“Dion! Aku tidak lupa padamu, tapi jangan macam-macam di sini ....kumohon!” Riti berkata sambil mengatupkan kedua tangannya di depan dada. Ia menyadari akan adanya bahaya, jika kehadiran Dion dilihat oleh Jasin atau Tama. Laki-laki itu sepupunya yang sudah lama tidak bertemu, tepatnya sejak perceraian kedua orang tuanya. Orang yang dipanggil Dion itu tertawa, tidak biasanya Riti—anak perempuan yang ia anggap keras kepala itu—memohon padanya. “Kenapa? Apa sekarang kamu takut padaku? Atau ada yang mau menjemputmu di sini? Jangan bilang kalau kamu sudah punya pacar!” katanya setelah berhenti tertawa. “Apa pedulimu, ini urusanku!” “Tentu saja aku peduli agar nasibmu tidak sama seperti ibumu!” Dion berkata seperti itu, karena ia tahu sejarah hubungan Tina dan Marhen, dari cerita kedua orang tuanya. Ia menyayangi Riti dan Yuna hingga ia tidak ingin nasib kedua wanita itu seperti ibunya. “Ya aku tahu itu! Eh, tapi ... tunggu dulu .... apa kamu bekerja di Haruna juga?” “Apa pedulimu? I
Ia mondar-mandir di antara ruang makan dan rumah tamu yang luas itu, sungguh rumah yang aneh. Di luar terlihat bangunan ini begitu besar dengan tembok yang menjulang tinggi. Namun, di dalamnya hanya ada empat ruangan saja. Riti berniat, mulai besok ia akan tinggal di rumah lamanya seorang diri, dari pada tidur di sini juga sendiri. Istri mana yang diperlukan seperti ini. Tiba-tiba Riti terkejut dengan kemunculan Sima dari balik tanaman yang menyerupai semak belukar di sebelah ruang makan. Ia baru sadar bahwa, selama ini Sima tidak menghilang, melainkan ke luar dari balik semak itu. “Anda sudah pulang? Apa mau makan sekarang?” tanya Sima dengan berwajah datar.Menurut Riti, Sima cocok sekali merawat Tama, mereka sama-sama tidak banyak bicara kalau tidak perlu. Ia penasaran bagaimana mereka bisa bertemu dan sekarang tinggal bersama dengan status asisten dan majikan. “Ya, aku lapar!” kata Riti, setelah sadar dari rasa terkejutnya. “Baiklah, tunggu sebentar!” kata Sima dan ia k
“Tidak ada!” jawab Riti gugup, matanya ingin mengalihkan pada hal lain, tapi tidak bisa.“Apa kamu mau berenang juga?”Riti menggelengkan kepala sambil memperlihatkan beberapa makanan di depannya. Secara perlahan, Riti mulai menggeser nama Leri dan menggantinya dengan Tama. “Habiskan makananmu!” kata Tama sebelum kembali menyelam. Riti memperhatikannya sambil meneruskan makan, ia menjadikan Tama sebagai hiburan. Namun, rasa laparnya tiba-tiba saja hilang dan sekarang berganti rasa ingin jatuh dalam pelukan seseorang.Sebenarnya siapa sih, yang haus kasih sayang? Batinnya.Riti menghabiskan makanan setelah Tama selesai berenang. Gadis itu berlalu saat Tama membilas tubuhnya di shower yang ada di samping kolam. Riti malu kalau melihat Tama sampai selesai, ia belum siap untuk bicara lagi sebab pria itu membuatnya gugup. Ia tidak mau dicap sebagai perempuan mata keranjang, karena melihat laki-laki mandi setengah telanjang. Saat menyimpan nampan di dapur, Riti melihat seorang a
“Mana ada pencuri di rumah sendiri!” Tama berkata sambil menangkap tangan Riti yang menempel di dadanya. Ia gemas, tapi tidak mungkin memarahinya. Sementara Riti kesal, yang dikatakan Tama memang benar bahwa, semua yang ada di rumah itu adalah miliknya, tapi pria itu sudah mencuri privasinya. Meskipun begitu, sekarang ia tahu ke mana saja pria itu menghilang, dan kenapa ia tidak pernah muncul di kamar. Rupanya Tama sudah asik dan sibuk dengan dunianya sendiri, hingga tidak membutuhkan dirinya lagi. “Lepas!” Riti berusaha melepaskan tangannya.“Duduklah, katakan padaku apa yang membuatmu menangis?” Tama bertanya sambil merangkul bahu Riti dan membawanya duduk kembali. Di sana hanya ada satu kursi, mau tidak mau Riti duduk di atas pangkuan Tama.“Aku tidak menangis!” Riti mengelak tuduhan seolah dirinya cengeng, padahal, ia yakin tidak ada yang melihatnya menangis tadi.Detak jantungnya berpacu lebih kencang dua kali, sedangkan suasana semakin canggung.Tama melihat wajah Riti s
“Bukankah kamu sendiri yang menolaknya, Yuna?” “Ahk! Ayah! Jangan salahkan aku terus!” Yuna menangis, ia sadar kalau Tama melindungi istrinya.Baik Yuna, Kiran maupun Marhen, sudah melihat beberapa akun orang yang menayangkan kejadian di toserba. Hal ini menjadikan mereka ragu tentang kebenaran informasi tentang Tama.Selain itu, pusingan yang menjelekkan Riti juga hilang dengan sendirinya, padahal, Yuna merasa tidak pernah menghapusnya. Ia yakin semua bukan kebetulan, tidak ada orang yang menjadi baik dengan tiba-tiba, kecuali ada pemicunya. Namun, hanya akun Jojo, yang menayangkan kejadian di toserba secara seimbang. Waktu itu, Jojo memang pergi, tapi ia meminta video dari satu orang yang merekam secara lengkap dan ia pun menayangkannya.“Lihat dan tonton sampai selesai, karena jawaban dari kebenarannya ada di akhir video!”Video yang di buat oleh Jojo sudah ditonton sampai jutaan kali dan semua orang memberi komentar yang beragam. Ada yang mendukung Riti, ada yang kasihan p
Suasana terasa sepi saat Riti ke luar kamar, dengan penampilan sudah rapi. Ia berkeliling rumah untuk mencari Tama dan mengucapkan terima kasih padanya. Riti berhenti di ruangan monitor yang kemarin sempat ia masuki, tapi Tama tidak ada. Ia pun duduk dan mengamati layarnya, untuk mencari Tama dari dalam ruangan itu saja. Namun, sekian lama menunggu tapi tidak ada pergerakan dari orang yang dicarinya, membuat Riti hampir putus asa. Sementara ia harus segera bekerja.Namun, manakala Riti hendak beranjak, ia melihat Tama membuka sebuah pintu, dari salah satu layar monitor. Lagi-lagi pintu itu menyerupai semak merambat di dinding. Pria itu bersama beberapa orang berbadan kekar dan tampak mereka sedang berlatih ilmu bela diri. Mereka saling memukul sambil memberikan beberapa teknik dan saling menjatuhkan lagi. Riti tahu sekali beberapa tehnik itu karena ia sering berlatih beberapa jurus untuk membela dirinya sendiri. Namun, sejak tinggal di rumah Tama, ia tidak pernah berlatih lagi ka
“Aku tidak mau! Kamu belum mandi!” “Apa aku bau?” Tama berkata sambil mengendus bahunya. Riti mengamati pria itu dan memikirkan semua bagian yang tadi sudah diciumnya, hingga ia tersenyum menyeringai lucu dan menggelengkan kepalanya. Tama tidak bau, walau ia berkeringat. Entah berapa banyak parfum yang ia semprotkan pada tubuhnya itu. “Tapi, aku tetap tidak mau sarapan!” kata gadis itu sambil melihat jam kulit yang setia dipakainya sejak masa kuliah. “Aku sudah terlambat!” katanya lagi, “Aku akan sarapan di kantor saja!” Riti berlari ke luar, sebelum Tama mencegahnya. Ia tidak menghiraukan panggilan Sima yang sudah menyiapkan sarapan untuknya. Tama membiarkan wanita itu pergi dan ia duduk di meja baca sambil mengaitkan jari-jarinya dan termenung untuk beberapa lama. Ia tahu Riti tidak punya uang, ia masih sabar menunggu sampai kapan pun gadis itu mau bertahan. Ia bukan pemaksa dan ia tidak mau seorang gadis tersiksa karena dirinya. Setiap kali melihat Riti, entah kenapa
Riti memikirkan segala kemungkinan, jika memang gedung ini dalam kekuasaan Tama atau Dion, maka ia akan bekerja di tempat lain. Sebab, bekerja dengan orang yang tidak akrab itu membosankan.Tiga wanita itu sampai di ruang kepala SDM. Riti mengenali orang bernama Gani itu sebagai seorang yang pernah bersama Wendy, ketika ia masuk kerja pertama kali. Ia menunduk hormat pada pria berusia matang itu, sambil mengambil kotak nasi.“Terima kasih, Pak!” katanya sopan. Pria itu mengangguk ramah pada semua anak buah Wendy, seraya bernapas lega. Ia belum tahu ada hubungan apa sang Bos dengan pegawai baru yang dinilainya biasa saja. Meskipun, komentar Wendy tentang gaya busananya lumayan bagus, tapi Riti bukanlah perempuan kalangan atas. Gani dan Wendy tidak berani menebak terlalu jauh tentang, siapa Riti sebenarnya dan apa hubungannya dengan Tama. Lagi pula tidak ada di antara mereka yang berani bertanya. Sementara ini, keadaan aman, Bos besar mereka jarang hadir kecuali sekali-kali saja d