Share

Komentar sumbang

Penulis: Rianievy
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-11 22:28:30
Menjadi dekat dengan seorang dokter tampan di kampung, membuat Risa kembali menelan bulat-bulat ocehan para tetangga. Ia belum mengiyakan tawaran Azil untuk tinggal di paviliun rumah dinasnya yang ada di kampung lain, terasa aneh juga tak pantas menerima tawaran itu.

Risa sedang menjemur pakaian, saat Iin berjalan menghampirinya di samping rumah. "Kamu dekat sama dokter itu, Sa?" tanyanya dengan menunjukkan wajah tak suka.

"Iya," jawab Risa sambil memeras baju lalu ia letakan pada tali tambang panjang yang dijadikan jemuran.

"Hati-hati, kamu nanti dianggap gampangan," lanjut Iin. Risa melirik sekilas lalu kembali melakukan kegiatannya. Tetangga satu itu memang usil mulutnya, disangkanya Risa tidak tau bahwa Iin lah yang gampangan. Gimana nggak? Risa jelas melihat Iin membawa masuk beberapa lelaki ke rumahnya saat itu, lalu saat malam, mendengar suara yang tak sepantasnya ia dengar. Menjelang pagi, tepatnya saat matahari belum muncul, pria-pria itu keluar diam-diam dari dalam ruma
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Hamil anak siapa?   Kebaikan seorang Azil

    Hari pertama tinggal di paviliun, Risa dan Nadia tampak masih sungkan dengan Azil. Pria itu bahkan membantu membersihkan beberapa sudut ruangan. Risa sudah menolak, ia menginginkan dirinya saja yang membersihkannya, tapi Azil tak mau dan tetap membantu. “Kamu jangan sungkan begitu, Risa. Aku ikhlas bantu kamu dan Nadia,” tuturnya sambil terus menyapu lantai. “Yakin? Kamu nggak takut timbul fitnah dari tetangga atau bahkan … pasien kamu?” kata Risa sambil memasang taplak meja makan kecil yang juga dijadikan meja serbaguna lainnya. Paviliun itu hanya ada satu kamar dan satu kamar mandi dengan ruang tamu kecil di depan. Tidak ada dapur sehingga Azil meminta Risa untuk tidak canggung memasak di rumah utama. “Kamu mau cari kerja lagi, ‘kan?” Azil selesai menyapu lantai, lalu duduk di kursi dekat pintu. “Iya. Dari sini ke kebun sayur jaraknya jauh, nggak mungkin juga aku bawa-bawa Nadia jalan kaki.” “Terus, mau kerja di mana?” “Belum tau. Aku coba tanya ke teman di pasar.” “Jangan. K

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-26
  • Hamil anak siapa?   Cerita masa lalu

    Risa memiringkan tubuhnya lalu memeluk Nadia yang tidur tepat disampingnya. Ia menatap lekat wajah sang putri kemudian menyadari wajah gadis kecil itu semakin hari semakin mirip dengan laki-laki yang seharusnya, bertanggung jawab atas semua yang terjadi. Risa ingat betul ancaman yang diucapkan lelaki itu, setelah dirinya ternodai lalu dibuang seperti sampai dipinggir jalan. Malam itu, setelah apa yang terjadi dengan dirinya–tepat pukul dua dini hari–lelaki itu mengantar pulang Risa yang memeluk dirinya sendiri dengan kepala tertunduk. “Jangan kamu bocorkan apa yang sudah saya lakukan ke kamu, Risa. Ingat. Kedua orang tua kamu bisa celaka.” Risa ingat kalimat itu, ia tak menjawab, hanya terus diam dengan pandangan ke arah kiri, menatap jalanan yang masih lengang. Saat tiba di rumah, jalannya tidak seperti biasa. Kedua orang tuanya hanya tau Risa pulang terlambat karena menumpang mengerjakan tugas kuliah lalu ketiduran di kosan temannya, tak tau jika putri satu-satunya baru saja teren

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-29
  • Hamil anak siapa?   Pencarian

    Lelaki itu berjalan mondar mandir di dalam kamar megah layaknya hotel bintang lima. Disisi lain, tepatnya di hadapan meja rias, duduk seorang wanita cantik sedang merapikan tatanan rambutnya. “Kamu kenapa mondar mandir gitu? Kayak orang bingung, Mas?” Suaminya terkejut, ia menatap sang istri lalu tersenyum tipis. “Nggak papa, aku cuma lagi berpikir tentang urusan perusahaan. Apa kamu tau siapa saja investor yang kompeten untuk aku ajak kerja sama?” “Kamu butuh investor untuk apa? Jadi bikin proyek perumahan untuk kalangan pasangan muda?” “Iya, jadi. Itu prospek banget, tapi aku butuh pemodal yang mumpuni. Maksudnya gini, aku butuh mereka yang sejalan. Selama ini aku cuma bisa kerja sama dengan orang-orangnya Papa, ‘kan? Aku mau buktikan aku bisa cari sendiri.” “Oke, aku coba bantu tanya ke Papaku ya. Kamu udah siap mau berangkat? Adeva masih tidur, kamu nggak mau ke kamarnya dulu?” Wanita itu beranjak, berjalan mendekat dengan wajah yang mencoba terlihat baik-baik saja. “Kenapa p

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-31
  • Hamil anak siapa?   Kota yang sama

    Nadia menggenggam erat jemari tangan bundanya, mereka kembali ke kota di mana semua kehancuran dimulai. Risa tersenyum–memaksa sebenarnya–menunjukkan jika kota tidaklah buruk. “Bun, kita mau ke mana?” tanyanya dengan sorot mata yang justru takut. “Kita ke rumah teman Bunda, ya. Dekat dari sini. Nadia masih kuat jalan kaki, ‘kan?” Gadis kecil itu menjawab dengan anggukan kepala. Sejak berpisah dengan Azil dan Bella di terminal bis karena Risa minta turun di sana, sejak saat itu ia berjalan kaki dengan Nadia, hampir sepuluh kilometer. Hal itu sengaja ia lakukan, karena sambil menyusuri jalanan, ia berpikir, bagaimana reaksi keluarga teman lamanya saat bertemu dengannya lagi. Mereka tiba di depan toko yang sangat Risa hapal, tapi mengapa plang namanya berubah, menjadi toko Berkah, bukan nama sebelumnya. Kaki Risa melangkah ke dalam, mengamati sekitar dan terasa begitu berbeda. “Permisi, apa Koh Liem … ada?” tanyanya pelan. Wanita muda yang ditanyai menatap begitu intens sebelum ia m

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-06
  • Hamil anak siapa?   Tidak punya Bapak

    Risa tak ada pilihan, ia bekerja sebagai tenaga pencuci handuk dan setrika di salon milik Bu Tini. lokasinya berada di dekat toserba milik Ratu. Sial bagi Risa, mengapa ia seperti kembali berada di lingkungan lamanya. Niat awal ingin bertemu keluarga Koh Liem, justru ia terseret ke cerita lama dengan kota yang sama. “Nadia, tunggu, ya, Bunda ambil handuk-handuknya dulu. Kamu tunggu di sini,” ujar Risa sebelum masuk ke dalam salon dan spa untuk mengambil handuk kotor. Nadia mengangguk, bocah empat tahun itu berdiri di pintu belakang salon sambil terus tersenyum. Baju cantik warna merah muda yang ia kenakan, sudah mulai pudar warnanya. Sandal jepit warna kuning yang tampak sudah terlihat dekil juga ia kenakan sebagai alas kaki satu-satunya. Nadia menatap ke arah Risa yang sudah kembali ke arahnya dengan membawa satu keranjang besar berisi handuk kotor. Ia menahan pintu supaya bundanya bisa mudah berjalan. “Kita ke sana, Bun?” tunjuk Nadia ke arah tempat mencuci. “Iya, ayo!” ajak Risa

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-07
  • Hamil anak siapa?   Makan kue diam-diam

    Mobil sedan mewah berjalan membelah pusat kota yang mulai ramai dengan kesibukan penduduknya. Di dalam mobil itu, duduk seorang anak lelaki berusia lima tahun dengan seragam sekolah TK. Ia merenung, di sebelahnya duduk wanita cantik yang ia panggil Mama sedang menyiapkan buah potong yang dibawa dari rumah. “Dev, makan apelnya,” ucap wanita itu. “Nanti, Ma, masih kenyang,” jawab Deva. “Yaudah, vitamin diminum, ya. Duduknya menghadap Mama, sayang.” Perintah wanita itu harus dituruti anaknya, mau tak mau Deva mengubah posisi duduknya yang tadinya bersandar pada pintu mobil, harus menatap mamanya. Deva membuka mulut, ia menelan vitamin yang diberikan melalui sendok plastik kecil. “Good. Kamu harus sehat terus dan nurut apa kata Mama ya, Nak.” Wanita itu tersenyum lalu mencium kening putranya. Sementara Deva tersenyum tipis sambil meneguk air putih dari botol. Diluar sana, Nadia berjalan bersama Risa menyusuri trotoar. Ia membawa tas kecil berisi kantong plastik dan wadah plastik kecil

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-08
  • Hamil anak siapa?   Keterkejutan Arkana

    Nadia demam tinggi, hal itu membuat Risa khawatir. Hal ini terjadi apabila putri semata wayangnya itu kelelahan."Nadia, minum obat dulu, 'nak," ujarnya. Nadia bergeming, kedua matanya terpejam. Kali ini tak seperti demam yang sudah-sudah, karena panasnya begitu tinggi. Risa bisa tau walau hanya dengan menyentuh kening sang putri. "Kita ke dokter, sayang, ayo." Risa mengambil dompet, lalu menggendong Nadia di punggungnya. "Peluk Bunda, ya, sayang."Risa memakai sandal jepit, lalu berjalan cepat melalui pintu samping salon dan spa. Jam menunjukan pukul delapan malam, ia menjadi objek orang-orang lalu lalang menatap ke arahnya, selain hari sudah malam juga awan mendung. Klinik yang dituju masih berjarak lima ratus meter lagi, tapi rintik hujan sudah mulai turun.Ya ampun, jangan hujan dulu. ucapnya dalam hati.Risa terus melangkah, tak peduli air dari langit sudah turun semakin deras. Beberapa kali ia membetulkan posisi Nadia digendongannya. Mendadak ia teringat Azil dan Bella, mereka l

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-12
  • Hamil anak siapa?   Bertemu tatap

    “Permisi,” pamit Risa sambil menggandeng tangan Nadia, mereka berjalan kembali ke arah dapur. Tempat di mana mereka berada jika di rumah itu, menunggu selesai makan siang karena Risa akan membereskan makanan yang tersisa. Risa duduk di kursi kecil bersama Nadia di sebelahnya. Putri kecilnya itu tersenyum sumringah. “Bunda, kita tinggal di sini selamanya?” bisik Nadia. “Nggak, sayang. Bunda mau nabung supaya kita suatu hari bisa punya rumah sendiri, ya. Jangan numpang sama orang lain terus.” Risa mencolek hidung mancung Nadia. “Bun.” “Ya,” sahut Risa yang kini, dengan jemarinya merapikan helai rambut Nadia. “Tadi … tuan yang punya rumah ini, Bun?” Risa diam, ia tau siapa yang dimaksud Nadia. “Iya. Kita panggil dia Tuan Arkana, ya, atau Pak Arkana. Nadia suka panggil yang mana?” “Mmm … Tuan aja, Bunda.” Nadia menatap Risa dibarengi senyuman. Risa mengangguk. Di meja makan, Arkana makan dengan perasaan tak karuan. Sang istri tidak menyadari perubahan raut wajah suaminya k

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-13

Bab terbaru

  • Hamil anak siapa?   Restu

    Restu “Ma,” panggil Arlan sambil memeluk wanita yang sudah membesarkannya. Keduanya berpelukan semakin erat, melepas rindu setelah Arlan pergi hampir dua bulan lamanya dari rumah itu. Nadia masih menggandeng tangan Kenan yang mengangkat kepala, menatap Arlan dan calon neneknya mengharu biru. Mereka duduk bersama, Arlan dan Nadia juga diperkenalkan dengan calon suami Lisa. “Mama senang, Arlan mau mengerti dan memaafkan Mama.” “Arlan … minta maaf, Ma. Ini semua—“ “Mama paham, Lan,” selanya. “Kita makan siang, yuk. Mama masak sup buntut sapi kesukaan kamu. Nadia, bisa bantu Mama siapkan?” “Iya, Ma, bisa.” Nadia beranjak, walau ada pembantu, tetapi wanita itu ingin Nadia ikut serta menyiapkan, bukan tanpa alasan, ia mau dekat dengan calon menantunya yang sudah ia kenal sejak kecil—semenjak keluarga besar tau jika Nadia anak Arkana. “Ma, apa Mama nggak masalah kalau nanti pernikahana kami dilakukan di rumah orang tua Nadia?” ujarnya sambil menata piring. “Iya, sayang, kenapa harus d

  • Hamil anak siapa?   Tersadar

    Arlan mondar mandir berjalan di ruang tengah rumah Nadia, bahkan hal itu membuat Kenan terus menatap calon papa sambungnya dengan heran. "Papa, kenapa dari tadi mondar mandir?" tanyanya sambil mewarnai buku gambar. "Nggak apa-apa, Nan. Udah selesai PRnya?" Arlan mendekat, duduk sembari mengusap kepala Kenan penuh kasih sayang. Arlan begitu menyayangi Kenan, benar-benar seperti darah dagingnya sendiri. Nadia berjalan dari arah tangga, ia sudah selesai membersihkan diri. Pekerjaan di butik membuatnya harus pulang jam 8 malam. "Nan, PRnya udah selesai?" Nadia duduk di sebelah Arlan."Sedikit lagi, Ma," jawab Kenan yang masih fokus mewarnai ikan paus. "Setelah selesai tidur, ya," pesan Nadia. "Oke." Kenan mengacungkan ibu jari. Nadia bersandar manja pada bahu kekar Arlan, lalu mengendus bahu tunangannya. "Wangi," bisik Nadia. Arlan menoleh, tersenyum. Ia tadi menjemput Nadia setelah dari kosan, naik ojek online sampai ke butik. Dari butik baru lah ia yang mengemudikan mobil Nadia. "

  • Hamil anak siapa?   Bertemu Lisa

    Arlan belum mendapatkan pekerjaan, semenjak meninggalkan semua yang sebelumnya dimiliki, ia kini tinggal di kosan sederhana sambil terus mengirim lamaran kerja. Ponselnya berbunyi, satu pesan singkat membuatnya mengalihkan pandangan dari laptop hasil dipinjamkan Nadia. Setelah pergi, Arlan bahkan membuka rekening baru untuk mulai menyimpan uangnya. Tetapi kenyataannya ia meminjam uang Nadia untuk mulai hidup barunya. Arlan berdecak, tak mau menggubris pesan singkat itu. Fokusnya kembali menatap laptop, kepintarannya tidak selalu mudah mencari pekerjaan, walau banyak orang menganggapnya begitu. Menjelang siang, Arlan menjemput Kenan, bocah itu tampak senang, bahkan melompat memeluk Arlan yang berjongkok. "Papa nggak kerja?" Pertanyaan polos terucap. Arlan mengusap kepala Kenan lembut. "Libur. Eh, Nan, kita pulang naik buwsay, yuk, seru pasti," ajaknya. "Sama Mama boleh?" Kening Kenan berkerut, seumur-umur, ia bahkan belum pernah naik motor dibonceng siapapun, apalagi busway. "Bo

  • Hamil anak siapa?   Satu rahasia lagi

    Acara lamaran dilaksanakan di salah satu restoran favorit Arkana. Nadia yang booking sejak seminggu lalu. Ia dan Kenan tampak rapi dengan busana formal, bahkan Kenan meminta memakai kemeja dengan dasi kupu-kupu. Menggemaskan. Keluarga Nadia sudah hadir, menunggu kedatangan Arlan beserta mama dan keluarga inti lainnya. Risa tersenyum saat melihat putrinya cantik juga dewasa. Tak salah memilih Arlan untuk dijadikan suami. "Nadia, jangan gugup," kata Risa. "Nggak, Bun ... Nadia cuma nggak nyangka kalau sekarang bisa ada diposisi ini dan udah ada Kenan," seloroh Nadia mencoba tampak tenang. "Arlan itu anak baik. Jadi dia pasti nggak akan bikin kamu kecewa." Arkana menyahut. Nadia mengangguk. Keluarga lainnya yang hadir hanya kakak tertua Arkana, karena kedua orang tuanya sudah tidak ada, jadilah sulung dari keluarga yang mewakilkan. Dua saudara kandung Arkana lainnya berhalangan hadir. Menit berganti jam, Nadia mulai gelisah karena Arlan tidak menjawab teleponnya juga membalas chat.

  • Hamil anak siapa?   Sport day

    Nadia sibuk di butik juga studio, ia sedang mengurus baju pengantin pernikahan sepupu dan klien lainnya. Kenan datang, ia pulang sekolah di jemput sopir."Mama, hari sabtu besok ada lomba olahraga di sekolah," ujar Kenan. "Mama bisa datang, 'kan?" sambungnya."Aduh ... Kenan, Mama ada acara pernikahan klien Mama, gimana, ya?"Nadia menoleh sejenak sebelum lanjut membantu memasang beberapa payet cantik digaun pengantin yang terpasang pada manekin.­"Yah ...," keluh Kenan sedih."Acaranya jam berapa?""Jam tujuh pagi, Ma." Kenan duduk di sofa, menatap mamanya bekerja. Tiga asisten Nadia melirik ke arahnya."Mbak Nadia, minta tolong Pak Arlan aja," bisiknya.Nah, Nadia tidak ingat jika sekarang ada Arlan yang pasti senang dimintai tolong apalagi urusannya untuk Kenan.***Hari sabtu tiba, Arlan sudah sampai di depan rumah Nadia. Kenan juga sudah rapi memakai seragam olahraga sekolah, topi, sepatu dan membawa tas berisi handuk kecil, baju ganti juga botol minum."Udah siap, Nan?" sapa Arl

  • Hamil anak siapa?   Cemburu

    Momen penuh air mata pun selesai, Nadia membantu memakaikan sepatu Kenan, mereka akan berbegas malam mingguan ke mal. Kemana lagi, hiburan instan jika bukan ngemal. Arkana keluar dari kamar mandi, ia baru saja membasuh wajahnya yang sembab karena menangis bahagia.“Ayo,” ajaknya sembari mengusap kepala Kenan yang mengangguk. Nadia menarik tangan Arlan, lalu ia peluk erat. Arlan menenggelamkan wajah di ceruk leher Nadia. “Aku senang,” lirihnya.“Aku juga. Semoga kamu bisa jadi Papa yang baik Kenan dan … jadi … um ….” Nadia malu sendiri. Arlan merenggangkan pelukan, menatap wajah cantik Nadia dengan semburat merah dipipi.“Suami kamu yang begitu besar mencintai kamu,” bisik Arlan tepat didepan wajah Nadia, ia kecup pangkal hidung Nadia begitu lama.“Mama, Ay—“ Kenan geram, ia masuk lalu memukul paha Arlan, lelaki itu mengaduh.“Kenan nggak mau punya adek bayi!” teriaknya kesal.“Hah?!” Arlan dan Nadia kompak terkejut.***Jadi, Kenan ternyata dengar cerita dari teman-temannya di sekolah

  • Hamil anak siapa?   Luluh

    Kenan menatap jutek ke Arlan yang duduk menikmati sarapan pagi di rumah Nadia. Dengan mulut penuh mengunyah sereal coklat dengan susu putih, Kenan sepertinya lupa semalam ia tidur dengan lelaki yang dipanggilnya Papa. Arlan tesenyum, lalu meneguk kopi, setelahnya ia bertopang dagu.“Nan, tidurnya nyenyak?” pertanyaan itu membuat Nadia melirik cepat. Ia takut masih pagi sudah terjadi perang dingin.“Hm.” Kenan menjawab dengan enggan.“Kamu tidur sama Om Arlan, Nan,” sambar Nadia dari pada Arlan yang bicara.“Kenan tau,” sambung bocah itu.“Kamu ingat?!” Alran memekik.“Ingat. Terus kenapa?” lirikan Kenan masih menunjukkan ketidak sukaannya.“Kenapa kamu sekarang judes banget. Semalam aja … minta panggil Om, Papa.”“Nggak boleh?” sinis Kenan lagi. “Kenan kenyang. Mama, Kenan mau nonton di kamar, ya.”“Nonton di sini aja, jangan di kamar,” larang Nadia.“Oke, Ma.” Dengan langkah enggan, Kenan menuju ke sofa yang semalam ditiduri Arlan. Lelaki itu menoleh ke Nadia.“Kenan gengsi, Lan, sab

  • Hamil anak siapa?   Menginap semalam

    Arlan menggendong Kenan yang tertidur di dalam mobil menuju ke dalam rumah Nadia. Wanita itu menyambut dengan senyuman."Hai," lirih pelan Arlan lalu mencium pipi Nadia. Wanita itu tersenyum seraya menutup pintu rumah. Harum masakan membuat air liur Arlan mengumpul di rongga mulut, ia melirik ke atas meja makan, benar-benar calon istri idaman.Nadia membuka pintu kamar Kenan, Arlan merebahkan perlahan tubuh bocah kecil itu, tak lupa melepaskan sepatu."Jangan dibangunin, biar aja," bisik Arlan."Kamu kemalaman, anakku tidur pake baju sekolah, jorok, Lan," keluh Nadia yang juga berbisik."Udah ... nggak papa, sesekali, kasihan capek banget. Sibuk gambar sama makan di ruang rapat. Terus sama Bu Ratu dibeliin pizza, kenyang banget Kenan."Nadia mengangguk. Arlan menarik pinggang Nadia, ia peluk erat dengan posisi dirinya duduk di kursi meja belajar Kenan."I Miss you," bisik Arlan seraya mengulum senyum. Nadia menangkup wajah Arlan."Aku juga," jawab Nadia. Ia mengecup kening Arlan lama.

  • Hamil anak siapa?   Jemput sekolah

    Gerakan Arlan guna meluluhkan hati Kenan terus dilakukan. Ia bahkan menyempatkan diri datang ke sekolah bocah itu. Padahal Nadia sudah melarang karena ia yang akan menjemput. Arkana keras kepala dan memaksa ke sekolah. Ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan. Kenan sudah masuk pekan ke dua sekolah dan info dari Nadia, jika Kenan lanjut les calistung juga drum band cilik hingga pukul tiga sore. Anak TK jaman sekarang, sekolahnya lama. Namun, asiknya di sekolah Kenan, ada jam tidur siang, jadi mirip day care. Arlan masih duduk di dalam mobil, ia memangku laptop, bahkan dirinya melakukan pekerjaan tapi tetap usaha dekat dengan Kenan. "Ya, halo," jawabnya sambil menjepit ponsel dengan bahu di telinga kanan. "Pak Arlan dicari Bu Ratu, apa bisa ke kantor lagi?" Duh, lupa. Arlan ada meeting jam empat dengan Ratu. Sekarang jam tiga kurang, jarak sekolah ke rumah Nadia lalu ke kantor lagi akan memakan banyak waktu. "Bisa," jawab Arlan sambil menggigit bibirnya, ia khawatir pa

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status