dan rasa dengki mereka."Jangan asal menuduh, Mas, kalau tak ada bukti!" Seorang wanita yang merupakan tetangga mereka ikut mendukung. "Bukti ini kurang jelas?" Sentak Yuda menunjukkan pecahan gelas dan butiran tablet yang hampir larut itu. "Pasti ada orang lain yang meletakkan di sana, dan kebetulan Sari yang mengambilkan minuman untuk Lila!" seru Bi Pur berang. "Maksud baik dibalas fitnah!" imbuh Bi Pur memanaskan suasana. "Sungguh aku tidak bersalah, Bu, aku difitnah!" Sari menangis tersedu-sedu sambil bersimpuh. Para tamu yang kebanyakan ibu-ibu itu merasa jat
Hantaran Diminta Kembali Sari takjub melihat suasana acara empat bulanan itu, Kemeriahannya seperti sebuah pesta pernikahan. "Duh, ini berlebihan! mereka mau pamer kalau sudah jadi keluarga sultan!" Bi Pur bergumam nyinyir.Sari hanya diam, dongkol sekaligus iri melibas hatinya. Acara empat bulanan kehamilan Sari tidak semeriah acara ini, biasa saja. Hanya pengajian ibu-ibu kampung. Mereka memasuki tenda yang penuh hiasan bunga segar itu. Seluruh bagian dan isi tenda yang berhias kelambu satin dengan warna pink dan putih itu tak luput dari perhatian mereka. Lila menjadi seorang ratu dengan pakaian yang indah, duduk di kursi putih dikelilingi bunga dan didampingi, suami, orangtua, mertua, bahkan bahkan ipar dan semua keponakannya yang semua memakai baju bernuansa biru muda. Lila seperti ratu dengan kecantikan paripurna. Rizal terlihat beberapa kali melirik dan tersenyum menatap istrinya. Mereka terlihat sangat bahagia. "Perasaan, si Lila makin cantik, ya?"Salsa, adik bu