Hanna berlari dari kejaran tiga cowok berseragam putih merah kotak-kotak. Kondisinya sudah tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Hanna butuh tempat bersembunyi. Gadis itu nyaris kehabisan tenaga setelah melawan tiga orang yang menyerangnya tiba-tiba.
Seakan mimpi mendapatkan lemparan granat dadakan, tahu-tahu Hanna dikepung oleh tiga cowok asing saat sedang menunggu taksi di ujung komplek perumahannya. Salahkan Milo yang selalu berangkat lebih awal dan orang tuanya yang memiliki kantor tak sejalur dengan sekolahan barunya. Hanna jadi harus menggunakan jasa taksi demi mencapai ke sekolahnya.
Dan si tiga cowok asing itu, bukannya diawali dengan tegur sapa baik-baik, Hanna justru langsung dipaksa untuk ikut mereka. Tidak terima atas perlakuannya, Hanna melawan dan terjadilah perkelahian sengit satu lawan tiga. Kebetulan, Hanna butuh pelampiasan untuk meluapkan sakit hatinya pasca mengetahui Arjuna memiliki--entah pacar atau gebetan baru. Tapi
Diego Malik Pranaja, cowok bertubuh jangkung yang rela mengubah karakteristiknya hanya demi untuk membalaskan dendam pada sosok yang selalu mengganggunya di masa lalu.Siapa lagi kalau bukan Dev? Hanya dialah yang berani mengolok bahkan mempermalukan Diego di depan semua orang. Kejadian itu memang sudah berlalu lama, akan tetapi, bayangan itu seakan masih tercetak jelas dalam ingatannya."Lihat! Si cupu datang!" seru seseorang memberitahu.Tentu saja hal itu menarik Dev keluar dari sarangnya, menelengkan pandangan ke arah si cupu, Dev bergegas mengajak dua kawannya untuk menghampiri teman sekelasnya yang berkacamata tebal itu. "Heh cupu! Tumben lo baru dateng? Biasanya sebelum gue masuk kelas lo udah stand by aja di sudut kelas. Kesiangan, huh?" tegur Dev sesampainya di depan si cupu Diego.Cowok itu menunduk takut, ingin sekali menghindar tapi terasa sulit dilak
Setelah mendengar sedikit informasi yang Rando ungkapkan, perasaan Hanna pun mendadak tak enak. Meskipun ia tahu bahwa Dev merupakan musuh bebuyutannya juga, tapi ketika ia mendengar bahwa Dev akan mempertaruhkan hidupnya hanya demi untuk menyelamatkan Hanna. Demi apapun, rasanya itu sangat aneh dan tentu saja membuat Hanna tidak bisa duduk dengan tenang barang sedetik saja.Untuk itu, Hanna perlu ide agar ia bisa melarikan diri dan setidaknya membantu Dev untuk tidak nekat dalam usahanya. Tapi harus dengan cara apa? Batin Hanna kebingungan.Jangankan bisa melarikan diri dengan mudah, kedua tangan berikut tubuhnya saja kini terbelenggu oleh tali. "Ya ampun, baru kali ini gue kehabisan akal. Kenapa otak mendadak gak bisa diajak buat mikir sih di tengah keadaan genting kayak gini. Kan jadinya susah mau cari cara buat melarikan diri juga," gumam gadis itu merutuk. Tidak habis pikir pada isi kepalanya yang tetiba sulit digunakan untuk berpikir kala dirinya membutuh
Seakan semesta sudah mentakdirkannya, perkelahian pun tak dapat terelakan. Namun untungnya, lawan mereka cukup imbang. Masing-masing memiliki satu lawan untuk dikalahkan. Seperti halnya Hanna, dia pun mendapat bagian Rando yang Hanna pikir tidak terlalu sulit untuk menumbangkan lawannya tersebut."Anjir oy, gak ada lawan lain apa? Masa gue dapet cewek!" tukas Rando meremehkan. Meskipun ia sendiri sudah tahu bahwa Hanna begitu pandai berkelahi, tapi justru dia malah sangat menyepelekan energi dan keahlian berkelahi yang dikuasai oleh gadis di hadapannya kini."Gak usah banyak bacot lo! Maju sini," desis Hanna memasang kuda-kuda. Sementara itu, Rando malah sedang tersenyum tengil sembari memandang sekujur tubuh Hanna dengan sorot setengah mencela."Lo yakin mau berantem sama gue?" lontar Rando sebelum memulai aksinya."Gue bilang gak usah banyak bacot. Maju lo kalo beneran mampu kalahin gue!" seru Hanna menantang. Sementara Adam dan Panca sudah mengel
Sirine ambulan telah menggema di tengah sang sopir yang mengemudikannya di sepanjang jalan. Ya, sekitar beberapa menit lalu, ambulan telah tiba dan langsung mengangkut tubuh Devano yang sudah semakin melemah. Namun salutnya, cowok itu bahkan masih bisa berhaha hihi di saat kondisinya sudah terlihat tidak baik-baik saja. Membuat Hanna merasa takjub karena pada kenyataannya, cowok itu sangatlah ajaib nan penuh kejutan."Han, berhubung kita bawa motor masing-masing, jadi kita titip Bos Dev sama lo aja ya." Sekiranya, seperti itulah komando Panca saat Devano sudah dimasukkan ke dalam ambulan.Sontak, Hanna pun membelalak horor seperti dia yang baru saja melihat manusia berkepala terbelah secara kebetulan. Kemudian, sambil menelan ludah kasar, Hanna pun kini menatap Panca dan juga Adam bergantian."Kok gue sih? Kenapa gak salah satu dari lo aja yang temenin bos kalian di dalam sana. Lagipula, gue mau langsung pulang. Ogah banget gue kalo harus ikut dulu
"Kakak!" seru sebuah suara. Tanpa pikir panjang, ia pun langsung memasuki sebuah ruangan di mana sang kakak tengah terbaring di atas ranjang.Menoleh, si penghuni ranjang perawatan itu lantas berupaya menyunggingkan senyumannya meski terasa sulit. Menyambut sang adik yang kini tengah dilanda kekhawatiran semenjak ia diberi kabar tentang kondisi kakaknya yang tidak bisa dibilang baik-baik saja tersebut."Zola.""Ya ampun, Kak. Siapa yang udah lakuin ini ke Kakak? Kenapa Kak Deva gak ngelawan dia kayak biasanya sih? Tau gak? Zola khawatir banget pas dikabarin sama Kak Adam tentang Kakak yang masuk rumah sakit dengan kondisi yang gak stabil," lontar gadis itu terisak. Untuk sesaat, si penghuni ranjang yang tak lain adalah Devano pun melirikkan pandangannya ke arah Adam. Dalam sekejap, membuat sosok yang diliriknya segera memalingkan wajah seolah-olah ia tidak tahu apa-apa mengenai apapun yang dikatakan oleh adik dari sohibnya tersebut."Kak, Kaka
"Jadi, tadi pagi lo ga berangkat ke sekolah? Melainkan, lo diserang sama tiga orang asing bahkan sampe disekap di sebuah bangunan tua? Tapi, gimana bisa? Maksud gue, kok lo bisa sampe kalah gitu sih?" cerocos Milo tak menyangka. Padahal biasanya, adiknya itu selalu pandai dalam menghadapi setiap lawan yang menyerangnya bukan? Tapi setelah mendengar penuturannya barusan, kenapa tiba-tiba Hanna malah berhasil dilumpuhkan meski tak membuat wajahnya babak belur. Sebenarnya, apa yang terjadi pada adiknya itu? Batin Milo bertanya-tanya.Untuk sesaat, Hanna memutar bola matanya. Lalu kemudian, ia pun mendengkus pelan seraya berkata, "Plis deh, Bang. Atlit tinju terhebat sedunia pun kalo udah ketiban sial bisa mengalami kekalahan juga. Apa kabar sama gue yang cuma seorang gadis dan dirempug sama sekawanan cowok asing dalam satu serangan. Jelas gue pun akan kalah. Ya walaupun gue gak sampe mengalami luka-luka, tapi tetep aja, tenaga gue yang abis terserap." Gadi
Hanna ingin mengumpat. Tapi bahkan hal itu tidak bisa ia lakukan di tengah dirinya yang sedang berada di tengah-tengah si kembar. Ya, beberapa saat yang lalu, saat Hanna sudah siap mengistirahatkan tubuh beserta pikirannya, tiba-tiba saja si kembar duo B menerobos masuk dan saling melompat naik ke atas tempat tidur. Tentu Hanna pun merasa kaget kala melihat mereka yang tahu-tahu datang memasuki kamarnya sekaligus mengambil posisi masing-masing yang ada di kedua sisi Hanna."Kok kalian belum tidur?" tanya Hanna menatap keduanya silih berganti."Kita gak bisa tidur, Kak. Izinin kita buat tidur sama Kak HanHan aja ya khusus malam ini. Bara janji, besok-besok tidur di kamar kami lagi deh," cetus Bara yang disetujui Barie."Ooh gitu. Jadi malam ini, kalian mau tidur bareng sama Kak Hanhan ya?" ulang Hanna yang kembali diangguki oleh si kembar. Lalu tanpa pikir panjang, Hanna pun tentu saja mengizinkan keduanya untuk tidur bersamanya khusus di malam ini. 
Pagi telah tiba. Mentari pun sudah bersinar menyeluruh ke sebagian permukaan bumi. Setiap orang sudah diharuskan untuk siap beraktivitas kembali. Entah itu orang dewasa, lansia maupun anak kecil dan sederet remaja sekalian. Ya, mengingat ini bukanlah hari libur, maka tidak waktu untuk mereka berleha-leha.Seperti yang sedang terjadi di meja makan kediaman Aleandro. Vindania, suaminya, kedua bocah kembar berikut Milo yang baru saja tiba di salah satu kursi yang tersedia, pagi ini mereka sedang sibuk untuk sarapan bersama sebelum berangkat ke tempat mereka seharusnya menunaikan kewajiban masing-masing.Akan tetapi, untuk sesaat Vindania mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Merasa ada yang kurang ketika ia tidak melihat sosok putri sematawayangnya. "Loh hei, Hanna di mana? Kok Mama lihat dia belum turun ke bawah sejak tadi," ujar wanita itu bertanya.Sambil menyuapkan sesendok nasi goreng, Bara lantas menjawab pertanyaan
Satu bulan telah berlalu. Sejak kejadian mengenaskan yang menimpa Hanna di malam itu, pada akhirnya Arjuna digiring juga ke balik jeruji. Ya, perbuatannya tidak bisa ditoleransi oleh sekadar kata maaf. Dia sudah melakukan tindakan asusila terhadap seorang gadis tak berdosa. Meski tidak sampai ke tahap yang lebih mengerikan, tapi Arjuna tetap bersalah. Untuk itu, setelah Milo dan Panca puas menghajarnya hingga babak belur, mereka pun lantas menjebloskan Arjuna ke kantor polisi untuk dihakimi. Tidak ada yang bisa menolongnya. Hukum telah berbicara dan saksi serta korban pun sudah ada di depan mata.Milo tidak menyangka, kenapa Arjuna bisa sampai sebajingan itu. Padahal dulu Milo selalu menganggap Arjuna sebagai teman baiknya. Malah ia pun sempat mempunyai niatan untuk mendekatkan Arjuna dengan Hanna seandainya tidak keburu ada petisi dari orangtuanya yang menyatakan bahwa Hanna akan dijodohkan dengan Devano.Lalu malam itu, Arjuna nyaris merenggut kehormata
Untuk pertama kalinya, Hanna meluruhkan air mata di tengah dirinya yang merasa dilecehkan oleh perlakuan Arjuna. Gadis itu tak berdaya ketika kedua tangannya telah Arjuna genggam kuat dalam satu cekalan tangan besarnya. Sementara satu tangannya lagi berusaha untuk menjelajahi bagian tubuh Hanna di sela bibirnya yang tak henti memagut kasar bibir dari sang gadis. Hanna ingin melepaskan diri dari jeratan Arjuna, tapi bahkan energinya seperti tersedot habis hingga kini ia merasa tak berdaya atas sesuatu yang menimpanya. Hanna tidak menyangka jika Arjuna akan bersikap sejahat ini kepadanya, membuat kedua belah pipi Hanna semakin dibanjiri air mata ketika tangan kanan Arjuna sudah hampir mencapai tujuannya.Tidak! Hanna tidak bisa diam saja. Untuk itu, demi menghentikan gerakan tangan Arjuna yang sudah merayap nakal ke bagian paha sang gadis, dengan sigap Hanna pun menggigit sudut bibir Arjuna sekuat tenaga. Sontak, cowok itu pun memekik. Refleks ia pun melepaskan geng
"Jadi, setelah gue ceritain kebusukan si Devano sialan itu, apa tanggapan lo hah?" lontar Arjuna menatap datar. Berharap bahwa Hanna akan berpihak kepadanya untuk melawan orang yang akan ia berikan pelajaran atas perilaku buruknya di masa lalu.Sementara itu, Hanna sendiri tidak mengerti harus berbuat apa. Di satu sisi, Hanna tidak sepenuhnya percaya kepada Arjuna setelah beberapa jam yang lalu Hanna mengetahui kebusukan Arjuna juga yang sengaja mengurungnya di ruangan tersebut. Tapi di sisi lain, Hanna pun takut kalau-kalau Devano memang berbuat seperti apa yang sudah Arjuna ceritakan kepadanya secara gamblang.Ya, Hanna mendengar bahwa Devano adalah penyebab dari meninggalnya sepupu perempuannya. Mirisnya, sepupunya itu meninggal dengan cara tragis alias melenyapkan dirinya sendiri. Kaget memang, tapi apakah semua itu benar? Atau, bisa saja Arjuna sedang mengada-ngada doang kan? Pikir Hanna menebak-nebak.Untuk sesaat, Hanna terdiam. Berusaha mencerna
"JUNA, BUKA PINTUNYA!!" teriak Hanna menggedor pintu. Merasa dikhianati oleh cowok yang sudah ia percaya sepenuhnya.Ya, Hanna merasa sangat dongkol sekaligus murka ketika tahu bahwa Arjuna membawanya ke basecamp dirinya hanya untuk mengurung Hanna di dalam sebuah ruangan. Padahal mulanya, Hanna berpikir bahwa cowok itu murni ingin menolongnya tanpa ada niat jahat yang terselubung. Tapi kini, setelah ia tahu siapa Arjuna sebenarnya, Hanna pun merasa marah dan juga ingin sekali rasanya ia meninju muka tampan cowok itu berkali-kali."JUNA, BUKA PINTUNYA! KELUARIN GUE DARI SINI, JUNA SIALAN!" serunya lagi sangat lantang. Membuat ia sampai harus terengah-engah akibat suara teriakannya yang supermenggelegar."JUNA!"Hanna memukul pintu di hadapannya ketika suara teriakannya tak digubris sama sekali. Lalu ia menggeram kesal karena Arjuna sudah menjebaknya seperti ini. "Gue gak nyangka. Ternyata si Juna orang jahat. Tapi kenapa dia memper
Zola mengucek kedua matanya ketika ia dibangunkan oleh bunyi ketukan yang berasal dari balik pintu kamarnya. Sejenak, gadis itu pun menguap sembari menggeliat dengan kedua tangan yang direntangkan ke atas.Tok tok tok.Ketukan itu kembali terdengar, membuat Zola lantas segera beranjak dari tempat tidurnya dan mulai menyeret kedua kakinya dengan malas. Lagi-lagi ia menguap lebar. Saat seharusnya ia sedang tidur nyenyak, tapi justru ketukan itu malah membuatnya terganggu hingga akhirnya ia terbangun.Sampai ketika Zola tiba di depan pintu, ia pun segera membuka kunci sekaligus menarik knop pintu hingga terbuka. Sontak, terpampanglah sosok wanita berdaster biru lusuh yang kini sedang membungkuk santun di hadapannya. Sementara itu, Zola merasa aneh kala mendapati salah satu pembantunya yang saat ini berada di depan matanya."Bik Sum, ada apa?" lontar gadis itu bersuara serak ciri khas orang bangun tidur. Untuk sesaat, Zola pun me
Milo sedang berjalan mondar-mandir di tengah rasa gelisahnya yang melanda. Langit sudah menggelap tapi bahkan Hanna belum pulang sama sekali. Membuat Milo merasa khawatir karena selain itu ponsel adiknya pun tak bisa dihubungi."Ke mana si Hanna. Kenapa udah malem begini dia belum pulang juga," gumam cowok itu mendecak resah. Sesekali, ia pun melayangkan pandangannya ke arah jam raksasa yang tergantung di sudut ruangan tengah rumahnya."Duh bahaya ini sih. Bisa diinterogasi sama ibu negara sama bapak negara kalo misalkan mereka tau anak gadisnya belum pulang. Lagian, tuh anak pergi ke mana sih. Kelewatan banget kalo pergi main. Bikin gue belingsatan aja jadinya," tukas Milo mengembuskan napas gusar. Kemudian, tahu-tahu ponsel yang berada di dalam saku celana kargonya pun berdering. Mengejutkan cowok itu hingga kini ia pun tampak terkesiap di tengah helaan napasnya."Mudah-mudahan ini telepon dari Hanna," harapnya sembari merogoh ponsel. Lantas,
Gadis itu menekan sakelar bel yang terletak di sudut kanan atas pintu di hadapannya. Sepulang sekolah, ia memang langsung ngacir sebelum rencananya berantakan seandainya dihalangi oleh Devano. Apalagi setelah berita perjodohan itu diutarakan oleh pihak orangtua, Hanna yakin, cowok itu pasti akan semakin banyak bertingkah.Setelah menekan sakelar untuk kedua kalinya, tak lama kemudian seseorang muncul dan membukakan pintu tersebut. Seketika, Hanna pun mengulas senyumannya kala ia berhadapan langsung dengan seorang wanita berambut demimor."Eh, Hanna!" serunya menatap berbinar. Selanjutnya, wanita yang tak lain adalah ibunya Arjuna pun lekas memeluk tubuh Hanna dengan senyum yang tak memudar."Apa kabar, Sayang? Udah lama banget ya kita gak ketemu," ujar wanita itu sembari menyudahi pelukannya."Apa kabar, Tante?" tanya Hanna balas tersenyum."Baik. Seperti yang kamu lihat. Kamu sendiri gimana? Duh, Tante kangen banget deh sama kamu...."
Seminggu telah berlalu tanpa terasa. Kehidupan Hanna seakan terjungkir balik ketika ia mendapat kabar bahwa kedua orangtuanya sudah sama-sama sepakat untuk menjodohkannya dengan cowok yang sampai saat ini masih ia anggap sebagai musuh bebuyutannya.Ya, entah bagaimana ceritanya, tahu-tahu saja tadi malam ibu negara membicarakan perihal yang sangat penting dengannya di depan Milo juga sang papa. Dan sangatlah mengejutkan ketika Milo sudah tahu lebih dulu soal perjodohan ini. Hanna begitu kaget luar biasa.Pantas saja selama ini Milo dan Devano sering bertegur sapa melalui pesan singkat yang tak jarang Hanna temukan ketika ia sedang duduk bersebelahan dengan kakaknya. Rupanya, inilah alasan dari balik sikap akur kedua cowok itu. Tapi yang membuat Hanna semakin dongkol ialah, kenapa Milo selalu menghindar setiap kali dirinya bertanya soal ia yang menjadi begitu akrab dengan Devano.Padahal seingatnya, bukankah selama ini Milo selalu muak jika harus berintera
"WOY, COWOK GAK TAU DIRI. KELUAR LO! BERANI-BERANINYA LO BIKIN ADIK KESAYANGAN GUE NANGIS. KALO LO NGERASA GENTLE, SINI LO BAKU HANTAM AJA SAMA GUE. GAK ADA AHLAK BANGET LO PAKE ACARA NANGISIN ADIK GUE. MINTA GUE HAJAR APA GIMANA LO?"Di siang seterik ini, Hanna yang sedang rebahan santai di atas tempat tidurnya pun seketika terperanjat kaget kala mendengar suara teriakan penuh emosi dari luar sana. Ya, secepat kilat Hanna pun beranjak dari posisinya guna memeriksa keadaan di luar sana melalui balkon kamarnya. Lalu, ketika ia mendapati Devano yang sedang berdiri dari balik pagar rumahnya, matanya pun memelotot kaget sekaligus teringat akan setitik masalah yang ia ketahui telah diciptakan oleh kakaknya sendiri."Bencana besar ini sih. Si iblis Devano jelas gak akan terima kalo tau adiknya punya masalah sama Bang Milo. Sementara itu, emosi Abang gue sendiri pun masih belum stabil setelah gue tegur dia kayak tadi. Wah, bisa-bisa perang dunia ke 3 bakalan pec